You are on page 1of 76

DAFTAR

NAMA KELOMPOK

No.
1.
2.
3.

Nama
M.Fatchul Choiri
Puri Bayu Pratama
Rischa Diah Rahmawati

NIM
1011058
1011047
1011009

KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehigga penulis dapat menyelesaikan
Guide Book sebagai tugas mata kuliah Sistem Reproduksi 2.
Penulis dalam menyusun tugas ini tidak terlepas atas bantuan dan
dorongan berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT
memberikan pahala atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Dikarenakan masih banyak kekurangan dalam menyusun buku ini,
penulis mengharap kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap
semoga buku petunjuk ini bermanfaat guna kemajuan dan perkembangan
dunia pendidikan.

Blitar, 13 Juni 2013


Penulis

Daftar Isi
Lembar Nama Kelompok ...............................................................
Kata pengantar .................................................................................
Daftar isi ..........................................................................................

1
2
3

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Anatomi dan fisiologi kehamilan ..............................................
1.1.1. Adaptasi terhadap kehamilan........................................
a. Perubahan sistem reproduksi ........................................
b. Perubahan sistem kardiovaskuler .................................
c. Perubahan sistem urinary..............................................
d. Perubahan sistem respirasi............................................
e. Perubahan sistem integument .......................................
f. Perubahan sistem musculoskeletal ...............................
g. Perubahan sistem gastrointestinal .................................
h. Perubahan sistem endokrin ...........................................
i. Perubahan sistem imunologi .........................................
j. Perubahan sistem neurologi ..........................................
1.1.2. Tanda kehamilan...........................................................
1.1.3. Tes kehamilan ...............................................................

5
5
5
9
12
12
13
14
14
15
16
16
17
20

BAB II KONSEP MEDIS GANGGUAN POST PARTUM


2.1. Konsep medis ...........................................................................
2.1.1. Pengertian infeksi post partum .......................................
2.1.2. Periode post partum ........................................................
2.1.3. Etiologi ...........................................................................
2.1.4. Faktor predisposisi .........................................................
2.1.5. Patofisiologi....................................................................
2.1.6. Pathway infeksi post partum ..........................................
2.1.7. Manifestasi Klinis...........................................................
2.2. Jenis jenis infeksi post partum ...............................................
2.2.1. Infeksi payudara .............................................................
2.2.2. Infeksi parineal ...............................................................
2.2.3. Infeksi uterus ..................................................................
2.2.4. Peritonitis........................................................................
2.2.5. Tromboflebitis ................................................................
2.3. Pengobatan infeksi kala post partum ........................................

22
22
23
24
25
27
28
28
29
29
35
38
42
43
48

2.4. Pengobatan kemoterapi dan antibiotik kala post partum .......... 48


2.5. Komplikasi ................................................................................ 49
2.6. Penatalaksanaan ........................................................................ 49
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Konsep dasar asuhan keperawatan pada post partum ...............
3.1.1. Pengkajian ......................................................................
3.1.2. Diagnosa keperawatan ....................................................
3.1.3. Intervensi keperawatan ...................................................
3.1.4. Implementasi ..................................................................
3.1.5. Evaluasi ..........................................................................
3.1.6. Dokumentasi ...................................................................

53
53
62
63
72
72
72

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ............................................................................... 73
4.2. Saran ......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA

Bab l
Pendahuluan
1.1.Anatomi dan fisiologi kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana pada diri seorang
wanita terdapat janin yang sedang berkembang. Graviditas adalah
jumlah kehamilan, sedangkan paritas adalah jumalah kehamilan
yang menghasilkan janin hidup, berbeda dengan graviditas yang
menyatakan jumlah kehamilan secara keseluruhan. Biasanya dipakai
kode 5 digit untuk menulis riwayat kehamilan seorang wanita
(GTPAL) :
G : Graviditas yakni jumlah kehamilan
T : kehamilan term atau jumlah kehamilan yang cukup bulan
P : kehamilan praterm atau prematur
A : aborsi yakni termasuk jumlah aborsi spontan maupun elektif
L : living yaitu jumlah anak yang hidup saat ini.
( Bobak, Lowdermilk, Jensen dalam buku ajar keperawatan
maternitas edisi 4, 2005 )
1.1.1. Adaptasi terhadap kehamilan
a. Perubahan pada sistem reproduksi
Uterus
Uterus berkembang sampai xifisternum. Pengurangan
tinggi fundus terjadi pada beberapa bulan terakhir kehamilan,
pada saat fetus turun ke bawah ke bagian bawah uterus. Hal ini
bertujuan untuk membuat jaringan pelvic menjadi lebih lunak
5

dengan tonus uterus yang baik, dengan formasi yang baru dari
segmen bawah rahim ( Miler dan Harnetty, 1997 ).
Pada akhir kehamilan (40 minggu) berat uterus menjadi 1000
gram (berat uterus normal 30 gram) dengan panjang 20 cm dan
dinding 2,5 cm. Pada bulan-bulan pertama kehamilan, bentuk
uterus seperti buah alpukat agak gepeng.

gambar : uterus saat hamil


Pada kehamilan 16 minggu, uterus berbentuk bulat. Selanjutnya
pada akhir kehamilan kembali seperti bentuk semula, lonjong
seperti telur. Hubungan antara besarnya uterus dengan tuanya
kehamilan

sangat

penting

diketahui

antara

lain

untuk

membentuk diagnosis, apakah wanita tersebut hamil fisiologik,


hamil ganda atau menderita penyakit seperti mola hidatidosa dan
sebagainya.Pada kehamilan 28 minggu, fundus uteri terletak
kira-kira 3 jari diatas pusat atau 1/3 jarak antara pusat ke
prosssus xipoideus. Pada kehamilan 32 minggu, fundus uteri
6

terletak antara jarak pusat dan prossesus xipoideus. Pada


kehamilan 36 minggu, fundus uteri terletak kira-kira 1 jari
dibawah prossesus xipoideus. Bila pertumbuhanjanin normal,
maka tinggi fundus uteri pada kehamilan 28 minggu adalah 25
cm, pada 32 minggu adalah 27 cm dan pada 36 minggu adalah
30 cm. Pada kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali
dan terletak kira-kira 3 jari dibawah prossesus xipoideus. Hal ini
disebabkan oleh kepala janin yang pada primigravida turun dan
masuk kedalam rongga panggul.Pada trimester III, istmus uteri
lebih nyata menjadi corpus uteri dan berkembang menjadi
segmen bawah uterus atau segmen bawah rahim (SBR). Pada
kehamilan

tua,

kontraksi

otot-otot

bagian

atas

uterus

menyebabkan SBR menjadi lebih lebar dan tipis (tampak batas


yang nyata antara bagian atas yang lebih tebal dan segmen
bawah yang lebih tipis). Batas ini dikenal sebagai lingkaran
retraksi fisiologik. Dinding uterus diatas lingkaran ini jauh lebih
tebal daripada SBR.
Serviks Uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan
karena hormon estrogen. Akibat kadar estrogen yang meningkat
dan dengan adanya hipervaskularisasi, maka konsistensi serviks
menjadi lunak. Serviks uteri lebih banyak mengandung jaringan
ikat yang terdiri atas kolagen. Karena servik terdiri atas jaringan
ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot, maka serviks
7

tidak mempunyai fungsi sebagai spinkter, sehingga pada saat


partus serviks akan membuka saja mengikuti tarikan-tarikan
corpus uteri keatas dan tekanan bagian bawah janin kebawah.
Sesudah partus, serviks akan tampak berlipat-lipat dan tidak
menutup seperti spinkter. Perubahan-perubahan pada serviks
perlu diketahui sedini mungkin pada kehamilan, akan tetapi
yang memeriksa hendaknya berhati-hati dan tidak dibenarkan
melakukannya dengan kasar, sehingga dapat mengganggu
kehamilan.Kelenjar-kelenjar di serviks akan berfungsi lebih dan
akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-kadang wanita
yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan pervaginam
lebih banyak. Pada keadaan ini sampai batas tertentu masih
merupakan keadaan fisiologik, karena peningakatan hormon
progesteron. Selain itu prostaglandin bekerja pada serabut
kolagen, terutama pada minggu-minggu akhir kehamilan.
Serviks menjadi lebih lunak dan lebih mudah berdilatasi sesaat
sebelum persalinan.
Vagina dan Vulva
Vagina dan vulva akibat hormon estrogen juga
mengalami

perubahan.

