You are on page 1of 23

BAB I

DATA PASIEN

I.1

I.2

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
JenisKelamin
Pendidikan
Alamat
Agama
Suku bangsa
Status marital
Pekerjaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:

An. D
5 tahun 6 bulan
Laki-laki
TK
Jl. Gunung Crme Gang Kawi, Brobosan, Purwokerto Utara
Islam
Jawa
Belum menikah
Pelajar

Nama Orang Tua


Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
Agama
Tanggal masuk RSMS
Tanggal pemeriksaan
No.CM

:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. Ani Setyowati


Perempuan
SMA
Swasta
Islam
9 November 2012
9 November 2012 13 November 2012
238871

ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu
B. KELUHAN TAMBAHAN
Muntah dan demam sejak 2 hari yang lalu

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah pada
tanggal 7 November 2012. Nyeri perut dirasakan sejak 2 hari yang lalu, awalnya nyeri
perut dirasakan disekitar pusat kemudian berpindah ke bagian kanan bawah, nyeri

makin lama makin terasa berat dan disertai muntah. Selain itu pasien mengeluhkan
demam sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh lemah, letih dan lesu.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tidak ada
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Penyakit jantung, paru, diabetes melitus, ginjal, hipertensi dan alergi disangkal.
F. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien adalah anak dari seorang karyawan swasta.Kesan social ekonomi keluarga adalah
golongan menengah ke keatas. Pasien menggunakan Jasa umum untuk memeriksakan
penyakitnya.
I.3

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 9 November 2012

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: E4V5M6 GCS : 15 Compos Mentis

Tanda tanda vital:

Tekanan darah : 100/60 mmHg

RR

Nadi

Suhu : 38,8C

: 72x/menit

Tinggi Badan
Berat Badan
Status Gizi

: 20x/menit

: 100 cm
: 25 kg
: cukup

A. STATUS GENERALIS
1. Pemeriksaan kepala
Kepala : Normocephal, jejas (-), distribusi rambut merata.
Mata

: Ortoforia, konjungtiva anemis-/-, sclera ikterik -/-, isokor,


2

Telinga : Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/Hidung : Normal, sekret -/- , tidak ada deviasi septum
Mulut dan gigi: Mukosa bibir basah, sianosis (-), lidah kotor -/-.
2. Pemeriksaan leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
3. Pemeriksaan Toraks
Cor

: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: Simetris, sonor,vesikuler, ronkhi -/-, Whezzing -/-

4. Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi
: cembung
Auskultasi
: bising usus () N
Perkusi
: timpani
Palpasi
: defans muscular (+), rebound tenderness (+),
Hepar / Lien
: tidak teraba
5. Pemeriksaan ekstermitas : edema (-), sianosis (-), capillary refill time< 2 detik.
B. PEMERIKSAAN LOKALIS
Abdomen

: defans muscular (+), nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), psoas sign (+),
romberg sign (+)

Rectal Touger : deformitas (-), eksoriasi (-), tonus kuat, mukosa recti licin, ampula
recti tidak kolaps, nyeri (+),darah/feses/pus pada handscoen (-).
I.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
W. Pembekuan
W. Perdarahan

I.5

Hasil
13,2 gr/dl
19400/ul
40,9%
278.000/ul
5
3

Nilai Normal
12-16 gr/dl
4800-10800/ul
35-47%
150.000-400.000/uL
2-6
1-3

DIAGNOSIS
APPENDISITIS AKUT

I.6

DIAGNOSIS DIFERENSIAL
APPENDISITIS KRONK

I.7

PENATALAKSANAAN
Persiapan untuk dilakukan Apendektomi

I.8

a.

Observasi tanda tanda vital (TD, N, RR, T)

b.

Kalori 25-30 kkal/kgBB/hari

c.

