You are on page 1of 11

ANALISIS FILTRASI GINJAL

Oleh :
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Nuraini
: B1J012033
: VI
:1
: Tenda Arganata Dewantara

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ penting yang memiliki fungsi sangat vital dalam menjaga
kondisi tubuh. Ginjal memiliki berbagai fungsi seperti pengaturan keseimbangan air
dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi
elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi sisa metabolisme dan bahan
kimia asing, pengatur tekanan arteri, sekresi hormon, dan glukoneogenesis. (Guyton,
1994). Selain itu ginjal berfungsi untuk memekatkan toksikan pada filtrat, membawa
toksikan melalui tubulus, serta mengekskresikan xenobiotik dan metabolitnya (Lu,
1995).
Ginjal tersusun atas kulit ginjal (korteks), sum-sum ginjal (medula), dan rongga
ginjal (pelvis). Ginjal berbentuk seperti biji kacang merah. Panjangnya sekitar 10 cm,
beratnya kurang lebih 170 gram, dan terletak di dalam rongga perut (retroperitoneal).
Ginjal berjumlah 2 buah dan berwarna merah keunguan. Ginjal bagian kiri letaknya
lebih tinggi dari pada ginjal bagian kanan. Nefron terdapat di kulit ginjal dan berfungsi
sebagai alat penyaring darah. Korteks mengandung lebih kurang satu juta nefron.
Setiap nefron tersusun atas badan malphighi dan saluran panjang (tubulus) yang
berkelok-kelok. Badan malpighi tersusun atas glomerulus dan kapsul Bowman.
Glomerulus merupakan untaian pebuluh darah kapiler tempat darah disaring.
Glomerulus dikelilingi oleh kapsul Bowman (Poedjiadi, 2009).
Ginjal mampu menyaring 120 ml darah dalam satu menit pada kedua ginjal
sehingga dalam waktu 24 jam akan tersaring 172,8 liter darah setiap hari. Proses
penyaringan tersebut akan menghasilkan 1,5 liter urine sehingga cairan yang diserap
kembali mencapai 177,3 liter. Berat ginjal pada pria dewasa adalah 150-170 gram dan
wanita dewasa 115-155 gram (Syaifuddin, 2000).
Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil
metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) digunakan secara luas sebagai indeks fungsi ginjal yang dapat diukur
secara tidak langsung dengan perhitungan klirens ginjal. Klirens adalah volume plasma
yang mengandung semua zat yang larut melalui glomerulus serta dibersihkan dari
plasma dan diekskresikan ke dalam urin, karena itu nilai klirens mewakili fungsi
glomerulus (Sennang et al., 2005; Tam, 2000; & Widmann, 1995 dalam Fenty, 2010).

Menjalankan fungsi sebagai hormon dengan menghasilkan dua macam zat, yaitu
renin dan eritropoietin yang diduga memiliki fungsi endokrin. Pembentukkan urin
sebagai hasil kerja ginjal dalam membersihkan darah meliputi 3 proses, yaitu:
a. Filtrasi (tahap penyaringan) terjadi di sel-sel nefron antara glomerolus dansimpai
bowman pada proses ini dihasilkan Urin Primer.
b. Reabsorbsi (tahap penyerapan kembali), terjadi pada saluran pengumpulan dari
dan sampai Bowman terhadap zat-zat seperti glukosa dan bahan lain diserap
kembali ke aliran darah. Zat-zat yan tidak direabsorbsi seperti urea, garam dan
lain-lain bercampur dengan air menjadi urine. Reabsorbsi terjadi di Tubulus
Kontortus Proksimal dan dihasilkan Urin Sekunder.
c. Augmentasi (tahap pembuangan), terjadi di piramida pada medula ginjal, tepatnya
di Tubulus Kontortus Distal dan Tubulus Kolektivus, (Arisworo dan Yusa, 2008).

1.2 TUJUAN
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk menganalisis senyawa yang dapat melewati
filter sebagai gambaran fungsi filtrasi ginjal mamalia.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum analisis filtrasi ginjal ini adalah larutan
biuret, larutan benedicts, larutan KI, larutan protein 1%, larutan glukosa 1%, larutan
amilum 1%, serta aquades.
Alat yang digunakan berupa tabung reaksi, penangas air, rak ebung, corong gelas,
tabung erlenmeyer, mikropipet skala 100-1000 l, kertas filter wathman ukuran pori
8nm atau kertas GF/F.