Adanya

hipervaskularisasi

mengakibatkan vagina dan vula tampak lebih merah dan agak


kebiru-biruan (livide). Warna porsio tampak livide. Pembuluhpembuluh darah alat genetalia interna akan membesar. Hal ini
dapat dimengerti karena oksigenasi dan nutrisi pada alat-alat
8

genetalia tersebut menigkat. Apabila terjadi kecelakaan pada


kehamilan/persalinan maka perdarahan akan banyak sekali,
sampai dapat mengakibatkan kematian. Pada bulan terakhir
kehamilan, cairan vagina mulai meningkat dan lebih kental. Sel
epitel juga meningkatkan kadar glikogen. Sel ini berinteraksi
dengan hasil dedoelein yang merupakan bakteri komensal dan
menghasilkan lingkungan yang lebih asam (Mcfadyen, 1995
).Lingkungan ini menyedikan perlindungan ekstra terhadap
organisme tapi merupakan keadaan menguntungkan bagi
Candida albican ( Symon, 1992 ).
Payudara
Pada kehamilan 12 minggu keatas, dari puting susu dapat
keluar cairan berwarna putih agak jernih disebut kolostrum.
Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai
bersekresi.
b. Perubahan sistem kardiovaskuler
Jantung
Meningkatnya beban kerja menyebabkan otot jantung
mengalami hipertrofi, terutama ventrikel kiri sebagai pengatur
pembesaran jantung, pembesaran uterus menekan jantung ke
atas dan ke kiri. Suara sistolik jantung dan murmur yang
berubag adalah normal. Selama hamil kecepatan darah
meningkat yakni jumlah darah yang dialirkan oleh jantung
dalam setiap denyutnya sebagai hasil dari peningkatan curah
9

jantung. Hal ini meningkatkan volume darah dan oksigen ke


seluruh organ dan jaringan ibu untuk pertumbuhan janin (
Symond, 1991 ). Denyut janyung meningkat dengan cepat
setelah usia kehamilan 4 minggu, dari 15 denyut per menit
menjadi 70 -85 denyut per menit, aliran darah meningkat dari 64
ml menjadi 71 ml.
Pada trimester 3, aliran pada curah jantung mengalami
pengurangan karena ada penekanan pada vena kava inferior oleh
uterus. Walaupun curah jantung meningkat pada wanita hamil
namun tekanan darah belum tentu ikut meningkat, karna reduksi
perifer yang resisten sekitar 50 dari wanita tidak hamil. Jumlah
vena dan venula meningkat, hormone progesterone meningkat
menyebabkan otot polos berelaksasi dan berdilatasi ( Cruishank
& Hays, 1991 ). Hal ini menyebabkan peningkatan produksi
vasodilator prostaglandin ( Cunningham et al, 1989 ).
Pada kehamilan uterus menekan vena kava sehingga
mengurangi darah vena yang akan kembali ke jantung.Curah
jantung mengalami pengurangan sampai 30% dan tekanan darah
turun hinggal 15% yang dapat membangkitkan pusing, mual dan
muntah(Cruishank & Hays, 1991).
Vena kava menjadi miskin oksigen pada akhir kehamilan
sejalan dengan meningkatnya distensi dan tekanan pada vena
kaki, vulva, rectum dan pelvis akan menyebabkan edema di
bagian kaki, vena dan hemoroid ( Case & Waterhouse, 1994 ).
10

Darah
1. Aliran dan volume darah
Tidak ada peningkatan aliran darah ke otak dan hati
(Mcfadyen, 1995). Aliran darah uterus secara fisiologis
meningkat karena efek dari angiotensin II di jaringan plasenta
(Symond, 1992). Aliran darah ginjal meningkat sebanyak 70
80 % pada akhir trimester I, hal ini akan menambah ekskresi
(Davidson & Dunlop, 1995). Peningkatan aliran darah pada kulit
dan membran mukosa dan disebagian kaki dan tangan, mencapai
maksimum 500 ml per menit pada kehamilan 36 minggu dan
untuk membentuk ekstra panas untuk metabolisme fetus.
Hal ini menyebabkan ibu hamil sering merasa kepanasan
dan berkeringat (de swiet, 1991).Peningkatan volume darah
dimulai dari usia kehamilan 10 minggu sampai kehamilan 34
minggu secara progresif (Cruischank & Hays, 1991).
Sirkulasi volume darah yang tinggi diperlukan untuk :
a. Persediaan aliran darah ekstra untuk plasenta di khorio
desidual.
b. Menyuplai kebutuhan metabolisme ekstra janin
c. Persediaan untuk perfusi ekstra dari ginjal atau organ lain
d. Sebagai pengimbang dari arteri yang meningkat dan
kapasitas vena.
11

e. Sebagai kompensasi terhadap hilangnya darah pada saat


transportasi

2. Faktor pembekuan darah


Sistem pembekuan darah dan fibrinogen mengalami
akselerasi yang besar pada saat kehamilan. Hal ini mengarah
pada perubahan waktu koagulasi dari 12 ke 8 menit
(Cunningham, 1989).kapasitas pembekuan darah meningkat
yang merupakan salah satu cara untuk mencegah hemoragi pada
saat pelepasan plasenta saat bersalin.
c. Perubahan sistem respirasi
Mukosa sistem respirasi menjadi hiperemik dan edema
dengan mucus yang hipersekresi mengarah pada sesak dan
epiktaksis. Itulah sebabnya banyak wanita hamil yang mengeluh
pilek. Kapasitas paru total berkurang 5 % karena elevasi
diafragma. Frekuensi respirasi normal berkisar 14 15 napas /
menir dengan pernapasan diafragma dan napas yang lebih dalam
(Cruishank & Hays, 1991).
d. Perubahan sistem urinari
Pada trimester kedua aliran darah ginjal meningkat
hingga kehamilan 30 minggu, kemudian menurun secara
perlahan. Akibatnya ginjal mengalami pembesaran dan filtrasi
glomerular.

Perubahan

dalam

filtrasi

glomerulus

adalah

penyebab peningkatan klirens kreatinin, urea dan asam urat yang


12

sangat diabsopsi pada awal kehamilan (Davidson & Dunlop,


1995). Protein dan asam amino sangat sedikit direabsorpsi,
sementara asam amino dan vitamin ditemukan dalam jumlah
yang banyak di dalam urine wanita hamil. Hanya protein yang
tidak dapat ditemukan pada urine wanita hamil (Cunningham et
al, 1989). Ekskresi glukosa meningkat sebagai hasil peningkatan
filtrasi

glomerulus

terhadap

glukosa

disbanding

dengan

pengurangan reabsopsi (Buylis & Davidson, 1991).


e. Perubahan pada sistem integument
Dari akhir bulan kedua sampai dengan aterm, terjadi
peningkatan pituitary melanin stimulating hormone yang
menyebabkan bermacam tingkat pigmentasi meskipun masih
tergantung pada warna kulit ibu hamil. Kulit terasa seperti
terbakar

selama

kehamilan

akan

bertahan

lebih

lama

dibandingkan dengan hal lain (Mcfadyen, 1995). Tempat yang


umumnya terpengaruh adalah aerola, garis tengah abdomen,
perineum, dan aksila. Hal ini terjadi karna pada beberapa daerah
tersebut kadar melanositnya lebih tinggi (Wade, 1984). Hampir
semua wanita hamil mempunyai garis pigmentasi yang disebut
linea. Biasanya berada di garis tengah otot rektus yang
merupakan bagian pertahanan pada saat uterus berkembang dan
bertambah besar dan juga 4menyebabkan tekti diastasis
(Cunningham et al, 1989).kulit kepala, muka dan bulu di tubuh
selama hamil menjadi lebih tebal.
13

f. Perubahan pada sistem musculoskeletal


Ligamen pada simfisis pubis dan sakroiliaka akan
menghilang karna berelaksasi sebagai efek dari estrogen
(Guyton,

1991).

menyebabkan

Lemahnya

terjadinya

dan

hidrasi

membesarnya
pada

jaringan

trisemester

akhir

(Mcfadyen, 1995). Simfisis pubis melebar sampai 4 mm pada


usia gestasi 32 minggu dan sakrokoksigeus tidak teraba, diikuti
terabanya

koksigis

sebagai

pengganti

bagian

belakang.