Untuk mempertahankan hemodinamik: Ringger Laktat 14 tetes/menit

PROGNOSIS
Quo ad vitam,functionam dan sanactionam

I.9

: Dubia ad bonam

SIKAP
Pukul 18.00

Lapor konsulen bedah dr. Bambang Sp.B


An. D 5 tahun 6 bulan
Instruksi : Persiapan untuk dilakukan Laparotomi

I.10 FOLLOWUP
Tanggal
9
November
2012

Subjektif
-

Objektif
KU/Kes : TSR/CM
TD:110/60 mmhg
Nadi : 72 x/menit
RR :20 x/menit
Suhu 38.8oC

Assesment
Appendisitis

Planning
Laparotomi
Post opp:
Kristaloid:
Ringger Laktat 20 tts/mnt
Koloid
Tutofusin
Antibiotik: Kendacilin2 x 500 mg
Analgetik : Remopain1x 1/3 amp
Koktail
Vit C

Catatan Perkembangan Pasien di Ruang Rawat Dahlia


Tanggal
9
November
2012

Subjektif
Nyeri pada
perut post
Laparotomi

Objektif
KU/Kes : TSR/CM ,
TD : 95/77mmhg
Nadi : 124 x/menit
RR :25 x/menit
Suhu 38.2oC
Status Generalis: TAK
Status Lokalis :
(Abdomen) terpasang

Assesment
Post
Laparotomi

Planning
Kristaloid Elektrolit :
Ringger Laktat 20 tts/mnt
Koloid : Tutofusin 20 tts/mnt
koktail
Antibiotik : Kendacilin 2 x 500 mg
Analgetik : Remopain 1x 1/3 amp
Vit C

drainage
10
November
2012

Nyeri perut

11
November
2012

Nyeri perut

12
November
2012

Nyeri perut

13
November
2012

KU/Kes : sedang/CM ,
TD : 95/553mmhg
N : 126 x/menit
RR :25 x/menit
Status Generalis: TAK
Status Lokalis :
(Abdomen) terdapat

Post
Laparotomi
hari ke-1

Kristaloid Elektrolit :
Ringger Laktat 20 tts/mnt
Antibiotik : Kedacilin2 vial
Analgetik : Remopain1x 1/3 amp
Vit C
Alina,im F

luka jahitan
KU/Kes : sedang/CM ,
TD : 100/70 mmhg
Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36.8oC
Status Generalis: TAK
Status Lokalis :
(Abdomen) terdapat
luka jahitan
KU/Kes : sedang/CM ,
TD : 100/70 mmhg
Nadi : 100 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36.8oC
Status Generalis: TAK
Status Lokalis :
(Abdomen) terdapat luka
jahitan
KU/Kes : sedang/CM ,
TD : 100/70 mmhg
Nadi : 100 x/menit
RR : 18 x/menit
T : 36.8oC
Status Generalis: TAK
Status Lokalis :
(Abdomen) terdapat luka
jahitan

Post
Antibiotik: amoxan 3x1
lasparotomi Analgetik:ponstan syr 3x1
hari ke-2
Ambroxol syr 3x1
Diet cair

Post
laparotomi
hari ke-3

Antibiotik: amoxan 3x1


Analgetik:ponstan syr 3x1
Ambroxol syr 3x1

Post
lapaotomi
hari ke-4

Antibiotik: amoxan 3x1


Analgetik:ponstan syr 3x1
Ambroxol syr 3x1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Apendiks


Pada neonatus, apendix vermiformis adalah sebuah tonjolan dari apex caecum, tetapi seiring
pertumbuhan dan distensi caecum, appendix berkembang di sebelah kiri dan belakang 2,5 cm di

bawah valva ileocaecal.1 Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm
(3-15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal. Namun pada bayi,
appendix berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di ujung. 1 Selama anak-anak,
pertumbuhannya berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks
terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan berguna dalam menandakan
tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks adalah Retrocaecal (74%), Pelvic (21%),
Patileal(5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).2
Pangkal appendix ditentukan dengan pengukuran garis Monroe-Pichter. Garis diukur dari
sias dextra ke umbilicus, lalu dibagi 3. Pangkal appendix terletak 1/3 lateral dari garis tersebut
(titik Mc Burney). Ujung appendix ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis diukur dari
sias dextra ke sias sinistra, lalu dibagi 6. Ujung appendix pada 1/6 lateral dexter garis tersebut.2
Vaskularisasi apendiks oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk end arteri. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang
mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral bermula disekitar umbilikus.
Appendix menghasilkan lendir 1-2 ml perhari yang dicurahkan ke dalam lumen dan mengalir
ke caecum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GULT terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendix adalah IgA, efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.2

II.2 Apendisitis
A. Definisi
Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan
kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.3
B. Klasifikasi
1. Apendisitis akut (mendadak).
Gejala apendisitis akut adalah demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri
sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk
berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga
hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.4
Apendisitis Akut, dibagi atas :
a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis

Terjadi pada bagian distal yang meradang seluruh rongga


apendiks sepertiga distal berisi nanah, setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
b. Appendisitis purulenta difusi
Pembentukan nanah yang berlebihan jika radangnya lebih hebat dan dapat terjadi
mikrosis dan pembusukan yang disebut appendicitis gangrenous. Pada appendicitis
gangrenous dapat terjadi perfulasi akibat mikrosis kedalam rongga perut dan
mengakibatkan peritonitis.
c. Apendicitis acut traumatic.
Disebabkan oleh karena trauma karena kecelakaan pada operasi didapatkan tampak
lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan.
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
a. Sembuh
b. Kronik
c. Perforasi
d. Infiltrat
2. Apendisitis kronik.
Gejala apendisitis kronis mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri tumpul
di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai
dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri berpindah ke perut kanan
bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut. Penyebaran rasa nyeri
bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap usus besar.5
Apendisitis Kronis, dibagi atas :
a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial
Secara mikroskopis nampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat
menyebabkan stenosis, setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
b. Apendisitis kronis obliteritiva
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jaringan sub mukosa dan sub
serosa, sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama dibagian distal
dengan menghilangnya selaput lender pada bagian tersebut, biasanya ditemukan
pada usia tua.

C. Etiologi
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit (tinja yang mengeras) dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Bakteri penyebab apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada usus.
Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu Bacteroides fragilis, bakteri anaerob, gram
negatif dan Escherichia coli, bakteri gram negatif, facultative anaerob. Sedangkan bakteri
lainnya

yaitu:

Peptostreptococcus,

Pseudomonas,

Klebsiela,

dan

Klostridium,

Lactobacillus, dan B.splanchnicus.4,7


D. Epidemiologi
Insiden apendisitis lebih tinggi pada negara berkembang dibandingkan dengan
negara maju. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh perubahan pola makan. Menurut data
epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, sedangkan meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal usia 20-an, dan menurun
pada usia. Insiden apendisitis memiliki rasio yang sama antara wanita dan laki-laki pada
masa prapubertas. Sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya menjadi 3:2.4
E. Faktor Resiko
1. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis yang diikuti
infeksi. 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa,
35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% yaitu parasit dan
cacing. Obstruksi oleh fekalit ditemui pada apendisitis akut diantaranya; fekalit
ditemukan 40% pada apendisitis kasus sederhana, 65% pada apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada apendisitis akut dengan rupture.
2. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto8

bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan


perforasi adalah kuman anaerob 96% dan aerob<10%.
3. Kecenderungan familiar
Tedapatnya malformasi herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang,
vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah
serat dapat memudahkan terjadinya fekolit mengakibatkan obstruksi lumen.
4. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan. Negara berkembang
yang pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara maju yang
pola makannya banyak serat.
5. Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, kasus apendisitis meningkat. Tapi harus hati-hati karena penyakit infeksi
saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala awal apendisitis.
F. Patofisiologi
Etiologi
Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)
Mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan
Peningkatan tekanan intralumen / dinding apendiks
Aliran darah terhambat
Edema dan ulserasi mukosa
Jika sekresi terus berlanjut

Apendisitis Akut
Fokal
Nyeri Epigastrium

Obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan


menembus dinding
Peradangan akan meluas mengenai peritoneum

Apendisitis
Supuratif Akut

Jika aliran arteri terganggu

Nyeri kuadran kanan bawah


9

Apendisitis
Gangrenosa

Gangrene
Dinding apendiks rapuh

Infiltrat

Perforasi

Infiltrat Apendikularis

Apendisitis Perforasi

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi
karena ada gangguan pembuluh darah.
G. Tanda dan Gejala Klinis
Gejala awal adalah nyeri atau rasa tidak enak disekitar umbilicus, mula-mula
minimal lalu meningkat bertahap hingga akhirnya nyeri bersifat konstan. Gejala ini
berlangsung lebih dari 1 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri begeser ke kuadran kanan
bawah dengan disertai anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan disekitar
titik McBurney, kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya ditemukan
demam ringan dan leukositosis sedang. Demam biasanya subfebris, 1oC diatas suhu
normal , berkisar 37,5-38,5 oC. Bisa terjadi perbedaan suhu rektal dan aksiler sampai
1oC. Bila suhu >39,4 oC, biasanya disertai gangren, perforasi atau peritonitis.
Tanda Rovsing timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila terjadi
ruptur apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri yang lebih menyebar, nyeri tekan,
spasme dan distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi yang memburuk.8
H. Diagnosis
1. Anamnesis

10

Tanda awal nyeri di epigastrium atau regio umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,50C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.

Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum


lokal di titik Mc Burney, nyeri tekan, nyeri lepas dan adanya defans muskuler.

Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
(Rovsings Sign) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumbergs Sign) batuk atau mengedan

2. Pemeriksaan fisik.
Inspeksi
- Tidak ditemukan gambaran spesifik.
- Penonjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.

Palpasi
- Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas
- Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale
- Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Perkusi
- Pekak hati menghilang jika terjadi perforasi usus.
Auskultasi
- Biasanya normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforate

Rectal Toucher
-

Tonus musculus sfingter ani baik

Ampula kolaps

Nyeri tekan pada daerah jam 9 dan 12

Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).

Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan
atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha

11

kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m. poas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.

Uji Obturator
Untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m. obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang menimbulkan nyeri pada apendisitis
pelvika. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks.

Alvarado Score
- Nyeri perut
:1
- Mual muntah
:1
Interpretasi
- Demam
:1
- Nyeri tekan
:2
1-4
: bukan
- Nyeri lepas
:1
5-6
: ragu (observasi 6 jam tanpa analgetik)
- Anoreksia
:1
- Shift to the left : 1
7-8
: appendisitis
- Leukositosis
:2
>8
: appendisitis: cito operasi
3. Laboratorium
Hitung darah lengkap (complete blood count, CBC)
Biasanya ditemukan leukositosis (lebih dari 10.000 sel darah putih per mm 3)

dengan pergeseran ke kiri jika apendiks menjadi ganggrenosa atau rupture


Urinalisis
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan

appendicitis dengan adanya keton digunakan sebagai penanda penyakit.


4. Radiologi
Pemeriksaan foto abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi komplikasi (misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
Ultrasonografi

12

Pada pemeriksaan ditemukan fekalit tidak berkalsifikasi, apendiks tidak


berperforasi,

serta

abses

apendiks.

Dengan

USG

dapat

dipakai

untuk

menyingkirkan diagnosis banding seperti KET, adnexsitis dan sebagainya.

Barium enema
Yaitu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada

jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.


CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.


Laparoscopi
Yaitu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).

I. Komplikasi
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan penyebab terjadinya perforasi. Perforasi akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri hebat
meliputi seluruh perut, distensi dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di
seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.6
2. Peritonitis
Peritonitis terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis generalisata. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, distensi
abdomen, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang.
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila
tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih
aktif ditandai dengan nyeri, demam, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan
pergeseran ke kiri.6
B. Penatalaksanaan
13

a. Perawatan kegawatdaruratan
Terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda dehidrasi atau septicemia.
Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui mulut.
Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik dan lakukan pengukuran kadar hCG
Berikan antibiotik IV pada pasien dengan septicemia dan dilanjutkan laparotomi
b. Tindakan pre operatif,
Antibiotik spectrum luas dan antibiotik preoperatif untuk pembedahan
Kompres untuk menurunkan suhu penderita,
Tirah baring dan dipuasakan
c. Tindakan operatif

Apendiktomi, pemotongan apendiks

Jika apendiks mengalami perforasi, cuciabdomen dengan NaCl dan antibiotika.

Bila terjadi abses apendiks maka diobati dahulu dengan antibiotika IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase

d. Tindakan post operatif,


satu hari pasca bedah dianjurkan duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit,
hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar,
hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
Penatalaksanaan Bedah :
Anak dengan suspek apendisitis, diberi infus intavena dan antibiotik, serta di observasi :
perkembangan gejala yang cepat akan membuat diagnosis tanp gejala. Selang nasogastrik
(NGT) dipasang bila anak mengalami muntah. Apendiks dikeluarkan melalui insisi di
kuadran kanan bawah atau diangkat dengan laparoskopi. Drain dipasang dan luka
dibiarkan terbuka untuk mencegah infeksi luka serta pembentukan abses. Jika
apendiksnya telah perforasi, rongga abdomen diirigasi. Drainase lambung dan pemberian
cairan intravena serta antibiotik dilanjutkan, obat narkotik atau analgesik dipakai untuk
mengatasi nyeri. Makanan oral mulai diberikan dalam 1 atau 2 hari dan ditingkatkan
sesuai toleransi fungsi usus.
BAB III
PEMBAHASAN

