You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan adalah perdarahan. Perdarahan

dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan
kejadian abortus, misscarriiage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur
kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum.
Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan
pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan pada
kehamilan, kita harus selalu berpikir tentang akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan
kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri.
Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang ditandai dengan perdarahan pada
kehamilan muda.

B.

Rumusan Masalah
- Bagaimana komplikasi pada kehamilan muda mengenai abortus?
- Bagaimana komplikasi pada kehamilan muda mengenai kehamilan ektopik?
- Bagaimana komplikasi pada kehamilan muda mengenai mola hidatidosa?

C.

Tujuan
- Untuk mengetahui komplikasi pada kehamilan muda mengenai abortus.
- Untuk mengetahui komplikasi pada kehamilan muda mengenai kehamilan
ektopik.
- Untuk mengetahui komplikasi pada kehamilan muda mengenai mola hidatidosa.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

PERDARAHAN PERVAGINAM PADA KEHAMILAN MUDA


Perdarahan pervaginam dalam kehamilan jarang yang normal/fisiologis. Pada masa

awal sekali kehamilan, ibu mungkin akan mengalami perdarahan sedikit/spotting disekitar
waktu pertama terlambat haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi dan itu
normal terjadi. Pada waktu yang lain dalam kehamilan, perdarahan ringan mungkin
pertanda dari serviks yang rapuh (erosi). Perdarahan semacam ini mungkin normal atau
mungkin suatu tanda infeksi yang tidak membahayakan nyawa ibu hamil dan janinnya.
Perdarahan pada Awal Masa Kehamilan
Yaitu Perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 22 minggu. Perdarahan
pervaginam dikatakan tidak normal bila ada tanda-tanda :
1. Keluar darah merah.
2. Perdarahan yang banyak.
3. Perdarahan dengan nyeri.
Perdarahan semacam ini perlu dicurigai terjadinya abortus, kehamilan ektopik, atau
kehamilan mola.

B.

ABORTUS

1. Pengertian
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan aialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan
abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus.
Abortus provokatus ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu abortus provokatus medisinalis
dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medinalis bila didasarkan pada pertimbangan
dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini pertimbangan minimal dilakukan oleh 3 dokter
spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan
spesialis Jiwa. Bila perlu dapat ditambah pertimbangan tokoh agama terkait. Setelah
dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak mengalami
trauma psikis di kemudian hari.
2

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang
tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spotan dan tidak jelas
umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan tanda atau gejala, sehingga biasanya ibu
tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20%
merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang
mencoba hamil akan mengalami 2 keguguran yang beruntun, dan sekitar 1% dari pasangan
mengalami 3 atau lebih keguguran yang beruntun.

2. Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai
berikut.
a. Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik.
- Mendelian.
- Multifaktor.
- Robertsonian.
- Resiprokal.

b. Kelainan kongenital uterus


- Anomali duktus Mulleri.
- Septum uterus.
- Uterus bikornis.
- Inkompetensi serviks uterus.
- Mioma uteri.
- Sindroma Asherman.

c. Autoimun
- Aloimun.
- Mediasi imunitas humoral.
- Mediasi imunitas seluler.

d. Defek fase luteal


- Faktor endokrin eksternal.
3

- Antibodi antitiroid hormon.


- Sintesis LH yang tinggi.

e. Infeksi
f. Hematologik
g. Lingkungan

Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberikan gambaran tentang


penyebabnya. Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks
yang sering terjadi setelah trimester pertama.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan adalah sebagai
berikut.
1. Kelainan Kromosom
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi, poliploidi,
dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.

2. Lingkungan Kurang Sempurna


Bila lingkungan di endometrium di sekita tempat implantasi kurang sempurna,
sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

3. Pengaruh dari Luar


Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat berpengaruh, baik hasil
konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya
dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol,
kafein, dan lainnya.

4. Kelainan pada Plasenta


Endarteritis dapat terjadi dalam villi korialis dan menyebabkan oksigenisasi
plasenta terganggu, sehingga menyebabkann gangguan pertumbuhan dan kematian
janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda, misalnya karena hipertensi
menahun.