Meningkatnya pergerakan pelvic menyebabkan pergerakan pada


vagina dan hal ini emnyebabkan sakit punggung dan lgamen
pada saat hamil tua. Bentuk tubuh selalu berubah menyesuaikan
dengan pembesaran uterus kedepan karena tidak adanya otot
abdomen.
g. Perubahan pada sistem gastrointestinal
Gusi menjadi bengkak, lunak dan berlubang pada saat
kehamilan, merupakan efek dari peningkatan kadar estrogen
yang mengarah pada perdarahan karna trauma. Peningkatan
saliva dan ptyalin adalah masalah umum pada kehamilan.
Relaksasi otot polos abdomen dan hipomotilitas karna
peningkatan kadar estrogen dan HCG dapat menyebabkan mual
dan muntah. Peningkatan nafsu makan pada masa kehamilan
bisa dikarenakan hormone progesterone yang memerintah otak
untuk mengatur penyimpanan lenak untuk keseimbangan
energy. Hal ini bertujuan menggantikan kadar plasma glukosa
dan asam amino yang turun pada awal kehamilan. Turunnya
14

osmolaritas plasma dan naiknya kadar prolaktin juga meningkat


perasaan haus pada wanita hamil (Hytten, 1990). Adanya
tekanan intragrastik yang tidak disertai dengan tonus dari
sfingter kardia lambung menyebabkan refluks asam di mulut dan
sakit epigastrik atau retrostenal.
h. Perubahan sistem endokrin
1. Hormon plasenta
Sekresi hormone plasenta dan HCG dari plasenta janin
mengubah organ endokrin secara langsung. Peningkatan kadar
estrogen menyababkan produksi globulin meningkat dan
menekan

produksi

tiroksin,

kortikosteroid

dan

steroid.

Akibatnya plasma yang mengandung hormone ini akan


meningkat jumlahnya, tapi kadar hormone bebas tidak
mengalami peningkatan yang besar (Mcfadyen, 1995).
2. Kelenjar hipofisis
Berat kelenjar ini meningkat hingga 50 % yang
menyebabkan wanita hamil merasa pusing. Sekresi prolaktin,
adrenokortikotropik,

dan

melanocyt

stimulating

hormone

meningkat.
3. Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid pada saat kehamilan akan mengalami
pembesaran hingga 13 % karna adanya hyperplasia dari jaringan
glandula dan peningkatan vaskularitas. Secara fisiologis akan
terjadi peningkatan iodine sebagai kompensasi kebutuhan ginjal
terhadap iodine yang meningkatkan laju filtrasi glomerulus.
15

Trekadang kehamilan juga menunjukkan hipertiroid namun


fungsinya akan tetap normal. Namun peningkatan konsentrasi
tiroksisn dan triodotironin juga dapat merangsang peningkatan
laju metabolisme basal.
4. Kelenjar adrenal
Karna dirangsang oleh hormone estrogen, kelenjar
adrenal memproduksi lebih banyak kortisol plasma bebas dan
juga kortikosteroid, termasuk ACTH dan hal ini terjadi dari usia
12 minggu kehamilan hingga aterm. Hal ini menyebabkan
penurunan kemampuan ginjal untuk mengatur kadar garam
selama kehamilan, menyebabkan retensis cairan dan edema.
i. Perubahan sistem imunologi
HCG dapat menurunkan respon imun wanita hamil.
Selain itu kadar Ig G, Ig A dan Ig M serum menurun mulai dari
minggu ke-10 kehamilan hingga mencapai kadar terendah pada
minggu ke-30 dan tetap berada pada kadar ini, hingga aterm.
( Salinah, Rusmiati, Maryanah, Ni Nengah Susanti, 2006 )

f. Perubahan sistem neurologi


Perubahan fisiologis spesifik akibat kehamilan dapat
menyebabkan timbulnya gejala neurologis dan neuromuscular
sebagai berikut :
1. Kompresi saraf panggul atau stasis vascular akibat
pembesaran uterus dapat menyebabkan perubahan sensori di
tungkai bawah.
16

2. Lordosis dorsolumbar dapat menyebabkan nyeri akibat


tarikan pada saraf atau kompresi akar saraf.
3. Edema yang melibatkan saraf perifer dapat menyebabkan
carpal tunner syndrome selama trimester akhir kehamilan.
4. Akroestesia yakni rasa baal dan gatal pada tangan yang
timbul akibat posisi bahu yang membungkuk. Keadaan ini
berkaitan dengan tarikan pada segmen pleksus brakialis.
5. Nyeri kepala akibat ketegangan umum timbul saat ibu
merasa cemas. Nyeri kepala juga dihubungkan dengan
gangguan penglihatan, seperti kesalahan refraksi, sinusitis,
atau migren.
6. Nyeri kepala ringan rasa ingin pingsan bahkan pingsan
sering terjadi pada awal kehamilan. Dapat disebabkan
ketidakstabilan

vasomotor,

hipotensi

posturnal,

atau

hipoglikemia.( Bobak, 2005 )


1.1.2. Tanda kehamilan
a. Presumptive atau perkiraan
1. Berhentinya siklus menstruasi secara mendadadak pada
wanita yang sebelumnya memiliki siklus menstruasi yang
dapat diprediksikan.
2. Perdarahan terus menerus selama kehamilan adalah kondisi
abnormal, biasanya disebabkan oleh komplikasi kehamilan
atau gangguan pada sistem reproduksi yang tidak
terdiagnosis ( Cunningham et al, 1993 ).
3. Mual dan muntah, hal ini umum terjadi pada usia kehamilan
6 hingga 16 minggu.
17

4. Sering berkemih, dikarenakan perubahan hormonal akibat


kehamilan yang menyebabkan iritabilitas kandung kemih
dan daerah trigonum.
5. Nyeri tekan pada payudara, terjadi pada awal kehamilan
yang dapat disertai dengan perasaan kesemutan.
6. Persepsi gerakan janin atau quickening, yang merupakan
gerakan ringan yang dirasakan ibu di dalam abdomen.
Biasanya dapat terdekteksi pada usia kehamilan 16 minggu.
7. Perubahan vagina, terjadi di usia 8 10 minggu kehamilan
yakni perubahan warna membrane mukosa vagina,
peningkatan vaskularisasinya terutama di daerah serviks
sehingga membuat jaringan berubah warna ungu kebiruan.
Di istilahkan dengan Chadwick yang paling jelas terlihat
pada wanita yang baru pertama kali hamil.
8. Sekresi vagina meningkat
9. Fatique, terjadi di awal kehamilan yang penyebabnya belum
dapat dipastikan
b. Probable atau kemungkinan
Umumnya di deteksi saat usia 12 sampai 16 minggu,
diantaranya :
1. Perubahan
abdomen.
Peningkatan
ukuran
uterus
menyebabkan pertambahan lingkar abdomen.
2. Perubahan uterus, dalam 12 minggu pertama kehamilan
uterus menjadi lebih bulat, membesar, lunak dan berbentuk
seperti rongga.
3. Sketsa janin, pada usia kehamilan 24 minggu telah dapat
terdeteksi. Bagian punggung, ekstremitas dan kepala janin
menjadi lebih jelas seiring pertambahan usia kehamilan.
4. Ballottement, dari usia 16 sampai 24 minggu, ukuran janin
lebih kecil dibandingkan jumlah cairan amnion. Selama
18

pemeriksaan vagina, tepukan mendadak di bagian presentasi


janin membuat janin bergerak naik di dalam cairan amnion,
lalu melambung balik ke posisi awal, dan menupuk tangan
pemeriksa ( ballottment ).
5. Perubahan serviks, pada usia kehamilan 8 minggu serviks
mulai melunak dan lubang eksternal serviks memperlihatkan
konsistensi atau derajat pelunakan.
6. Konstraksi Braxton Hicks, mulai dari beberapa minggu awal
kehamilan, uterus berkontraksi setiap 5 sampai 10 menit.hal
ini disebut Braxton Hicks, yang biasanya tidak
menimbulkan nyeri.
c. Objective atau tanda positif
Berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
kebenaran janin dalam kandungan seorang wanita, yang
menandakan kehamilannya :
1. Deteksi suara denyut jantung janin
Menggunakan Dopler suara denyut jantung janin
dapat di dengar yaitu mulai usia 10 minggu kehamilan.
Suara denyut jantung janin pada umumnya berkisar 120
160 kali per menit. Tempat yang paling tepat untuk
mendengarkan suara denyut jantung janin adalah di daerah
ounggung janin. Suara yang sering terdeteksi adalah :
a. Bising ( blowing murmur atau bunyi mengi ), berasal
dari semburan darah yang mengalir melalui tali pusar
sesuai dengan denyut jantung janin.
b. Bising uterus yakni suara semburan darah yang melalui
pembuluh darah besar uterus sesuai dengan denyut nadi
ibu ( sekitar 70-80 kali per menit ).
2. Gerakan janin yang dirasakan oleh pemeriksa
19