14

III.1.ANAMNESA
Pasien adalah anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak dua hari yang lalu. Ini merupakan gejala utama appendisitis. Nyeri perut ini dimulai
dari regio umbilikus dan pindah ke bagian kanan bawah, yang makin lama makin nyeri. Nyeri
perut ini awalnya disebut sebagai referred pain atau nyeri alih yang terjadi karena pada usus,
persarafannya memiliki satu jaras yang sama, sehingga nyerinya dapat dirasakan pada bagian
perut yang lain. Ini merupakan ciri khas infeksi pada abdomen. Selain itu pasien juga menderita
mual dan muntah, yang juga merupakan tanda dari appendisitis atau keracunan makanan atau
gastritis. Menurut ibu pasien, memang ia sering membeli makanan diwarung, sehingga belum
dapat menghilangkan dugaan keracunan makanan, hingga pasien merasakan nyeri pada titik
McBurney dan nyeri alih yang merupakan ciri khas apendisitis.
III.2.PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri tekan merupakan adanya peradangan pada regio
yang ditekan tersebut. Rovsings sign yang positif merupakan tanda adanya peradangan appendiks
dan Blumbergs sign yang positif merupakan tanda dari adanya infeksi pada apendiks. Defence
muscular dan nyeri lepas yang positif, ini menandakan adanya peritonitis pada infeksi abdomen
yang merupakan komplikasi appendisitis. Pada pemeriksaan rectal toucher hanya didapatkan
nyeri, berarti belum terdapat abses. Sehingga tidak diberikan antibiotik preoperatif.
Menurut ibu pasien, pasien sedang menderita flu, sedangkan infeksi pernafasan merupakan
salah satu faktor resiko dari apendisitis. Dan pasien juga kurang mengkonsumsi sayuran segar,
sehingga mengalami kekurangan asupan serat. Ini juga merupakan faktor resiko appendicitis.
III.3.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar leukosit sebesar 19,400/l. Ini merupakan
tanda adanya infeksi yang meluas. Normalnya kadar leukosit adalah 4.800-10.800/l. Oleh
karenanya harus diberikan antibiotik postoperatif.

15

III.4.JALANNYA OPERASI
Operasi appendisitis adalah termasuk operasi emergensi, yang sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, karena dapat membahayakan nyawa pasien. Incisi yang dilakukan pada pasien adalah
incisi seperti yang dipakai pada laparotomi, karena pasien adalah pasien anak dan mudah terjadi
perforasi appendiks dan karena kadar leukositnya yang tinggi (19.400/l). Sewaktu dibuka,
ternyata didapatkan pus, perlengketan usus, dan perforasi apendiks. Ini merupakan tanda bahwa
infeksinya cukup berat, dan sebaiknya dilakukan pencucian dengan NaCl yang banyak serta
diberikan antibiotik untuk bakteri gram negatif, gram positif, aerob dan anaerob. Sehingga
antibiotik yang seharusnya diberikan adalah cefotaxime dan metronidazole, tetapi karena pasien
masih anak-anak, yang diberikan hanya kedacilin.
III.5.PERAWATAN POST-OPERATIF
Setelah operasi, pasien dirawat inap di bangsal D selama 4 hari. Pada 2 hari pertama post
operasi, pasien diberikan obat-obatan melalui intravena. Obat yang diberikan adalah kedacilin
2x500mg sebagai antibiotiknya dan remopain 1x1/3 ampul sebagai analgetik. Sedangkan untuk
mencegah dehidrasi keadaan pasien, diberikan cairan RL 20gtt/m dan vitamin C per IV. Pada hari
ketiga, karena pasien sudah mulai pulih keadaannya maka diberikan makanan cair dan obat-obatan
per oral yang berupa amoxan sirup 3x1sdt sebagai antibiotiknya dan ponstan sirup 3x2sdt sebagai
analgetiknya. Kemudian karena pasien mengalami pilek, maka diberikan ambroxol sirup 3x1sdt
sebagai mukolitik.
Untuk memulihkan pasien, maka diberikan nutrisi sebanyak 25-30kkal/kgBB/hari. Karena
berat badan pasien adalah 25 kg, maka jumlah intake kalori yang dibutuhkan adalah 625750kkal/hari.
Pasien dibolehkan untuk duduk tegak 1 hari setelah operasi, berdiri tegak 2 hari setelah
operasi, pada hari keempat diperbolehkan pulang dan pengangkatan jahitan biasanya dilakukan
pada hari ke 7. Namun, karena didapatkan infeksi pada jahitan, maka jahitan tidak diangkat hingga
2 minggu setelah operasi. Dengan tiap hari dilakukan penggantian perban dan debridemen luka
hingga luka kering. 2 minggu setelah operasi, jahitan diangkat sebagian dan pengangkatan jahitan
lengkap 3 hari setelahnya.