5. Penyakit Ibu
a. Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus, yaitu pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat
masuk ke janin melalui plasenta, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian
terjadi abortus.
b. Kelainan endokrin, misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama. Selain itu uga hipertiroidsm dapat meningkatkan
terjadinya bortus, dimana autoantibodi tiroid meningkatkan insidensi abortus
walaupun tidak terjadi hipertiroidsm yang nyata.

6. Kelainan Traktus Genetalia


Retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravis inkarserata atau
mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester
kedua adalah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada
serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang
tidak dijahit.

3. Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan pada desidua basalis, kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian
atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkaan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum
menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada
kehamilan 8 sampai 14 minggu, villi korialis menembus desidua lebih dalam, sehingga
umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna, yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas, umumnya yang dikeluarkan setelah
ketubab pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Perdarahan jumlahnya tidak banyak
jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Hasil konsepsi pada baorut dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama (missed abortion). Apabila
5

janin yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka akan terjadi mola karneosa. Mola
karneosa merupakan satu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah, kapsul memiliki
ketebalan bervariasi, dengan villi korialis yang telah berdegenarasi tersebar diantaranya.
Rongga kecil di dalam yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat bekuan
darah lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa. Dalam hal ini amnion tampat
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan, dapat teradi proses
murnifikasi. Murnifikasi merupaka proses pengeringan janin karena cairan amnion
berkurang akibat diserap, kemudian fetus menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam
tingkat lebih lanjut, janin dapat menjadi tipis seperti kerta perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin yang mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah terjadinya
maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang
mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan.
Organ-organ dalam mengalami degenarasi dan nekrosis.

4. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tindakan, abortus dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Abortus Spontan
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Kata lain yang digunakan adalah
(miscarriage).
b. Abortus Provokatus
Abortus Provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu
tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Abortus Provokatus Terapeutik / Artificialis
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu
hidup (viable). Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya penyakit jantung
persisten dengan riwayat dekompensasi kordia dan penyakit vaskuler hipertensi tahap
lanjut. Yang lain adalah karsinoma serviks invasif. American Collage Obstetricians and
Ginecologists (1987) menetapkan petunjuk untuk abortus terapautik.
- Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu
kesehatan secara serius. Dalam menentukan apakah memang terdapat resiko
kesehatan perlu dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.
6

- Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam hal ini, pada evaluasi
wanita yang bersangkutan perlu diterapkan kriteria medis yang sama.
- Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi
dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.

2. Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan sebelum janin mampu
hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit
janin atau gangguan kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini
termasuk kategori ini.

Secara klinis abortus dapat diklasifikasikan menjadi :


a. Abortus Imminens
Merupakan peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa dilatasi serviks. Pada
kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin lanjut atau dipertahankan.

b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens merupakan peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang menigkat, tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan
akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.

c. Abortus Inkomplit
Abortus Inkomplit merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d. Abortus Komplit
Abortus Komplit adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu.
e. Abortus Tertunda
Abortus Tertunda merupakan kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin
yang mati tersebut tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologinya belum
7

diketahui secara pasti, tetapi diduga adanya pengaruh hormon progesteron. Pemakaian
hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed
abortion.

f. Abortus Habitualis
Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan.
Selain itu telah ditemukan sebab immunologik, yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen
lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak
ada akan mengalami abortus.

g. Abortus Infeksiosa, Abortus Septik


Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai dengan infeksi pada genetalia,
sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebabran kuman
atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.

h. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis, keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri
eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis
servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.

