Professional Documents
Culture Documents
burung (2004-2005), letusan gunung merapi (2006), gempa Yogyakarta (2006), lumpur
lapindo (2006), tsunami di pantai selatan Jawa (2006), dan banjir Jabodetabek (2007).
Kerugian yang diakibatkan bencana tersebut dalam kurun waktu tiga tahun mencapai Rp
110,4 triliun. BNPB mengidentifikasi jenis ancaman bencana diantaranya gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan,
kekeringan, gelombang ekstrem, cuaca ekstrem (angin puting beliung, topan, badai
tropis),
berbagai prasarana fisik dan menggunakan teknologi. Mitigasi non struktural adalah
upaya mengurangi dampak bencana melalui pembuatan suatu kebijakan seperti
undang-undang penanggulangan bencana, tata ruang kota dan building capacity.
Kegiatan dari mitigasi bencana diantaranya:
1. Pengenalan dan pemantauan resiko bencana
2. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana
3. Pengembangan budaya sadar bencana
4. Penerapan upaya fisik, non fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana,
5. Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber daya alam
6. Pemantauan terhadap penggunaan teknologi tinggi
7. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
8. Kegiatan mitigasi lainnya.
RAN-PRB (Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana) 2010-2012
menyebutkan kesadaran akan upaya pengurangan resiko bencana telah dimulai sejak
tahun 1990-1999 yang terkenal dengan Dekade Pengurangan Resiko Bencana
Internasional. Sedangkan pada tingkat Nasional diterbitkan Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana merupakan landasan dari Pengurangan
Resiko Bencana. Tahun 2006-2009 Indonesia telah menetapkan Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Resiko Bencana. RAN-PRB 2006-2009 disusun sebagai tindak lanjut dari
kesepakatan Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-2015 (HFA 2005-2015). RAN-PRB disusun
dengan melibatkan dari berbagai pihak, pemerintah, masyarakat dan swasta, di tingkat
pusat dan daerah. RAN-PRB disusun sesuai dengan perubahan paradigma penanganan
bencana di Indonesia, yaitu:
1. Penanganan bencana tidak hanya menekankan pada tanggap darurat, melainkan
pada keseluruhan manajemen resiko.
2. Perlindungan masyarakat oleh pemerintah dari ancaman bencana yang merupakan
wujud hak asasi rakyat bukan semata-mata karena kewajiban pemerintah.
3. Penanganan bencana tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tapi juga
menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat.
RAN-PRB merupakan penjabaran dari Rencana Penanggulangan Bencana (RPB).
Dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) dan RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) kedudukan RPB dan RAN-PRB adalah
penjabaran dari Rencana Pembangunan Nasional. RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional)
menjadi
acuan
dalam
kerangka
terkait
perencanaan
dengan
beberapa
maupun
regional,
di
(4).
pengurangan
kemiskinan.
yang terjadi antara tahun 1960-1998 100 kejadian diakibatkan oleh gempa bumi, 9
disebabkan letusan gunung berapi dan 1 kejadian disebabkan oleh tanah longsor
dibawah laut.
STUDI KASUS
Tsunami terbesar yang yang pernah terjadi di Indonesia adala tsunami selat sunda
yang terjadi karena meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883 dan tsunami di
Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada 26 Desember 2004 lalu. Tsunami
Selat Sunda menelan korban hingga 36.000 jiwa dengan ketinggian gelombang 36 meter.
Tsunami Aceh menelan korban meninggal lebih dari 250.000 jiwa.
Tsunami Aceh diakibatkan gempa bumi dengan kekuatan 8,9 Skala Richter yang
terjadi di Samudera Hindia barat laut pulau Sumatera. Gempa dan tsunami Aceh
menghancurkan sebagian besar wilayah Aceh dan Nias di Indonesia, sebagian wilayah
Thailand, Sri Lanka, Maladewa, Bangladesh, Burma, dan Somalia. Di Indonesia bencana
ini telah menghancurkan banyak infrastruktur, pemukiman, sarana sosial dan menelan
korban jiwa yang sangat banyak. Berdasarkan perhitungan nilai kerusakan di Aceh dan
Nias mencapai Rp 41,4 triliun dengan sebagian besar merupakan aset non-publik
(masyarakat).
Upaya tanggap darurat segera dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan
cara merehabilitasi semua sendi kehidupan masyarakat Aceh dan Nias. Kemudian
dilakukan rekonstruksi dan pembangunan kembali wilayah terdampak tsunami agar
kembali seperti sedia kala. Semua upaya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias
didasarkan pada Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang dibuat berdasarkan
pada berbagai filosofi, norma, peraturan perundang-undangan dan aspirasi masyarakat.
Pelaksaanan tanggap darurat dan pemulihan kondisi masyarakat dan wilayah Aceh dan
Nias merupakan upaya penanggulangan dampak bencana. Upaya tersebut dilakukan
dengan pendekatan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi yang dalam
pelaksanaannya berjalan bersamaan.
1. Tahap tanggap darurat (Januari 2005-Maret 2005)
Tahap ini bertujuan untuk menyelamatkan masyarakat yang masih hidup dan mampu
bertahan. Sasaran utama dari tahap ini adalah penyelamatan dan pertolongan
kemanusiaan.
Penataan ruang Aceh dan Nias pasca tsunami bertujuan untuk membangun
kembali wilayah, kota, kawasan, dan lingkungan pemukiman yang rusak akibat bencana
gempa dan tsunami. Penerapan pembangunan di Aceh dan Nias akan menerapkan
prinsip pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan keseimbangan ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Pembangunan juga mempertimbangkan aspek pendukung
seperti teknologi terkini, tepat guna, ramah lingkungan, dan aspek kemungkinan
bencana akan datang kembali.
Kebijakan dan Strategi dalam
penataan kembali wilayah terdampak
tsunami Aceh dan Nias yang disebutkan
dalam R2WANS diantaranya:
1. Mewujudkan kondisi wilayah yang
aman
dari
bencana
dan
masyarakat
dan
perkebunan Sawit dan peningkatan jalan desa; membuka kembali ruas jalan
Jantho-Lamno; Beureunun-Geumpang-Tutut-Meulaboh, jalan Ladia Galaska
Simpang Peut-Jeuram-Beutong Ateuh-Takengon, ruas jalan lintas Barat
Meulaboh-Tapaktuan-Bakongan;
Jantho-Lamno;
Calang-Tangse-Beureunun;
Ceuroloup, Kr. Buerieng, Can. Kaking Ungoh Batee, perbatasan Tutut, Kawasan
Uteun Cut, Panga,Panga-Teunom, dan Lageun.
Rencana
ruang
pola
provinsi
penataan
NAD
pasca
tsunami
menerapkan
hutan lindung mangrove sebagai proteksi tsunami, pemanfaatan escape hill dan sabuk
hijau untuk ruang terbuka hijau, juga mengembangkan dan menambah kawasan sabuk
hijau sebagai fungsi pertahanan. Pada kawasan sungai dan pesisir pantai diterapkan
mitigasi bencana. Pembangunan kawasan pemukiman dilengkapi
dengan fasilitas
tsunami
seperti
yang
Penerapan
buffer
zone
Pengembangan
pembangunan
sebagai
tersebut
dapat
dilakukan
dengan
Daftar Pustaka