2.2 Cara Kerja


1. 1 mL larutan uji (Protein, Glukosa, Amilum, dan Aquades), dimasukkan dalam empat
tabung reaksi yang telah disiapkan.
2. Setiap tabung reaksi diberi label sesuai dengan isi larutan uji.
3. 1 ml larutan Biuret ditambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan protein,
perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
4. 1 ml larutan benedicts ditambahkan kedaam tabung reaksi yang berisi glukosa. Lalu
tabung reaksi dimasukkan dalam penangas air mendidih (100oC) selama 5 menit, sambil
dikocok-kocok, kemudian perubahan yang terjadi diamati dan dicatat.
5. 2-5 tetes larutan KI ditambahkan dalam tabung reaksi yang berisi amilum, perubahan
yang terjadi diamati dan dicatat.
6. Langkah percobaan 2-4 dilakukan kembali pada tabung reaksi 4, perubahan yang terjadi
diamati dan dicatat.
7. Empat tabung reaksi dipersiapkan kembali, lalu diisi dengan larutan uji (protein, glukosa,
amilum, dan akuades) masing-masing sebanyak 2 mL.
8. Kertas kertas GF/F dipersiapkan dan ditempatkan di atas corong gelas dan tabung
erlenmeyer.
9. Keempat larutan uji lalu difilter pada empat tabung erlenmeyer menggunakan corong
yang telah dilengkapi dengan kertas filter.
10. Percobaan pada langkah 2-4 diulang kembali terhadap hasil proses filtrasi
menggunakan kertas saring.
11.Seluruh hasil pengamatan dicatat dan dimasukkan dalam tabel.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Data Percobaan Uji Filtrasi Menggunakan Kertas Saring GF/F
No

Larutan Uji

Intensitas Warna
(sebelum filtrasi)

Intensitas Warna
(setelah filtrasi)

Glukosa

+++

++

Protein

+++

++

Amilum

+++

++

Aquades

+++

+++

Keterangan :
-

: tidak ada perubahan

: intensitas warna lemah

++

: intensitas warna sedang

+++

: intensitas warna kuat

Foto Perubahan Warna Larutan

Sebelum Filtrasi

Setelah Filtrasi

3.2 Pembahasa
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didiperoleh hasil pengamatan
bahwa tabung reaksi yang berisi larutan uji (protein, glukosa, amilum, dan akuades)
sebelum dilakukan filtrasi menggunakan kertas filter GF/F, menghasilkan warna yang
lebih pekat dari pada tabung reaksi yang berisi larutan uji (protein, glukosa, amilum,
dan akuades) setelah dilakukan penyaringan. Larutan protein sebelum filtrasi
intensitas warnanya lebih kuat (biru keunguan) dibandingkan dengan filtrat protein
setelah filtrasi intensitas warnanya sedang (biru muda). Hal ini menunjukkan bahwa
larutan protein tidak dapat melewati filter ginjal, yang mana akan langsung
dikeluarkan melalui urin. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Despopoulus (1998), yang
menyatakan bahwa senyawa atau molekul besar, misalnya protein tidak dapat
melewati filter ginjal. Intensitas warna untuk glukosa sebelum filtrasi lebih kuat
(merah bata) dibandingkan setelah filtrasi intensitas warnanya sedang (orange). Hal ini
menunjukkan bahwa larutan glukosa tidak dapat melewati filter ginjal. Hasil ini tidak
sesuai dengan pernyataan Guyton and Hill (1996), yang menyatakan bahwa pada
umumnya molekul dengan radius 4 nm atau lebih tidak dapat tersaring, sebaliknya
molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan, bahan-bahan kecil yang dapat
terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, garam lain, dan urea akan melewati saringan dan menjadi bagian dari
endapan.
Fungsi utama ginjal adalah membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak
berguna bagi tubuh melalui mekanisme filtrasi, absorpsi, reabsorpsi, dan augmentasi.
Berikut penjelasan tentang mekanisme kerja ginjal :
1. enyaringan (Filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur
spesifik dibuat untuk menahan komponen selular dan medium molekular protein besar
ke dalam sistem vaskuler, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya
dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler. Pada mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent
dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomerulus. Tumpukan
glomerulus dibungkus di dalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman.
Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan
bagian yang mengumpulkan filtrat glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama
dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan, yaitu

endothelium kapiler, membran dasar, epitelium visceral. Endothelium kapiler terdiri


satu lapisan sel yang merupakan perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela
atau fenestrate (Guyton and Hall, 1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute
menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah di dalam kapiler dan
tekanan onkotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk
proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik di bowman space tidak ada karena molekul
protein yang medium atau besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi (filtration
barrier) bersifat selektif permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasma
tetap di dalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton and
Hall, 1996).
2. Penyerapan (Absorpsi)
Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap absorpsi bagian terbesar dari
filtered solute. Kecepatan dan kemampuan absorpsi dan sekresi dari tubulus renal
tidak sama. Umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mengabsorbsi
ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang
tersaring diabsorpsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus
proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang
memfasilitasi pergerakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur, yaitu jalur
transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler yaitu kandungan dibawa oleh sel dari
cairan tubulus melewati membran epikal plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial di
bagian darah dari sel, melewati basolateral membran plasma (Sherwood, 2001).
Jalur paraseluler, kandungan yang terabsorpsi melewati jalur paraseluler
bergerak dari cairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur
permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler
transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na,
K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump menekan tiga ion Na ke dalam cairan
interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang
dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya di sebelah luar difusi K melalui kanal K
membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negatif. Pergerakan Na melewati sel apikal
difasilitasi transporter spesifik yang berada di membran. Pergerakan Na melewati
transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na
(contransport) atau berlawanan pimpinan (counter transport). Substansi diangkut dari
tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport) termasuk
glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan anion organik. Pengambilan substansi aktif ini

menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membran


plasma basolateral dan ke darah melalui transport pasif atau difusi terfasilitasi.
Reabsorpsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga dipengaruhi gradient Na
(Sherwood, 2001).
3. Penyerapan Kembali ( Reabsorpsi )
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99%
filtrat glomerulus akan direabsorpsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan
terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi
yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa
sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari
tabung ginjal mereabsorpsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa.
Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorpsi beberapa kali (Sherwood, 2001). Setelah
terjadi reabsorpsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya
sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan
tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang
bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03

dalam urin primer dapat

mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.
Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa
osmosis. Reabsorpsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood,
2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di
tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air,
1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang
berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil
pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak
berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H2O, NHS, zat warna
empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Mekanisme kerja tersebut dengan percobaan yang dilakukan pada prinsipnya
sama yaitu melalui proses filtrasi dengan menggunakan kertas GF/F yang dalam hal ini
memiliki fungsi yang sama dengan glomerulus pada ginjal yaitu untuk proses filtrasi.
Langkah awal sistem filtrasi sederhana yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu
dengan menambahkan larutan Biuret ke dalam protein, Benedicts ke dalam glukosa
dan Biuret ke dalam akuades, lalu membandingkan perubahan warna yang terjadi
pada larutan sebelum filtrasi dengan setelah filtrasi. Larutan Benedicts digunakan

untuk menguji adanya kandungan glukosa dalam suatu filtrat. Adanya glukosa dalam
bahan ditandai dengan warna merah bata. Larutan Biuret dipakai untuk menguji
adanya kandungan protein dalam suatu filtrat yang ditandai dengan warna biru atau
ungu (Poedjiadi, 1994).
Ginjal semua vertebrata, misalnya mamalia dalam hal prinsip-prinsip fungsi
filtrasi-reabsorpsi dan sekresi tubular adalah sama. Ada keuntungan dan kerugian
mekanisme filtrasi. Ultrafiltrasi primer mengandung semua senyawa yang ada dalam
darah, kecuali zat-zat bermolekul besar, misalnya protein tidak dapat disaring oleh
ginjal. Banyak senyawa yang difiltrasi masih berguna bagi hewan misalnya asam amino,
glukosa, vitamin dan senyawa tersebut tidak boleh dibuang. Oleh karena itu zat-zat
tersebut harus direabsorpsi. Filtrasi-reabsorpsi ginjal dapat memproses cairan tubuh
dalam jumlah besar, dan sering lebih dari 99% volume yang difilter direabsorpsi dan
kurang dari 1% disekresikan sebagai urin. Ginjal semua vertebrata terdiri atas unit-unit
fungsional yang disebut nefron. Pada manusia setiap ginjal tersusun atas satu juta
nefron. Nefron merupakan unit fungsional ginjal, yaitu unit paling kecil di dalam ginjal
yang mampu melakukan fungsi ginjal, yaitu membentuk urin dan dengan fungsi
tersebut nefron juga memelihara kekonstanan komposisi cairan ekstraseluler tubuh
(Wulangi, 1990).
Ginjal merupakan alat utama ekskresi sehingga jika ginjal tersebut mengalami
ganguan tentu dan akan mempengaruhi sistem ekskresi. Ginjal mamalia menurut
Subahar (2007) terdiri dari korteks, medula, dan pelvis. Ginjal mempunyai nefron
sebagai unsur fungsional dan struktural terkecil. Ginjal memiliki berjuta-juta nefron, di
setiap nefron terdapat badan malpighi yang mengandung glomerulus dan ditutup oleh
kapsula bowman, serta setiap nefron memiliki saluran. Nefron dibagi menjadi 2 macam
yaitu unsur epitel (nefronkorteks) dan unsur pembuluh (nefron jukstamedula). Pada
bagian unsur epitel terdiri atas arterial glomerulus, arterial eferen, dan kapiler tubular.
Sedangkan pada bagian unsur epitel terdiri dari tubulus kontortus proksimal, lengkung
henle (lengkungan ke bawah atau ke atas), tubulus kontortus distal dan saluran
pengumpul atau tubulus kolektifus dan kapsula bowman. Medula ada yang seperti
piramida

dan

piala

yang

banyak

mengandung

pembuluh-pembuluh

untuk

mengumpulkan hasil eksresi. Pembuluh tersebut berhubungan dengan ureter


yangakan bermuara ke kantung kemih atau vesica urinaria. Setelah ditampung dalam
kantung kemih untuk sementara, maka urin akan dikeluarkan melalui saluran bernama
uretra. Faktor perkembangan anatomis ginjal pascalahir dan faktor sistem sirkulasi
kemungkinan besar ikut berperan dalam kejadian peningkatan laju filtrasi glomeruler.