5. Diagnoosis
Abortus harus diduga bila seorang dalam masa reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan tersebut diperkuat
dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes
kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik (Pregnosticon, Gravindex).
Diagnosis Perdarahan pada Kehamilan Muda
PERDARAHAN SER VIKS

Bercak
hingga
sedang (a)

UTERUS

GEJALA/TANDA

DIAGNOSIS

Sesuai dengan
usia gestasi

Kram perut bawah


Uterus lunak

Abortus
imminens

Sedikit
membesar dari

Limbung/pingsan
Nyeri perut bawah

Kehamilan
ektopik

Tertutup

normal

Tertutup/
terbuka

Nyeri goyang portio


Massa Adneksa
Cairan bebas intra
abdomen

Lebih kecil dari


usia gestasi

Sesuai usia
kehamilan

Terbuka
Sedang
hingga
banyak (b)

Terbuka

Lunak dan lebih


besar dari usia
kehamilan

terganggu

Sedikit/tanpa nyeri
perut bawah
Riwayat ekspulsi hasil
konsepsi

Abortus
komplit

Kram/ nyeri perut


bawah
Belum terjadi Ekspulsi
hasil konsepsi

Abortus
insipiens

Kram/nyeri perut
bawah
Ekspulsi sebagian hasil
konsepsi

Abortus
Inkomplit

Mual/muntah
Kram perut bawah
Sindroma mirip
Abortus Mola
preeklampsia
Tak ada janin, keluar
jaringan seperti anggur

6. Penanganan
a. PENILAIAN AWAL

Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :


- Keadaan umum pasien.
- Tanda-tanda syok, seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90
mmHg, nadi > 112 x/menit.
- Bila syok disertai dengan masa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan
bebas dalam kavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang
terganggu.
- Tanda-tanda infeksi atau sepsis, seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam,
nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang prtio, dehidrasi, gelisah, atau
pingsan.
9

- Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi).

b. PENANGANAN SPESIFIK
1. Abortus Imminens
- Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring total.
- Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas secara berlebihan / melakukan hubungan
seksual.
- Bila perdarahan :
a. Berhenti : Lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi
perdarahan lagi.
b. Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan / USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
c. pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya dilakukan
melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologis.

2. Abortus Insipiens
- Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi
dilakukan dengan peralatan aspirasi vakum manual (avm) setelah bagian-bagian
janin dikeluarkan. Bila usia gestasi 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan
prosedur dilatasi dan kuretase (D&K).
- Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilakukan / usia gestasi lebih besar dari 16
minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
a. Infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang
dapat dinaikan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus
hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
b. Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
c. Misoprostol 400 mg per oral dan apabila masih diperlukan dapat diulangi dengan
dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
- Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau
dilatasi dan kuretase.

10

3. Abortus Inkomplit
- Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi
(perdarahan hebat, syok, infeksi atau sepsis).
- Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai dengan perdarahan
hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu
evaluasi perdarahan :
a. Bila perdarahan berhenti : beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg
peroral.
b. Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau
D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan
bagian-bagian janin).
- Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis (ampisilin 500 mg oral
atau doksisiklin 100 mg).
- Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
- Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi di bawah 16 minggu, segera lakukan
evakuasi dengan AVM.
- Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu
(anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).
4. Abortus Komplit
- Apabila kondisi pasien baik, cukup diberikan tablet ergometrin 3x1 tablet/ hari untuk
3 hari.
- Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi. Untuk
anemia berat, lakukan transfusi darah.
- Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tidak perlu diberi antibiotik, atau apabila
khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik profilaksis.
5. Abortus Infeksiosa
- Kasus ini beresiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat
tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien ke Rumah Sakit.
- Sebelum merujuk pasien, lakukan restorasi cairan yang hilang dengan NS atau RL
melalui infus dan berikan antibiotika (misalnya ampisilin 1 gr dan metronidazol 500
mg).
11

- Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT.
- Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan antibiotik berspektrum
luas dan stabilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan
uterus dengan segera (lakukan secara hati-hati karena tingginya kejadian perforasi
pada kondisi ini).
Kombinasi Antibiotika Untuk Abortus Infeksiosa
KOMBINASI

DOSIS ORAL

CATATAN

Ampisilin

3 x 1 gr oral

Berspektrum luas dan mencakup untuk

Metronidazol

3 x 500 mg

gonorrhea dan bakteri anaerob.

Tetrasiklin

4 x 500 mg

Baik

Klindamisin

2 x 300 mg

bakteroides fragilis.

