You are on page 1of 6

TTIIN

NJJA
AU
UA
AN
N PPU
USSTTA
AK
KA
A

HAK KESEHATAN REPRODUKSI, DEFINISI,


TUJUAN, PERMASALAHAN, DAN
FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBATNYA
Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma
Staf Pengajar Bagian Kependudukan dan Biostatistika
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
Many women are not appreciating about the health reproduction rights. The low of that
awareness result in something serious problems, especially for the women and then cause
maternal mortality To disregard about the health reproduction rights have consequences
maternal mortality rate is high. Extent the problems result the low awareness about the
health reproduction rights must be to cope with analyze as distinct definition, purpose,
extend the problem and factors that cause become obstacle to increase womens
awareness about the health reproduction rights.
Key words:
A.

MEMAHAMI HAK
REPRODUKSI

KESEHATAN

Pemikiran mengenai hak-hak reproduksi


perempuan merupakan perkembangan dari
konsep hak-hak asasi manusia. Dalam
perkembangannya, konsep hak-hak asasi
manusia dapat dibagi dalam dua ide dasar.
Pertama pandangan yang berpijak pada
keyakinan bahwa tiap manusia lahir dengan hakhak individu yang tidak dapat dipisahkan
darinya,
dan
kedua
pandangan
yang
menekankan kewajiban masyarakat dan negara,
untuk menjamin tidak saja kebebasan dan
kesempatan bagi warga negara, tetapi juga
memastikan bahwa warga negara mampu
memperoleh, melaksanakan kebebasan, dan apa
yang
menjadi
haknya
(Kartono
Muhammad,1998).
Masalah reproduksi sama sekali tidak dapat
dilepaskan dari seksualitas dan tubuh manusia.
Seksualitas bukan semata-mata dorongan naluri,
atau kebutuhan biologis (khususnya alat
kelamin), tetapi merupakan bentuk interaksi
sosial atau bersifat relasional.
Banyak perempuan yang tidak mengetahui
haknya, karena dalam kehidupan perempuan,

masalah hak sangat langka di bicarakan. Fungsi


reproduksi mereka yang diperankan hanya pada
wilayah domestik membuat perempuan lebih
biasa dengan berbagai kewajiban, misalnya
sebagai seorang ibu dan istri, harus atau wajib
mendidik anak, mengatur rumah tangga,
mendampingi dan melayani suami. Mungkin
lebih mudah bagi perempuan untuk membuat
daftar kewajiban mereka dari pada haknya.
Begitu juga dengan arti sehat, perempuan lebih
menganggap kesehatan adalah yang berkaitan
dengan organ tubuhnya, padahal makna
kesehatan tidak hanya demikian. Apalagi kata
reproduksi, masih banyak perempuan yang
belum mengetahuinya (Mariana Amiruddin,
2003).
B.

DEFINISI
HAK
REPODUKSI

KESEHATAN

Penyadaran terhadap perempuan atas


reproduksinya perlu diberi beberapa pengertian
yang lebih khusus, yaitu apa yang disebut
dengan hak, kesehatan, dan reproduksi itu
sendiri. Dikutip dari Nani Zulifarni (2003),
yaitu:

191

Hak adalah kewenangan yang melekat


pada diri untuk melakukan atau tidak
melakukan, memperoleh atau tidak memperoleh
sesuatu.
Kesadaran tentang hak sebagai manusia
dan sebagai perempuan sebagai kekuatan bagi
perempuan untuk melakukan berbagai aktivitas
bagi kepentingan diri, keluarga, dan masyarakat.
Sehat adalah tidak hanya berkaitan
ketidaknyamanan fisik, tetapi juga mental dan
sosial. Ketiga aspek ini saling berhubungan satu
sama lainnya dan saling mempengaruhi, yang
dapat membuat seseorang sakit atau sehat.
Reproduksi adalah menghasilkan kembali
atau
kemampuan
perempuan
untuk
menghasilkan keturunan secara berulang.
Dari definisi di atas maka makna hak
kesehatan reproduksi menjadi serangkaian
kata yang memiliki visi, misi, dan program,
bahwa hak dan kesehatan reproduksi menjadi
dua konsep yang tidak terbatas pada persoalan
medis organ reproduksi saja. Konsep pertama
adalah hak reproduksi; kedua, kesehatan
reproduksi.
Dikutip dari Implication of the
ICPD (International Congress Population and
Development) Programme of Action, 1994
bahwa yang dimaksud dengan ruang lingkup
kesehatan reproduksi adalah:
1. Kesejahteraan fisik mental dan sosial yang
utuh.
2. Segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsinya.
3. Mempunyai
kehidupan
seks
yang
memuaskan dan aman.
4. Memiliki kemampuan untuk bereproduksi
dan kebebasan untuk menentukan apakah
mereka ingin melakukannya, bilamana, dan
berapa seringkah
5. Mempunyai akses terhadap cara-cara
keluarga berencana yang aman, efektif,
terjangkau, dan dapat diterima yang menjadi
pilihan mereka dan metode metode yang
mereka pilih.
6. Hak
untuk
memperoleh
pelayanan
pemeliharaan kesehatan yang tepat, yang
memungkinkan para wanita selamat
menjalani kehamilan dan melahirkan anak.
7. Memberikan kesempatan terbaik kepada
pasangan untuk memiliki bayi yang sehat.
Atau dengan kata lain kesehatan reproduksi
adalah sekumpulan metode teknik, dan
pelayanan yang mendukung kesehatan dan

