Professional Documents
Culture Documents
Kardiologi Indonesia
Tinjauan Pustaka
Fibrilasi atrium (atrial fibrilation, AF) merupakan diawal studi dan kemudian di ikuti selama 10 tahun;
aritmia jantung yang paling sering terjadi pada pasen menunjukkan insiden AF sebesar 28% pada subjek
usia diatas 65 tahun. Prevalensi semakin tinggi dengan dengan kadar serum tirotropin yang rendah. Insiden
bertambahnya usia, dan merupakan penyebab utama AF secara signifikan lebih tinggi pada subjek dengan
terjadinya stroke. AF sering timbul sebagai manifestasi kadar tirotropin yang rendah (RR 3,1) dibanding subjek
6,7
hipertiroidisme, dan menjadi predisposisi terbentuknya dengan kadar tirotropin yang normal.
trombus dan emboli. AF dan disritmia supraventrikular
lainnya yang disebabkan oleh hipertiroidisme,
menambah angka kematian penyakit vaskular.1-3 Pada Hipertiroidisme
sepuluh hingga limabelas persen pasen dengan
hipertiroidisme akan berlanjut menjadi AF, dan insiden Terminologi hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering
ini semakin tinggi bila disertai penyakit jantung.1
dianggap sinonim, padahal kedua istilah tersebut agak
AF dikenal baik sebagi faktor risiko independen berbeda dalam kondisi tertentu. Hipertiroidisme
untuk kejadian serebrovaskular. Dua studi membuktikanmenunjukkan aktifitas kelenjar tiroid yang berlebihan
bahwa, kejadian tromboemboli pada pasen tirotoksikosisdalam mensintesis hormon tiroid, sehingga meningkat4
yang disertai AF lebih tinggi dibanding irama sinus.
kan metabolisme di jaringan perifer. Sedangkan istilah
Meskipun hipertiroidisme dianggap sebagai faktor tirotoksikosis merujuk pada beberapa pengaruh dari
risiko terjadinya AF, namun pada orang tua dengan AF hormon tiroid bebas, dengan atau tanpa kelenjar tiroid
jarang disertai hipertiroidisme yang nyata. Tetapi AF sebagai sumbernya.7
5 yaitu keadaan
sering terjadi pada hipertiroid subklinik,
Hipertiroidisme relatif jarang terjadi pada anakdengan kadar serum tirotropin yang rendah, kadar anak, kebanyakan disebabkan oleh penyakit graves.
hormon tiroid yang masih normal, dan tanpa gejala. Perempuan lebih sering menderita Graves dibanding
Studi populasi Framingham pada 2007 subjek berusia laki-laki, dengan perbandingan 3-6 : 1. Insiden
> 60 tahun tanpa AF, yang diukur kadar serum tirotropin
semakin meningkat pada usia dewasa muda, dan paling
banyak pada usia 10-15 tahun. Di USA prevalensi
penyakit Graves pada orang dewasa diperkirakan
0,02%, dan 95% diantaranya sebagai penyebab
terjadinya hipertiroidisme. Penyakit Graves ternyata
Alamat korespondensi:
dr. Isman Firdaus
berhubungan dengan HLA-B8 dan HLA-DR3.
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular
Kembar monozigot menunjukkan keterkaitan dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
penyakit ini, sehingga memberikan dugaan bahwa
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
pengaruh lingkungan dan genetik berperan pada
Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 28, No. 5 September 2007
375
376
Normal Range
Value in
Hyperthyroidism
Value in
Hypothyroidisme
1500-1700
88-130
>60
4-5
60-80
700-1200
60-80
<60
>7
25-40
2100-2700
105.5
84.5
<4.5
>80
377
sebagai monomer atau homodimer, atau sebagai exchanger. Dengan adanya transkripsi dari beberapa
heterodimer yang terdiri dari triiodotironine nuclear gen-gen spesifik yang mengkode kanal-kanal ionik
receptor dan reseptor lain dari family steroid-hormon tertentu, terjadilah suatu electrical remodelling yang
receptor.11-13
berlanjut menjadi aritmia terutama pada atrium.12,13
Reseptor tiroid dikode oleh gen a dan b yang akan
Pada keadaan hipertiroidisme semua kompleks
mengatur ekspresi gen. Aktivasi transkripsi maksimal reseptor b-adrenergik berubah; meskipun kadar
akan tercapai dengan didudukinya reseptor oleh T3 katekolamin dalam darah tetap normal, namun terjadi
kombinasi dengan kofaktor tertentu. Tanpa T3 maka peningkatan sensitivitas jantung terhadap stimulus
reseptor justru menekan gen-gen yang secara positif adrenergik. Hal ini diduga karena ekspresi Gs
diatur oleh hormon tiroid. Tanpa ligand RXR, T3 akan membran dan densitas reseptor meningkat, serta
berasosiasi dengan represor transkripsi yaitu N-Cor adanya efek T4 sendiri yang menyerupai katekolamin.
