You are on page 1of 43

Banten

Asal Daerah
Corak
n,

: Banten
:Datulaya, Kapurban, Kawangsan, Mandalikan, Pamaranggen, Pancaniti, Panjantre

nama batik Banten rasanya masih asing di telinga. Namun, pembudidayaannya saat ini
sedang menggeliat. Karena yang selama ini kita tahu adalah batik merupakan kain dari
jawa, khususnya Yogyakarta, Surakarta, Solo dan Pekalongan yang paling terkenal, yang
menjadi ciri khas utama batik Banten adalah motif datulaya. Motif ini memiliki dasar belah
ketupat berbentuk bunga dan lingkaran dalam figura sulur-sulur daun. Warna yang
digunakan, motif dasar berwarna biru, variasi motif pada figura sulur-sulur daun berwarna
abu-abu, pada dasar kain berwarna kuning. Nama datulaya ini diambil dari tempat tinggal
pangeran. Datu itu artinya pangeran, laya artinya tempat tinggal.
Berbicara mengenai batik Banten, maka tidak akan lepas dari: peninggalan kerajaan
Banten, Selimut Van Bantam (SIMBUT), gerabah bermotif dari situs Keraton Surosowan,
warna lembut, dan Bapak Uke Kurniawan,Beberapa tahun terakhir batik Banten menjadi
pembicaraan karena baru diketahui bahwa ternyata masyarakat Banten sudah mempunyai
tradisi membatik sejak abad 17, dimana kala itu dikenal yang namanya selimut batik atau
SIMBUT. Sejak masa kejayaan Banten berakhir , tradisi ini pun tidak lagi dilanjutkan. Hingga
pada masa ini tradisi membatik hidup kembali dan mulai dikembangkan oleh putra daerah
Banten yang ingin melestarikan budaya batik Banten.
Akhirnya batik Banten pun muncul sebagai salah satu batik yang mempunyai ciri khas
dan keunikan yang berbeda dari batik lain yang selama ini dikenal. Motif batik Banten
merupakan rekonstruksi dari pola hias gerabah dan keramik lokal peninggalan Keraton
Kesultanan Banten. Pola hias ini sudah ditetapkan dan merupakan pola khas Banten.
Sampai akhirnya oleh Bapak Uke Kurniawan (pengembang batik Banten) merancang 12
motif khas batik Banten (sudah dipatenkan) dari perpaduan 75 ragam / pola hias dari pola

hias gerabah. Satu lagi yang menjadi ciri khas batik ini adalah warna dasarnya yang abuabu agak lembut menunjukkan simbol watak orang banten yang keras tapi sederhana,
memiliki cita-cita tinggi dan disegani.
Masing masing motif batik tersebut juga diberikan nama nama khusus yang diambil dari
nama tempat, bangunan, maupun ruang dari situs Banten Lama dan juga dari nama gelar di
masa Kesultanan Banten. Motif yang mengambil nama tempat diantaranya adalah :
Pamaranggen (tempat tinggal pembuat keris), Pancaniti (Bangsal tempat Raja menyaksikan
prajurit berlatih), Pasepen (Tempat Raja bermeditasi), Pajantren (Tempat tinggal para
penenun), Pasulaman (Tempat tinggal pengrajin sulaman), Datulaya (tempat tinggal
pangeran), Srimanganti (tempat raja bertatap muka dengan rakyat), Surosowan (Ibukota
Kesultanan Banten). Motif yang mengambil nama gelar diantaranya : Sabakingking (gelar
dari Sultan Maulana Hasanudin), Kawangsan (berhubungan dengan Pangeran Wangsa),
Kapurban (berhubungan dengan gelar Pangeran Purba), Mandalikan (berhubungan dengan
Pangeran Mandalika).

Banjarnegara
Asal Daerah
Corak

: Banjarnegara
:

Motif khas bajarnegara adalah corak kupu-kupu, Batik Banjarnegara cenderung


menggunakan kombinasi warna-warna tanah dan warna-warna lembut dengan motif-motif
flora dan fauna seperti kupu-kupu dan bunga.

Bantul
Asal Daerah

: Jogjakarta

Corak
:Parang Barong, Parang Kusumo, Parang Baris, Parang Centong, Parang
Jenggot, Purbo Negoro, Ceplok Koci,

Pada setiap daerah memiliki motif yang menjadi identitas perkembangan kerajinan seni
batik di daerahnya Khusus batik Bantul, motif yang banyak dikenal sejak dulu adalah motif
Parang, Nitik Pleret, Wijirejo Pandak, atau Giriloyo Imogiri. Sampai saat ini, motif-motif ini
masih disukai konsumen. Sementara warna-warna yang menjadi ciri khas wilayah Bantul
adalah warna-warna teduh, seperti hijau pupus, ungu, sogan, dan merah hati.
SEJARAH BATIK YOGYAKARTA
Dari kerjaan-kerajaan di Yogyakarta sekitarnya abad 17, 18 dan 19, batik kemudian
berkembang luas, khususnya di wilayah Pulau Jawa. Awalnya batik hanya sekadar hobi dari
para keluarga raja di dalam berhias lewat pakaian. Namun perkembangan selanjutnya, oleh
masyarakat batik dikembangkan menjadi komoditi perdagangan .

Asal-usul pembatikan di daerah Yogyakarta dikenal semenjak kerajaan Mataram ke-I


dengan rajanya Panembahan Senopati. Daerah pembatikan pertama ialah di desa Plered.
Pembatikan pada masa itu terbatas dalam lingkungan keluarga Keraton yang dikerjakan
oleh wanita-wanita pembantu ratu. Dari sini pembatikan meluas pada trap pertama pada
keluarga Keraton lainnya yaitu istri dari abdi dalem dan tentara-tentara. Pada upacara resmi
kerajaan keluarga keraton baik pria maupun wanita memakai pakaian dengan kombinasi
batik dan lurik. Oleh karena kerajaan ini mendapat kunjungan dari rakyat dan rakyat
tertarik pada pakaian-pakaian yang dipakai oleh keluarga Keraton dan ditiru oleh rakyat dan
akhirnya meluaslah pembatikan keluar dari tembok Keraton .
Akibat dari peperangan waktu zaman dahulu baik antara keluarga raja-raja maupun antara
penjajahan Belanda dahulu, maka banyak keluarga-keluarga raja yang mengungsi dan
menetap di daerah-daerah baru antara lain ke Banyumas, Pekalongan, ke daerah Timur
Ponorogo, Tulungagung dan sebagainya. Meluasnya daerah pembatikan ini sampai ke
daerah-daerah itu menurut perkembangan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai
abad ke-18. Keluarga-keluarga Keraton yang mengungsi inilah yang mengembangkan
pembatikan seluruh pelosok pulau Jawa yang ada sekarang dan berkembang menurut alam
dan daerah baru itu.
Perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda mendesak sang pangeran dan keluarganya
serta para pengikutnya harus meninggalkan daerah Kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke
arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikut
pangeran Diponegoro mengembangkan batik. Ke Timur pulau Jawa, batik Yogyakarta
menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulung Agung. Selain itu
juga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedangkan ke arah Barat pulau Jawa batik
berkembang di Banyumas, Pekalongan, Tegal, dan Cirebon.

Banyumas
Asal Daerah

: Banyumas

Corak

Batik tulis dan batik cap banyumas adalah kekayaan budaya lokal yang terancam punah.
Dari sekitar 60 pengusaha batik tradisional yang ad di tahun 1980-an, kini hanya tinggal
satu yang masih bertahan, yaitu batik Hadipriyanto di Banyumas.
Pada awal abad ke-20, Kwee Lei Go mendirikan batik Hadipriyanto dan hingga generasi
ketiga kini masih terus bertahan melawan pasang surut zaman yang sering kali berat
dilalaui.
Ragam hias batik banyumas mirip dengan ragam hias jogjakarta maupun solo. Yang
membedakan hanyalah kadar warna soga yang jaul lebih pekat pada batik banyumas.
Pembatikan banyumas mempunyai aturan pewarnaan beda karena melakukan "ketrem",
yakni pencelupan pertama selalu menggunakan warna soga, baru kemudian hitam. Ini
membuat warna hitam pada batik banyumas terjinakkan, Sementara di jogjakarta dan solo,
yang digunakan adalalah aturan "klowong" dimana pertama kain harus dicelup warna hitam,
baru kemudian soga.
selain pada aturan pewarnaan, batik banyumas membedakan diri dengan beberapa motif
khas seperti Kopi Susu Jahe, babaran Kuning, Jonas, dan Monteron. karena berpegang
dengan filsafah "ceblaka" (terbuka), batik banyumas tampil dengan motif-motif berukurran
relatif lebih besar.
menurut Bapak Slamet dari batik Hadipriyanto, Motif-motif asli banyumas masih dipakai
namun telah dimodifikasi, terutama dalam warna dan bahan. Motif Kopi Susu Jahe
contohnya, ketika masih menggunakan warna tradisional soga kelihatan redup akan tetapi
begitu diberi warna seperti ungu serta merta tampil beda dan berkesan kontemporer

