Professional Documents
Culture Documents
Faktor Resiko
Demam
Riwayat kejang demam orang tua atau audara kandung
c.
d.
e.
f.
2.
Perkembangan terlambat
Problem pada neonatus
Anak dalam pertawatan khusus
Kadar Natrium rendah
Etiologi
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan
atas, otitis medis, pneumonia, gastroenteritis, ISK. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadangkadang demam yang tidak begitu terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang.
C. Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi sperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15
menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenaj, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologist.
Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang bverlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
D. Penatalaksanaan
a.
b.
c.
d.
e.
a.
1. Keperawatan
Memonitor demam
Menurunkan demam : kompres hangat
Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang
Mengelola antipiretik, antikonvulsan
Suctioning
2. Medik
Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang klien dimiringkan untuk mencegah aspirasi
ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti
kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila
tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan
diazepam intra rectal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapoat diulang
selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara
intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah
kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara
intramuscular. Empat jam kemudian berikan feobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kg BB/hari di bagi 2 dosis.
Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan
bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan
depresi pernafasan.
Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari, 12-24 jam
setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
c. Pengobatan profilaksis
1) Profilaksis intermiten
Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
saat pasien demam. Diasepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg)
dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5C. Efek samping diazepam adalah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.
2) Profilaksis terus menerus.
a)
b)
c)
d)
Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak
dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital
4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 1540 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 dan 2) :
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (missal serebral palsy
atau mikrosefal)
Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara atau menetap.
Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu
episode demam.
Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di
samping antipiretik.
E.
1.
a.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Identitas : umur, alamat
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) : demam, iritabel, menggigil, kejang)
2)
Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas
?
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) :
4)
5)
6)
c.
1)
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi sensori :
Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal
Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering
b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan : dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat /
dingin, sianosis perifer
e) Sistem gastrointestinal :
Mulut : membran mukosa lembab / kering
Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi
Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena
f) Sistem integumen : kulit kering / lembab
g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria
d.
1)
2)
3)
a)
b)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolik
2) PK : Kejang b.d hipertermi
3) Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran
Rencana Keperawatan
N
o
1.
Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
b.d,
pening-katan
metabolik, viremia
Batasan karakteristik :
Suhu tubuh > normal
Kejang
Takikardi
Respirasi meningkatDiraba hangat
Kulit memerah
-
Tujuan
Intervensi
1.
2.
Potensial komplikasi :
kejang
2.
3.
Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman
Batasi pengunjung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tentukan apa klien merasakan aura sebe-lum awitan aktivitas kejang. Jika ya, beri-tahu
tindakan pengamanan untuk diambil jika aura tersebut dirasakan
Bila aktivitas kejang terjadi, observasi dan dokumentasikan hal berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3.
4.
advis
5.
6.
7.
8.
9.
a.
b.
c.
d.
3.
Resiko
aspirasi
b.d aku-mulasi sekret,
muntah, penurunan
kesadaran
Faktor Resiko :
Penurunan reflek batuk dan gag reflek Ngt
Penurunan kesadaran
Gangguan menelan -
10. Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar tempat tidur terpa-sang serta lapisi
pagar tempat tidur de-ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah bahaya jatuh atau
trauma)
11. Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan penyuluhan tehnik penatalaksanaan diri sendiri
Setelah
dilakukan
tindakan Memonitor Respirasi (3350)
1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas
keperawatan selama x 24 jam klien
2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi
tidak mengalami aspirasi, dengan kriteria
3. Monitor crowing, suara ngorok
:
4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
5. Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya
Respiratory status : ventilation (0403)
suara tambahan
Respirasi dalam rentang normal
6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau krakles
Ritme dalam batas normal
7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger
Ekspansi dada simetris
8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
Tidak ada sputum
9. Catat karakteristik dan durasi batuk
Tidak ada penggunaan otot-otot
Produksisecret meningkat
Dispneu
-
tambahan
10.
Tidak ada retraksi dada
11.
Tidak ditemukan dispneu
12.
Dispneu saat aktivitas ti-dak ditemukan13.
Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan14.
Tidak ditemukan taktil fremitus
15.
Tidak ditemukan suara napas tambahan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
1.
2.
Mengakui adanya risiko
3.
Monitor faktor risiko lingkungan.
4.
Mengembangkan strategi kontrol risiko
5.
Manajemen Lingkungan
Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien,
menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Memasang pengaman tempat tidur
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan
status kesehatan
Manajemen kejang
Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.
Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.
Longgarkan pakaian klien
Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Berikan oksigen bila perlu
Berikan terapi iv line bila perlu
Monitor status neurology
Monitor vital sign
Orientasikan kembali klien setelah kejang
yang efektif.
6.
Menghindari eksposur yang mengancam
7.
kese-hatan.
Mengenali perubahan sta-tus kesehatan8.
9.
10.
11.
12.
3.
4.
7.
9.
Perfusi
jaringan
serebral tak efektif
b.d.
hipovolemia,
gangguan aliran vena
dan arteri.
-
Pencegahan kejang
1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah-tinggi, bila perlu.
2. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu
Monitor regimen terapi
Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.
5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang
terjadi.
6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya.
Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu
8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway disamping tempat tidur.
Pasang side rail tempat tidur.
10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.
2.
3.
4.
5.
batas
6.
7.
8.
Monitoring Neurologik :
1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas.
2. Monitor tingkat kesadaran
6.
Kecemasan
(orang
tua,
anak)
b.d.
ancaman perubahan
status
kese-hatan,
krisis situasional
-
3.
4.
Status neurology : kesadaran
5.
Membuka mata terhadap stimulasi
eksternal
6.
Orientasi cognitif
Komunikasi sesuai situasi
7.
Mematuhi perintah
8.
Berespon (gerak) terhadap stimulus
9.
yang berbahaya (nyeri).
10.
Mengikuti terhadap stimulus dari
11.
lingkungan
12.
Tak ada kejang
13.
14.
15.
16.
DAFTAR PUSTAKA
-
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta, 2000
Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika
Dina Kartika S, Pediatricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005
Hardiono D. Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004
Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 1996
Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, 1996
Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes,
Upper Saddle River, New Jersey, 2005
Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year Book, 2000
Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates, 2001