You are on page 1of 13

ASIDI-ALKALIMETRI

PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT


I. DASAR TEORI
I.1 Asidi-Alkalimetri
Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode analisis titrimetri.
Analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan
dengan menetapkan volume larutan yang kosentrasinya diketahui dengan
tepat yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan
yang zatnya akan ditetapkan (Basset, dkk., 1994).
Untuk dapat digunakan dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus
memenuhi kondisi-kondisi berikut :
1.

Reaksinya harus berlangsung cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi


syarat ini.

2.

Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan


reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa
baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometri.

3.

Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai,
baik secara kimia atau fisika.

4.

Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi


(Gandjar dan Rohman,2007)
Metode titrimetri ini masih digunakan secara luas karena merupakan

metode yang tahan, murah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi)


yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah bahwa metode titirimetri
kurang spesifik (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berdasarkan reaksi kimianya, reaksi tritimetri digolongkan menjadi 4,
salah satunya adalah reaksi asam-basa (Reaksi Asidi-Alkalimetri).
Asidimetri dan Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dan ion hidroksida yang berasal dari
basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral (Ganjar dan Rohman,
2007).

Titrasi Asidi-alkalimetri menyangkut dengan asam kuat-basa kuat,


asam kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari asam
lemah, basa kuat-garam dari basa lemah. Titrasi ini menggunakan
indikator pH atau indikator asam-basa sebagai penanda karena memiliki
sifat dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Warna asam
adalah sebutan warna indikator ketika dalam keadaan asam dan warna basa
ketika dalam keadaan basa (Harjadi, 1986).
Titrasi merupakan suatu metode analisis titrimetri yang melibatkan
volume larutan yang telah diketahui kosentrasinya (standar), diperlukan
untuk mereaksikan secara kuantitatif dengan zat yang akan dianalisis. Zat
yang akan dianalisis disebut titrat, reagen yang diketahui kosentrasinya
yang nanti ditambahkan ke dalam zat disebut titran dan prosesnya disebut
titrasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Selama proses titrasi berlangsung akan terjadi suatu rentang yang
menyatakan reaksi telah selesai disebut titik ekivalen teoritis (stoikiometri)
yang berarti bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa baku
secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi. Saat
terjadi perubahan yang terlihat dan menandakan titrasi harus diakhiri
disebut titik akhir titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang
dipakai dari buret sekian milliliter (Gandjar dan Rohman, 2007).
Untuk mengetahui kapan titrasi atau penambahan titran harus
dihentikan, praktikan dapat menggunakan bahan kimia yaitu indikator
yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan
perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik
ekuivalen tetapi bisa saja tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator
berubah warnanya disebut titik akhir (Gandjar dan Rohman, 2007).
Berdasarkan reaksi kimianya, reaksi tritimetri digolongkan menjadi
empat, salah satunya adalah reaksi asam-basa ( Reaksi Asidi-Alkalimetri).
Asidimetri dan Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hydrogen yang berasal dari asam dan ion hidroksida yang berasal dari
basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat

dikatakan reaksi pemberian prton (asam) dan penerimaan proton (basa).


Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa yang bersifat basa dengan larutan baku asam. Sebaliknya
alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap
senyawa yang bersifat asam dengan larutan baku basa (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Indikator yang digunakan bertujuan untuk mengetahui titik akhir
titrasi. Maka dari itu, semua langkah harus dibuat sedemikian rupa agar
perbedaan antara titik akhir titrasi dengan titik akhir equivalensi semakin
kecil. Selisih antara volume atau massa antara titik akhir titrasi dengan titik
akhir equivalensi disebut kesalahan titrasi (titration error). Dengan
demikian, semakin kecil nilai kesalahan titrasinya, maka hasil yang
didapatkan pada titrasi semakin tajam. Salah satu cara untuk mendapatkan
hasil ini, yaitu dengan menggunakan indikator dengan rentang pH yang
mendekati pH pada titik akhir equivalensi (Skoog et al, 2004).
Suatu titrasi yang ideal adalah jika titik akhir titrasi sama dengan titik
akhir ekivalen teoritis. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna
atau dengan terbentuknya endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat
diamati karena larutan bakunya sendiri atau dengan bantuan larutan (zat
lain) yang disebut dengan indikator. Indikator asam basa akan memiliki
warna yang berbeda dalam keadaan tidak terionisasi dengan keadaan
terionisasi. Sebagai contoh indikator phenolphtalein (PP) dalam keadaan
tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan berwarna dan akan
berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa)
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya mereka menunjukan range pH yang berbeda (Keenan, 2002).
Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nila pKa-nya.
Indikator phenolphthalein mempunyai pKa 9,4, terjadi perubahan warna
antara pH 8,4-10,4. Struktur phenolphthalein akan mengalami penataan
ulang pada kisaran 8,4-10,4 karena proton dipindahkan dari struktur fenol