Bayat
Asal Daerah
Corak

: Bayat
:

Letak Bayat dekat dengan imogiri, dataran tinggi yang dihormati sebagai lokasi makam para
raja dan bangsawan kerajaan Mataram dan turunannya. karena letaknya ada pada
pertemuan Keraton Surakarta (Solo) dan keraton Jogjakarta, Bayat secara turun-temurun
melakoni tradisi batik yang sangat menyatu dengan kedua istani ini. Batik bayat, dengan
demikian merupakan lumbung kekayaan ragam batik klasik Jawa.
Membatik adalah pengabdian panajang masyarakat Bayat. sampai pelosok-pelosok dapat
dijumpai para pembatik rumahan. Begitu terpecayanya Bayat sebagai sumber pembuatan
batik klasik tulen, para perajin setempat dapat dengan mudah menjual kain-kain mori
bermotif klasik yang baru digambari pensil atau dicating saja.
Pengusaha batik Solo maupun Jogjakarta membelinya untuk diproses lebij lanjut sesuai
gaya masing-masing. Di Bayat juga terdaapat sekolah menengah kejuruan khusus untuk
keterampilan seni tekstil dan keramik.

Betawi
Asal Daerah
Corak

: Jakarta
:

Batik Betawi mendapat kekhususannya dari lokasi strategis Batavia sebagai kota benteng
Belanda yang menjadi wadah pembauran berbagai suku dan bangsa. Gejala ini
meninggalkan kekhasan pada batik - batik yang dimiliki masyarakat betawi
Walau bukan pusat pembuatan batik, penduduk betawi gemar memesan batik dari luar
daerah dengan rancangan - rancangan mereka sendiri. Hasilnya adalah karya - karya batik
yang jelas menghadirkan campursari batik - batik pesisiran seperti batik cirebon dan batik
pekalongan. Juga sering muncul kombinasi warna biru dan putih dengan motif kumpeni.
Jenis Batik Betawi yang akhirnya menjadi klasik adalah yang memiliki motif Lockan dan
buketan, dengan tumpal khas yang disebut Pucuk Rebung dan warna - warna yang kuat
seperti hijau daun pisang muda, merah setrop, terakota, dan jingga menyala

Cirebon
Asal Daerah
Corak
kupu,

: Cirebon
:Capung, Dobi Gesengan, Dobi Kiki, Garis Patah, Ikan Laut, Kompeni, Kupu -

Sejarah Batik Cirebon


Konon, keterampilan membatik masyarakat Cirebon bermula dari tangan dingin Ki Gede
Trusmi. Selain menyebarkan agama Islam, anak buah Sunan Gunung Jati ini juga
mengajarkan keterampilan membatik. Sementara itu pengaruh budaya Cina pada motifmotifnya bermula dari pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ong Tien. Wanita dari Cina
tersebut membawa pernak-pernik berbau Cina yang menginspirasi pembatik untuk
menuangkannya dalam motif-motif batik.
Ada dua jenis batik Cirebon, yaitu batik Keraton atau klasik, yang tumbuh dan
berkembang di dalam lingkungan keraton Kanoman dan Kesepuhan. Serta batik Cirebon
Pesisiran. Karakter orang-orang pelabuhan yang bersikap terbuka terhadap pengaruh asing
turut mempengaruhi motif dan warna pada batik Cirebon Pesisiran.
Warna
Ciri Batik klasik Cirebon yaitu warna dasar kain lebih muda daripada warna garis pada
motif utamanya. Batik klasik Cirebon umumnya memiliki warna kuning (sogan gosok),
hitam, dan berwarna dasar krem. Atau bisa juga berwarna biru tua, merah tua, dengan
warna dasar kain putih gading atau krem.
Sementara itu, ada jenis batik Cirebon Pesisiran yang memakai warna-warna yang
lebih berani, terang, dan mencolok. Latar kain biasanya bersih dari noda warna yang tidak
dikehendaki pada saat proses pewarnaan.

Motif Batik Cirebon


Pada batik klasik, biasanya terdapat motif wadasan, atau batu cadas di bagian-bagian
tertentu. Demikian juga dengan ragam hias berbentuk awan, turut menjadi bagian yang
menjadi ciri khas pada batik Cirebon, Garis-garis pada motif umumnya menggunakan garis
tunggal yang tipis. 0,5 milimeter saja, dan berwarna lebih tua dari warna kain latar.
Macam motif klasik batik Cirebon diantaranya adalah Mega Mendung, Liman, Paksinaga,
Banjar Balong, Singa Payung, Singa Barong, Patran Keris, dan Ayam Alas. Sementara jenis
batik Pesisiran Cirebon antara lain motif Kapal Kompeni, Pekalis, Penari Cina, Semarangan,
Burung Gelatik dan masih banyak lagi.
Sentra Pengrajim Batik
Desa Trusmi di kecamatan Plered, merupakan pusat industri batik Cirebon. Demikian
juga desa-desa di sekitar Trusmi, yang meliputi Desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali, Panembaha,
dan Kalitengah. Hampir seluruh masyarakat asli Trusmi bergerak di industri batik dan
mempunyai showroom.

Demak
Asal Daerah
Corak

: Demak
:

Batik pesisir kabupatan demak mengangkat kombinasi ceplok bunga dan sulur-sulur. ideal
untuk dikenakan sehari-hari karena hanya dengan membalik lembaran kain, dapat diperoleh

dua gaya, satu untuk pagi satunya lagi untuk sore. Kain bermotif pagi-sore disiasati untuk
memiliki motif latar, motif tepi, warna dan isi yang bernuansa ganda agar dalam satu hari
dapat dua kali diapakai dengan tampilan berbeda

Garut
Asal Daerah
Corak

: Garut
:Buluh Ayam Sekar jagad, Parang Cantel, Peksi Cupat Mangu, Semen Rama,

Tradisi membatik dan usaha batik di dalam masyarakat Garut berlangsung turun - menurun.
Walau demikian, popularitasnya baru mencuat setelah tahun 1945 sehingga muncullah
istilah Batik Garutan.
Namun masa kejayaannya terjadi jauh hari kemudian, yaitu pada pertengahan tahun 1960an dan 1980-an. Gaya batik Garutan yang khas adalah coraknya yang tegas serta wana
kekuningannya yang khas, yaitu gumading. Secara keseluruhan lebih ceria karena
memasaukkan warna - warna seperti ungu, hijau, dan merah

Indramayu
Asal Daerah
Corak

: Indramayu
:

Karena letak Indramayu ada pada perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah, pada jalur lalu
lintas pesisir utara yang ramai, disini hidup perbauran menarik antara budaya sunda dan
budaya jawa. Perpaduan Sunda-Jawa hadir dalam bahasa percakapan, makana, juga ragam
batik tulis. Dengan demikian, batik Indramayu memiliki pribadi tersendiri, senyawa baru
dari dua unsur berbeda.
Batik Indramayu sering disebut Batik Derayon dan banyak bertutur tentang kelautan
setempat. Dominan adalah corak-corak ceria berbentuk udang,cumi, tumbuhan laut, kapal,
sebagaimana tampak pada batik Iwak Entong, Karang Gurdo, dan Bunga Karang. Pengaruh
Tiongkok terlihat pada hadirnya motif-motif liong, leckhan serta bunga-bunga yang umum
menghiasi keramik klasik tiongkok, Ciri lain adalah latar putih yang dihidupkan oleh warnawarna cerah seperti merah, hijau, biru dan kuning.