ANTIBIOTIKA

untuk

klamidia,

gonorrhea,

Trimethoprim

160 mg

Spektrum cukup luas dan harganya relatif

Sulfamethoksazol

800 mg

murah.

Antibiotik Parenteral untuk Abortus Septik


ANTIBIOTIK

CARA
PEMBERIAN

Sulbenisilin
Gentamisin

3 x 1 gr
IV

Metronidazol
Seftriaksone

2 x 80 mg
2 x 1 gr

IV

Amoksisiklin +
klavulanik acid

DOSIS

1 x 1 gr
3 x 500 mg

IV

Klindamisin

3 x 600 mg

6. Abortus Tertunda (Missed Abortion)


Missed Abortion seharusnya ditangani di Rumah Sakit atas pertimbangan :
- Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evalkuasi
(kuratase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.
- Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup, sehingga perlu tindakan
dilatasi dengan batang laminaris selama 12 jam.
12

- Tingginya

kejadian

komplikasi

hipofibrinogenemia

yang berlanjut

dengan

gamngguan pembekuan darah.

7. Abortus Habitualis
- Penyebab abortus habitualis sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu,
penanganannya terdiri dari memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang
sempurna, menganjurkan untuk istirahat yang cukup, larangan koitus dan olahraga.
- Terapi dengan hormon progesteron, hormon tiroid, vitamin, dan lainnya mungkin
hanya mempunyai pengaruh psikologis karena penderita mendapat kesan penderita
diobati.

8. Abortus Servikalis
Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan
hasil konsepsi dari kanalis servikalis.

7. Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongann uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi, atau perlu histerektomi.

c. Infeksi

d. Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik).

13

C. KEHAMILAN EKTOPIK
1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Sebagian besar kehamilan
ektopik terjadi di tuba fallopi, namun kadang-kadang ovum yang sudah dibuahi dapat
mengdakan implantasi pada permukaan ovarium, serviks uteri atau yang sangat jarang
adalah pada omentum. Di negara berkembang, angka kejadian kehamilan ektopik terkesan
meningkat sekitar 1 : 80-150 kehamilan.

2. Tanda dan Gejala Kehamilan Ektopik


Tanda dan gejalanya sangat bervariasi, bergantung pada pecah atau tidaknya
kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan
ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan ultrasonografi.
Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai penanganan.
KEHAMILAN EKTOPIK

KEHAMILAN EKTOPIK
Gejala

kehamilan

perdarahan

yang

awal

(flek

iregular,

TERGANGGU
atau Kolaps dan kelelahan.
mual, Denyut nadi cepat dan lemah (110

pembesaran payudara, perubahan warna

x/menit atau lebih).

pada vagina dan serviks, perlunakan Hipotensi.


serviks, pembesaran uterus,
buang air besar yang meningkat).

frekuensi Hipovolemia.
Abdomen akut dan nyeri pelvis.
Distensi abdomen.

Nyeri pada abdomen dan pelvis.

Nyeri lepas.
Pucat.

3. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik ada yang diketahui dan ada pula yang tidak
diketahui. Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik.
Namun perlu diingat bahwa kehamilan ektopik dapat terjadi pada wanita tanpa faktor
resiko. Faktor resiko kehamilan ektopik adalah :

14

a. Faktor Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya


Merupakan resiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar
15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah
kehamilan ektopik kedua.

b. Faktor Penggunaan Kontrasepsi Spiral dan Pil Progesteron


Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi
sipral (3,4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan
ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran
tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

c. Faktor Kerusakan dari Saluran Tuba


Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut, sehingga
menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba. Beberapa faktor resiko
yang dapat menyebabkan ganggua saluran tuba diantaranya adalah.
- Merokok.
- Penyakit radang panggul.
- Endometriosis.
- Tindakan medis, seperti operasi saluran tuba.
- Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing.
- Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk.
- Gangguan fungsi rambut getar tuba.
- Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
- Struktur tuba.
- Divertikel tuba dan kelainan kongenital lainnya.
- Perlekatan peritubal dan lekukan tuba.
- Tumor lain menekan tuba.
- Lumen kembar dan sempit.

d. Faktor Uterus
- Tumor rahim yang menekan tuba.
- Uterus hipoplastis (uterus yang tidak berfungsi dengan baik).