dari phenolphthalein sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi


perubahan warna (Gandjar dan Rohman, 2007).
I.2 Asam Salisilat
Asam salisilat memiliki rumus molekul C7H6O3. Asam salisilat
mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 101,0% C7H6O3
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Asam salisilat berbentuk
hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur halus
putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna
putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat
berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol.
Asam salisilat memiliki jarak lebur antara 158 dan 161, sukar larut dalam
air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut
dalam air mendidih, agak sukar larut dala kloroform, disimpan dalam
wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).

Gambar 1.1 Struktur Asam Salisilat (Depkes RI, 1995)

I.3 Asam Oksalat


Asam oksalat memiliki rumus molekul C2H2O4. Asam oksalat
mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4. Asam oksalat berbentuk
hablur, tidak berwarna, larut dalam air dan etanol (95%) P. Penetapan
kadar asam oksalat dilakukan dengan menimbang asam oksalat kurang
lebih 3 gram, dilarutkan dalam 50 mL air bebas CO2 P, dititrasi dengan
NaOH 1 N menggunakan indikator fenolftalein P (Depkes RI, 1979).

Gambar 1.2 Struktur Asam Oksalat (Oxtoby, D. W., 2001)

I.4 Natrium Hidroksida


Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak
lebih dari 100,5% alkali jumlah dihitung sebagai NaOH, mengandung
Na2CO3 tidak lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida berbentuk pellet,
serpihan atau batang atau bentuk lain, berwarna putih atau praktis putih,
massa melebur, keras, rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila
dibiarkan di udara akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab,
mudah larut dalam air dan dalam etanol netral serta disimpan dalam wadah
tertutup rapat (Depkes RI, 1995).
II. ALAT DAN BAHAN
II.1 Alat
- Buret
- Erlenmeyer
- Ball filler
- Sendok tanduk
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Gelas ukur
- Pemanas
- Statif
- Labu ukur
- Pipet volume
- Kertas perkamen

II.2 Bahan
-

Akuades
Etanol 95%
Asam Oksalat 0,1 N
NaOH 0,1 N
Indikator Phenolphthalein
Asam Salisilat

III. PROSEDUR KERJA


3.1 Pembuatan Air Bebas CO2
Menurut FI IV, hal. 1124, air bebas CO2 adalah air murni yang telah
dididihkan kuat-kuat selama 5 menit atau lebih dan didiamkan sampai
dingin dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara.
- Prosedur Kerja
Air disiapkan secukupnya. Air disaring dengan menggunakan
kertas saring dan ditempatkan pada beaker glass., kemudian
dididihkan selama 5 menit atau lebih diatas penangas air. Beaker
glass ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan hingga dingin
dan tidak boleh menyerap karbon dioksida dari udara.
3.1 Pembuatan Larutan Standar NaOH 0,1 N
-

Perhitungan
N

= M x Ek

= N / Ek
=

= 0,1 M

0,1 M

Massa

= 0,4 gram
-

Prosedur Kerja
NaOH ditimbang sebanyak 0,4 gram dimasukkan dalam beaker
glass. Aquades ditambahkan secukupnya sedikit demi sedikit sambil
diaduk dengan batang pengaduk hingga larut. Larutan NaOH
dipindahkan ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan aquades
hingga tanda batas 100 ml.

3.2 Pembuatan Asam Oksalat 0,1 N


-

Perhitungan
N

= M x Ek

= N / Ek
=

= 0,05 M

0,05

Massa

x
x

= 0,63 gram
-

Prosedur Kerja
Asam Oksalat ditimbang sebanyak 0,315 gram dimasukkan
dalam beaker glass. Aquades ditambahkan secukupnya sedikit
demi sedikit sambil diaduk dengan batang pengaduk hingga larut.
Larutan NaOH dipindahkan ke dalam labu ukur, kemudian
ditambahkan aquades hingga tanda batas 100 ml.

3.3 Pembuatan Etanol Netral P ( FI IV hal 1154 )


Disiapkan 30 mL larutan etanol netral dengan menambahkan 10 tetes
merah fenol ke dalam larutan etanol (90%) dan dititrasi dengan NaOH

0,1 N secukupnya hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda


stabil.