16

BAB IV
AFTER CARE PATIENT

IV.1 Identifikasi Fungsi-fungsi Keluarga


A. Fungsi Biologik
Pasien adalah seorang anak laki laki berusia 6 tahun.
B. Fungsi Psikologik
Pasien tinggal bersama orang tua. Hubungan pasien dengan orang tuanya baik. Aktivitas
sehari-hari adalah sebagai siswa TK di salah satu TK di Purwokerto. Pasien dan orang
tuanya sering berkumpul pada malam hari, serta melakukan beberapa kegiatan secara
bersama-sama seperti berdoa, makan malam dan bercengkerama satu sama lain dalam
keluarga.
C. Fungsi Ekonomi
Pasien belum berpenghasilan. Untuk kebutuhan keluarga sehari-hari, biaya listrik dan air di
rumah pasien dapatkan dari uang penghasilan kepala keluarga. Selama ini untuk biaya
pelayanan kesehatan diperoleh dari dana pribadi.
D. Fungsi Pendidikan
Pendidikan yang sedang di tempuh pasien adalah kelompok bermain. Perencanaan khusus
dalam pendidikan adalah agar pasien minimal berpendidikan hingga tamat sarjana.
E. Fungsi Religius
Pasien adalah seorang muslim dan selalu menjalankan ibadah sholat walaupun belum
sempurna.
F. Fungsi Sosial dan Budaya
Kedudukan pasien di tengah lingkungan sosial adalah warga biasa, namun pasien pun
cukup dikenal dan dihormati di kalangan lingkungan rumahnya karena aktif dalam
lingkungan bermain.

17

IV.2 Pola Konsumsi Makanan Pasien


Frekuensi makan ratarata pasien setiap harinya 3x/hari dengan variasi makanan sebagai
berikut : nasi, lauk (daging sapi, daging ayam, ikan, telur), sayur (bayam, kangkung, kacang
panjang dan sayuran lainnya) dan buah-buahan. Pasien juga rutin meminum susu.
IV.3 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien
A. Faktor Perilaku
Pasien belum mempunyai kesadaran tentang PHBS karena usianya masih anak-anak.
Perilaku pasien terhadap kesehatan adalah apabila pasien merasa sakit, pasien akan
memberitahu ibunya. Setalah pulang dari rumah sakit pasca operasi, pasien sering
mengeluh sakit pada bagian perut di bekas jahitan, sehingga menghambat aktivitas pasien.
B. Faktor Non-Perilaku
Sarana pelayanan kesehatan di sekitar rumah sangatlah mudah ditemui dan dekat
dengan rumah seperti seperti praktek dokter umum hanya beberapa meter dari rumah.
Untuk lokasi Rumah Sakit Wijaya Kusuma juga relatif dekat, sekitar 3 km. Akses
transportasi juga relatif mudah. Akses transportasi juga relatif mudah, karena pasien
memiliki sepeda motor dirumahnya.
IV.4 Identifikasi Keadaan Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di kawasan

perkampungan bersama kedua orang tuanya. Kawasan

perkampungan pasien merupakan kawasan layak huni. Rumah tidak bertingkat, terdiri dari 2
kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1 kamar mandi. Lantai rumah berupa ubin, dinding rumah
pasien berupa tembok dan atap rumah terbuat dari genting.
Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah sehat, karena memenuhi sebagian besar
indikator-indikator yang ditetapkan dalam kriteria rumah sehat. Pencahayaan rumah baik,
memiliki jendela diruang tamu yang berukiuran > 10% luas lantai, pencahayaan didalam kamar
tidur juga baik, tetapi pencahayaan di ruang tamu dan ruang tengah kurang. pada masing-masing
kamar tidur memiliki jendela kamar yang cukup lebar. Ventilasi udara diruang tamu dan kamar
tidur juga baik, karena pasien rutin membuka jendela dan pintu rumah setiap pagi. Kebersihan dan
kerapian rumah baik. Di dalam kamar mandi terdapat sebuah jamban jongkok berbentuk leher