192

kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan


dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi
melalui pencegahan dan penyelesaian masalah
kesehatan reproduksi yang mencakup kesehatan
seksual, status kehidupan dan hubungan
perorangan, bukan semata konsultasi dan
perawatan yang bertalian dengan reproduksi
penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seks.
Definisi hak-hak reproduksi secara
spesifik dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hak reproduksi mencakup hak-hak asasi
manusia tertentu yang sudah di akui dalam
hukum hukum nasional, dokumen-dokumen
hak-hak asasi internasional.
2. Hak-hak yang berdasarkan pada pengakuan
hak hak asasi semua pasangan dan pribadi
untuk menentukan secara bebas dan
bertanggung jawab mengenai jumlah anak
dan menentukan waktu kelahiran anak anak
mereka.
3. Mempunyai informasi dan cara untuk
memperoleh anak dan hak untuk mencapai
standar tertinggi kesehatan seksual dan
reproduksi.
4. Hak semua orang untuk membuat keputusan
mengenai
reproduksi
yang
bebas
diskriminasi, paksaan, dan kekerasan.
5. Memperhitungkan kebutuhan hidup dari
anak-anak mereka yang sekarang dan pada
masa mendatang serta tanggung jawab
mereka terhadap masyarakat.
6. Hak hak ini harus didukung oleh kebijakan
pemerintah dan masyarakat di bidang
kesehatan reproduksi termasuk keluarga
berencana.
C.

TUJUAN KESEHATAN DAN HAK


REPRODUKSI

Tujuan kesehatan dan hak reproduksi


adalah sebagai berikut:
1. Untuk
memastikan
informasi
yang
menyeluruh dan faktual serta beragam
pelayanan
pemeliharaan
kesehatan
reproduksi, tersedia, terjangkau, dan dapat
diterima serta cocok untuk semua pemakai.
2. Untuk memungkinkan dan mendukung
keputusan sukarela yang bertanggung jawab
dalam hal kehamilan dan metode keluarga
berencana pilihan mereka, dan metode lain
pilihan mereka dalam hal pengaturan
kesuburan yang tidak bertentangan dengan

Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan, Permasalahan (191-196)


Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma

hukum serta mempunyai informasi,


pendidikan, dan cara untuk memperolehnya.
3. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
kesehatan reproduksi yang mengalami
perubahan sepanjang siklus hidup dan
melakukan hal itu dengan cara yang peka
terhadap
keanekaragaman
keadaan
masyarakat setempat. (Mariana Amiruddin,
2003)
D.

AREA
PERMASALAHAN
YANG
MENJADI MASALAH KESEHATAN
REPRODUKSI

1. Reproduksi, faktor-faktor yang jadi masalah


dalam hal ini adalah kesehatan, morbiditas
(gangguan kesehatan) dan kematian
perempuan
yang
berkaitan
dengan
kehamilan, peranan, atau kendali sosial
budaya terhadap reproduksi (contoh:
pandangan masyarakat terhadap reproduksi
perempuan), intervensi pemerintah atau
negara terhadap masalah reproduksi
(contoh: program Keluarga Berencana),
tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi
dan keluarga berencana, undang-undang
yang berkaitan dengan masalah genetik dan
sebagainya.
Pembangunan
ekonomi,
industrialisasi, dan perubahan lingkungan
terhadap kesehatan reproduksi.
2. Jender dan Seksualitas. Faktor faktor yang
menjadi masalah mencakup pengaturan
negara terhadap masalah seksualitas,
misalnya kebijakan tentang pornografi,
pelacuran,
dan
pendidikan
seks,
pengendalian sosial budaya terhadap
masalah seksualitas, bagaimana normanorma sosial yang berlaku tentang prilaku
seks, homo seks, poligami, dan perceraian,
seksualitas di kalangan remaja, status dan
peranan perempuan, perlindungan terhadap
perempuan pekerja.
3. Kehamilan yang tidak diinginkan. Faktor
yang menjadi masalah dalam hal ini adalah
pembunuhan bayi, pengguguran kandungan,
terutama yang dilakukan tidak secara aman.
Dampak kehamilan yang tidak diinginkan
terhadap
kesehatan
perempuan
dan
keluarga. Dampak sosial ekonomi dari
kehamilan yang tidak diinginkan serta
pengguguran yang tidak aman. Kebijakan
pemerintah dalam menghadapi hal tersebut.