atau SMRT yang berakibat terjadinya inhibisi ekspesi
Beberapa keluhan dan gejala yang terjadi pada
gen. Sebaliknya ikatan dengan T3 menginduksi pasen dengan hipertiroidi diakibatkan oleh gangguan
perubahan konformasi reseptor yang berakibat
pada sistem saraf otonom. Perubahan terjadi pada
menghimpun aktivator transkipsi.12,13
persarafan vagal dan simpatis juga dapat menyebabkan
Disamping nuclear pathway tadi, T3 dilaporkan aritmia pada daerah yang supersensitif terhadap
berpengaruh langsung pada membran sel atau pengaruh simpatis. Meskipun pengaruh hormon tioid
mitokondria yang amat efektif untuk aktifitas organel terhadap sistem ini masih diragukan, namun pada
sel. Reaksinya adalah stimulasi konsumsi oksigen dan keadaan tirotoksikosis terdapat peningkatan adrenergik
fosforilasi oksidatif cepat., beberapa menit atau lebih dan penurunan sistem vagal. Peningkatan sensitivitas
panjang. Di mitokondria ditemukan Uncoupling jaringan terhadap katekolamin, peningkatan jumlah
Protein mitokondria (UCP) dimana hampir semua sel reseptor , dan penurunan aktifitas parasimpatis
di dalam jaringan mempunyai UCP ini. Pemberian merupakan penjelasan yang paling meyakinkan
T3 akan meningkatkan ekspresi UCP1, UCP2 dan tentang mekanisme terjadinya aritmia pada hiperterutama UCP3. Afinitas hormon tiroid pada reseptor tiroidisme.12
mitokondria ternyata lebih kuat dibanding afinitasnya
terhadap reseptor nuklear.12
378
Fase Depolarisasi
Gambar 4. Pembentukan potensial aksi
379
terhadap fase 0, berarti akan mempengaruhi kecepatan Perbedaan lokal pola potensial aksi
konduksi dari miokard.15
Pola potensial aksi tidaklah sama pada setiap sel-sel
yang menyusun sistem listrik jantung. Gambar 6
Fase Repolarisasi
memberikan model ilustrasi dari masing-masing
Sekali suatu sel berdepolarisasi maka tidak akan sistem konduksi listrik jantung. Pola potensial aksi selberdepolarisasi kembali hingga aliran ionik kembali sel Purkinje sangat berbeda dengan sel-sel nodus SA
pulih selama depolarisasi. Proses mulai kembalinya ion- dan nodus AV. Perbedaan ini terjadi pada fase 0 yaitu
ion ketempatnya semula seperti saat sebelum depolarisasi lambat sel nodus SA dan AV, dikarenakan
depolarisasi disebut repolarisasi. Fase repolarisasi ini tidak adanya kanal cepat Na+ yang bertanggung jawab
di tunjukkan oleh fase 1-3 kurva potensial aksi. Karena pada fase depolarisasi cepat sel otot jantung yang lain
depolarisasi berikutnya tidak dapat terjadi hingga (fase 0).15
repolarisasi, rentang waktu sejak akhir fase 0 hingga
akhir fase 3 disebut sebagai periode refrakter (refractory Perbedaan lokal persarafan otonom
periode). Fase 2 (fase plateau) dimediasi oleh terbukanya Secara umum, peningkatan tonus simpatik akan
kanal lambat kalsium, yang akan menyebabkan ion meningkatkan automatisitas (sel-sel pacemaker akan
kalsium yang bermuatan positif masuk kedalam sel.15
terpacu lebih cepat), meningkatkan kecepatan
konduksi (impuls listrik akan dihantarkan lebih cepat),
Fase Istirahat
dan berkurangnya masa potensial aksi / memendeknya