Gerakan ini sering dapat dirasakan setelah akhir bulan


kelima kehamilan. Dengan karakteristik gerakan atau
tendangan janin maka kepastian kehamilan akan lebih
tinggi.
3. Visualisasi janin
Visualisasi kehamilan melalui pemeriksaan USG
merupakan konfirmasi akurat dari kehamilan. Terbagi dua
yakni transabdominal dan transvaginal, digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan, mengevaluasi struktur janin dan
menentukan usia kehamilan.
1.1.3. Tes kehamilan
Semua tes yang ada saat inimendeteksi keberadaan HCG.
HCG dapat diukur dengan radioimunoesia dan dideteksi dalam
darah enam hari setelah konsepsi atau sekitar 20 hari sejak
HPHT. Keberadaan hormone ini di dalam urin pada awal
kehamilan merupakan dasar berbagai tes kehamilan di lab dan
terkadang dapat dideteksi di dalam urin 14 hari setelah konsepsi
( Ganong, 1989 ).
Specimen urin yang pertama dikeluarkan di pagi hari
mengandung kadar HCG Yang kira kira sama dengan kadar
HCG di dalam serum. Tes latex agglutination inhibition ( LAI )
mudah dilakukan dan hasil diperoleh dalam dua menit. Tes ini
akurat 10 hari setelah terlambat haid. Contoh tipe ini adalah
preparat

Gravidex,

Pregnosticon

dan

UCG

beta.

Tes

hemagglutination inhibition ( HAI ) lebih akurat disbanding LAI


namun memerlukan waktu hingga 2 jam untuk mendapatkan
hasilnya. Tes ini akurat sekitar 4 hari sesudah terlambat haid,
20

dan dapat dijumpai dipasaran. Radioreceptor assay adalah salah


satu kategori terbaru tes kehamilan. Tes serum 1 jam ini
memerlukan peralatan yang cukup canggih. Biasanya akurat
pada saat haid terlambat 14 hari. Biocept G adalah contoh dari
tes ini. Tes kehamilan radioimunoesai untuk subunit beta HCG
harus dialkukan di laboratorium. Kehamilan dapat didiagnosis 8
hari setelah ovulasi atau 6 hari sebelum haid berikutnya.
Enzim imunoassay memakai kompleks anti HCG
monoclonal dan enzim. Perubahan warna membuat hasil mudah
dibaca. Confidot adalah tes kehamilan esai imunoenzimatik yang
dapat dilakukan dirumah dan dapat dikerjakan sendiri dengan
memastikan kehamilan 10 hari setelah fertilisasi, atau sekitar 4
hari sebelum terlambat haid.
Enzyme linked immunosorbent assay ( ELISA ) adalah
tes kehamilan yang paling popular. Tes ini menggunakan
antibody monoclonal spesifik yang dihasilkan oleh teknologi
cell line hibrida. Enzim menginduksi reaksi perubahan warna
sederhana dan hasil tes ini dapat dibaca dengan mata telanjang.

21

Bab ll
Konsep Medis Gangguan Post Partum
2.1. Konsep Medis
2.1.1. Pengertian Infeksi Nifas atau Postpartum
a. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 :
115).
b. Periode postpartum (puerperium) adalah jangka waktu 6
minggu, yang dimulai setelah kelahiran bayi sampai
pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum
kehamilan. (Bobak, 2000 : 716).
c. Masa nifas atau postpartum adalah masa setelah partus
selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (Hanifa,
1999 : 237).
d. Postpartum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini
meliputi beberapa minggu pada waktu saluran reproduksi
kembali

ke

keadaan

sebelum

hamil

yang

normal.

(Cuningham, 1995 : 281).


e. Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas
dapat disimpulkan bahwa : Masa nifas disebut juga
postpartum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan
pulihnya

kembali

alat-alat

22

reproduksi

sejak

selesai

melahirkan sampai pada keadaan normal, seperti sebelum


hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
f. Infeksi

postpartum

adalah

semua

peradangan

yang

disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat


genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono
Prawirohardjo, 2005 : 689 ).
g. Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua
peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar
Rustam, 1998 : 413).
Jadi, yang dimaksud dengan infeksi postpartum
adalah infeksi bakteri pada traktus genetalia yang terjadi
setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu hingga
38 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama.

2.1.2. Periode Nifas atau Postpartum


a. Periode Immediate postpartum : terjadi dalam 24 jam
pertama setelah melahirkan.
b. Periode Early postpartum : terjadi setelah 24 jam postpartum
sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana
resiko sering terjadi pada ibu postpartum, hampir seluruh
sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.
c. Periode late postpartum : terjadi mulai minggu kedua
sampai minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi
perubahan secara bertahap.
23

2.1.3. Etiologi
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan
mikroorganisme anaerob dan aerob patogen yang merupakan
flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen
sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi
berat yang ditularkan dari penderita lain , alat alat yang
tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak
ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum ,
menyebabkan infeksi terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering
ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
dukun dari luar rumah sakit.

24

2.1.4. Faktor Predisposisi


a. Faktor predisposisi infeksi postpartum
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan
tubuh, seperti perdarahan, dan

kurang gizi atau

malnutrisi
2) Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan
jalan lahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan
dara
5) Anemia, higiene, kelelahan
6) Proses persalinan bermasalah :
7) Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik,
kurang baiknya proses pencegahan infeksi, manipulasi
yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa
nifas.
b. Cara Terjadinya infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung
tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa
bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alatalat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak
sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
2) Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena
kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau
25

tenggorokan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Oleh


karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di
kamar bersalin harus ditutup dengan masker dan
penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki
kamar bersalin.
3) Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman
patogen,

berasal

dari

penderita-penderita

dengan

berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa


oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alatalat yang suci hama, dan yang digunakan untuk merawat
wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
4) Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab
infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya
ketuban.
5) Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejalagejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi
intraparum biasanya terjadi pada waktu partus lama,
apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali
dilakukan

pemeriksaan

dalam.

Gejal-gejala

ialah

kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan


takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula.
Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada
infeksi intra partum kuman-kuman memasuki dinding
uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati
amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada janin.
26

2.1.5. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula
terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan
melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi
ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel
fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B).
Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini
terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan
oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa
diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan
difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan
kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang
berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam
suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh
yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan
ikat). (Sjamsuhidajat, R, 1997 ).

27

2.1.6. Pathway infeksi postpartum.


Trauma persalinan,infeksi nosokomial

Daerah bekas insersio plasenta

Kuman tumbuh dalam tubuh wanita (serviks,vulva,perineum)

Infeksi Postpartum
Peningkatan
suhu tubuh

Merangsang
pegeluaran
mediator kimia

Demam tinggi
Merangsang selsel disekitar luka
anoreksia

Takikardi

Mual, muntah

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
2.1.7. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
28

Sensasi nyeri

c. Nyeri pada pelvis


d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy
2.2. Jenis Jenis Infeksi Post Partum
2.2.1. Infeksi Payudara
1) Mastitis
a) Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada
jaringan payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak
diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan
nanah di dalam payudara).
b) Penyebab
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang
banyak

ditemukan

pada

kulit

yang

normal

(Staphylococcus aureus).
Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke
dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di
kulit (biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan
paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan.
29

Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada


beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Pada

wanita

pasca

menopause,

infeksi

payudara

berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran


air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan
hormonal

di

dalam

tubuh

wanita

menyebabkan

penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang


mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara
lebih mudah mengalami infeksi.
c) Gejala
Gejalanya berupa :
Nyeri payudara
Benjolan pada payudara
Pembengkakan salah satu payudara
Jaringan payudara membengkak, nyeri bila ditekan,
kemerahan dan teraba hangat
Nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa
mengandung nanah)
Gatal - gatal
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi
yang sama dengan payudara yang terkena
Demam.