Jambi
Asal Daerah

: Jambi

Corak
:Batang Hari, Bungo Pauh, Duren Pecah, Kapal Sangat, Kuau Berhias, Merak
Ngeram, Tampok Manggis,
Pada zaman dahulu batik Jambi hanya dipakai sebagai pakaian adat bagi kaum
bangsawan/raja Melayu Jambi. Hal ini berawal pada tahun 1875, Haji Muhibat beserta
keluarga datang dari Jawa Tengah untuk menetap di Jambi dan memperkenalkan
pengolahan batik. Motif batik yang diterapkan pada waktu itu berupa motif - motif ragam
hias seperti terlihat pada ukiran rumah adat Jambi dan pada pakaian pengantin, motif ini
masih dalam jumlah yang terbatas. Penggunaan motif batik Jambi, pada dasarnya sejak
dahulu tidak dikaitkan dengan pembagian kasta menurut adat, namun sebagai produk yang
masih eksklusif pemakaiannya dan masih terbatas di lingkungan istana.
Dengan berkembangnya waktu, motif yang dipakai oleh para raja dan keluarganya saat
ini tidak dilarang digunakan oleh rakyat biasa. Keadaan ini menambah pesatnya permintaan
akan kain batik sehingga berkembanglah industri kecil rumah tangga yang mengelola batik
secara sederhana.
Perkembangan batik sempat terputus beberapa tahun, dan pertengahan tahun 70-an
ditemukan beberapa lembar batik kuno yang dimiliki oleh salah seorang pengusaha wanita
"Ibu Ratu Mas Hadijah" dan dari sanalah batik Jambi mulai digalakkan kembali
pengembangannya. Salah seorang ibu yang turut juga membantu perkembangan
pembatikan di Jambi adalah Ibu Zainab dan Ibu Asmah yang mempunyai keterampilan
membatik di Seberang Kota.
Pada mulanya pewarnaan batik Jambi masih menggunakan bahan-bahan alami dari
tumbuh-tumbuhan yang terdapat di dalam hutan daerah Jambi, seperti : Kayu Sepang
menghasilkan warna kuning kemerahan. Kayu Ramelang menghasilkan warna merah
kecokelatan. Kayu Lambato menghasilkan warna kuning. Kayu Nilo menghasilkan warna

biru. Warna-warna tersebut merupakan warna tradisional batik Jambi, yang mempunyai
daya pesona khas yang berbeda dari pewarna kimia.
Pada tahun 1980 tanggal 12 s/d 22 Oktober di Desa Ulu Gedong diadakan Pendidikan
dan Pelatihan Batik di Kotamadya Jambi, diklat yang pertama kali di selenggarakan ini
diprakarsai oleh Kanwil Departemen Perindustrian Propinsi Jambi (Drs. H. Suprijadi Soleh)
bekerjasama dengan instansi terkait dan Ketua Tim Penggerak PKK Propinsi Jambi (Prof. Dr.
Sri Soedewi Maschun Sofwan, SH.), dengan mendatangkan tenaga pelatih /instruktur dari
Balai Besar Kerajinan clan Batik Yogyakarta.
Sampai saat ini tidak seorangpun tahu dengan pasti siapa pencipta motif batik
tradisional yang sangat banyak jumlahnya, juga filosofi yang terkandung dalam motif
tersebut. Yang jelas motif batik daerah Jambi mempunyai ciri-ciri khas tersendiri dan telah
berkembang sedemikian rupa hingga dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mancanegara.
Berbicara mengenai motif batik tradisional Jambi, berdasarkan data yang ada diketahui
jumlahnya telah mencapai kurang lebih sebanyak 40 motif, dari motif dasar yang tercatat
sebanyak 40 motif ini, telah banyak mengalami modifikasi/pengembangan sesuai dengan
selera pasar dan perkembangan wilayah pemekaran. Dalam meniti perkembangan motif,
diharapkan kita sama-sama dapat menjaga kelestarian dari perkembangan motif tersebut
agar nilai-nilai yang terkandung dalam suatu motif dapat terpelihara dengan baik.
Suatu motif secara umum terdiri dari Ornamen Pokok, Ornamen Pelengkap dan Isen
batik. Dari tatanan tersebut, motif-motif batik tradisional pada umumnya mempunyai arti
filosofi, yang dalam perkembangan selanjutnya titik berat penciptaannya hanya pada
keindahan bentuknya dengan nama yang disesuaikan dengan kenampakannya atau
menurut kemauan si pencipta motif. Dalam hal ini si pencipta motif harus mampu
mengartikan / memberi makna atas motif ciptaannya. Karena sampai ditemukan dan
dikumpulkan motif-motif yang telah ada, belum mempunyai arti filosofi yang terkandung
dalam motif tersebut

Jombang
Asal Daerah

: Jombang

Corak
:Cindenenan, Candi arimbi hijau, Candi arimbi merah, Peksi, Peksi
Manya, Turonggo Setyo, Buketan,

Batik Jombang baru berkembang pada tahun 2000-an. Jombang adalah salah satu nama
daerah Tingkat II (Kabupaten/sub province/DO) yang berada di Propinsi Jawa Timur, Pulau
Jawa, Indonesia.
Sejarah
Sejarah batik Jombang telah ditulis oleh Ibu Hajah Maniati, pemilik kedai batik Sekar Jati
Star. Pada tanggal 17 Juni 2007, penulis berkunjung ke rumah beliau dan beliau
menceritakan tentang sejarah dan proses batik Jombang. Beliau mengatakan bahawa batik
merupakan salah satu bagian dari budaya yang dapat mencerminkan kepribadian bangsa,
dimana batik sangat memerlukan ketrampilan, kepakaran, kreatifiti, keuletan, kesabaran
dan wawasan yang luas serta apresiasi yang tinggi sehingga batik mempunyai nilai seni
yang sangat tinggi dan berharga mahal.
Pada masa penjajahan Jepang, batik di Jombang mulai menghilang sendiri. Hal ini
dikeranakan oleh susahnya untuk mendapatkan bahan baku dan berkurangnya pembatik.
Pada tahun 1993 Hj. Maniati bersama putrinya mempunyai gagasan dan keinginan untuk
membangkitkan dan melestarikan kembali tradisi membatik di kota Jombang. Untuk
mewujudkan keinginan dan gagasan tersebut mereka bersilaturahmi ke kerabat yang lulus
dari IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau maktab keguruan) bidang
pengkhususan kerajinan tangan. Mereka mengajukan permohonan ke Kepala Desa (Kepala
Kampung) untuk minta izin mengumpulkan ibu-ibu PKK (Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga) dan remaja guna membicarakan pelatihan (workshop) membatik dan Kepala Desa

menyetujuinya. Dari proses tersebut di atas maka Ibu Hj. Maniati, Ibu-ibu PKK dan para
remaja memulai belajar membatik dengan jenis batik jumput (batik ikat) dan hasilnya
cukup menggembirakan, sehingga semangat untuk membatik cukup tinggi.
Pada tahun 2000 Ibu Hj. Maniati dipanggil oleh Dinas Perindustrian Kabupaten Jombang
untuk membicarakan pelatihan/kursus/workshop. Pada 8-10 Februari 2000 Ibu Hj. Maniati
beserta putrinya mengikuti kursus Batik Tulis Warna Alami di Surabaya yang dilaksanakan
oleh Dinas Perindustrian Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Dari hasil kursus ini Ibu Hj.
Maniati beserta putrinya dan ibu-ibu PKK semakin rajin membatik. Pada bulan Desember
2000 Ibu Hj. Maniati meresmikan usaha batik dengan nama Sekar Jati Star di desa
Jatipelem. Pada waktu yang sama Bapak Bupati (ketua daerah/DO) memutuskan untuk
mengadakan kursus membatik di desa Jatipelem dengan peserta dari perwakilan wilayah
kecamatan (mukim) se-kabupaten Jombang. Pada 16 Desember 2004, Ibu Hj. Maniati
mendapat izin usaha tetap dari pemerintah dengan nama Batik Tulis Sekar Jati Star
dengan nombor SIUP: 00423/13-19/SIUP-K/IX/2004. Selain Ibu Hj. Maniati batik Jombang
juga dikembangkan oleh Ibu Kusmiati Slamet. Dengan modal awal Rp 2 juta, tahun 2002
mulailah Ibu Kusmiati Slamet dari Desa Jatipelem, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang
mengambil tenaga kerja dari para tetangganya sendiri untuk membuat berbagai model dan
motif batik dengan khas paten relief Candi Rimbi. Awalnya, prakarsa ini muncul atas
dorongan tetangga yang ingin mencari kesibukan dengan belajar membuat batik dengan
motif khas Kerajaan Majapahit. Alasannya, karena Jombang dulunya merupakan daerah
pecahan Mojokerto, nenek moyangnya sama-sama berasal dari Majapahit.
Untuk mengembangkan batik Jombang, Pemerintah Jombang mengadakan workshop batik
di Jombang. Berkat bantuan dari pemerintah dan didorong dengan semangat besar, batik
Ibu Kusmiati Slamet menjadi berkembang dan terkenal tidak hanya di kalangan
pemerintahan namun telah berkembang ke luar negeri.
Pada awalnya motif batik Jombang menggunakan motif alam sekitar, yaitu dengan motif
bunga melati, tebu, cengkeh, pohon jati dan lain sebagainya. Setiap motif yang diciptakan
biasanya diberi nama, seperti cindenenan, peksi/burung hudroso, peksi manya dan
turonggo seto (kuda putih). Kemudian Ibu Hj. Maniati bersama Ibu Bupati kabupaten
Jombang (isteri Bupati/DO), bersepakat/setuju bahawa Motif Batik Tulis Khas Jombang
diambil dari salah satu relief Candi Arimbi yang terletak di desa Ngrimbi, Kecamatan
Bareng, Kabupaten Jombang. Candi Arimbi merupakan candi peninggalan kerajaan
Majapahit.
Pada penghujung tahun 2005, penulis bertemu dengan Bapak Bupati Jombang untuk
membicarakan motif batik khas Jombang. Dimana motif batik ini akan digunakan sebagai
seragam para pegawai kabupaten Jombang. Ketika itu Bapak Bupati menunjukkan dua buah
baju batik dengan motif relief Candi Arimbi. Baju tersebut bermotif batik warna merah dan
yang satu lagi bermotif batik warna hijau. Untuk seragam pegawai di Jombang lebih baik
menggunakan baju batik yang motifnya berwarna merah dan Bapak Bupati menyetujuinya.
Penjelasan tentang batik Jombang dijelaskan juga oleh Ibu Kusmiati Slamet bahwa motif
batik Jombang menggunakan motif dengan khas paten relief Candi Rimbi, yaitu model candi
yang melambangkan pintu gerbang masuk Kerajaan Majapahit. Sedang motif yang
dikembangkan berupa motif tawang dan kaning dengan warna dasar yang menekankan
pada kehijauan dan kemerahan yang melambangkan kota Jombang (ijo abang (hijau
merah)).