18

angsa dan sebuah kran air serta bak mandi. Air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari
air sumur pompa. Saluran air dialirkan ke got belakang rumah yang mengalir, air dan kotoran dari
jamban ditampung di septiktang. Terdapat dua buah motor dirumah sebagai sarana transportasi.
IV.5 Diagnosis Fungsi Keluarga
A. Fungsi Biologis : Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
B. Fungsi Psikologis : Hubungan dengan tiap anggota keluarga baik.
C. Fungsi Religius dan Sosial Budaya: sering beribadah di masjid.
D. Fungsi Ekonomi : Tidak ada masalah.
E. Faktor Perilaku
Pasien belum mempunyai kesadaran tentang PHBS karena usianya masih anak-anak..
F. Faktor Non Perilaku
Fasilitas kesehatan seperti praktek dokter umum dan rumah sakit dekat dengan rumah
pasien. Selain itu terdapat sebuah motor sebagai sarana transportasi.
IV.6 Rencana Pembinaan Keluarga
A. Terhadap Pasien
a. Pemantauan vital sign setiap kunjungan.
b. Pemeriksaan luka bekas operasi
c. Edukasi tentang perawatan luka operasi
d. Edukasi tentang kegiatan yang harus dibatasi
e. Edukasi tentang diet
B. Terhadap Keluarga
Pemberian informasi kepada orang tua pasien akan menjaga dan merawat luka bekas
operasi. Memotivasi agar turut berpola hidup sehat sehingga pasien terdorong juga untuk
memiliki pola hidup yang sehat.

19

IV.7 Langkah Untuk Mencapai Tujuan Pembinaan


A. Tindakan Terhadap Pasien (Dilakukan saat kunjungan ke rumah pasien)
a. Membina hubungan yang baik dengan pasien.
b. Pemeriksaan fisik umum.
B. Tindakan Terhadap Keluarga (Dilakukan saat kunjungan ke rumah pasien)
a. Membina hubungan yang baik dengan keluarga.
b. Dilakukan pertemuan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
untuk menjaga dan perawatan luka bekas operasi serta perilaku hifup sehat supaya
terhindar dari penyakit.
Tanggal
Subjektif
Kunjungan
Nyeri dan
keluar
pertama
pus pada
tanggal
16
luka post
November
operasi
2012
Batuk

Objektif
KU/Kes : TSR/CM ,
TD : 110/70 mmhg
Nadi: 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu 36.5 oC
Terdapat pus yang banyak pada
daerah bekas jahitan

Assesment
Post
Laparotomi et
causa
Apendisitis
perforasi hari ke
7

Planning
Debridement
Antibiotic: amoxilin
syr
Ambroxol syr
Edukasi
perawatan
luka bekas operasi

Kunjungan
Nyeri dan
keluar
kedua tanggal
pus pada
30 November
luka post
2012
operasi
Batuk

KU/Kes : TSR/CM ,
TD : 120/80 mmhg
Nadi : 76 x/mnt
Respirasi : 18 x/mnt
Suhu 36.5 oC
pus pada daerah bekas jahitan
berkurang

Post
Laparotomi et
causa
Apendisitis
perforasi hari ke
28

Debridement
Antibiotic: amoxilin
syr
Ambroxol syr
Edukasi
perawatan
luka bekas operasi

Tanggal
Kegiatan yang dilakukan
16 November Pemeriksaan vital sign.
Pemeriksaan luka post operasi
2012
Debridement pus pada luka post
operasi
Motivasi perilaku hidup sehat

30 November Pemeriksaan vital sign.


Pemeriksaan luka post operasi
2012
Debridement pus pada luka post
operasi
Motivasi perilaku hidup sehat

Yang terlibat
Hasil
Pasien
dan Pemeriksaan vital sign stabil.
Pemeriksaan luka post operasi
keluarga
terdapat pus
Debridement pus pada luka post
operasi
Pasien memahami tentang perilaku
hidup sehat
Pasien
dan Pemeriksaan vital sign stabil.
Pemeriksaan luka post operasi
keluarga
terdapat pus
Debridement pus pada luka post
operasi
Pasien memahami tentang perilaku
hidup sehat

20

BAB V
KESIMPULAN

Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan
kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Apendiksitis dibagi akut dan kronik.
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi. Bakteri penyebab
apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada usus. Bakteri yang paling sering ditemukan
yaitu Bacteroides fragilis, bakteri anaerob, gram negatif dan Escherichia coli, bakteri gram
negatif, facultative anaerob.