Pada hampir semua sel jantung, fase istirahat (rentang masa refrakter (sel akan siap secara cepat untuk
waktu antara 2 potensial aksi sebagai fase 4) merupakan berdepolarisasi kembali). Sebaliknya dengan berfase di mana tak ada perpindahan ion di membran sel. tambahnya tonus parasimpatik, automatisitas ditekan,
Namun pada sel-sel pacemaker tetap terjadi per- kecepatan konduksi berkurang, dan masa refrakter
pindahan ion melewati membran sel pada fase 4 ini meningkat. Serabut-serabut simpatik dan parasimpatik
dan secara bertahap mencapai ambang potensial, banyak mempersarafi nodus SA maupun AV. Selain
kemudian kembali berdepolarisasi membangkitkan itu, sel-sel pacemaker persarafan simpatiknya lebih
impuls listrik yang dihantarkan ke seluruh jantung. dominan dibandingkan persarafan parasimpatik, itulah
Aktifitas fase 4 yang kemudian berdepolarisasi spontan sebabnya mengapa perubahan pada tonus parasimpatis
disebut automatisitas.15
relatif lebih besar pengaruhnya terhadap nodus SA dan
AV dibandingkan jaringan jantung lainnya.15,16
Automatisitas
380
Reentry
Reentry merupakan mekanisme umum yang terjadi
pada hampir semua jenis takiaritmia. Untuk terjadinya
Reentry harus terdapat beberapa syarat: 1) terdapat
dua jaras paralel (A dan B pada gambar 7) yang saling
berhubungan, pada bagian distal dan proksimal,
membentuk sirkuit potensial listrik; 2) salah satu jaras
harus memiliki masa refrakter yang berbeda dengan
jaras yang lain.
Trigered activity
381
Klasifikasi AF 18,19
382
D. Diagnosis
Untuk mendiagnosis AF, pemeriksaan elektrokardiografi merupakan standar baku sebagai alat
diagnostik. AF paroksismal dapat dideteksi dengan
menggunakan pemantau Holter atau pemeriksan EKG
transtelefonik. Pemeriksaan foto toraks, ekokardiografi
383
Pemeriksaan kliniks
Gagal jantung
Hipertensi
Penyakit jantung iskemik
Infark miokard
Penyakit paru
Penyakit jantung katup
Bedah jantung atau toraks
Perikarditis
Penyakit jantung bawaan, penyakit jantung reumatik,
hipertiroid, keracunan alkohol, disfungsi otonomik,
sindrom Sick sinus, Supraventricular tachyarrhythmia
EKG 12-Lead
EKG 24-jam ambulatoir (Holter)
Signal-averaged ECG
Event ECG recording
Echocardiography
Ventriculography
Angiografi koroner
Foto toraks
Pemeriksaan elektrofsioogi, uji latih jantung,
petanda biokemia, penentuan status otonomik.
E. Terapi Farmakologik
Daftar Pustaka
1.
Pasien dengan AF yang disebabkan oleh hipertiroidisme dapat kembali menjadi irama sinus bila
status tiroid diperbaiki disertai pemberian obat-obatan
penyekat beta.29 Penggunaan penyekat beta harus 2.
diberikan pada keadaan hipertiroidisme berat, namun
hati-hati pada pasien dengan gagal jantung, dan harus 3.
dihindari pada penderita asma bronkhial. Penyekat
beta sebaiknya diberikan dosis tunggal sekali sehari agar 4.
kepatuhan pasen dapat terjaga dengan baik, seperti
atenolol atau nadolol.29 Pada pasen tanpa hiper-
385
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
386
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.