Madura
Asal Daerah

: Madura

Corak
:Primis, Sekar Jagad, Buketan Al-huda, Suramadu, Canting
Madura, Gentongan, Gentongan,

Jika berbicara mengenai batik di Jawa Timur,maka tak akan lepas dari Batik Madura. Pulau
ini merupakan pulau yang juga sudah mengembangkan batik tulis khas daerahnya dari dulu
hingga sekarang. Industri kecil yang menjadi kebanggaan Pulau Madura atau yang biasa
disebut dengan Pulau Garam ini adalah batik madura,batik bukan hanya sehelai kain,namun
telah menjadi ikon budaya dan sering menjadi objek penelitian banyak institusi. Di berbagai
buku batik terbitan luar negeri,batik Madura menjadi perhatian khusus. Motif dan warna
yang tertuang dalam kain panjang itu merefleksikan karakter masyarakatnya. Khususnya
batik buatan Tanjung Bumi di Kabupaten Bangkalan
Motif Pesisir
Hampir semua warga desa Tanjung BUmi bekerja sebagai pengrajin batik tulis. Wilayah desa
ini memang berdekatan dengan pantai,sehingga banyak warga yang bekerja sebagai
nelayan. Konon ceritanya,sambil menunggu suami pulang dari berlayar ke daerah yang
jauh,sang istri banyak yang mengisi waktu luangnya dengan membatik. Kebanyakan motif
yang dibuat yaitu motif batik tulis pesisir yang dipengaruhi oleh lingkungan dan letak
geografisnya. Menurut Hj Halimnah,pemilik rumah batik,warna-warna khas batik tulis di
daerahnya banyak menggunakan warna-warna yang tajam atau ngejreng yang disesuaikan
dengan karakter masyarakat Madura. Yang sering terlihat adalah warna merah.

Para pemilik industri kecil batik di Tanjung Bumi,Bangkalan,tak repot-repot untuk menjual
hasil produksinya. Walau lokasinya bukan dijalan utama,para pembeli tak kesulitan. sebab
daerah Tanjung Bumi sejak dulu sudah dikenal sebagai sentra industri kecil batik dan
sekaligus sebagai obyek tujuan wisata.

Pacitan
Asal Daerah
Corak

: Pacitan
:

Walau letaknya di pantai selatan Jawa Timur, Pacitan terkenal akan karya-karya batiknya
berkat kakak-beradik conenraad yang seabad lalu menjalankan usaha batik disitu.
Pengaruh solo pada karya-karya batik pacitan sangatlah kental. namun diluar itu,
berkembang pula gaua apcitan sendiri, yang ditandai motif-motif klasik pedalaman dengan
warna-warna yang lebih pekat dari soga.
Ketandusan wilayah pacitan diimbangi oleh keindahan alam pantai serta gua-gua pra
sejarah yang menjadi tujuan wisata. alam mengihlami ragam hias dan motif batik setempat,
yang sarat dengan simbol-simbol hayati. Belakangan, muncul motif khas pacitan yang
diihlami buah pace(mengkudu) dan karang laut. batik klasik buatan pacitan kini terancam
punah karena para pembatiknya sudah memasuki usia renta dan generasi masih belum
menyamai hasilnya.
Kerajiann batik tulis asli pacitan terdapat di desa Lorok, Wiyoro kecamatan ngandirojo, dan
di wilayah arjowinangun Kota pacitan.

palembang
Asal Daerah
Corak

: Palembang
:Lasem, Bungo Teh, Kembang Jepri, Sisik Ikan, Gribik, Encim, Kembang Bakung,

Batik Palembang menggunakan bahan sutra, organdi, jumputan, katun, dan blongsong.
Adapun motif batik Palembang di antaranya Kembang Jepri, Lasem, Sisik Ikan, Gribik,
Encim, Kembang Bakung, Kerak Mutung, Sembagi dan Salahi. Untuk pewarnaan
menggunakan warna cerah khas Melayu, seperti merah, kuning dan hijau terang. Memang
tidak mudah untuk menemukan pebatik khas Palembang yang mau menggunakan media
canting atau menulis kain sehingga jadi batik saat ini. Pihak Kesultanan Palembang
berupaya melestarikaan kekayaan seni dan budaya peninggalan nenek moyang mereka
tersebut, tentunya dengan menggali dan mengumpulkan serta memproduksi kembali batik
tulis.
YANG membedakan batik Palembang dengan batik Jawa yakni motifnya. Batik Palembang
itu ada dua motif yang cukup dikenal. Yang pertama motif Lasem, yang hak paten motifnya
sudah didapatkan pemerintah Palembang. Ciri-ciri motif ini ramai dengan simbol tanaman
atau bunga. Lalu dihiasi pula dengan garis-garis simetris. Kemudian motif Bungo Teh, yakni
kain yang dipenuhi oleh bungo teh.
Intinya batik Palembang itu tidak ada gambar binatang. Hal ini ada pengaruh dari ajaran
Islam yang melarang simbol binatang atau manusi dijadikan hiasan

Pekalongan
Asal Daerah

: Pekalongan

Corak
:Jlaprang, Bebas, Buketan, Buketan Pagi-Sore, Burung Hong, Jawa Hokokai pagisore, Kupu-kupu Setaman,

Batik Pekalongan termasuk batik pesisir yang paling kaya akan warna. Sebagaimana ciri
khas batik pesisir, ragam hiasnya biasanya bersifat naturalis. Jika dibanding dengan batik
pesisir lainnya Batik Pekalongan ini sangat dipengaruhi pendatang keturunan China dan
Belanda. Motif Batik Pekalongan sangat bebas, dan menarik, meskipun motifnya terkadang
sama dengan batik Solo atau Yogya, seringkali dimodifikasi dengan variasi warna yang
atraktif. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai hingga 8 warna yang berani, dan
kombinasi yang dinamis. Motif yang paling populer di dan terkenal dari pekalongan adalah
motif batik Jlamprang.
Batik Pekalongan banyak dipasarkan hingga ke daerah luar jawa, diantaranya Sumatera
Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Minahasa, hingga Makassar. Biasanya pedagang batik di
daerah ini memesan motif yang sesuai dengan selera dan adat daerah masing-masing.
Keistimewaan Batik Pekalongan adalah, para pembatiknya selalu mengikuti perkembangan
jaman . Misalnya pada waktu penjajahan Jepang, maka lahir batik dengan namaBatik Jawa
Hokokai,yaitu batik dengan motif dan warna yang mirip kimono Jepang. Pada umumnya
batik jawa hokokai ini merupakan batik pagi-sore. Pada tahun enampuluhan juga diciptakan
batik dengan nama tritura. Bahkan pada tahun 2005, sesaat setelah presiden SBY diangkat
muncul batik dengan motif SBY yaitu motif batik yang mirip dengankain tenun ikat atau

songket. Motif yang cukup populer akhir-akhir ini adalah motif Tsunami. Memang orang
Pekalongan tidak pernah kehabisan ide untuk membuat kreasi motif batik.
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut
perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang
tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil
berupa bahan baju.
Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun
1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau
perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para
pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke
arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah - daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya
mengembangkan batik.
Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di
Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke
arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin
berkembang.
Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan
dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah
Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo. Perjumpaan
masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Cina, Belanda, Arab, India, Melayu
dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni
batik.
Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara
tersebut kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Adapun motifnya antara lain
batik Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab, batik Encim dan Klengenan,
dipengaruhi oleh peranakan Cina, batik Pagi Sore oleh Belanda, dan batik Hokokai, tumbuh
pesat sejak pendudukan Jepang.
Perkembangan budaya teknik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di
atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negaranegara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.
Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan
pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun
lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di
rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat
Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan
dan Kabupaten Pekalongan.
Pasang surut perkembangan batik Pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi
ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah
menyerah dengan perkembangan zaman dan selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi nafas
kehidupan sehari-hari warga Pekalongan dan merupakan salah satu produk unggulan. Hal
itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan
produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang dari suatu
tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka

sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim dan
keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan dan kesiapan masyarakatnya
dalam menerima paham serta pemikiran baru.
Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional
yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah
dan sehalus batik Pekalongan.