Pasien adalah anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak dua hari yang lalu. Nyeri perut ini dimulai dari regio umbilikus dan pindah ke bagian
kanan bawah, yang makin lama makin nyeri. Selain itu pasien juga menderita mual dan muntah,
yang juga merupakan tanda dari appendisitis atau keracunan makanan atau gastritis. Menurut ibu
pasien, memang ia sering membeli makanan diwarung, sehingga belum dapat menghilangkan
dugaan keracunan makanan, hingga pasien merasakan nyeri pada titik McBurney dan nyeri alih
yang merupakan ciri khas apendisitis.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan nyeri tekan merupakan adanya peradangan pada regio
yang ditekan tersebut. Rovsings sign yang positif merupakan tanda adanya peradangan appendiks
dan Blumbergs sign yang positif merupakan tanda dari adanya infeksi pada apendiks. Defence
muscular dan nyeri lepas yang positif, ini menandakan adanya peritonitis pada infeksi abdomen
yang merupakan komplikasi appendisitis. Pada pemeriksaan rectal toucher hanya didapatkan
nyeri, berarti belum terdapat abses. Sehingga tidak diberikan antibiotik preoperatif. Menurut ibu
pasien, juga kurang mengkonsumsi sayuran segar, sehingga mengalami kekurangan asupan serat.
Ini juga merupakan faktor resiko appendicitis. Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar
leukosit sebesar 19,400/l. Ini merupakan tanda adanya infeksi yang meluas.
Saat operasi, sewaktu dibuka, ternyata didapatkan pus, perlengketan usus, dan perforasi
apendiks. Ini merupakan tanda bahwa infeksinya cukup berat, dan sebaiknya dilakukan pencucian
dengan NaCl yang banyak serta diberikan antibiotik untuk bakteri gram negatif, gram positif,
aerob dan anaerob. Sehingga antibiotik yang seharusnya diberikan adalah cefotaxime dan
metronidazole, tetapi karena pasien masih anak-anak, yang diberikan hanya kedacilin.

21

Setelah operasi, pasien dirawat inap di bangsal D selama 4 hari. Obat yang diberikan adalah
kedacilin 2x500mg sebagai antibiotiknya dan remopain 1x1/3 ampul sebagai analgetik secara
intravena. Pada hari ketiga, karena pasien sudah mulai pulih keadaannya maka diberikan makanan
cair dan obat-obatan per oral yang berupa amoxan sirup 3x1sdt sebagai antibiotiknya dan ponstan
sirup 3x2sdt sebagai analgetiknya. Pada hari ke 4 pasien diperbolehkan pulang.dan seminggu
kemudian pasien datang ke IGD dengan mengeluh keluarnya pus dari bekas operasi sehingga
karena didapatkan infeksi pada jahitan, maka jahitan tidak diangkat hingga 2 minggu setelah
operasi. Dengan tiap hari dilakukan penggantian perban dan debridemen luka hingga luka kering.
2 minggu setelah operasi, jahitan diangkat sebagian dan pengangkatan jahitan lengkap 3 hari
setelahnya.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Lawrence. 2006. Appendix. Dalam: Current Surgical Diagnosis and Treatment. Ed: 12.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc
2. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar Asisten
Anatomi FKUNS.
3. Katz S Michael,

Tucker

Jeffry.

Appendicitis.

2012.

http://www.emedicine.com [Update: 22 November 2012]


4. Craig Sandy, Lober Williams. 2012. Appendicitis, Acute.

(Online).

Tersedia:

(Online). Tersedia:

http://www.emedicine.com [Update: 22 November 2012]


5. Smeltzer, Suzzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Edisi 8. Volume 1. Jakarta:
EGC
6. Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan Gastrointestinal yang
Memerlukan Tindakan Bedah. Dalam: Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: CV
Sagung Seto.
7. Ferri FF. Appendicitis Acute. In: Ferri FF. Ferri's Clinical Advisor 2009: Instant Diagnosis
and

Treatment.

Philadelphia,

Pa.:

Mosby

Elsevier;

2009.

(Online).

http://www.mdconsult.com/das/book/body/147002427-2/0/1701/0.html.

Tersedia:

[Update:

22

November 2012]

23

You might also like