4. Kekerasan dan perkosaan. Permasalah yang


menjadi sorotan dalam hal ini adalah
demografi pekerja seks komersial atau
pelacuran, norma-norma sosial mengenai
kekerasan dalam rumah tangga, sikap
masyarakat mengenai kekerasan dan
perkosaan terhadap pelacur, dan berbagai
langkah untuk mengatasi hal tersebut.
5. Penyakit menular seks, faktor-faktor yang
menjadi masalah adalah masalah penyakit
menular seksual yang lama, seperti sifilis
dan gonorhea, masalah penyakit menukar
seksual yang relatif baru seperti herpes,
chlamydia, masalah HIV/AIDS (Human
Immunodeficiency
Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Dampak
sosial ekonomi dari penyakit menular
seksual dan kebijakan dan program
pemerintah dalam mengatasinya (termasuk
penyediaan pelayanan kesehatan bagi
pelacur/pekerja seks komersial) dan sikap
masyarakat terhadap penyakit menular
seksual.
6. Pelacuran. Faktor-faktor yang menjadi
masalah dalam hal ini mencakup demografi
pekerja seks komersial atau pelacuran.
Faktor-faktor yang menjadi pendorong
pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnya
dan dampak pelacuran terhadap kesehatan
reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri
maupun bagi konsumen dan keluarganya.
7. Teknologi. Faktor-faktor yang menjadi
masalah dalam hal ini adalah teknologi
reproduksi dengan bantuan (inseminasi
buatan dan bayi tabung, pemilihan bayi
berdasarkan jenis kelamin (gender fetal
screening),
penapisan
genetik,
keterjangkauan dan kesamaan kesempatan
serta etika dan hukum yang berkaitan
dengan masalah tehnologi reproduksi
(Mariana Amiruddin, 2003).
Hal ini di dukung oleh pernyataan A.
August Burns, tahun 2000, yaitu latar belakang
masalah kesehatan reproduksi berlatar belakang
faktor sosial. Wanita sering tidak mempunyai
kontrol terhadap kebiasaan seksual dan sering
tidak bisa menolak hubungan seksual yang tidak
aman. Beberapa hal yang dianggap menjadi
permasalahan dalam kesehatan reproduksi
adalah:

Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan, Permasalahan (191-196)


Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma

193

1. Hamil terlalu sering. Di sebagian negara, 1/3


sampai jumlah wanita akan menjadi ibu
sebelum mencapai usia 20 tahun. Tanpa
menggunakan
cara
KB
(keluarga
berencana), banyak wanita yang tidak akan
sempat memulihkan tenaga antara jarak
kehamilan. Hal ini membuat wanita lebih
sering mengalami tingkat kesehatan yang
buruk dan komplikasi kehamilan dan
persalinan. Terlalu sering melahirkan juga
berarti wanita akan kurang bisa mengontrol
hidupnya, mengenyam pendidikan, dan
menambah keterampilan untuk mandiri.
2. Komplikasi kehamilan dan persalinan.
Dalam 30 tahun terakhir ini, jumlah
kematian bayi telah turun dengan tajam.
Tetapi jumlah kematian ibu ibu karena
kehamilan dan persalinan tetap tinggi.
Setiap menit 30 wanita mengalami
gangguan kesehatan yang berkelanjutan
yang berhubungan dengan kehamilannya.
Ini berarti bahawa secara keseluruhan
hampir seperempat jumlah wanita di negara
miskin akan mengalami gangguan kesehatan
karena
komplikasi
kehamilan
dan
persalinan.
3. Aborsi. Bila wanita mencoba untuk
menggugurkan kandungan dengan cara tidak
aman, dia akan mempertaruhkan nyawa.
Setiap hari sekitar 500.000 wanita mencoba
untuk menggugurkan kandungannya dengan
cara yang tidak aman karena mereka tidak
punya pilihan lain. Banyak yang akhirnya
menjadi mandul atau merasa kesakitan yang
terus menerus, infeksi, dan gangguan
kesehatan lainnya.
4. Sirkumsisi wanita. Sirkumsisi wanita di
mana sebagian atau seluruh alat genitalia
luar gadis dipotong, bisa menyebabkan
gangguan kesehatan yang serius, bila
dilakukan tanpa memperhatikan kebersihan
dan yang melakukan hal tersebut bukan
tenaga medis. Gangguan kesehatan yang
terjadi dapat berupa infeksi urine dan
panggul, gangguan seksual dan emosi, dan
kesulitan melahirkan. Meskipun akibatnya
sangat buruk, sirkumsisi di lakukan secara
luas. Setiap tahun sekitar 2 juta gadis kecil
akan disirkumsisi terutama di Afrika, Timur
Tengah, dan Asia Selatan.