Purworejo
Asal Daerah
Corak

: Purworejo
:

Menurut sejarah Kabupaten Purworejo dulu disebut tanah Bagelan. Setelah perang Jawa,
Tanah bagelan dijadikan karesidenan bagelan dengan beberapa kadipaten.
Peran Bagelan sangatlah menonjol penting pada perkembangan kerajaan mataram, batik
mataram hindu maupun Mataram Islam. Pada masa Galuh-Tarumanegara, Bagelan mulai
dikenal sebagai pusat adama syiwa budda di jawa tengah. leluhur Bagelan adalah keturunan
Raja Syailendra sehingga meninggalkan warisan arkeologi berciri lingga-yoni yang khas
masanya. Latar belakang yang dinapasi keagamaan yang beragam menjadikan Bagelan
kaya akan tradisi-tradisi seni budaya, termasuk tradisi batik. Batik Bagelan didominasi oleh
motif-motif perlambangan yang digunakan pada candi-candi kuno, seperti ceplok dan sulursulur khas yang diberi nama Lung Demongko dan Melati Contong. Motif klasik batik
pedalaman banyak berakar di purworejo, seperti Sri Rma, Semen, dan semen kreni.

Motif Klasik Semen RomoNgarak, yang biasa dikenakan para adipati pada pelantikan,
biasanya didatangkan dari Begelan. Motif ini diperkirakan ada sejak berkuasanya wangsa
Syailendra pada abad ke-8.
Komunitas pembatik tradisional Purworejo bertebaran di Kutoarjo, Kemanukan, desa dudu
kulon, dan desa dudu wetan. Meski masih mengapdi pada motif-motif klasik,mereka
mengembangkan motif-motif baru mengikuti tuntutan waktu.

Purworejo
Asal Daerah
Corak

: Purworejo
:

Menurut sejarah Kabupaten Purworejo dulu disebut tanah Bagelan. Setelah perang Jawa,
Tanah bagelan dijadikan karesidenan bagelan dengan beberapa kadipaten.
Peran Bagelan sangatlah menonjol penting pada perkembangan kerajaan mataram, batik
mataram hindu maupun Mataram Islam. Pada masa Galuh-Tarumanegara, Bagelan mulai
dikenal sebagai pusat adama syiwa budda di jawa tengah. leluhur Bagelan adalah keturunan
Raja Syailendra sehingga meninggalkan warisan arkeologi berciri lingga-yoni yang khas
masanya. Latar belakang yang dinapasi keagamaan yang beragam menjadikan Bagelan
kaya akan tradisi-tradisi seni budaya, termasuk tradisi batik. Batik Bagelan didominasi oleh
motif-motif perlambangan yang digunakan pada candi-candi kuno, seperti ceplok dan sulursulur khas yang diberi nama Lung Demongko dan Melati Contong. Motif klasik batik
pedalaman banyak berakar di purworejo, seperti Sri Rma, Semen, dan semen kreni.

Motif Klasik Semen RomoNgarak, yang biasa dikenakan para adipati pada pelantikan,
biasanya didatangkan dari Begelan. Motif ini diperkirakan ada sejak berkuasanya wangsa
Syailendra pada abad ke-8.
Komunitas pembatik tradisional Purworejo bertebaran di Kutoarjo, Kemanukan, desa dudu
kulon, dan desa dudu wetan. Meski masih mengapdi pada motif-motif klasik,mereka
mengembangkan motif-motif baru mengikuti tuntutan waktu.

Solo
Asal Daerah

: Solo

Corak
:Sido Mukti, Sido Luruh, Sawat, Naga, Kawung Dwi Warna, Sido Asih, Truntum
Simping Mas,

Solo Sebuah kota di Jawa tengah yang masih lekat sekali dengan budaya Jawa. Dengan
slogan SOLO the Spirit of Java.Solo bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya jawa.
Kota Solo memang merupakan salah satu tempat wisata belanja kain batik terkenal di
Indonesia. Di sini banyak sekali terdapat sentra kain batik, yang tersohor antara lain
kawasan Kampung Batik Laweyan dan kawasan Kampung Wisata Batik Kauman.Batik adalah
salah satu produk kota dan telah menjadi Icon kota solo.khas batik solo sudah di kenal di
seluruh Indonesia dan menjadi produk andalan export.
Batik Solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun
dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap

banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah terkenal sejak
dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan Sidomukti dan Sidoluruh.

Kain Songket: Sejarah dan Arti yang Terkandung di


dalamnya
oleh Gerakan 100% Cinta Indonesia pada 12 Februari 2010 pukul 2:30
1. Sejarah dan Perkembangan Kain Songket
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan Sriwijaya sampai
Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya pada masa kejayaannya sekitar abad ke
7 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan
tak ternilai berasal dari kerajaan terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang
indah,songket. Keberadaan kain songket menunjukan sebuah tingkat kebudayaan yang tinggi,
sebab dalam kain ini tersimpan berbagai hal seperti bahan yang digunakan, cara pengerjaan,
makna yang terkandung di dalamnya sekaligus cara penggunaanya dan tingkatan orang yang
memakainya.
Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti peninggalan kerajaan Sriwijaya
yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka pada zamannya. Para ahli sejarah
mengatakan bahwa kerajaan Sriwijaya sekitar abad XI setelah runtuhnya kerajaan Melayu
memegang hegemoni perdagangan laut dengan luar negeri, diantara negara yang mempunyai
hubungan dagang dengan kerajaan Sriwijaya adalah India, Cina, Arab dll. Keberadaan hegemoni
perdagangan ini menunjukan sebuah kebesaran kerajaan maritim di nusantara pada masa itu.
Keadaan geografis yang berada di lalu lintas antara jalut perdagangan Cina dan India membuat
kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim dan perdagangan internasional.
Gemerlap warna dan kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini, memberikan nilai
tersendiri dan menunjukan sebuah kebesaran dari orang-orang yang membuat kain songket.
Apabila kita melihat rangkaian benang yang tersusun dan teranyam rapih lewat pola simetris,
menunjukan bahwa kain ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai
cara untuk membuat kain bermutu, yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam
desain. Kemampuan ini tidak semua orang mampu mengerjakannya, keahlian dan ketelitian
mutlak diperlukan untuk membuat sebuah kain songket. Pengetahuan ini biasanya diperoleh
dengan cara turun temurun dari generasi ke generasi selanjutnya.
Menurut para ahli sejarah, seperti dikutip oleh Agung S dari Team Peneliti ITT Bandung dalam
bukunya yang berjudul Pengetahuan Barang Tekstil ( 1977:209 ), mengatakan bahwa sejak
zaman Neolithikum, di Indonesia sudah mengenal cara membuat pakaian. Dari alat-alat
peninggalan zaman Neolithikum tersebut dapat diketahui bahwa kulit kayu merupakan pakaian
manusia pada zaman prasejarah di Indonesia. Alat yang digunakan adalah alat pemukul kulit
kayu yang dibuat dari batu,seperti yang terdapat pada koleksi Museum Pusat Jakarta. Disamping
pakaian dari kulit kayu, dikenal juga bahan pakaian dengan mengunakan kulit binatang yang

