You are on page 1of 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY.

N
P3A0
POST PARTUM MATURUS DENGAN SECTIO
CAESAREA HARI KE 1
ATAS INDIKASI CEPHALO PELVIC
DISPROPORTIONAL
DI RUANG HCU RUMAH SAKIT ADVENT
BANDUNG

Disusun Guna memenuhi salah satu tugas Mata kuliah


Maternitas

Disusun Oleh :
Wargini

UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA BANDUNG

2006
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan
professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat, meliputi bio, psiko,
social spiritualyang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh kehidupan manusia.
Bidang layanan dalam keperawatan sangat luas, salah
stunya

adalah

bidang

garap

keperawatan

maternitas.

Keperawatan maternitas merupakan layanan professional


yang ditujukan kepada wanita usia subur yang meliputi masa
sebelum hamil, masa hamil, masa melahirkan, masa nifas,
masa diantara kehamilan, neonatus dan keluarga yang
berfokus kepada kebutuhan dasar dalam melakukan adaptasi
fisik

dan

psikososial

dengan

menggunakan

proses

keperawatan (Thompson, 1995:218).


Asuhan keperawatan pada masa setelah melahirkan
atau masa nifas sangat dipengaruhi oleh cara melahirkan,
apakah normal (spontan) atau dengan tindakan. Salah satu
tindakan yang dilakukan pada proses persalinan adalah
tindakan seksio sesaria. Seksio sesaria merupakan peristiwa

pengakhiran kehamilan melalui pembedahan, dimana janin


dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan rahim.
Tindakan

seksio

sesaria

dapat

menimbulkan

berbagai

komplikasi baik terhadap ibu maupun janin. Komplikasi yang


mungkin muncul pada ibu dapat terjadi pada masa nifas post
seksio

sesaria

pembekuan

berupa

darah,

perdarahan,

trauma

pada

infeksi,

kandung

gangguan
kemih

dan

penurunan fungsi intestinal bagian bawah (colon). Maka dari


itu, kelompok merasa tertarik untuk mengangkat kasus
dalam laporan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan
Pada Klien Ny. N P3A0 Post Partum Maturus Dengan Seksio
Sesarea Hari Ke 1 Atas Indikasi Cephalo Pelvic Disproportional
Di Ruang HCU RS Advent Bandung.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Memperoleh gambaran lebih jelas mengenai
partus matures seksio sesarea hari ke 1 secara komprehensip
dan terintegrasi berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
melalui pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
1. Dapat melaksanakan pengkajian pada klien dengan
seksio sesarea meliputi : Pengumpulan data, analisa
data, menentukan masalah dan merumuskan diagnosa
keperawatan.
2. Dapat merencanakan asuhan sesuai kebutuhan klien
post partum dengan seksio sesarea.

3. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai


dengan kebutuhan klien.
4. Dapat mengevaluasi hasil tindakan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan klien.
5. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini
adalah metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan
pendekatan

proses

keperawatan.

Adapun

teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara atau


anamnesa secara langsung dari klien, observasi langsung
pada klien, studi literatur yang berhubungan dengan masalah
pada klien dan studi dokumentasi status perkembangan klien
yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada klien
dengan post partum matures dengan seksio sesarea atas
indikasi CPD ( Chepalo Pelvic Disproportion ).
D. Sistematika Penulisan
1. BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan, metode dan
sistematika penulisan.
2. BAB II : TINJAUAN TEORI
Terdiri dari konsep dasar masa nifas, pengertian dan
penyebab tindakan seksio sesarea, anatomi fisiologi
panggul, asuhan keperawatan pada klien post partum
dengan seksio sesarea atas indikasi CPD.
3. BAB III : TINJAUAN KASUS
Terdiri atas Tinjauan kasus yang merupakan laporan
pelaksanaan asuhan keperawatan yang terdiri atas :

Pengkajian, Diagnosa masalah berdasrakan prioritas,


Perencanaan, implementasi dan Evaluasi
4. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN.
Terdiri atas kesimpulan dan Saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A.

Konsep Dasar
1.

Masa Nifas
a.

Pengertian

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 :
115).
Periode post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah
kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum
kehamilan. (Bobak, 2000 : 716).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah
kira-kira 6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237).
Post partum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi beberapa
minggu pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal.
(Cuningham, 1995 : 281).
Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
Masa nifas disebut juga post partum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan
pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan sampai pada keadaan
normal, seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
b.

Periode Nifas
1)

Periode Immediate post partum : terjadi dalam 24 jam pertama


setelah melahirkan.

2)

Periode Early post partum : terjadi setelah 24 jam post partum


sampai akhir minggu pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi
pada ibu post partum, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
drastic.

3)

Periode late post partum : terjadi mulai minggu kedua sampai


minggu keenam sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.

c.

Adaptasi Fisiologis post Partum

Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat,
untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan

obat-obat

anesthesia

umum

selama

proses

pembedahan

menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi.


Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang
menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini

tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi


mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri.
2)

Sistem Cardiovaskuler

Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak


mengalami perubahan antara lain :
a)

Cardiak Output

Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari


pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan
adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat
terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20
mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan
resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi
beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi
(ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya
perdarahan uteri.
b)

Volume dan Konsentrasi Darah

Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada sel
darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post
partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya
mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 %
dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post
partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding
persalinan normal (600-800 cc).

3)

Sistem Gastrointestinal

Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan
tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu.
Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh
penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien.
Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin
terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut karena
dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum. Sebagai

akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi serta


gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu puasa
sebelumnya.
4)

Sistem Reproduksi
a)

Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus
luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan meningkat
dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI. Keadaan
payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan dalam
masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras dan
nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi.
Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu,
sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat
kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon
sehingga ASI dapat keluar.

b)

Involusi Uterus
Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya
akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar
yang bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi
secara progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post
partum sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang
pubis. Pada minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum
hamil kurang lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba
pada pinggir perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah
dengan rasa nyeri akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari
narkose dari 24 jam post operasi.

c)

Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi menjadi
2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama lochea.
Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang berisi
kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium
pulih kembali dalam minggu kedua dan ketiga.

d)

Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum

Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks
dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal.
Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
e)

Lochea
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas
inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan
uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan
desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas.
Lochea dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu :
(1)

Lochea Rubra
Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post partum. Warna merah
terdiri dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa
mekonium dan sisa-sisa selaput ketuban.

(2)

Lochea Serosa
Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan
warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan post
partum.

(3)

Lochea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, selsel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 26 post partum (Cuningham, 195 : 288).
Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea
berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta
(nanah), aras nyeri yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan
sumber perdarahan dan terjadi infeksi intra uterin.

5)

Sistem Endokrin

Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan


kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
6)

Sistem Perkemihan

Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena
letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih
mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan
sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi

gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training.
Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
7)

Sistem Persarafan

Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan
kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan
pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada
ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24
jam pertama. Kesadaran biasanya
8)

Sistem Integumen

Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat dari


penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa
wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan,

kadang ada yang

hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat


selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari
penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga
rambut tampak rontok.
9)

Sistem Muskuloskletal

Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini menyebabkan
hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama menurunnya tonus
otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding abdomen
sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi, secara
berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat
berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum
dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi
pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.
d.

Adaptasi psikologis orangtua

Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi.
Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi
perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula
oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga,
perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota
keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
1)
Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal,
ibu merupakan bagian pertama

yang

memberikan lingkungan untuk

berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak
mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi

karena

ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan


komponen yaitu :
a)

kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen


pertama dari respon menjadi orangtua dalam perawatan bayi.

b)

Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen


psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan
pengalaman awal menjadi orangtua.

2)

Fase maternal

Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut Rubin Maternal
Phases yaitu :
a)

Taking in (periode ketergantungan)

Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu
berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu
berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
b)

Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan


kemandirian)

Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini
secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus
perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya,
mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat
yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
c)

Letting go (fase mampu sendiri)

Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai
menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas
bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima
kenyataan.
3)

Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat)

Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling


mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika
pertama kali bertemu. Attachment adalah suatu perasaan ksih
sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat
unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).
Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk
memperat rasa kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi
disebut bounding attachment melalui touch/sentuhan, kontak
mata, dan aroma.
4)
Adaptasi ayah

Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi


dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi
saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin,
tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural
5)
Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan
pada sibling atau saudara, anak pertama le bih ingin
mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya.
2.

Seksio Sesaria
a. Pengertian

Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 1995 : 511).
Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan uterus
yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28
minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1999 : 229)
Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 1991 : 863)
Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
Seksio sesaria adalah suatu cara persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) yang masih utuh dengan berat janin > 1000
gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu.
Indikasi dilakukan seksio sesaria
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan perslinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau
keduanya. Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan
aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1 ) Indikasi ibu
a)

Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu


apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak
dapat melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi
ibu dan janin.

b)

Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah


uterus sehingga menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika
serviks membuka selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini
sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.

c)

Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan


lahir akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.

d)

Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia


sehingga kurang kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan
pada persalinan, sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.

e)

Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman


akan terjadi ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.

f)

Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada


pembukaan, disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau
jarak persalian yang lama(lebih dari delapan tahun)

2) Indikasi janin
a.

Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000
gram, sehingga sulit melahirkannya

b.

Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan


pervaginam adalah dengan kepala ke bawah/ sefalik

c.

Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam


persalinan

d.