30

d) Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan
hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa
dilakukan mammografi atau biopsi payudara.
e) Pengobatan

Dilakukan pengompresan hangat pada payudara


selama 15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik
dan untuk mencegah pembengkakan, sebaiknya
dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.

Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.


Bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya
keluhannya akan berkurang.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral
setiap 4 jam.
Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.
Ikuti

perkembangan

hari

setelah

pemberian

pengobatan.
f)

Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis bisa dilakukan
beberapa tindakan berikut
31

Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan


Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan
saluran,

kosongkan

payudara

dengan

cara

memompanya
Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk
mencegah robekan/luka pada puting susu
Minum banyak cairan
Menjaga kebersihan puting susu
Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

2) Bendungan ASI
a) Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu
karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh kelenjar
yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena
kelainan pada putting susu (Mochtar, 1996).
Menurut Huliana (2003) payudara bengkak
terjadi karena hambatan aliran darah vena atau saluran
kelenjar getah bening akibat ASI terkumpul dalam
payudara. Kejadian ini timbul karena produksi yang
berlebihan, sementara kebutuhan bayi pada hari pertama
lahir masih sedikit.
b) Patologi
Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain:
Faktor hormon
32

Hisapan bayi
Pengosongan payudara
Cara menyusui
Faktor gizi
Kelainan pada puting susu
c) Patofisiologi
Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara
lain payudara penuh terasa panas, berat dan keras,
terlihat mengkilat meski tidak kemerahan.
ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula
payudara yang terbendung membesar, membengkak
dan sangat nyeri, puting susu teregang menjadi rata.
ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit
mengenyut untuk menghisap ASI. Ibu kadang-kadang
menjadi demam, tapi biasanya akan hilang dalam 24
jam (Mochtar, 1998).
d) Penatalaksanaan
Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
1. Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah
30 menit) setelah dilahirkan
2. Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
3. Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila
produksi melebihi kebutuhan bayi
4. Perawatan payudara pasca persalinan
33

Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :


1. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek
2. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah
ditangkap dan dihisap oleh bayi.
3. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI
4. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan
kompres dingin
5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah
bening lakukan pengurutan (masase) payudara yang
dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata, 2004)
3) Abses Payudara
a) Definisi
Abses payudara berbeda dengan mastitis. Abses payudara
terjadi apabila mastitis tidak tertangani dengan baik,
sehingga memperberat infeksi.
b) Gejala

Sakit pada payudara ibu tampak lebih parah.

Payudara lebih mengkilap dan berwarna merah.

Benjolan terasa lunak karena berisi nanah.

Payudara yang tegang dan padat kemerahan.

Pembengkakan dengan adanya fluktuasi.

Adanya pus/nanah.

c) Penanganan

Teknik menyusui yang benar.


34

Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin


secara bergantian.

Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering


menyusui bayinya.

Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.

Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami


abses, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan.

Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan


nanah, berikan antibiotik.

Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

2.2.2. Infeksi Parineal


1) Definisi
Masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh melalui
robekan dan serambi liang senggama waktu bersalin,
sehingga luka terasa nyeri dan mengeluarkan nanah.
2) Penyebab
Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan
tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
3) Tanda / Gejala
a) Nyeri pada luka.
b) Luka pada perineal yang mengeras.
c) Demam.
d) Keluar pus / cairan.
e) Kemerahan.
35

f) Berbau busuk.
4) Penatalaksanaan
a) Bila didapati pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan
lakukan pengeluaran serta kopmres antiseptic.
b) daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan
debridemen.
c) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
d) Bila infeksi relative superficial, berikan Ampisilin 500mg
per oral selama 6 jam dan Metronidazol 500 mg per oral
3 kali/hari selaa 5 hari.
e) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan
nekrosis, beri Pennisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam ( atau
Ampisilin inj 1 g 4x/hari ) ditambah dengan Gentamisin
5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas
panas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus
dibuang, lakukan jahitan sekunder 2 4 minggu setelah
infeksi membaik.
f) Berikan nasihat kebersihan dan pemakaian pembalut
yang bersih dan sering diganti.
5) Pelaksanaan
a) Jika terdapat pus atau cairan, buka dan drain luka
tersebut.
b) Angkat kulit yang nekrotik dan jahitan subkutis dan
lakukan debridement.
36

Jangan angkat jahitan fasia.

c) Jika infeksi hanya superficial dan tidak meliputi jaringan


dalam,

atau

akan

timbulnya

abses

dan

berikan

antibiotika.

Ampisilin 500 mg per oral 4 kali sehari selama 5 hari.

d) Jika infeksi cukup dalam, meliputi otot dan menimbulkan


nekrotik atau berikan kombinasi antibiotika sampai
pasien bebas panas 48 jam.

Penisilin G sebanyak 2 juta unit I.V setiap 6 jam.

Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam.

Ditambah Metronidazol 500 mg per oral 3 kali sehari


selaa 5 hari.

Jika sudah bebas demam 48 jam, berikan :


1. Ampisilin 500mg per oral 4 kali sehari selama 5
hari.
2. Ditambah Metronidazol 400 mg per oral 3 kali
sehari selama 5 hari.
Catatan

Fasilitas

nekrotikan

membutuhkan

debridement dan jahitan situasi. Lakukan jahitan


reparasi 2 4 minggu kemudian, bila luka sudah
bersih.
3. Jika infeksi parah pada fasilitas nekrotikan, rawat
pasien untuk kompres 2 kali sehari.

37

2.2.3. Infeksi Uterus


1) Endometritis (Lapisan dalam rahim)
Endometritis adalah infeksi pada endometrium
(lapisan dalam dari rahim). infeksi ini dapat terjadi sebagai
kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan
dengan kelahiran anak, jarang terjadi pada wanita yang
mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah
mengalami

persalinan

melalui

vagina

yang

tidak

berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling sering terjadi


adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau
pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,
lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah
proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran
yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang
tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari
luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari
asal infeksi, sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada
perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina
berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi
pada endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya
terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang
38

berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi


tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak
terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang
meninggi. Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca
lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.
Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut
dengan gejala klinis yaitu nyeri abdomen bagian bawah,
mengeluarkan

keputihan,

kadang-kadang

terdapat

perdarahan dapat terjadi penyebaran seperti meometritis


(infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),
salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung
telur), dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan
pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung
telur (Anonym, 2008).
Terjadinya

infeksi

endometrium

pada

saat

persalinan, dimana bekas implantasi plasenta masih terbuka,


terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan
tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat
rahim yang kurang legeartis (Anonym, 2008).
Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa
plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan
lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus
pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan
dan lembek.
39

Pada endometritis yang tidak meluas, penderita


merasa kurang sehat dan nyeri perut pada hari-hari pertama.
Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan
tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan
dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal
kembali.
Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan
kadang-kadang berbau. Hal ini tidak boleh dianggap
infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokia yang sedikit dan tidak berbau.
Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian
antibiotik, tetapi harus segera diberikan sesegera mungkin
agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk
menentukan

jenis

bakteri,

sehingga

dapat

diberikan

antibiotik yang tepat.


2) Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan
miometrium adalah tunika muskularis uterus. Gejalanya
berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan
nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik
atau infeksi postpartum. Penyakit ini tidak brerdiri sendiri
akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas
yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada
wanita

dengan

endometrium
40

yang

meradang

dapat

menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium


menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan dan
infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan
limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat
terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak
dibuat atas dasar menometroragia dengan uterus lebih besar
dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan tetapi
pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan
oleh pemanbahan jaringan ikat akibat kehamilan. Terapi
dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr
IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV
per 8 jam, profilaksi anti tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
3) Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di
dalam lig latum. Radang ini biasanya unilatelar. Tanda dan
gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral
tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah.
Penyebab Parametritis yaitu :
a) Endometritis dengan 3 cara yaitu :
Per continuitatum : endometritis metritis
parametitis
Lymphogen
Haematogen : phlebitis periphlebitis
parametritis
41

b) Dari robekan serviks


c) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

2.2.4. Peritonitis
Peritonitis

nifas

bisa

terjadi

karena

meluasnya

endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan


salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada
kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan
nanahnya ke rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas
pada daerah pelvis. Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti
pada peritonitis umum. Penderita demam, perut bawah nyeri,
tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa
terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul
dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia
posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau
kandung kencing.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat
patogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi
tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada
defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerahmerahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin;
terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica. Mortalitas
peritonitis umum tinggi.
42

2.2.5. Tromboflebitis
1) Definisi
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan
atau invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran
darah disepanjang vena dan cabang cabangnya sehingga
terjadi trobpoflebitis.
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh
darah

disertai

pembentukan

pembekuan

darah.

Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode pasca partum


pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat
akibat peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas
bagian bawah disebabkan oleh tekanan keopala janin gelana
kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada periode
tersebut

yang menyebabkan penimbunan, statis dan

membekukan darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele


Pillitteri, 2007).
2) Klasifikasi
a) Pelviotromboflebitis
Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena vena
dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena
ovarika dekstra karena infeksi pada tempat implantasi
plasenta terletak di bagian atas uterus ; proses
biasanya

unilateral. Perluasan infeksi dari vena

ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan


43

perluasan infeksidari vena ovarika dekstra ialah ke


vena kafa inferior. Peritoneum yang menutupi vena
ovarika dekstra, mengalami imflamasi dan akan
menyebabkan

perisalpingo

00foritis

dan

periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna


ialah ke vena iliaka komunis.
Etiologi
Disebabkan oleh kurangnya gizi atau mal nutrisi,
anemia, kurang personal hygiene, trauma jalan lahir.
Seperti partus lama atau macet dan periksa dalam
yang berlebihan.
Gejala
1. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan /
atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2
3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
2. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran
karakteristik sebagai berikut :
a. Menggigil berulang kali. Menggigil inisial
terjadi sangat berat ( 30 40 menit ) dengan
interval hanya beberapa jam saja dan kadang
kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita
ha[irtidak panas.
b. Suhu badan naik turun secara tajam ( 360C
menjadi 400C ) yang diikuti dengan penurunan
44

suhu dalam waktu 1 jam ( biasanya subfebris


seperti pada endometritis ).
c. Penyakit dapat berlangsung selama 1 3 bulan.
d. Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke
mana mana, terutama ke paru paru.
3. Gambaran darah
a. Terdapat

leukositosis

(meskipun

setelah

endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera


terjadi leukopenia ).
b. Untuk membuat kultur darah, darah diambil
pada

saat

sebelum

mulainya

menggigil.

Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah


selama menggigil, kultur darah sangat sukar
dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
4. Pada periksa dalam hampir tidak ditemukan apa
apa karena yang paling banyak terkena ialah vena
ovarika yang sukar dicapai dalam pemeriksaan.
Komplikasi
1. Komplikasi pada paru paru : infark, abses,
pneumonia.
2. Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak,
yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria.
3. Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan
subkutan.
45

Penanganan
1. Rawat Inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan
gejala penyakit yang dan mencegah terjadinya
emboli pulmonum.
2. Terapi Medik
Pemberian antibiotika dan heparin jika
terdapat tanda tanda atau dugaan adanya emboli
pulmonum.
3. Terapi Operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena
ovarika jika emboli septic terus berlangsung sampai
mencapai paru paru, meskipun sedang dilakukan
heparinisasi.

b) Tromboflebitis Femoralis
Definisi
Yaitu infeksi nifas yang mengenai vena vena pada
tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan
vena safvena.
Penilaian Klinik
1. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris
selama 7 -10 hari, kemudian suhu mendadak naik
kira kira pada hari ke 10 20, yang disertai
dengan menggigil dan nyeri sekali.
46

2. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki


kiri, akan meberikan tanda tanda sebagai berikut :
a. Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke
luar serta sukar bergerak, lebih panas dibanding
dengan kaki lainnya.
b. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki
terasa tegang dank eras pada paha bagian atas.
c. Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
d. Reflektorik akan terjadi spasus arteria sehingga
kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan
dingin, pulsasi menurun.
e. Edema kadang kadang terjadi sebelum atau
setelah atau setelah nyeri dan pada uumnya
terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih
sering

dimulai dari jari jari kaki dan

pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah


ke atas.
f. Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau
dengan memijit betis atau dengan meregangkan
tendo akhiles ( tanda Homan ).
Penanganan
1. Perawatan.
Kaki

ditinggikan

untuk

mengurangi

edema,

lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki


47

hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos


kaki panjang yang elastic selama mungkin.
2. Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya
jangan menyusui.
3. Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetik.

2.3. Pengobatan Infeksi Kala Nifas


Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:
a. Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan
servik, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk
mendapatkan antibiotika yang tepat.
b. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
laboratorium.
d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus,
transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi
yang dijumpai.

2.4. Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Nifas


Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
a. Pemberian Sulfonamid Trisulfa merupakan kombinasi dari
sulfadizin 185 gr, sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol 185
gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian peroral.
48

b. Pemberian Penisilin Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta


satuan IM, penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau
metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul
4250 gr peroral.
c. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
d. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
e. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium.

2.5. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena
panggul), dengan resiko terjadinya emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan
oleh bakteri di dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan
kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.

2.6. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
1) Masa Persalinan
a) Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada
indikasi dengan sterilitas yang baik, apalagi bila
ketuban telah pecah.
b) Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c) Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker,
alat-alat harus suci hama.
49

d) Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik


pervaginam maupun perabdominal dibersihkan, dijahit
sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e) Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang
berhubungan dengan penderita harus terjaga kesucihamaannya.
f) Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi
darah yang hilang harus segera diganti dengan
transfusi darah.
g) Masa Nifas
h) Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena
infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain
yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus
steril.
i) Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi
dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu
sehat.
j) Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2) Masa Kehamilan:
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi
seperti

anemia,

mengobati

malnutrisi

penyakit-penyakit

dan

kelemahan

yang

diderita

serta
ibu.

Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada


indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua
hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati50

hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban, kalau


ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
b. Pencegahan infeksi postpartum :
1) Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang
baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang.
2) Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama
persalinan. Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut.
Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin.
Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari
petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus
steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas
indikasi yang tepat.
3) Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan
merawat pasien dengan tanda-tanda infeksi nifas bersama
dengan wanita sehat yang berada dalam masa nifas.
c. Penanganan umum
1) Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah
dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi
penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
2) Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu
yang mengalami infeksi nifas.
3) Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah
atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan ataupun
persalinan.
51

4) Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum


terlampaui.
5) Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri
di rumah dan gejala-gejala yang harus diwaspadai dan
harus mendapat pertolongan dengan segera.
6) Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi
baru lahir, dari ibu yang mengalami infeksi pada saat
persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
d. Pengobatan secara umum
1) Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan
sekret vagina, luka operasi dan darah serta uji kepekaan
untuk mendapatkan antibiotika yang tepat

dalam

pengobatan.,
2) Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
3) Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka
berikan antibiotika spektrum luas (broad spektrum)
menunggu hasil laboratorium.
4) Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita,
infus atau transfusi darah diberikan, perawatan lainnya
sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.
e. Penanganan infeksi postpartum :
1) Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan
transfusi darah bila perlu, Hati-hati bila ada abses, jaga
supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.
52

Bab lll
Konsep Asuhan Keperawatan
3.1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Post Partum
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan,
untuk mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara
efektif, terhadap masalah yang diatasinya. (Effedi, Nasrul,1995: 3).
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode pelaksanaan
asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus pada respon manusia
secara individu, kelompok dan masyarakat terhadap perubahan
kesehatan baik actual maupun potesial.
Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu : Pengkajian,
Perecanaan, Implementasi dan Evaluasi, dimana masing-masing tahap
saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain.