pada umumnya dipakai oleh lakilaki sebagai pakaian untuk upacara ataupun pakaian untuk
perang. Sejak zaman prasejarah nenek moyang bangsa Indonesia juga sudah mengenal teknik
menenun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya penemuan tembikar dari zaman prasejarah yang
didalamnya terdapat bentuk hiasan yang terbuat dari kain tenun kasar.
Kemakmuran dizaman itu terlihat dari adanya kerajaan Sriwijaya yang menghasilkan berbagai
kain songket, dimana pada masa itu diperkirakan gemerlap warna kain songket untuk para
pejabat kerajaan khususnya untuk raja di berikan sulaman berbahan emas. Sebagai kerajaan yang
kaya dengan emas dan berbagai logam mulai lainnya, sebagian emas-emas tersebut dikirim
kenegeri Siam (Thailand) untuk dijadikan benang emas yang kemudian dikirim kembali
kekerajaan Sriwijaya, oleh para perajin benang emas tersebut ditenun dengan menggunakan
benang sutra berwarna yang pada masa itu diimpor dari Siam (Thailand), India dan Tiongkok
(Cina). Perdagangan internasional membawa pengaruh besar dalam hal pengolahan kain songket
terutama dalam memadukan bahan yang akan digunakan sebagai kain songket. Kain Songket
untuk Raja dan kelurganya tentu memerlukan bahan dan pengerjaan yang lebih, benang sutra
yang dilapisi emas menjadi bahan yang menonjol dalam pembuatanya, sehingga menghasilkan
sebuah kain songket gemerlap, yang menunjukan sebuah kebesaran dan kekayaan yang tidak
terhingga.
Hubungan dagang internasional itu mengantarkan kerajaan Sriwijaya kepada kerajaan yang
terbuka terhadap pengaruh dari luar, adanya hubungan dagang dengan Negara tetangga secara
tidak langsung mempengaruhi kebdayaan setempat. Sebagai akibat dari adanya pertukaran
barang dalam perdagangan telah mempengaruhi corak atau motif kain songket yang dihasilkan
didaerah Palembang. Banyaknya pengaruh kesenian yang dibawa oleh para pedagang tersebut
yang diantaranya berasal dari Timur Tengah dan Tiongkok ( Cina ) mempengaruhi motif dalam
desain kain songket Palembang. Salah satunya adalah agama Islam yang dibawa oleh pedagang
dari Timur tengah,walaupun dalam kesenian Islam tidak diperbolehkan mewujudkan mahluk
hidup, tetapi didalam desain kain songket tampak dibuat binatang binatang tertentu. Seperti
misalnya berbagai jenis burung, reptilia dan naga. Motif bunga manggis dalam desain kain
songket juga terdapat pada relief-relief candi Prambanan dari abad kesembilan dan kesepuluh,
para ahli memperkirakan ada persamaan dengan motif yang ada dalam desain songket
Palembang dan ini merupakan bukti peninggalan sejarah dari zaman Hindu di Indonesia yang
terdapat dalam desain kain songket Palembang hingga saat ini.
Setelah melemahnya kerajaan-kerajaan di nusantara khususnya di Palembang dan datangnya
penjajahan Belanda, telah terjadi perubahan pada struktur kehidupan masyarakat sampai
menjelang Perang Dunia II, keberadaan kain songket sempat mengalami kemunduran karena
sulitnya bahan baku yang diperlukan. Namun, keberadaan kain songket yang merupakan
peninggalan sejarah bangsa Indonesia masih tetap dipertahankan terutama karena masih
mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Bertahannya kain songket ini, selain memiliki
bentuk yang indah juga memiliki nilai-nilai historis yang panjang dalam sejarah bangsa ini,
kebesaran kerajaan Sriwijaya tidak akan terlepas dari keberadaan kain songket. Keberadaan kain
songket ini telah ikut membesarkan kerajaan Sriwijaya melalui sebuah perdagangan
internasional.
Perginya Belanda dari tanah nusantara dan datangnya penjajahan Jepang dan masa Revolusi

sampai dengan tahun 1950, terus menghantarkan kerajinan kain songket pada titik yang
menghawatirkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku dan pemasaran hasil produksi songket
tersebut. Pada masa penjajahan Jepang, Indonesia mengalami pemerasan sehingga bahan baku
yang digunakan untuk membuat kain songket sangat sulit diperoleh. Menjelang tahun 1950 dan
sesudahnya, kerajinan kain songket sudah mulai diusahakan kembali secara keci-kecilan dengan
cara mencabut kembali benang emas dan benang perak dari tenunan kain songket yang lama
( yang sudah tidak dipakai lagi ) karena kain sutera sebagai dasarnya sudah lapuk untuk
mendapatkan tenunan kain songket yang baru, keadaan ini berlangsung hingga tahun 1966.
Barulah sekitar tahun 1966 (akhir), usaha kerajinan songket mulai banyak dikerjakan lagi oleh
para perajin kain songket seperti masa-masa lampau dengan banyaknya benang-benang sutera
impor yang datang dari luar negeri, seperti Cina dan Taiwan melalui pedagang-pedagang dari
Singapura dan benang-benang emas dari India, Perancis, Jepang dan Jerman. Kain songket
Palembang telah banyak mengalami jatuh bangun dalam usahanya mempertahankan peninggalan
kebudayaan masa lampau. Namun tetap bertahan hingga saat sekarang ini. Keberadaan kain
songket ini, merupakan salah satu aset bangsa yang sangat besar dan harus dijaga dengan baik
keberadaanya. Kain songket ini telah menjadi ciri khas dari kota Palembang dan merupakan
bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sangat kaya akan peninggalan dan
kebudayaan baik dalam bentuk kain maupun yang lainnya.
2. Jenis-jenis Motif Kain Songket Palembang
Pemakaian kain songket pada umumnya dipakai sebagai pakaian adat masyarakat Palembang
untuk menghadiri upacara perkawinan, upacara cukur rambut bayi dan sebagai busana penari
Gending Sriwijaya (Tarian selamat datang). Menurut Djamarin.dkk dari Team ITT Bandung
( 1977:217-218 ) meyebutkan tentang jenis-jenis motif kain songket Palembang, diantaranya
adalah :
a. Songket Lepus
Lepus berarti menutupi, jadi pengertian kain songket lepus adalah songket yang mempunyai
benang emasnya hampir menututpi seluruh bagian kain. Benang emasnya dengan kualitas tinggi
didatangkan dari China. Kadangkala benang emas ini diambil dari kain songket yang sudah
sangat tua (ratusan tahun) karena kainnya menjadi rapuh, benang emas disulam kembali ke kain
yang baru. Kualitas jenis songket lepus merupakan kualitas yang tertinggi dan termahal
harganya. Sesuai dengan gambar motifnya, maka kain songket lepus inipun bermacam-macam
namanya, antara lain songket lepus lintang (bergambar bintang), songket lepus buah anggur,
songket lepus berantai, songket lepus ulir, dan lain-lain.

Songket Lepus
Gambar 1. Songket Lepus ( Sumber Zainal Songket )
b. Songket Tawur
Pada desain songket tawur yaitu kain yang pada motifnya tidak menutupi seluruh permukaan
kain tetapi berkelompok-kelompok dan letaknya menyebar (bertabur/tawur). Benang pakan
sebagai pembentuk motif tidak disisipkan dari pinggir kepinggir kain seperti pada halnya
penenunan kain songket yang biasa, tetapi hanya berkelompokkelompok saja. Sama halnya
dengan songket lepus, songket tawur pun bermacam-macam namanya antara lain songket tawur
lintang, songket tawur tampak manggis, songket tawur nampan perak, dan lain-lain.

Songket Tawur
Gambar 2. Songket Tawur ( Sumber Museum Tekstil DKI Jakarta )
c. Songket Tretes Mender
Pada kain songket jenis ini tidak dijumpai suatu gambar motif pada bagian tengah kain
(polosan). Motif-motif yang terdapat dalam songket tretes mender hanya ada pada kedua ujung

pangkal dan pada pinggir-pinggir kain.

Songket Tretes Mender


Gambar 3. Songket Tretes Mender ( Sumber Zainal Songket )
d. Songket Bungo Pacik
Pada kain songket jenis ini, sebagian besar motifnya terbuat dari benang emas yang digantikan
dengan benang kapas putih, sehingga tenunan benang emasnya tidak banyak lagi dan hanya
dipakai sebagai selingan saja.

Songket Bungo Pacik


Gambar 4. Songket Bungo Pacik (Sumber Kain Songket Indonesia)
e. Songket Kombinasi
Pada songket jenis ini merupakan kombinasi dari jenis-jenis songket diatas, misalnya songket
bungo Cina adalah gabungan songket tawur dengan songket bungo pacik sedangkan songket

bungo intan adalah gabungan antara songket tretes mender dengan songket bungo pacik.

Songket Kombinasi
Gambar 5. Songket Kombinasi ( Sumber Zainal Songket )
f. Songket Limar
Kain songket ini tidak dibentuk oleh benang-benang tambahan seperti halnya pada songketsongket lainnya. Motif kembang-kembangnya berasal dari benang-benang pakan atau benang
lungsi yang dicelup pada bagian-bagian tetentu sebelum ditenun. Biasanya songket limar
dikombinasikan dengan songket berkembang dengan benang emas tawur hingga disebut songket
limar tawur. Macam dari songket limar diantaranya adalah jando berhias, jando pengantin serta
kembang pacar.