Hidrocepalus

dimana

terjadi

penimbunan

cairan

serebrospinalis dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta
terjadi peleberan sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak
dapat berakomodasi dengan jalan lahir.
3) Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila
telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan
sebelumnya Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah
pernah mengalami operasi seperti seksio sesaria klasik, miomektomi
(Muhtar, 1998 :289) misalnya ibu dengan riwayat mioma sehingga
dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan berikutnya dengan
seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri saat
kontraksi uterus pada peresalinan spontan.
b. Jenis-jenis operasi seksio sesaria
1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada segmen atas uterus.
2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada segmen bawah uterus.
Teknik ini paling sering dilakukan.
3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu dilakukan
pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang dilakukan.
4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan histerektomy dengan
indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri, infeksi intra uterin yang berat.
c. Kontra indikasi
1)

Janin mati

2)

Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi

3)

Kelainan congenital berat

d. Komplikasi yang sering muncul pada tindakan seksio sesaria


1)

Pada Ibu

a) infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu
beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b) Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan
terluka pada saat operasi.
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan
seksio sesaria.
d) Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami
pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan garis
kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e) Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.
2)

Pada Bayi
a) Hipoxia
b) Depresi pernapsan
c) Sindrom gawat pernapasan
d) Trauma persalinan

e. Perawatan setelah operasi


Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga
memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini.
Observasi trias komplikasi meliputi :
1) Kesadaran penderita
a)

pada anestesi lumbal


Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua
proses persalinan

b)

pada anestesi umum


pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang akhir
operasi.

2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital


a)

pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi urine, dengan perhitungan :

produksi urine normal 500-600 cc

pernapasan 500-600 cc

penguapan badan 900-1000 cc

- pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20


tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b)

Pemeriksaan
- paru-paru :

bersihan jalan napas

ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru

- bising usus, menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus)


- perdarahan local pada luka operasi
- kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah

perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia


uteri meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.

3)

provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril,
infeksi asenden karena manipulasi vagina sehingga pemberian
antibiotika sangat penting untuk menghindari terjadinya sepsis
sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :

4)

bersifat provilaksis

bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi

berpedoman pada hasil sensitivitas

kualitas antibiotika yang akan diberikan

cara pemberian antibiotika.


mobilisasi penderita

Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya fungsi
alat vital dapat segera tercapai.
a) mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b) mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.
3.

Cepalo pelvic disproporsi (CPD)

Setiap kelainan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat
menimbulkan disposia pada persalinan.
a.Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)

kesempitan pintu atas panggul


a) Definisi
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit bila konjugata vera yang
merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika
diameter transversa yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang
dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera umumnya lebih menguntungkan
daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh
karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bawah kepala tertahan
oleh pintu atas panggul, mak dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami
tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lamanya
pendataran dan pembukaan servik. Apabila pada panggul sempit pintu atas
panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin ketuban bisa pecah
pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada
panggul picak turunnya belakang-kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya
defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan
pada semua ukuran ; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi.
Selanjutnya moulage kepala janin dapat dipengaruhi ileh jenis asinklistismus ;
dalam hal ini asinklistismus anterior daripada posterior oleh karena pada
mekanisme yang terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling
bawah tertahan oleh simpisis sedangkan pada asinklistismus anterior os parietal
anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.

2)

Kesempitan panggul tengah


Ukuran terpenting, yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri
rountgenologi ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini kurang dari 9,5
cm perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesulitan pada persalinan apalagi
bila diameter

sagitalis posterior pendek pula. Terjadinya distosia pada

kesmpitang panggul tengah juga tergantung pada ukuran serta bentuk pelvis
bagian depan dan besar kepala janin disamping derajat kesempitang panggul
tengah sendiri.
Kesempitan panggul tengah mungkin lebih sering dijumpai daripada kesempitan
panggul atas dan sering menjadi penyebab kemacetan kepala janin dalam posisi

melintang (transverse arrest) dan kesulitan dalam melakukan tindakan forsep


tengah.
3)

Kesempitan pintu bawah panggul


Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana
distansia tuberum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul secara kasar
dapat disamakan dengan dua buah segitiga dan distansia tuberum merupakan alas
kedua segitiga tersebut. Supaya kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang
lebih besar pada bagian pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior
yang cukup panjang persalinan pervagianam dapat dilaksanakan walaupun dengan
perlukaan luas. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan
distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula
dengan kesempitang panggul tengah. Supaya kepala janin dapat lahir

b. Prognosis
Apabila persalinan dengan CPD dibiarkan berlangsung sendiri tanpa pengambilan
tindakan yang tepat akan timbul bahaya bagi ibu dan janin.
1)

Bahaya pada Ibu

a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis dan infeksi intra partum.
b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahit tertahan, dapat
timbul regangan pada segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retaksi
patologi. Keadaan ini dinamakan ruptur uteri.
c. Dengan persalinan tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu tempat mengalami
tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal ini menimbulkan
gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemik dan kemudian nekrosis pada
tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesico servikalis atau
fistula vesico vaginalis atau fistula recto vaginalis.
2)

Bahaya pada janin

a. partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika ditambah dengan
infeksi intra partum.
b. Prolapsus funikuli
c.

Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batasbatas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut dilampaui, terjadi sobekan
pada tentorium serebeli dan perdarahan intra kranial

d. selanjutnya tekanan oleh promotorium atau kadang-kadang oleh simpisis pada


panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin,
bahkan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietal.

4.