15

e. Faktor Ovum
- Migrasi eksterna dari ovum.
- Perlekatan membrana granulosa.
- Rapid Cell Devision.
- Migrasi internal ovum.

4. Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah
dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat, kebutuhan embrio
dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba
itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :
a. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan
ampulla. Darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak
begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
b. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum sebagai akibat dari
distensi berlebihan tuba.
c. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
d. Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus
dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
5. Diagnosis
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara yang dilakukan
untuk menegakkan diagnosa antara lain dengan memperhatikan :
1. Anamnesis dan Gejala Klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri
tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

2. Pemeriksaan Fisis
- Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.

16

- Adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi
meningkat. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang
peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal
(nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas). Bila perdarahan berlangsung lamban, dapat
dijumpai tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di
sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba
menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di samping itu, dapat
ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.

3. Pemeriksaan Ginekologis
Pemeriksaan dalam : seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.

4. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+)
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
- USG
1. Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
2. Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri.
3. Adanya massa komplek di rongga panggul.

- Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum


Douglas ada darah.

- Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.


- Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar
uterus
6. Klasifikasi
a. Kehamilan Tuba
Proses implantasi ovum yang ibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
degan hanya di kavum uteri. Karena tuba bukan tempat yang normal bagi kehamilan,
maka sebagian besar kehamilan akan terganggu pada umur 6-10 minggu. Mengenai
nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan :
17

- Mati kemudian diresorbsi.


- Terjadi abortus tuba (65%), perdarahannya bisa sedikit atau banyak.
- Hasil konsepsi atau perdarahan bisa keluar kearah kavum uteri dan dikeluarkan
pervaginam, atau dari kavum abdominal, sehingga bertumpuk di belakang rahim,
disebut hematoma retrourina atau masa pelvis.
- Terjadi ruptur tuba (35%)
Bila robekan kecil, maka hasil konsepsi tetap tinggal dalam tuba, sedangkan dari
robekan terjadi perdarahan yang banyak. Bila robekan besar, hasil konsepsi keluar dan
masuk dalam rongga perut. Nasib konsepsinya adalah :
- Mati dan bersama darah berkumpul di retrourina.
- Bila janin agak besar dan mati akan menjadi litopedion dalam rongga perut.
- Janin keluar dari tuba diselubungi kantong amnion dan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbu terus dalam rongga perut dan terjadi kehamilan abdominal
sekunder. Selanjutnya janin dapat tumbuh besar bahkan sampai aterm.

b. Kehamilan Intramuralis (Intertisial)


Karena dinding agak tebal, dapat menahan kehamilan sampai 4 bulan atau lebih,
kadang kala sampai aterm. Kalau pecah dapat menyebabkan banyak perdarahan dan
keluarnya janin dalam rongga perut.

c. Kehamilan Isthmus
Dinding tuba di sini lebih tipis. Biasanya pada kehamilan 2-3 bulan sudah pecah.
Kehamilan ampula dan fimbria. Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2
bulan dan nasib hasil konsepsi sama dengan intertisial.
Perubahan pada Uterus
Hormon-hormon kehamilan akan memberikan reaksi pada uterus, seperti pada
kehamilan biasa dan tetap ditemui uterus yang bertambah besar dari biasa, melunak,
suplai darah yang bertambah, dan terbentuknya desidua. Bila hasil konsepsi dalam tuba
mati, maka desidua mengalami degenerasi, terkelupas, berdarah kemudian keluar
pervaginam disebut desidua cast. Bila tidak ada gejala, sering diduga keguguran
sehingga dilakukan kuretase.