Songket Limar
Gambar 6. Songket Limar (Sumber Zainal Songket )
Untuk menguatkan dasar kain songket dalam penenunan benang emas atau benang perak, maka
sering digunakan serat katun untuk lungsinya serta sutra untuk pakannya.

3. Macam-macam Motif Kain Songket


Walaupun sejarah telah mencatat bagimana kain songket ini telah ada sejak zaman Kerajaan
Sriwijaya, namun ternyata kain songket Palembang tidak banyak mengalami penambahan dalam
hal motif.
Untuk membuat motif pada kain songket, ada yang menggunakan motif benang emas penuh dan
ada yang kosong pada bagian tengahnya tetapi motifnya diberikan pada bagian tepi kain. Untuk
membuat satu jenis kain songket biasanya didalamnya bisa terdapat dua atau tiga motif kain
songket, sehingga untuk menghasilkan perpaduan gambar yang indah dan menarik. Benang emas
yang digunakan dalam kain songket sangat bervariasi, dalam kain songket yang asli ( buatan
zaman dahulu ) menggunakan benang emas cap jantung yang terbuat dari emas murni empat
belas karat disebut juga sebagai benang emas nomor satu. Benang emas seperti ini pada saat
sekarang ternyata sudah tidak diproduksi lagi, karena selain harganya mahal. Benang emas untuk
membuat kain songket sekarang ini biasanya menggunakan kualitas nomor dua yaitu benang
emas bangko yang cirinya berwarna agak keperak-perakan dan bermanik seperti mutiara,
kemudian benang emas nomor tiga adalah benang emas sartubi yang warnanya keputih-putihan
dan struktur benangnya lebih halus, sedangkan benang emas dengan kualitas nomor empat
adalah benang emas mamilon yang cirinya berwarna kuning keemasan dan benangnya agak
kasar. Benang emas dengan kualitas biasa saja adalah benang emas jeli yang benangnya agak
kasar dan mudah putus.
Dengan melihat bahan dasar yang digunakan untuk membuat motif kain songket, kita sudah bisa
mengetahui bahwa masyarakat pada masa itu sangat mengyukai keindahan yang berbahan dasar
dari emas. Untuk membuat hal seperti ini tentunya memerlukan bahan dasar yang mencukupi di
daerah pembuatanya, agar tidak menjadikan biaya produksinya mahal. Maka untuk itu
diperkirakan nusantara pada masa kerajaan Sriwijaya kaya akan emas, hingga dipergunakan
untuk membuat bahan pakaian terbuat dari bahan yang dicampur dengan emas. Walau pun
memang pakaian yang menggunakan emas, kebanyakan dimiliki oleh kalangan bangsawan
terutama.
4. Warna Kain Songket
Warna yang digunakan untuk mewarnai kain songket didapat dari pewarna kesumbo untuk warna
hijau, ungu, merah anggur dan warna kuning dari kunyit sedangkan untuk warna merah dengan
menggunakan kulit kayu sepang yaitu kulit kayu dari pohon sepang yang sudah tua. warna ungu
dapat juga dihasilkan dari kulit buah manggis. Semua yang digunakan untuk mewarnai kain
songket ternyata berbahan dasar dari alam, mereka berusaha memadukan warna ini sehingga
menghasilkan warna terang mencolok dan indah. Untuk membuat warna dalam kain tentunya
memerlukan pengetahuan yang tidak sembarangan, dimana dia harus mengolah bahan dasar dari
alam ini menjadi sebuah tinta.
Manusia terkenal sebagai makhluk bersimbol, setiap tingkah laku dan perbuatannya penuh
dengan simbol-simbol tertentu, tidak terkecuali apa yang terdapat dalam warna kain songket.
Setiap warna yang terdapat dalam kain songket memiliki artinya tersendiri yang dapat
menunjukan status dari sipemakainya, bukan hanya status kekayaan namun juga status sosial
yang diantaranya adalah kain songket dengan warna hijau, merah dan kuning dipakai oleh janda,

sedangkan bila mereka ingin menikah lagi maka mereka dapat menggunakan warna-warna yang
terang atau cerah (Suwarti Kartiwa: 35). Dalam kain songket tidak mempunyai patokan dalam
hal warna untuk satu jenis kain songket tertentu, karena pada kain songket yang dipentingkan
adalah pada jenis dan kegunaannya, dalam satu jenis kain songket terdapat lebih dari satu warna
sebagai penghias kain.
4. Lambang Motif yang terdapat dalam Kain Songket Palembang
Seperti yang telah dikemukakan di atas, kalau hidup manusia ini penuh dengan simbol-simbol,
dalam kain songket ternyata mempunyai arti perlambangan yang sakral dalam setiap coraknya
dan dalam satu kain songket terdapat motif, warna dan perlambangan berbeda sehingga
menghasilkan perpaduan yang indah. Lambang-lambang yang terdapat dalam kain songket dan
penggunaannya antara lain:
a. Motif bunga mawar dalam desain kain songket mempunyai arti perlambangan sebagai
penawar malapetaka. Kain songket yang memiliki motif bunga mawar biasanya dipakai sebagai
kelengkapan upacara cukur rambut bayi sebagai selimut dan kain gendongan. Kain songket
dengan motif bunga mawar digunakan dengan harapan kehidupan si anak yang akan datang
selalu terhindar dari bahaya dan selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
b. Motif bunga tanjung melambangkan keramah tamahan sebagai nyonya rumah juga sebagai
lambang ucapan selamat datang. Kain songket yang memiliki motif bunga tanjung dipakai oleh
nyonya rumah untuk menyambut tamu.
c. Motif bunga melati dalam desain kain songket melambangkan kesucian, keanggungan dan
sopan santun. Kain songket yang memiliki motif bunga melati biasanya digunakan oleh gadisgadis dalam lingkup kerajaan yang belum menikah karena motif bunga melati menggambarkan
kesucian.
d. Motif pucuk rebung melambangkan harapan baik, karena bambu adalah pohon yang tidak
mudah rebah oleh tiupan angin kencang. Motif pucuk rebung selalu ada dalam setiap kain
songket sebagai kepala kain atau tumpal. Penggunaan motif pucuk rebung pada kain songket
dimaksudkan agar sipemakai selalu mempunyai keberuntungan dan harapan baik dalam setiap
langkah hidup.
Pada masa sekarang ini di Indonesia, arti dan perlambang dalam motif kain tidak sedikit yang
mengabaikannya, banyak dari mereka mengindahkan semuanya itu. Apa yang ada dalam dalam
motif kain ini sebenarnya melambangkan sebuah doa untuk sipemakainya, sebagai contoh motif
pucuk rebung memiliki arti agar sipemakai selalu berada dalam keberuntungan dalam hidupnya.
Apa yang ada dalam motif kain ini merupakan simbol dari harapan manusia itu sendiri.
5. Simbol Status Sosial
Motif kain yang sering nampak dalam kain songket adalah motif bunga, ini menandakan
kedekatan dengan wanita. Seperti yang dikemukakan oleh R.H.M Akib seperti dikutip oleh
Suwarti Kartiwa (1996:34), bahwa kain songket erat hubungannya dengan wanita dan
didalamnya mencerminkan wanita. Hal ini tampak dari dengan banyaknya motif bunga yang
diterapkan dalam desain kain songket dan kalau kemudian dalam adat terdapat pakaian yang

dipakai oleh laki-laki, maka itu adalah perkembangannya yang kemudian karena pada zaman
dahulu kain songket ditenun oleh para gadis sambil menunggu datangnya lamaran dari pihak
laki-laki.
Seperti halnya daerah-daerah lain, masyarakat Palembang memiliki keharusan untuk memakai
kain songket dalam setiap upacara yang dilakukan (pakaian adat). Kain songket digunakan pada
setiap upacara keagamaan, perkawinan ataupun upacara adat lainnya dan tidak untuk dipakai
sehari-hari (Himpunan Wastraprema, 1976). Ini semua menandakan kalau kain songket tidak bisa
dipakai sembarangan, karena di dalamnya mengandung makna-makna tertentu. Makna ini
merupakan perlambang dari sipemakai. Sebagai contoh, pemakaian kain songket untuk upacara
perkawinan berbeda dengan yang digunakan untuk upacara keagamaan dan upacara adat lainnya.
Perbedaan itu dapat dilihat pada warna merah cabe yang biasa dipakai oleh pengantin sedangkan
untuk upacara adat lainnya bebas memilih motif dan warna. Dahulu pemakaian kain songket
dibedakan antara untuk keluarga kerajaan, pegawai kerajaan, golongan bangsawan dan rakyat
biasa. Perbedaan pemakaian kain songket penting karena dalam kain songket mempunyai motifmotif tersendiri yang menggambarkan kebesaran dan keagungan seseorang (pemakai).