KONTRASEPSI MANTAP (KONTAP)


Sterilisasi dengan cara pembedahan pada salah satu atau kedua parter seks merupakan
bentuk kontrasepsi yang paling popular di antara pasangan dalam usia reproduktif.
Ada dua jenis kontrasepsi mantap :

Vasektomi (MOP/ Medis operatif pria)

Tubektomi (Medis Operatif Wanita)

.
TUBEKTOMI
Yaitu setiap tindakan pada kedua saluran trelur wanita yang memgakibatkan orang/pasangan
yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
Cara Tubektomi
Tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas
i.

Saat operasi

ii.

Cara mencapai tuba

iii.

Cara penutupan tuba

Saat Operasi
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa interval. Dianjurkan
agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambatlambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan
ipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan.
Cara Mencapai Tuba
Cara-cara yabg dilakukan di Indonesia saat ini adalah dengan laparatomi, laparatomi mini dan
laparoskopi.
1. Laparatomi
Cara mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada masa pasca
persalinan.tubektomi jugadilakukan bersamaan dengan seksio sesaria, dimana kehamilan
selanjutnya tidak diinginkan lagi.
2. Laparatomi mini

laparatomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pascapersalinan.
Tubektomi yang dapat dilakukan ialah mneurut cara Pomeroy dan Kroener. Apabila dilakukan
1-2 hari pasca persalinan, perawatannya tidak lebihlama daripada persalinan biasa. Pada
masa interval atau pasca keguguran perawatan cukup dilakukan selama6 jam pasca bedah.
3. Laparoskopi
laparoskop dimasukkan ke dalam selubung dan alat panggul diperiksa. Tuba dicari dengan
bantuan manipulasi kanul rubin, lalu sterlisasi dilakukan dengan menggunakan cicin falope
yang dipasang pada pars ampularis tuba.komplikasi yang dapat terjadi pada tubektomi
laparoskopi ialah perdarahan mesosalping atau perlukaan. Perlukaan pada pembuluh darah
daerah abdominal dapat pula terjadi. Komplikasi lain berupa emfisema subkutan dan
ferporasi uterus oleh kanula Rubin.
Cara Penutupan Tuba
Cara tubektomi yang dapat dilakukan ialah cara Pomeroy, Kroener, Irving, pemasangan cincin
Falope, klip filshie, dan elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba.
Indikasi Tubektomi
Konferensi khusus Perkumpulan untuk sterlisasi sukarela Indonesia (1976) menganjurkan agar
tubektomi dilakukan pada umur antara 25-40 tahun dengan jumlah anak sebagai berikut : 1)
umur istri antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih; 2) umur istri antara 30-35tahun
dengan 2 anak atau lebih; dan 3) umur istri antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau
lebih.umur suami sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah
melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan itu. Perkumpulan kontasepsi mantap
Indonesi (PKMI) menganjurkan 3 syarat untuk menjadi akseptor kontap yaitu syarat sukarela,
bahagia, cara sehat.
Perawatan pasca nifas
Setelah sterlisasi yang dilakukan dalam masa nifas, analgesia harus diberikan untuk
mengatasi rasa sakit pada abdomen,yang diantara para wanita multipara kadang-kadang
bertambah dengan timbulnya nyeri uterus setelah melahirkan, dalam waktu 8 jam,
kebanyakan wanita yang menjalani operasi ini diperbolehkan untuk berjalan (ambulasi).
Makan makanan yang biasa dan meneteki bayinya.
Komplikasi pada sterilisasi tuba
Problem utama yang menyertai steriklisasi tuba adalah komplikasi estetika, koagulasi pada
struktur yang penting, emboli pulmoner yang kadang-kadang dijumpai dan kegagalan untuk

menghasilkan kemandulan tanpa didasari, sehingga bisa mengakibatkan kehamilan ektopik


yang ditangani secara keliru.

Kegagalan Sterilisasi Tuba


Tidak ada diantara metode-metode yang telah disebut di atas dapat dilakukan tanpa kegagalan, dan
kehamilan berikutnya, baik yang ada dalam uterus maupun ekstrauteri, dapat terjadi akibat kegagalan
metode itu sendiri atau akibat pelaksanaan operasi sterlisasi yang tidak baik.Sodersrom meninjau
secara rinci sebab-sebab kegagalan tersebut yaitu :
1. Kegagalan metode reseksi paling sering diikuti oleh pembentukan fistula atau reanastomosis
yang spontan.
2. alat-alat mekanis yang dipasang mengalami kegagalan kalau alat tersebut cacat atau
ditempatkan secara tidak tepat.
3. kerusakan jaringan terlihat nyata tetapi tidak lengkap pada kegagalan yang terjadi setelah
tindakan elektrokoagulasi bipolar, sementara kegagalan yang terjadi setelah tindakan
elektrokoagulasi unipolar disebabkan oleh pembentukan fistula.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara
sistematis untuk menentukan masalah klien, membuat
perencanaan, untuk mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi
keberhasilan secara efektif, terhadap masalah yang diatasinya.
(Effedi, Nasrul,1995: 3).
Proses keperawatan pada dasarnya adalah metode
pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang berfokus
pada respon manusia secara individu, kelompok dan masyarakat
terhadap perubahan kesehatan baik actual maupun potesial.
Proses keperawatan terdiri dari empat tahap yaitu :
Pengkajian, Perecanaan, Implementasi dan Evaluasi, dimana
masing-masing tahap saling berkaitan dan berkesinambungan
satu sama lain.
4.

Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan

klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Effendy, 1995 :


18).
.a

Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan awal dari pengkajian untuk


mengumpulkan informasi tentang klien yang akan dilakukan
secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta
kebutuhan kesehatan klien sehari-hari meliputi :
)1
Identitas
a)

Identitas klien terdiri dari : nama, umur,


agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, golongan
darah, diagnosa medis, status marital, alamat.

b)

Identitas penanggung jawab terdiri dari :


nama,

umur,

suku/bangsa,

pendidikan

terakhir,

pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.


)2

Status Kesehatan
)a

Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien pada saat
dikaji. Biasanya klien akan mengeluh nyeri pada daerah
luka operasi.

)b

Riwayat Kesehatan Sekarang


Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang
dirasakan klien. Biasanya nyeri akan bertambah bila
bergerak/mengubah posisi, nyeri berkurang jika klien
diam atau istirahat, nyeri dirasakan seperti diirisiris/disayat-sayat, nyeri akan megganggu aktivitas
terutma pada hari pertama post operasi, skala yer
bervsariasi dari 2-4 (0-5). Dijabarkan dengan PQRST.

)c

Riwayat Kesehatan Yang Lalu


Yang perlu dikaji riwayat kesehatan dahulu pada klien
post seksio sesarea, apakah pernah mengalami operasi
sebelumnya, riwayat penyakit infeksi, alergi obatobatan, hypertensi, penyakit system pernafasan,
diabetes mellitus.

)d

Riwayat Kesehatan Keluarga


Dikaji dalam keluarga apakah keluarga mempunyai
penyakit
keturunan
seperti
diabetes
mellitus,

hypertensi, jantung, penyakit kelainan darah dan


riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit mental.
)e

Riwayat Obstetri dan Ginekologi


()1

Riwayat ginekologi
()a

Riwayat menstruasi

Melalui siklus haid, lamanya, jumlahnya, sifat


darah (warna, bau, cair/gumpal), dismenorhea,
HPHT (Haid Pertama Haid Terakhir) dan taksiran
persalinan.
()b
Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan (suami dan istri) meliputi
usia perkawinan, umur klien saat menikah,
pernikahan ke berapa.
()c

Riwayat keluarga berencana


Apakah klien sudah pernah menggunakan alat
kontrasepsi
sebelumnya,
jenis
kontrasepsi,
berapa lama, rencana KB setelah melahirkan,
untk dapat hamil lagi klien post seksio sesarea
minimal 3 tahun.

()2

Riwayat obstetri
()a

Riwayat

kehamilan,

persalinan, nifas yang lalu


Perlu dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan
nifas yang lalu, apakah kehamilan, tanpa
penyulit, control teratur, melahirkan dimana,
ditolong oleh siapa, umur kehamilan, jenis
persalinan, berat anak waktu lahir, masalah yang
terjadi dan keadaan anak. Penyakit kandungan
yang pernah dialami.
()b

Riwayat kehamilan sekarang


Usia kehamilan, keluhan selama hamil terutama
yang dirasakan pada trimester pertama biasanya
akan mengalami morning sikness, muntah, lesu
dan sering kencing. Pada trimester kedua mulai
dirasakan gerakan janin. Apakah ibu control
secara teratur, riwayat pemberian TT dan obat
yang dikonsumsi setiap hari, apakah keadaan
janin selama kehamilan tidak ada kelaian, pernah

dilakukan
pemeriksaan
panggul,
keadaan
panggulnya, keadaan uterusnya sehingga klien
harus menjalani operasi seksio sesarea.
()c

Riwayat persalinan sekarang


Kaji pengetahuan klien tentang tindakan operasi
yang dialaminya. Kaji jalannya operasi waktu dan
lamanya operasi, jenis anesthesi, jenis operasi
seksio sesarea. Kaji keadaan bayi saat partus,
berat badan, panjang badan, kelainan congenital,
nilai APGAR dalam satu menit pertama dan lima
menit selanjutnya. Apakah bayi mengalami
aspixia. Bagaimana involusi dan konsistensi
uterus, apakah terjadi perdarahan, jumlahnya,
keadaan ibu saat setelah operasi.
Pemeriksaan Fisik

)3
)a

Pemeriksaan ibu
(1)

Keadaan Umum
Pada klien post operasi seksio sesarea hari kedua
biasanya klien masih lemah, tigkat kesadaran pada
umumnya compos mentis, tanda-tanda vital
biasanya sudah stabil, tingkat emosi mulai stabil
dimana ibu mulai masuk dalam fase taking hold.
BB biasanya mendekati BB sebelum hamil.