194

Ada beberapa faktor yang diduga menjadi


penghambat terwujud kesehatan reproduksi di
masyarakat luas, yaitu:
1. Tingkat pengetahuan yang lemah tentang
seksualitas manusia
2. Informasi
dan
pelayanan
kesehatan
reproduksi yang tidak tepat atau kurang
bernilai
3. Kelaziman perilaku seksual berisiko tinggi
4. Praktik-praktik
sosial
yang
mendiskriminatif.
5. Sikap-sikap negatif terhadap perempuan
dewasa dan remaja.
6. Kekuasaan terbatas yang dimiliki banyak
perempuan atas kehidupan seksual dan
reproduksi mereka.
7. Kaum remaja mudah terkena karena
kekurangan mereka akan informasi dan
pelayanan yang relevan di kebanyakan
negeri.
8. Perempuan dan pria yang lebih tua
mempunyai masalah kesehatan reproduksi
dan seksual yang khas yang sering kurang
ditanggapi.
Menurut Kartono Muhammad tahun 2001,
hambatan yang terjadi di Indonesia sebagai
negara yang ikut menandatangani Deklarasi
Kairo tahun 1994 dalam ICPD adalah:
1. Penyempitan
penafsiran
kesehatan
reproduksi pada masalah kehamilan dan
persalinan. Ini terlihat dari prioritas program
yang berupa penyebaran bidan di desa yang
harus diakui lebih dibekali dengan
pendekatan medis teknis dan klinikal. Tentu
saja hal ini dilandasi dengan fakta nyata
sebagian besar persalinan dilakukan secara
tidak profesional dan aman. Tetapi,
pemecahannya kemudian lebih bersifat
simtomatis dan belum kausal. Promosi safe
motherhood pun masih sebatas setelah
kehamilan terjadi.
2. Melihat masalah ini hanya secara sektoral,
yaitu
seolah-olah
hanya
masalah
Departemen Kesehatan dan Kantor Menteri
Kependudukan serta KB, atau kedua instansi
itu memang enggan melibatkan sektor lain.
3. Ada semacam ketakutan menghadapi risiko
politis, terutama jika berbicara mengenai
pendidikan seks dan penenganan abortus
(sesuai) dengan kesepakatan Kairo, akan
menghilangkan praktik aborsi yang ilegal
dan tidak aman. Demikian pula mengenai

Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan, Permasalahan (191-196)


Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma

pelacuran, dengan akibat tidak pernah ada


program yang konkrit yang ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan para pelacur.
4. hukum yang belum memihak kepada
kesehatan reproduksi perempuan, misalnya
dalam kasus perkosaan.
Hambatan dari kalangan masyarakat, yaitu:
1. Masih banyaknya adat yang mempunyai
risiko tinggi bagi kesehatan reproduksi yang
lebih didasari kebiasaan dan kepercayaan.
Ketakutan terhadap tenaga kesehatan
modern, pemahaman tentang penyakit pada
perempuan, budaya kelaki-lakian (budaya
sifon, gowokan, dan terkenA go sebagai
bukti kelaki-lakian, serta kepercayaan yang
lain.
2. Masih tingginya budaya paternalistik,
sehingga hak untuk hamil atau mempunyai
anak (dan juga pengggunaan kontrasepsi)
ditetapkan oleh laki-laki tanpa melihat
kepentingan istri yang juga perlu sehat.
3. Penafsiran nilai-nilai moral yang sering
tidak konsisten, khususnya mengenai nilai
keperawanan, janda pelacuran, dan abortus.
Demikian pula mengenai pendidikan seks
yang cenderung di tolak tanpa kesediaan
untuk memahami tujuan dan isi pendidikan.
Selain sebab-sebab di atas sering sekali
wanita terpaksa hidup dengan tingkat kesehatan
yang buruk. Meskipun tidak semua wanita
mengalami gangguan kesehatan, sebagian besar
akan mengalami 3 masalah: kurang gizi, terlalu
sering hamil, dan kelelahan. Setiap masalah
tersebut akan mempengaruhi kesehatan umum
wanita dan melelahkan tubuh, sehingga rentan
terhadap penyakit. Kehamilan juga membuat
gangguan kesehatan lainnya bertambah parah,
seperti malaria, hepatitis, diabetes, dan anemia,
dan penyakit tersebut juga menyebabkan
kehamilan sulit. Semua hal tersebut membuat
wanita lebih sering kurang sehat dari pada pria.