Kain Tenun, Corak, Motif dan Ragam, bagian


Budaya Indonesia
Diposkan oleh zaki di 14:09

Tenunan yang dikembangkan oleh setiap suku/ etnis di Nusa Tenggara Timur
merupakan seni kerajinan tangan turun-temurun yang diajarkan kepada anak cucu
demi kelestarian seni tenun tersebut. Motif tenunan yang dipakai seseorang akan
dikenal atau sebagai ciri khas dari suku atau pulau mana orang itu berasal, setiap
orang akan senang dan bangga mengenakan tenunan asal sukunya.
Pada suku atau daerah tertentu, corak/motif binatang atau orang-orang lebih
banyak ditonjolkan seperti Sumba Timur dengan corak motif kuda, rusa, udang,
naga, singa, orang-orangan, pohon tengkorak dan lain-lain, sedangkan Timor
Tengah Selatan banyak menonjolkan corak motif burung, cecak, buaya dan motif
kaif. Bagi daerah-daerah lain corak motif bunga-bunga atau daun-daun lebih
ditonjolkan sedangkan corak motif binatang hanya sebagai pemanisnya saja.
Kain tenun atau tekstil tradisional dari Nusa Tenggara Timur secara adat dan
budaya memiliki banyak fungsi seperti :
1. Sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh.
2. Sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat.
3. Sebagai alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin)
4. Sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian.
5. Fungsi hukum adat sbg denda adat utk mengembalikan keseimbangan sosial
yang terganggu.
6. Dari segi ekonomi sebagai alat tukar.
7. Sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat.
8. Sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain
tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat
dan lain-lain.
9. Sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni)
Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik
keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat oleh karena
dalam proses pembuatannya/ penuangan motif tenunan hanya berdasarkan
imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal.
Tenunan sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya,
termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat
pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat.
Pada mulanya tenunan dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai
busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat
(pesta, upacara, tarian, perkawinan, kematian dll), hingga sekarang merupakan
bahan busana resmi dan modern yang didesain sesuai perkembangan mode, juga
untuk memenuhi permintaan/ kebutuhan konsumen.
Dalam perkembangannya, kerajinan tenun merupakan salah satu sumber
pendapatan (UP2K) masyarakat Nusa Tenggara Timur terutama masyarakat di

pedesaan. Pada umumnya wanita di pedesaan menggunakan waktu luangnya untuk


menenun dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarganya dan kebutuhan
busananya.
Jika dilihat dari proses produksi atau cara mengerjakannya maka tenunan yang ada
di Nusa Tenggara Timur dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni :
1. Tenun Ikat ; disebut tenun ikat karena pembentukan motifnya melalui proses
pengikatan benang. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, untuk
menghasilkan motif pada kain maka benang pakannya yang diikat,
sedangkan tenun ikat di Nusa Tenggara Timur, untuk menghasilkan motif
maka benang yang diikat adalah benang Lungsi.
2. Tenun Buna ; istilah daerah setempat (Timor Tengah Utara) "tenunan buna"
yang maksudnya menenun untuk membuat corak atau ragam hias/motif
pada kain mempergunakan benang yang terlebih dahulu telah diwarnai.
3. Tenun Lotis/ Sotis atau Songket ; Disebut juga tenun Sotis atau tenun
Songket, dimana proses pembuatannya mirip dengan pembuatan tenun Buna
yaitu mempergunakan benang-benang yang telah diwarnai.

Dilihat dari kegunaannya, produk tenunan di Nusa Tenggara Timur terdiri dari 3
(tiga) jenis yaitu : sarung, selimut dan selendang dengan warna dasar tenunan pada
umumnya warna-warna dasar gelap, seperti warna hitam, coklat, merah hati dan
biru tua. Hal ini disebabkan karena masyarakat/ pengrajin dahulu selalu memakai
zat warna nabati seperti tauk, mengkudu, kunyit dan tanaman lainnya dalam proses
pewarnaan benang, dan warna-warna motif dominan warna putih, kuning langsat,
merah mereon.
Untuk pencelupan/ pewarnaan benang, pengrajin tenun di Nusa Tenggara Timur
telah menggunakan zat warna kimia yang mempunyai keunggulan sepeti : proses
pengerjaannya cepat, tahan luntur, tahan sinar, dan tahan gosok, serta mempunyai
warna yang banyak variasinya. Zat warna yang dipakai tersebut antara lain :
naphtol, direck, belerang dan zat warna reaktif.
Namun demikian sebagian kecil pengrajin masih tetap mempergunakan zat warna
nabati dalam proses pewarnaan benang sebagai konsumsi adat dan untuk
ketahanan kolektif, minyak dengan zat lilin dan lain-lain untuk mendapatkan
kwalitas pewarnaan dan penghematan obat zat pewarna.
Dari ketiga jenis tenunan tersebut diatas maka penyebarannya dapat dilihat
sebagai berikut :
1. Tenun Ikat ; penyebarannya hampir merata disemua Kabupaten di Nusa
Tenggara Timur kecuali Kabupaten Manggarai dan sebagian Kabupaten
Ngada.
2. Tenun Buna ; Penyebarannya di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan,
Belu dan yang paling banyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara.

3. Tenun Lotis/ Sotis atau Songket ; terdapat di Kabupaten/ Kota Kupang, Timor
Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka,
Ngada, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat.

Contoh Tampilan Motif Kain


Tenun Per Kabupaten Kota Se-NTT

:: Motif dan Ragam Tenunan Sumba Barat

:: Motif dan Ragam Tenunan Sumba Timur

:: Motif dan Ragam Tenunan Kupang

:: Motif dan Ragam Tenunan TTS

:: Motif dan Ragam Tenunan TTU

:: Motif dan Ragam Tenunan Belu

:: Motif dan Ragam Tenunan Alor

:: Motif dan Ragam Tenunan Lembata

:: Motif dan Ragam Tenunan Flotim

:: Motif dan Ragam Tenunan Sikka

:: Motif dan Ragam Tenunan Ende

:: Motif dan Ragam Tenunan Ngada

:: Motif dan Ragam Tenunan Manggarai

Kain Songket Palembang

Indonesia kaya sekali dengan aneka ragam kebudayaan daerah, diantaranya kain - kain
khas daerah yang memiliki corak serta bahan khas dari daerah masing - masing.
Sebagai orang Indonesia, tentu kita sangat bangga dengan aneka ragam kain daerah
yang ada di Indoensia ini. Beberapa daerah di Indonesia memiliki kain khas daerah yang
berupa kain tenun. Seperti kain tenun Troso - Jepara, kain songket Palembang, dll.
Walaupun sama - sama dibuat dengan cara ditenun, namun setiap daerah memiliki
corak yang berbeda. Begitu pula dengan kain songket Palembang.

Kain songket merupakan sejenis kain tenun tradisional yang dibuat / ditenun dengan
menggunakan tangan (handmade). Kain songket Palembang ini biasa digunakan di
acara - acara resmi. Bahan utama dari pembuatan kain songket Palembang ini berupa
benang emas dan benang perak sehingga kain songket Palembang ini memang akan
terlihat sangat 'blink-blink'. Coba kita perhatikan busana pengantin Palembang yang
menggunakan kain songket Palembang sebagai bahan dasarnya. Sangat mewah bukan?
karena warna emas dan perak yang mendominasi busana pengantin tersebut.

Kain songket palembang tidak hanya digunakan sebagai bahan dasar pakaian saja.
Namun terkadang juga digunakan sebagai bahan pembuatan aksesoris rumah yang
dipajang di dinding rumah atau yang biasa disebut dengan tapestry. Nah, cara
perawatan kain songket Palembang ini tergolong sangat unik karena tidak semua kain
songket Palembang bisa dicuci. Kalau kita melakukan salah perawatan malah bisa
mengakibatkan kain songket Palembang tersebut rusak.

Kain songket Palembang yang terbuat dari bahan katun biasanya mudah luntur bila
terkena air secara berlebihan. Oleh karena itu, kain songket Palembang dari bahan
katun ini cara mencucinya cukup dicelup ke dalam air dan segera dikeringkan. Setelah
menggunakan pakaian dari kain songket Palembang jenis ini, perhatikan lipatan pada
bagian pinggang yang sering luntur. Sedangkan untuk kain songket palembang dari
bahan sutera, bisa dicuci seperti biasa namun pada saat mengeringkan jangan sampai
terkena sinar matahari secara langsung. Cukup diangin - anginkan saja. Untuk urusan
setrika, semua jenis kain songket bisa disetrika, namun yang disetrika hanya pada
bagian dalam saja. Hindari suhu setrika yang terlalu panas supaya kain songket
Palembang tidak rusak. Dengan perawatan yang tepat, maka kain songket Palembang
kita akan bisa berumur panjang.

You might also like