Pada manusia perkembangan laju filtrasi glomeruler mempunyai kaitan yang erat
dengan perkembangan anatomi pada ginjal (Widiyono 2003).
Ginjal dapat mengalami kerusakan dalam menjalankan fungsinya memfiltrasi
plasma darah. Kerusakan filtrasi ginjal disebabkan oleh penyakit pada ginjal dengan
beragam gejala klinis. Gambaran dominan yang terlihat adalah tertinggalnya molekul
protein berukuran kecil pada proses filtrasi hingga urin. Penyakit ini menghasilkan
proteinuria yang disebut protein-losing-nepropathies. Sejumlah besar plasma protein,
partikel albumin, tidak difiltrasi oleh glomerulus dan terjadi kelebihan protein yang
harus direabsorbsi di tubulus contortus proksimal sehingga protein terdapat di urin.
Pada tubulus kontroktus proksimal terlihat butir-butir hyalin yang ada di dalam
sitoplasma. Secara mikroskopis lumen tubulus sering mengalami dilatasi dan diisi
dengan materi-materi protein (Carlton dan Mc Gavin, 1995).
Gagal ginjal diklasifikasi menjadi dua yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal progesif dan lambat, berlangsung beberapa
tahun. Gagal ginjal akut berkembang dalam beberapa hari atau beberapa minggu.
Gagal ginjal akut merupakan sindrom klinik akibat kerusakan metabolik atau patologik
pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta
terjadinya azotemia (Wahyono dkk, 2007).
Menurut Kanamaru (2011), perawatan untuk penyakit ginjal berhubungan
dengan resiko penyakit ginjal kronis setelah operasi. Diantara seluruh jenis operasi,
nefrektomi (pengangkatan ginjal) memiliki resiko yang paling tinggi untuk terjadinya
penyakit ginjal kronis, karena salah satu ginjal akan dibuang permanen. Oleh karena
itu, penting untuk memprediksi secara akurat efek jangka panjang fungsi ginjal pasca
operasi sebelum nefrektomi dilakukan.

DAFTAR REFERENSI

Arisworo, Djoko dan Yusa. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IX Sekolah Menengah
Pertama. Grafindo Media Pratama : Bandung.
Carlton WW and Mc Gavin MD. 1995. Special Veterinary Pathology. 2nded. United State of
America : Mosby.
Cuningham. 2002. Tinjauan Klinik Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorim. Penerjemah Siti
Boedina Kresno dkk. Edisi 9. cetakan III. EGC, Jakarta.
Despopoulus,A. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokratea, Jakarta.
Guyton, AC, and Hall JE. 1996. Textbook of Medical Physiology 11th ed. Philadelphia. Elsevier
In. p 307-47.
Kanamaru, H. 2011. Mercaptoacetyltriglycine-3 renogram is not superior toestimated
glomerular filtration rate measurement for theprediction of long-term renal function
after nephrectomy. International Journal of Urology(2011) 18, 570
Lu, FC. 1995. Toksikologi Dasar. Ed ke-2. Jakarta, UI Press.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Pres : Jakarta.
Sennang, N., Sulina, Badji, A., Hardjoeno. 2005. Laju Filtrasi Glomerulus pada Orang Dewasa
Berdasarkan Tes Klirens Kreatinin Menggunakan Persamaan Cockroft-Gault dan
Modification of Diet in Renal Disease. J.Med.Nus vol 24, No. 2. Hlm. 80-84.
Sherwood. 2001. Comparative Physiology of The Kidney. In: Smith HW, ed. The Kidney :
Structure and Function in Health and Disease. New York: Oxford Univ Pr; 2001:52074.
Wahyono J, Hakim AR, Nugroho AE. 2007. Profil Farmakokinetika Sulfasetamid pada Tikus
Gagal Ginjal Karena Diinduksi Uranil Nitrat. Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 117
123.
Widiyono, irkham. 2003. Perkembangan Filtrasi pada Ginjal Kambing Pra-ruminansia.
Buletin Peternakan vol 27 Fakultas Kedokteran Hewan UGM: Yogyakarta.
Wulangi, Kartolo. 1990. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. ITB : Bandung.

You might also like