3.1.1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan (Effendy, 1995 : 18).
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk
mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan
53

secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta


kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi :
1) Identitas
a) Identitas klien terdiri dari : nama, umur, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, golongan darah,
diagnosa medis, status marital, alamat.
b) Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur,
suku/bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama,
hubungan dengan klien, alamat.
2) Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada
daerah luka.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila
bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien
diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diirisiris/disayat-sayat, skala nyeri bervsariasi dari 2-4 (05). Dijabarkan dengan PQRST.
c) Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu ada
apakah
riwayat

pernah

mengalami

penyakit
54

infeksi,

operasi

sebelumnya,

alergi

obat-obatan,

hypertensi, penyakit system pernafasan, diabetes


mellitus.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai
penyakit

keturunan

seperti

diabetes

mellitus,

hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan


riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit
mental.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan ibu

Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari
kedua biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran
pada umumnya compos mentis, tanda-tanda vital
biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil
dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold. BB
biasanya mendekati BB sebelum hamil.

Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai
respon tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas
terjadi apabila terdapat penumpukan secret akibat
anesthesi.

55

Sistem Kardiovaskuler
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan
darah biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi
peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg
diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan
membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi
terhadap penurunan sehingga kurang dari 50x/menit
kemungkinan ada shock hypovolemik, kaji apakah
konjungtiva anemis sebagi akibat kehilangan darah
operasi, kaji apakah ada peningkatan JVP, kaji juga
fungsi jantung. Pada tungkai bawah kaji adanya tandatanda tromboemboli periode post partum, seperti
kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar betis
perasaan tidak nyaman pada ekstremitas bawah, kaji
ada tidaknya tanda-tanda humans positif dorso fleksi
pada kaki.

Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama
sensasi pada tungkai bawah pada klien dengan spinal
anesthesi.

Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan
kedua keadaan mulut biasanya kering arena klien
puasa pada klien dengan anesthesi umum, fungsi
menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan terasa
56

kering. Berbeda pada klien dengan anesthesi spinal


tidak perlu puasa, kaji bising usus, apakah ada tanda
distensi pada saluran cerna, apakah klien sudah BAB,
atau flatus.

Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali
frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada distensi,
bagaimana pola BAK klien, kecuali terpasang kateter,
kaji warna urine, jumlah dan bau urine.

Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah
simetris, adakah hyperpigmentasi pada areola, putting
susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen,
karena pada bagian tengah abdomen terdapat luka,
kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah normal
karena proses involusi. Tinggi fundus uteri pada post
partum seksio sesarea hari kedua adalah 1-2 jari
dibawah umbilicus atau pertengahan antara sympisis
dan umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da
baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau amis
dan agak kental (lochea rubra). Kaji pengetahua klien
tentang cara membersihkannya, berapa kali mengganti
pembalut dalam sehari.
57

Sistem Integumen
Kebersihan rambut biasanya kurang, karena
sejak post operasi klien belum melakukan aktivitas
seperti biasa, kaji muka apakah ada hyperpigmentasi,
kloasma gravidarum, kaji keadaan luka operasi,
balutan dan kebersihannya, luka balutan biasanya
dibuka pada hari ke tiga.

Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah,
adakah pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas
simetris, apakah klien mampu melakukan pergerakan
ROM, tonus otot biasanya normal, tapi kekuatan
masih lemah, terutama karena klien dipuasakan pada
saat operasi. Pergerakan sendi-sendi biasanya tidak
ada keterbatasan. Kaji apakah ada diastasis rektus
abdominalis.

Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana
produksi ASI, pada post partum akan terjadi
penurunan

hormone

sehingga

hormone

estrogen

dan

prolaktin

progesterone
meningkatyang

menyebabkan terjadinya produksi ASI dan hormone


oksitosin

yang

merangsang

pengeluaran

ASI.

Sehingga pada masa ini akan terjadi peningkatan


58

produksi ASI dan akan terjadi pembengkakan


payudara bila bay tidak segera diteteki.
4) Pola Aktivitas sehari-hari
Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum
hamil, selama hamil, selama dirawat di rumah sakit.
a) Nutrisi
Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan
tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi,
bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah).

b) Eliminasi
Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses
serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji
frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine.
c) Pola tidur dan istirahat
Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu
tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur
karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit.
d) Personal hygiene
Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi,
keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post
partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan
bantuan dalam personal hygiene.

59

e) Ketergantungan fisik
Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras,
serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
5) Aspek Psikososial
a) Pola pikir dan persepsi
Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi,
respon ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien
tentang kondisi setelah melahirkan/setelah seksio
sesarea. Dan hal apa yang perlu dilakukan setelah
operasi seksio sesarea, kaji pengetahuan klien tentang
laktasi, perawatan payudara dan perawatan bayi.
b) Persepsi diri
Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi
pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang
dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang
membantunya dalam merawat bayi di rumah.

c) Konsep diri
Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri,
harga diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio
sesarea.
d) Hubungan komunikasi
Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi,
kebiasaan bahasa dan adat yang dianut.
60

e) Kebiasaan seksual
Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum,
terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat
dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari).
f) Sistem nilai dan kpercayaan
Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien
terhadap sumber kekuatan, kaji agama yang klien
anut, apakah klien suka menjalankan ibadah selama
sakit.
g) Pemeriksaan penunjang
Klien post partum dengan seksio sesarea perlu
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit.
h) Therapi
Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan
vitamin.
b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan menigkatkan data
dengan menghubungkan data tersebut dengan data dari
konsep teori serta prinsip yang relevan untuk mebuat
kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan rencana
keperawatan pasien (Effendi, 1995 : 24).
Jadi analisa data adalah membuat kesimpulan dari
data-data yang terkumpul.

61

3.1.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang
masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan
kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya dalam
batas wewenang perawat. Diagnosa yang mungkin muncul
antara lain :
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka
insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung
kemih.
b. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir,
dan infeksi nasokomial.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah,
dan pembatasan medis.
d. Gangguan

eliminasi

urine

berhubungan

dengan

terpasangnya kateter, retensi urine.


e. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia,
terpasang infus.
f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi
berhubungan dengan kurang informasi.
g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status
kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua.

62

3.1.3. Intervensi Keperawatan


Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan
kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan
keperawatan pada klien post partum menurut (Dongoes, 1994 :
417).
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka
insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung
kemih.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi
18-24 x/menit),
2) Tidak meringis,
3) Kegiatan tidak terganggu dengan rasa nyeri

Intervensi

Rasional

1. Tentukan skala nyeri

1. Untuk mengenal indikasi

dan intensitas nyeri,

kemajuan atau
63

pantua tekanan darah,

penyimpangan dari hasil

nadi dan pernafasan

yang diharapkan.

setiap 4 jam.

2. Anjurkan klien untuk


menggunakan
relaksasi
dalam

dan
serta

2. Relaksasi dan nafas dalam

teknik
nafas

dapat

mengurangi

ketegangan

otot

dan

teknik

menghambat rangsang nyeri

distraksi (untuk nyeri

serta menambah pemasukan

ringan dan sedang).

oksigen.

Distraksi

mengganggu stimulus nyeri


tetapi

tidak

mengubah

intensitas nyeri, paling baik


untuk periode pendek.

3. Anjurkan posisi tidur

3. Mempermudah pengeluaran

miring.

4. Berikan obat analgetik

gas

4. Analgetik

sesuai order

bersifat

menghambat reseptor nyeri,


sehingga

persepsi

berkurang/hilang

64

nyeri

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan


lahir, dan infeksi nasokomial.
Tujuan :
Dalam 3 hari setelah proses persalinan, infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80
x/menit, suhu tidak lebih dari 38 0C),
2) Insisi kering
3) Lochea tidak berbau busuk
4) Uterus tidak lembek

Intervensi

Rasional

1. Lakukan

1. Akan meminimalkan

perawatan
dengan

luka
teknik

dan

mencegah

kontaminasi

aseptic dan anti

atau

septic.

mikroorganisme.

2. Observasi adanya
tanda-tanda
infeksi
daerah
dolor,

dan

masuknya

2. Akan memudahkan
intervensi lebih dini

pada
luka

kalor,
65

dan

intervensi

selanjutnya.

rubor

dan

function laesa.

3. Berikan antibiotic

3. Antibiotik

bersifat

sesuai order dan

bakterisida

dan

kolaborasi untuk

adanya leukositosis

pemeriksaan

merupakan

leukosit.

satu tanda infeksi.