()2

Sistem Respirasi
Respirasi kemungkinan meningkat sebagai respon
tubuh terhadap nyeri, perubahan pola nafas terjadi
apabila terdapat penumpukan secret akibat
anesthesi.

()3

Sistem Kardiovaskuler
Klien biasanya mengeluh pusing, tekanan darah
biasanya mengalami penurunan. Bila terjadi
peningkatan 30 mmHg systolic atau 15 mmHg
diastolic kemungkinan terjadi pre eklampsia dan
membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Observasi nadi
terhadap
penurunan
sehingga
kurang
dari
50x/menit kemungkinan ada shock hypovolemik,
kaji apakah konjungtiva anemis sebagi akibat
kehilangan darah operasi, kaji apakah ada
peningkatan JVP, kaji juga fungsi jantung. Pada
tungkai
bawah
kaji
adanya
tanda-tanda
tromboemboli periode post partum, seperti
kemerah-merahan, hangat dan sakit di sekitar

betis perasaan tidak nyaman pada ekstremitas


bawah, kaji ada tidaknya tanda-tanda humans
positif dorso fleksi pada kaki.
()4

Sistem Saraf
Kaji fungsi persarafan, kesadaran terutama sensasi
pada tungkai bawah pada klien dengan spinal
anesthesi.

()5

Sistem Pencernaan
Kaji keadaan mulut, pada hari pertama dan kedua
keadaan mulut biasanya kering arena klien puasa
pada klien dengan anesthesi umum, fungsi
menelan baik, kecuali klien merasa tenggorokan
terasa kering. Berbeda pada klien dengan
anesthesi spinal tidak perlu puasa, kaji bising usus,
apakah ada tanda distensi pada saluran cerna,
apakah klien sudah BAB, atau flatus.

()6

Sistem Urinaria
Bagaimana pola berkemih klien, berapa kali
frekuensinya, kaji keadaan blass apakah ada
distensi, bagaimana pola BAK klien, kecuali
terpasang kateter, kaji warna urine, jumlah dan
bau urine.

()7

Sistem Reproduksi
Kaji bagaimana keadaan payudara, apakah
simetris, adakah hyperpigmentasi pada areola,
putting susu menonjol, apakah ASI sudah keluar.
Kaji tinggi fundus uteri pada pinggir abdomen,
karena pada bagian tengah abdomen terdapat
luka, kaji kontraksi uterus, perasaan mulas adalah
normal karena proses involusi. Tinggi fundus uteri
pada post partum seksio sesarea hari kedua adalah
1-2 jari dibawah umbilicus atau pertengahan
antara sympisis dan umbilical.
Kaji pengeluaran lochea, jumlahnya, warna da
baunya. Biasanya lochea berwarna merah, bau
amis dan agak kental (lochea rubra). Kaji
pengetahua klien tentang cara membersihkannya,
berapa kali mengganti pembalut dalam sehari.

()8

Sistem Integumen

Kebersihan rambut biasanya kurang, karena sejak


post operasi klien belum melakukan aktivitas
seperti
biasa,
kaji
muka
apakah
ada
hyperpigmentasi,
kloasma
gravidarum,
kaji
keadaan luka operasi, balutan dan kebersihannya,
luka balutan biasanya dibuka pada hari ke tiga.
()9
Sistem Muskuloskletal
Bagaimana keadaan klien apakah lemah, adakah
pergerakan klien kaku, apakah ekstremitas
simetris,
apakah
klien
mampu
melakukan
pergerakan ROM, tonus otot biasanya normal, tapi
kekuatan masih lemah, terutama karena klien
dipuasakan pada saat operasi. Pergerakan sendisendi biasanya tidak ada keterbatasan. Kaji apakah
ada diastasis rektus abdominalis.
()10

Sistem Endokrin
Kaji apakah ada pembesaran tyroid, bagaimana
produksi ASI, pada post partum akan terjadi
penurunan hormone estrogen dan progesterone
sehingga
hormone
prolaktin
meningkatyang
menyebabkan
terjadinya
produksi
ASI
dan
hormone oksitosin yang merangsang pengeluaran
ASI. Sehingga pada masa ini akan terjadi
peningkatan produksi ASI dan akan terjadi
pembengkakan payudara bila bay tidak segera
diteteki.

)4

Pola Aktivitas Sehari-hari


Pola aktivitas yang perlu dikaji adalah : sebelum hamil,
selama hamil, selama dirawat di rumah sakit.
a)

Nutrisi
Kaji frekuensi makan, jenis makanan yang disukai dan
tidak disukai, apakah makanan pantangan atau alergi,
bagaimana nafsu makan klien, porsi makan (jumlah).

b)

Eliminasi
Kaji frekuensi BAB, warna, bau dan kosistensi feses
serta masalah yang dihadapi klien saat BAB. Kaji
frekuensi BAK, warna, bau dan jumlah urine.

c)

Pola tidur dan istirahat

Klien post partum seksio sesarea membutuhkan waktu


tidur yang cukup, tapi sering mengalami masalah tidur
karena perasaan yeri dan suasana rumah sakit.
d)

Personal hygiene
Data yang perlu dikaji adalah mandi, gosok gigi,
keramas dan gunting kuku. Pada klien dengan post
partum seksio sesarea hari ke 1-2 masih memerlukan
bantuan dalam personal hygiene.

e)

Ketergantungan fisik
Apakah klien suka merokok, minum-minuman keras,
serta kaji apakah klien mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.