18

d. Combined Ectopic Pregnancy


Sangat jarang dijumpai kehamilan ektopik bersama dengan kehamilan
intrauterine. Frekuensinya antara 1:10.000 sampai 1:30.000 persalinan. Pada umumnya,
diagnosis dibuat setelah operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada laparatomi,
ditemukan selain kehamilan ektopik, juga kehamilan intrauterine dan didapat 2 korpus
luteum.

e. Kehamilan Ovarial
Perdarahan terjadi bukan hanya karena pecahnya kehamilan ovarium, tetapi juga
oleh ruptur kista korpus luteum, torsi, dan endometriosis. Gejala-gejalanya sama dengan
kehamilan tuba. Stux membagi kehamilan ini menjadi :
- Intra Folikular (nidasi pada folikel)
- Superfisial (implantasi pada permukaan ovarium)
- Intertisial (pada pars interstitialis ovarium)
Diagnosisnya ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari Spiegelberg, yaitu :
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal.
2. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium.
3. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium.
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.

f. Kehamilan Abdominal
Menurut cara terjadinya, dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Primer. Implantasi terjadi setelah dibuahi, langsung pada peritonium atau kavum
abdominal.
b. Sekunder. Bila embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya karena
baortus tuba atau ruptur tuba, tumbuh lagi dalam rongga abdomen.

Kehamilan abdominal dapat mencapai aterm dan anak hidup, hanya sering
menjadi cacat tubuh. Biasanya fetus sudah meninggal sebelum cukup bulan, kemudian
mengalami degenerasi dan maseasi, infiltrasi lemak, menjadi lithopedion atau menjadi
fetus papyraceus.

19

g. Kehamilan Servikal
Gejalanya adalah terdapat tanda-tanda hamil muda yang jarang berlanjut, biasanya
hanya sampai 3-4 bulan kehamilan sudah terganggu dan terjadi perdarahan pervaginam
yang kadang bisa hebat,
h. Kehamilan Heterotopik
Merupakan kehamilan kembar yag berlainan tempat, misalnya IUP dan kehamilan
ektopik, tuba kanan dan kiri, IUP dan kehamilan abdomina.
Etiologi
Bisa terjadi dari pembuahan, dua ova, yaitu bulan ini dari ovarium kanan dan bulan
depan dari ovarium kiri. Dari 1 ovarium keluar 2 ova, yaitu bisa dari 2 follikel de Graff
atau dari 1 follikel de Graff. Dalam satu kali ovulasi serentak keluar dua ovum dari satu
ovarium kanan dan satu dari ovarium kiri.
Prognosis
Bila diagnosa cepat ditegakkan umumnya baik, disertai dengan persediaan darah dan
fasilitas operasi serta narkose. Mortalitas sekarang kurang dari 1%.

A.

MOLA HIDATIDOSA

1. Pengertian
Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang
tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidrofik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah
dikenal, yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema stroma vili,
tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidrofik dan proliferasi sel-sel trofoblas.

2. Gejala-Gejala dan Tanda


Pada permulaan, gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan
biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain-lain. Hanya saja derajat keluhannya sering lebih
hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
20

besar, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini, perkembangan jaringan
trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying
mode.
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
menyebabkan mereka datang kerumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara
bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa
intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau
kematian. Karena perdarahan ini, umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan
anemia.
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklampsia (eklampsia). Hanya perbedaannya ialah bahwa preeklampsia pada mola
terjadinya lebih muda dari pada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak
dipermasalahkan ialah tirotoksikosis. Maka, Martadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus
mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti kita selalu mencari
tanda-tanda preeklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid.
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa
memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas
ini sedemikian banyak, sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa
menyebabkan kematian.
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista letein, baik unilateral maupun bilateral.
Umumnya kista ini menghilang setelah jaringtan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasuskasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan
klinis, insidensi kista lutein lebih kurang 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya
meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih
besar untuk mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa
kista.

3. Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan amenorea,
perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak
ditemukan tanda kehamilan pasti, seperti balotemen dan detik jantung anak. Untuk
21

memperkuat

diagnosis,

dapat

dilakukan

pemeriksaan

kadar

Human

Chorionic

Gonadotropin (HCG) dalam darah atau urin, baik secara bioassay, immunoassay, maupun
radioimmunoassay. Peninggi HCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum
jelas, dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola menunjukkan gambaran yang
khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti srang lebah
(honey comb).
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola.
Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar, biasanya sudah terlambat
karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan
umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.
Pada kehamilan trimester I, gambaran mola hidatidosa tidak spesifik, sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa
umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian
anekoik vesicular berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan
seperti gambaran sarang lebah (honey comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20-50%
kasus dijumpai adanya massa kistik multilokuler didaerah adneksa. Massa tersebut berasal
dari kista teka-lutein.
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi janin
yang ukurannya relative kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis. Umumnya
janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan
aterm. Pada pemeriksaan histopatologik, tampak di beberapa tempat lain masih tampak vili
yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan
selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas.
4. Pengelola Mola Hidatidosa
Pengelola mola hidatidosa dapat terdiri 4 tahap berikut ini.
a. Perbaikan Keadaan Umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok
atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau
tirotoksikosis.
b. Pengeluaran Jaringan Mola
Ada 2 cara yaitu :
22

1. Vakum Kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki, dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan.
Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula uterotonika. Vakum kuretase
dilanjutkan dengan kuretase dengan menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul.
Tindakan kuret cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya
dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disiapkan darah untuk
menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak.

2. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan
paritas tinggi merupakan factor predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan
yang dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada
sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak
adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasive/koriokarsinoma.

c. Pemeriksaan Tindak Lanjut


Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa. Tes HCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama
pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode
ini, pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma
atau pantang berkala.

5. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung
atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi. Akan
tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%.
Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringanya dikeluarkan, tetapi
ada sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenersi keganasan menjadi
koriokarsinoma. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat
berbeda-beda, berkisar antara 5,5%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara
khusus pada divisi Onkologi Ginekologi.

23

BAB III
PENUTUP

A.

Simpulan
Perdarahan pada awal masa kehamilan merupakan perdarahan yang terjadi pada

masa kehamilan kurang dari 22 minggu. Perdarahan pervaginam dikatakan tidak normal
bila ada tanda-tanda keluar darah merah, perdarahan yang banyak, perdarahan dengan
nyeri. Perdarahan perlu dicurigai terjadinya abortus, kehamilan ektopik, atau
kehamilan mola.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Sebagian besar kehamilan
ektopik terjadi di tuba fallopi, namun kadang-kadang ovum yang sudah dibuahi dapat
mengdakan implantasi pada permukaan ovarium, serviks uteri atau yang sangat jarang
adalah pada omentum.
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidrofik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal, yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari
beberapa milimeter sampai 1 atau 2 cm.

B.

Saran
Seorang bidan sebaiknya memberikan pengetahuan secara dini kepada ibu hamil

untuk mencegah terjadinya komplikasi pada kehamilan di usia muda. Seorang ibu hamil
yang mengalami tanda dan gejala yang tidak wajar atau memiliki keluhan tentang
kehamilannya secepat mungkin datang ke bidan untuk mengetahui kondisi kehamilannya.
Saat terjadi komplikasi, sebisa mungkin ditangani untuk tetap mempertahankan
kehamilannya.

24

LAMPIRAN
A. ABORTUS

B. KEHAMILAN EKTOPIK

25

C. MOLA HIDATIDOSA

26

DAFTAR PUSTAKA
Ayu, Ida Chandranita . 2009 . Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita . Jakarta : EGC
Jannah, Nurul . 2012 . Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kehamilan . Yogyakarta : CV Andi
Offset
JNPK-KR . 2010 . Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal .
Jakarta : PT Bina Pustaka
Khumaira, Marsha . 2012 . Ilmu Kebidanan . Yogyakarta : Citra Pustaka Yogyakarta
Prawirohadjo, Sarwono . 2011 . Ilmu Kandungan . Jakarta : PT Bina Pustaka
Prawirohadjo, Sarwono . 2009 . Ilmu Kebidanan . Jakarta : PT Bina Pustaka

27

You might also like