4. Anjurkan

salah

untuk

4. Protein dan viatamin

makan makanan

C dibutuhkan untuk

tinggi

pertumbuhan

protein,

vitamin C dan zat

jaringan dan zat besi

besi.

untuk pembentukan
hemoglobin.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake yang tidak adekuat, anoreksia, mual, muntah,
dan pembatasan medis.
Tujuan :
Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
1) Nafsu makan bertambah
2) Asupan nutrisi adequate.
66

Intervensi
1. Berikan

Rasional

dan

keseimbangan

jaga
cairan

1. Untuk

memenuhi

kebutuhan

dan elektrolit dengan

bila

pemberian infuse

belum

nutrisi

lewat

oral

memungkinkan atau
bising usus sangat
lemah.
2. Buatkan

makanan

2. Bising usus normal

secara bertahap dari cair

antara 6-12 x/menit,

, lunak dan makanan

makanan baru dapat

bila bising usus sudah

dicerna.

normal
3. Anjurkan

makan

sedikit-sedikit

tapi

sering.

3. Untuk menghindari
mual,

sehingga

intake adequate.

d. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan


terpasang kateter, retensi urine.
Tujuan :
Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
2. Terhindar dari infeksi system urine.
67

Intervensi

Rasional

1. Rawat perineum dan

1. Mencegah

agar

kateter secara rutin dan

tidak

mendukung

teratur.

pertumbuhan
bakteri.

2. Tempatkan

kantung

2. Untuk

mencegah

kencing bila dipasang

refluk,

sehingga

kateter lebih rendah dari

tidak

pasien.

bakteri

3. Ajarkan

teknik

merangsang

3. Klien biasanya bisa


buang

air

setelah diangkat kateter

setelah

6-8

seperti

setelah

siram

kencing

tumbuh

daerah

kandung kemih dengan

pengangkatan

air dan anjurkal klien

kateter.

duduk.

duduik

kecil
jam

Posisi

dapatmenimbulkan
rasa penuh sehingga
klien

terangsang

untuk kencing.
4. Angkat kateter sesuai

4. Untuk menghindari

ketentuan biasanya 6-12

pertumbuhan

jam post operasi

bakteri.

68

e. Aktifitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia,


terpasang infuse.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari aktivitas tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat melakukan personal Hygiene (ADL)

Intervensi
1. Rubah

posisi

Rasional
klien

1. Untuk

menghindari

setiap 1 jam sampai 2

komplikasi

setelah

jam sekali, anjurkan

bedah

seperti

nafas

dekubitus

dalam

dan

latihan kaki

dan

tromboemboli.
2. Meningkatkan

2. Bantu

dan

ajarkan

kemandirian klien dan

dalam

memenuhi kebutuhan

klien
memenuhi ADL

klien

3. Kaji tipe anestesi jika


epidural

3. Untuk

anestesi

mencegah

komplikasi

anjurkan klien tidur 6-

dan

perasaan nyeri

8 jam tanpa bantal

f. Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan bayi


berhubungan dengan kurang informasi.
69

Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan
demonstrasi (minimal 3 kali pertemuan) pengetahuan klien
bertambah tentang perawatan diri dan bayi.
Kriteria evaluasi:
Klien mengetahui dan mendemontrasikan tentang perawatan
diri dan bayi

Intervensi
1. Berikan

Rasional

informasi

1. Untuk

mencegah

tentang perawatan diri

terjadinya infeksi dan

seperti

perawatan

mempercepat

vulva,

perawatan

kesembuhan

luka, dan kebersihan


diri.
2. Berikan

informasi

2. Untuk meningkatkan

perawatan bayi seperti

keterlibatan

tali

dengan bayi

pusat

dan

klien

memandikan
3. Beri penjelasan dan
ajarkan

3. Meningkatkan minat

tentang

untuk

memberikan

laktasi/menyusui dan

laktasi dan mencegah

perawatan payudara

gangguan laktasi

4. Beri

penjelasan

4. Mencegah kehamilan
70

tentang

hubungan

terlalu cepat

seksual post partum


dan pemakaian alat
kontrasepsi

g. Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang status


kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua
Tujuan :
Setelah diberi penjelasan (minimal dalam 2 kali pertemua)
rasa cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Evaluasi :
Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan
mempunyai cara untuk mengatasinya

Intervensi
1. Anjurkan

Rasional

untuk

1. Mendukung

dan

mengungkapkan

mendorong

emosi

perasaanya

klien

sehingga

merasa diperhatikan
2. Berikan

penjelasan

2. Memberikan

tentang kondisi klien

perasaan

dan bayinya.

karena
dan

tenang
kondisinya

bayi

keadaan baik
71

dalam

3. Anjurkan dan bantu


koping

untuk

mengatasi masalah

3. Membantu
memfasilitasi peran
sebagai
sehingga

ibu

baru
cemas

berkurang

3.1.4. Implementasi
Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksaan dari
rencana yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya perawat
menerapkan pengetahuan, sikap dan keterampilan berdasarkan
Ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang terkait secara terintegrasi.

3.1.5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan untuk mengukur keberhasilan dari tujuan yang
ingin dicapai selanjutnya dilakukan penilaian tiap hari melalui
catatan perkembangan
3.1.6. Dokumentasi
Setelah melakukan asuhan keperawatan setiap data,
rencana maupun tindakan serta evaluasi yang harus dilakukan
harus didokumentasikan.Hal ini dilakukan agar dapat diketahui
bagaimana perkembangan klien tiap harinya.
72

Bab IV
Penutup
4.1. Kesimpulan
Infeksi postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia,
terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat
selsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,
dengan mengecualikan 24 jam pertama. Ini disebakan oleh kuman aerob
juga kuman anaerob. Infeksi bisa terjadi melalui tangan penderita,
droplet infeksion, infeksi rumah sakit (hospital infection), dalam rumah
sakit, dan Koitus karena ketuban pecah. Manifestasi yang muncul
bergantung pada tempat-tempat infeksi, ada infeksi yang terbatas pada
perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium kemudian bisa
menyebar dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, jalan limfe
dan permukaan endometrium. Bila menyebar maka manifestasi yang
muncul juga dapat memperburuk keadaan penderita.
Peristiwa terjadinya infeksi setelah persalinan yaitu dimana
sewaktu persalinan, bakteri yang mengkoloni servik dan vagina
memperoleh akses ke cairan amnion, dan postpartum bakteri-bakteri ini
akan menginvasi jaringan mati di tempat histerektomi. Kemudian terjadi
seluletis para metrium dengan infeksi jaringan ikat fibroareolar
retroperitonium panggul. Hal ini dapat disbabkan oleh penyebaran
limfogen ogranisme dari tempat laserasi servik atau insisi/ laserasi
uterus yang terinfeksi. Dengan ini dapat mengakibatkan berbagai

73

masalah keperawatan seperti hipertemi dan nyeri, dan untuk intervensi


keperawatannya merujuk pada diagnose nanda, nic dan noc.
4.2. Saran
Dengan buku petunjuk ini penulis berharap, mahasiswa dapat
memahami konsep teori beserta asuhan keperawatan pada infeksi
postpartum, karena infeksi postpartum rentan ditemui terutama pada
wanita yang mengalami gangguan pada sistem imun, sebagai tim medis
harus berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya infeksi
pada postpartum, sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.

74

Daftar Pustaka
Bobak, Irenne M.; Lowdermilk, Deltra Leonard; and Jensen, Margaret
Duncan. 2005. Buku Ajar

Keperawatan Maternitas (Maternity

Nursing) Edisi 4. Jakarta: EGC


Reeder; Martin; Koniak-Griffin. 2011. Keperawatan Maternitas:
kesehatan wanita, bayi, dan keluarga volume 1 edisi 18. Jakarta
: EGC
Salimah; Rusmiati; Maryanah; Susanti Ni Nengah. 2006. Asuhan
Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC
http://webforum.plasa.com/archive/index.php/t-39873.html.Diakses
pada 8 Juni 2013.
http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/01/askep-nifas-pada-ibudengan-infeksi.html.Diakses pada 8 Juni 2013.
http://www.scribd.com/doc/6502571/Infeksi-nifas.Diakses pada 8 Juni
2013.

75

TERIMA KASIH

76

You might also like