3.4 Pembuatan Indikator PP ( Phenolpthalein ) ( FI IV hal 1557 )


Dalam 100 ml mengandung 1 gram Phenolpthalein
-

Perhitungan
=
X =
= 0,1 gram
-

Prosedur Kerja
0,1 gram PP ditimbang dan dilarutkan dengan 95% Etanol P
secukupnya, dipindahkan ke dalam labu ukur 10 ml, ditambahkan
etanol 95% sampai tanda batas, kocok hingga homogen.

3.5 Standarisasi NaOH 0,1 N


Asam Oksalat 0,1 N dipipet 10 ml, masukkan dalam erlenmeyer,
ditambahkan 2 3 tetes indikator PP. Kemudian dititrasi dengan NaOH
hingga terjadi perubahan warna merah muda. Dicatat volume NaOH
yang digunakan. Proses tersebut diulang 2 kali hingga total titrasi 3 kali.
3.6 Metode Penetapan Kadar Asam Salisilat
Larutan asam salisilat dipipet sebanyak 10 ml, masukkan ke dalam
erlenmeyer ditambah 5 ml etanol netral, ditambahkan dengan 20 ml
aquades aduk sampai homogen, tambahkan 3 tetes indikator PP. Dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai larutan menjadi merah muda yang stabil.
Dicatat volume NaOH yang digunakan. Tahap diatas diulang 3 kali.
IV. SKEMA KERJA

4.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N


Ditimbang NaOH sebanyak 2 gram
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Ditambahkan aquades secukupnya dan diaduk hingga larut

Larutan NaOH dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml

Ditambahkan aquades hingga mencapai tanda batas 100 ml


Digojog hingga homogen
4.2 Pembuatan Asam Oksalat 0,1 N
Ditimbang Asam Oksalat 3,15 gram
Dimasukkan ke dalam beaker glass
Ditambahkan aquades secukupnya dan diaduk sampai larut
Larutan asam oksalat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
Ditambahkan aquades sampai tanda batas 100 ml
Digojog hingga homogen
4.3 Pembuatan Etanol Netral P
Ditimbang Phenolphtalein sebanyak 0,1 gram
Ditambahkan 10 tetes indikator phenolphtalein ( PP )
Ditritrasi dengan larutan NaOH 0,1 N secukupnya sampai terjadi
perubahan warna menjadi merah
4.4 Pembuatan Indikator PP

30 mL etanol dimasukkan ke labu erlenmeyer


Dimasukkan ke dalam beaker glass
Ditambahkan etanol 95% hingga larut perubahan warna menjadi
merah
Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
Ke dalam labu ukur ditambahkan etanol 95% hingga mencapai
tanda batas 10 mL
Digojog hingga homogen
4.5 Standarisasi NaOH
Dipipet 10 ml asam oksalat 0,1 N, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditetesi dengan indikator PP 2 3 tetes
Dititrasi dengan NaOH hingga terbentuk warna merah muda stabil
Larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
Dicatat volume NaOH yang digunakan
Diulang sebanyak 2 kali hingga total titrasi 3 kali
Larutan asam salisilat dipipet sebanyak 10 ml
4.6 Metode Penetapan Kadar Asam Salisilat
Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
Ditambahkan dengan 15 ml etanol netral
Ditambahkan dengan 10 ml aquades
Diaduk sampai homogen, ditambah 2-3 tetes indikator PP
Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan berubah warna
menjadi merah muda stabil
Dicatat volume NaOH yang digunakan
Tahap diatas diulang 3 kali
Dihitung kadar asam salisilat yang didapatkan

V. PERHITUNGAN
5.1 Standarisasi Larutan Standar NaOH 0,1 N
Titrasi larutan Kalium biftalat dengan Larutan NaOH
Indikator : PP 1%
Volume NaOH (ml)

Pengamatan

Kesimpulan

Titik Akhir Titrasi :


Normalitas NaOH :
Ulangi Titrasi 3 kali
Normalitas Larutan Standar NaOH rata-rata :
5.2 Penetapan Kadar Asam Salisilat
Larutan Standar NaOH yang digunakan :

0,1 N

Indikator : PP 1%
Volume NaOH (ml)

Pengamatan

Kesimpulan

Titik Akhir Titrasi :


Kadar Asam Salisilat :
Ulangi Titrasi 3 kali
Kadar Asam Salisilat rata-rata :
Paraf

DAFTAR PUSTAKA
Basset,J., Denney, R.C., Jeffery, G.H., and J.Mendham. Buku Ajar Vogel ; Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta; Buku Kedokteran EGC

Depkes RI.1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta; Departemen Kesehatan


Republik Indonesia
Depkes RI.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta; Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
Skoog, D. A. 1996. Fundamental of Analytical Chemistry. Seventh edition. USA:
Saunders College Publishing

You might also like