)5

Aspek Psikososial
a)

Pola pikir dan persepsi


Yang perlu dikaji adalah hubungan ibu dan bayi, respon
ibu mengenai kelahiran, kaji pengetahuan klien tentang
kondisi setelah melahirkan/setelah seksio sesarea. Dan
hal apa yang perlu dilakukan setelah operasi seksio
sesarea, kaji pengetahuan klien tentang laktasi,
perawatan payudara dan perawatan bayi.

b)

Persepsi diri
Kaji tingkat kecemasan dan sumber yang menjadi
pencetus kecemasan, kaji rencana ibu setelah pulang
dari rumah sakit untuk merawat bayi dan siapa yang
membantunya dalam merawat bayi di rumah.

c)

Konsep diri
Terdiri dari body image, peran diri, identitas diri, harga
diri dan ideal diri klien setelah menjalani seksio
sesarea.

d)

Hubungan komunikasi
Kesesuaian antara yang diucapakan dengan ekspresi,
kebiasaan bahasa dan adat yang dianut.

e)

Kebiasaan seksual
Kaji pengetahuan klien tentang seksual post partum,
terutama setelah seksio sesarea. Biasanya dapat
dilakukan setelah melewatiperiode nifas (40 hari).

f)

Sistem nilai dan kpercayaan


Kaji sumber kekuatan klien, kepercayaan klien terhadap
sumber kekuatan, kaji agama yang klien anut, apakah
klien suka menjalankan ibadah selama sakit.

g)

Pemeriksaan penunjang
Klien post partum dengan seksio sesarea perlu
pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan leukosit.

h)

Therapi
Biasanya klien mendapatkan antibiotic, analgetik dan
vitamin.

b.

Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan menigkatkan data dengan


menghubungkan data tersebut dengan data dari konsep teori
serta prinsip yang relevan untuk mebuat kesimpulan dan
menentukan masalah kesehatan dan rencana keperawatan
pasien (Effendi, 1995 : 24).
Jadi analisa data adalah membuat kesimpulan dari data-data
yang terkumpul. Adapun masalah-masalah yag ditemukan
pada klien post seksio sesarea adalah :
1)
Resiko perdarahan
Adanya
tindakan
operasi
megakibatkan
terjadiya
perdarahan, yang akan menurunkan tekanan pengisian
sistemik rata-rata dan akan menurunkan aliaran balik
vena. Sebagai akibat, curah jantung turun dibawah normal
dan volume darah berkurang untuk dipompakan ke
seluruh tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah
tidak memadai yang pada akhirnya terjadi hypovolemik.
2)

Resiko tidak efektifnya jalan nafas


Klien yang dioperasi dengan pemberian anesthesia
umumpada saat operasi dilakukan pemasangan alat dan
obat-obatan
yang
merangsang
mukosa
yang
mengakibatkan pengeluaran secret dalam jalan nafas
yang akan menghalangi jalan nafas sedang pada klien
dengan spinal aesthesi hal ini tidak terjsadi.

3)

Gangguan rasa nyaman nyeri pada


daerah operasi
Karena adanya tindakan seksio sesarea menyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan sehingga merangsang
pengeluaran zat proteolitik : serotonin dan bradikinin

kemudian impuls nyeri dihantarkan melalui medulla


spinalis ke ganglia radiks posterior (subtansia gelatinosa
sebagai reseptor nyeri) diteruskan ke thalamus melalui
conue posterior traktus lateral spinothalamikus dan
diinterpretasikan oleh kortex, sehingga nyeri dipersepsikan
sebagai akibatnya terjadi gangguan rasa nyaman : nyeri.
4)

Resiko terjadinya infeksi


Dengan adanya luka sayatan pada daerah abdomen
merupakan media yang baik untuk invasi mikroorganisme
pada daerah luka operasi sehingga resiko untuk terjadinya
infeks

5)

Resiko gangguan elimiasi : BAK


Klien post operasi dilakukan pemasangan kateter, apabila
posisi kateter tidak tepat mengakibatkan pengeluaran
urine tidak lancer bahkan tersumbat, sehingga urine tidak
dapat keluar dan tertahan di dalam blass yang
mengakibatkan blass tegang (distensi).

