You are on page 1of 2

PENDAHULUAN

Vigor benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh secara normal


pada kondisi sub optimum. Kondisi sub optimum yaitu kondisi yang tinggi
dan tidak mendukung atau menghambat perkecambahan (Fahmi, 2011).
Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup benih untuk tumbuh
secara normal pada kondisi optimum. Kondisi optimum yaitu kondisi yang
sesuai atau mendukung proses perkecambahan (Yuliana, 2010).
Uji vigor dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya
adalah metode uji bata merah. Media bata merah memberikan kondisi sub
optimum yang dicerminkan dari kondisi kekeringan karena pecahan bata
merah memiliki kemampuan mengikat air yang rendah. Kecambah yang
vigornya baik mempunyai kekuatan cukup untuk mendorong dirinya
sendiri melalui lapisan kerikil (Kamil, 1979). Selain dari uji bata merah,
metode untuk menguji vigor yaitu uji PEG (Polyethylen Glycol) dan uji
tetrazolium. Uji PEG merupakan pengujian ketahanan tanaman terhadap
kekeringan dapat dilakukan dengan penggunaan agen seleksi kekeringan.
Pemberian PEG dalam larutan ataupun media tanam dapat menurunkan
potensial air media, sama dengan penurunan potensial air tanah yang
mengarah pada kekeringan (Musa, 2000). Menurut Fitter (1994),
pengujian dengan PEG dapat terlihat dari semakin pekat PEG yang
diberikan semakin rendah potensial air larutan sehingga cekaman
semakin
bertambah.
Cekaman
tersebut
akan
menghambat
perkecambahan dari benih dan dari hasil itu dapat diketahui vigor benih.
Uji tetrazolium yaitu uji cepat yang digunakan untuk pengujian
viabilitas benih karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat dibandingkan
uji daya kecambah. Selain dari itu, dapat digunakan untuk uji vigor
dengan penambahan kriteria penilaian uji viabilitas. Pada uji ini, setiap sel
akan berwarna merah ketika diberi larutan tetrazolium karena terjadi
reduksi dari suatu pewarna garam tetrazolium dan membentuk endapan
formazen merah, sedangkan sel-sel yang mati akan berwarna putih.
Enzim yang digunakan dalam reaksi ini adalah enzim dehidrogenase yang
berkaitan dengan respirasi sehingga dapat mengetahui keadaan jaringan
secara cepat (Byard, 1988).
Menurut Bonner (1996), uji cepat umumnya diaplikasikan pada
beberapa kondisi seperti benih yang harus segera ditabur karena cepat
mengalami kerusakan, benih dengan dormansi kuat dan lambat
berkecambah, keterbatasan jumlah benih, permintaan konsumen serta
pada beberapa jenis menunjukkan hasil yang lebih akurat. Namun
kelemahan dari uji cepat seperti uji tetrazolium ini tidak dapat mendeteksi
masalah ketika benih terkena mikroba seperti fungi dan bakteri.
Dapus :
Byard, H.W. 1988. Pedoman Teknologi Benih. Missisipi : Statp Collage

Fahmi, Zaki, Ismail. 2011. Perlakuan Motriconditioning Benih sebagai


upaya dalam
meningkatkan
vigor
dan
viabilitas. Diakses di deptan.go.id pada 6 maret 2014
Fitter, A.H. and Hyne. 1994. Fisiologi : Lingkungan Tanaman. Yogyakarta :
UGM Press
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Bandung : Angkasa Raya
Yuliana. 2010. Pengaruh invigorasi menggunakan Polyethylene Glycol
(PEG) terhadap
viabilitas
benih
Tembakau
(Nicotiana tabacum). Lib.un-malang.ac.id Diakses tanggal 6
maret
Zanzibar,Muhammad dan Nanang Herdiana. 2010. Akurasi Metode Uji
Cepat dalam
Menduga Mutu Fisiologis Benih
Damar. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.7 No.4, 181-189

You might also like