DAFTAR PUSTAKA
Ana Nadhya Abrar, Wini Tamtiari, Konstruksi
Seksualitas (Antara Hak dan Kekuasaan),
Pusat
Penelitian
Kependudukan,
Universitas Gadjah Mada, 2001

Dadang Juliantoro, 30 Tahun Cukup (Keluarga


Berencana dan hak Konsumen).Hal 1115.Pustaka Sinar harapan bekerja sama
dengan PKBI dan The Ford Foundation
Jakarta, 2000.
Foster/Anderson, Antropologi Kesehatan,
Penerbit UI press 1986.
Fikarwin Zuska dan Rakan-rakan,Kesehatan
Maternal di Sipirok Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas
Gadjah Mada, 2002.
Henrietta
L.
Moore,
Feminisme
&
Antropologi, Proyek Studi Jender Dan
Pembangunan FISIP UI, UNIFEM, 1998.
Hasbih Berliani, Perilaku Seksual Pekerja
Migran,PPK UGM & Ford Foundation,
1999
Istiadah (dra, MA),Pembagian kerja Rumah
Tangga Dalam Islam, Lembaga Kajian
Agama dan Gender, Solidaritas Wanita,
Penerbit The Asia Foundation, Jakarta
1999.
ILO Indonesia, Penyadaran Gender, Buku
Panduan untuk para pekerja. 1997.
Maria Ulfah Subadio T.O.Ihromi,Peranan dan
Kedudukan Wanita Indonesia, Penerbit
Gajah
Mada
University
Press,
Yogyakarta, 1994.
Ieda Poernomo Sidhi.Hak-hak Wanita dalam
kesehatan. PKBI, 1989; Hal 1-3
Mansour Fakih (DR), Analisis Gender dan
Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1997.
Marge koblinsky, Judith Timyan, Jill Gay,
Penterjemah dr Adi Utarini, MSc
(Kesihatan wanita, Sebuah Perspektif
Global, editor, Gadjah Mada university
press dalam kesihatan Wanita: Harga
dari sebuah Kemiskinan oleh Jodi
L.Jacobson hal 2-3), 1997
Program
Seri
Lokakarya
Kesehatan
Perempuan,Kesehatan Perempuan Dan
Perlindungan Konsumen,YLKI dan Ford
Foundation 1997.
Ratna batara Munti,Wanita Sebagai kepala
Rumah Tangga ,Lembaga Kajian Agama
dan Gender, Solidaritas Wanita, Penerbit
The Asia Foundation, Jakarta 1999.
Ratna Saptari dan Brigitte Holzner (pengantar
Saparinah Sadli (Prof.Dr)), Wanita Kerja
dan Perubahan Sosial (Sebuah Pengantar

Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan, Permasalahan (191-196)


Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma

195

Studi Wanita), Penerbit Grafiti, Jakarta,


1997.
Roziah Omar, Health bridging the Gaps (Social
Cultural Interpretations of Health),
University of Malaya, 2000
Ria Manurung dan rakan-Rakan, Kekerasan
Terhadap Perempuan Pada Masyarakat
Multi
Etnik
Pusat
Penelitian
Kependudukan, Ford Foundation, 2002
Siti Nurul Qomariah, dan rakan-rakan. Infeksi
Saluran
Reproduksi
(ISR)
Pada
Perempuan Indonesia (Sebuah Telaah
Literatur) Pusat Komunikasi Kesehatan

196

Berperspektif jender, Ford Foundation,


2001: hal 7-9
Seri Perempuan Mengenali Dirinya, Informasi
Kesehatan
Reproduksi
Perempuan,
YLKI, Forum Kesehatan perempuan dan
Ford Foundation, 2002
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Forum
Kesehatan Perempuan, Ford Foundation,
Perempuan
Dan
Hak
Kesehatan
Reproduksi, Ford Foundation, 2002.

Hak Kesehatan Reproduksi, Definisi, Tujuan, Permasalahan (191-196)


Sri Rahayu Sanusi dan Abdul Jalil Armi Arma

You might also like