6)

Resiko/actual gangguan proses laktasi


Klien post seksio sesarea diraat terpisah dengan bayinya
utuk sementara. Rangsangan hisapan bay sangat
mempengaruhi laktasi. Tidak adanya hisapan bay
mengakibatkan tidak ada rangsangan pada hypothalamus
sehingga oksitosi tidak terangsag untuk dikeluarkan dan
tidak dapat mengalir tetapi membendung dalam duktus
laktoferus yang menyebabkan terhambatnya sirkulasi
dalam vena dan limfe sehingga proses laktasi terganggu.

7)

Resiko gangguan involusi uterus


Proses involusi totalnya terjadi dalam 6 minggu yang
dimulai segera setelah melahirkan dengan didahului oleh
kontraksi uterus yang kuat. Pada keadaan subinvolusi
yaitu factor yang menyebabkannya antara lain karena
ketinggalan sisa-sisa plasenta dalam uterus dan
endometritis, sehingga akan menghambat kotraksi uterus
yang mengakibatkan gangguan involusi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang
masalah atau status kesehatan klien yang nyata (actual) dan
kemungkinan akan terjadi (resiko) dimana pemecahannya
dalam batas wewenang perawat.

Diagnosa keperawatan yag mungkin muncul pada klien


seksio sesarea antara 1 jam sampai 5 hari post operasi
adalahj sebagai berikut : (Dongoes, 2001 :381-413).
1. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan pengaruh
anesthesi, imobilisasi, infeksi paru.
2. Resiko : syock hypovolemik berhubungan dengan perdarahan
akibat tindakan operasi seksio sesarea, kecapaian otot
myometrium akibat persalinan lama, pengaruh oksitosin.
3. Resiko

tromboemboli

haemokonsentrasi

berhubungan

akibat

kehilangan

dengan

imobilisasi,

plasma

darah dan

peningkatan bekuan darah.


4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan luka
insisi, distensi abdomen, after pains, distensi kandung kemih.
5. Resiko infeksi : peritonitis, endometritis, cystitis, nefritis
berhubungan

dengan

luka

yang

basah,

keterlambatan

involusi uterus, rupture me,bran lebih dari 6 jam sebelum


seksio sesarea, terpasang dower kateter.
6. Gangguan

pemasukan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan anoreksia.


7. Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan
penurunan gerakan usus akibat anesthesia, imobilisasi,
penekanan usus akibat penumpukan gas, diet asupan cairan.
8. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan terpasangnya
kateter, retensi urine.
9. Aktivitas intoleran berhubungan dengan efek anesthesia,
terpasang infus.
10.

Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan

bayi : perubahan post seksio sesarea, laktasi, seksual post


seksio sesarea, ambulasi dini berhubungan dengan kurang
informasi pada nulipara/primipara.

11.

Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang

status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua, tidak


bisa melahirkan pervaginam dan tindakan seksio sesarea.
12.

Gangguan konsep diri : harga diri rendah, gambaran

diri rendah berhubungan dengan perasaan tidak adekuat


karena melahirkan seksio sesarea.
13.

Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua

anak berhubungan dengan persepsi diri yang negative


terhadap kelahiran seksio sesarea.
3.

Intervensi

Rencana keperawatan merupakan mata rantai penetapan


kebutuhan pasien dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dengan demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, rencana asuhan
keperawatan pada klien post partum dengan seksio sesarea
menurut (Dongoes, 1994 : 417).
a.

Tidak efektifnya pola


nafas

berhubungan

dengan

pengaruh

anesthesia,

imobilisasi, infeksi paru.

Intervensi
-

Tujuan : Dalam waktu 24 jam pertama post operasi, pola


nafas tidak terganggu.
Criteria Evaluasi : Respirasi rate normal (18-24x/menit),
suara paru vesikuler.
Rasional
Ka -

Ta

ji ulang denyut nadi and frkuensi

chikardi dan peningkatan respirasi

nafas setiap 4 jam sekali dan bila

menandakan hypoksia.

sudah satbil atau kondisi membaik


-

setiap 8 jam sekali.


-

Ka
ji ulang suara nafas tiap 4 jam
sekali, catat adanya rales, dispnea,
nyeri dada, sputum mukopurulen,

R
ales

menandakan

secret

bertumpuk dan biasanya terjadi


dalam

24

jam

pertama

post

seksio sesarea. Tiadaka ada suara


paru

menandakan

ateleksitasis

serta

retraksi

interkostalis

atau

atau pneumonia. Adanya retraksi

adakah pernafasan cuping hidung.

otot pernafasan yang berlebih.


-

An
jurkan

nafas

dan

batuk

afas dalam dapat meningkatkan

efektif

volume paru dan batuk efektif

setiap 2 sampai 4 jam sekali sambil

dapat mengeluarkan secret dari

menekan luka insisi dengan tangan

bronchus

atau bantal.

rikan pasien posisi semi fowler (30minum

air

hangat

setelah 6 jam post operasi (setelah

Ai
r

hangat dapat mengencerkan

secret. Setelah 6 jam reaksi atau


pengaruh

anesthesia

dicegah.

meningkatkan
-

A
ktivitas

kemampuan.

obat

berkurang shingga aspirasi dapat

An
dengan

diameter

diafragma oleh perut.

sedikit atau bertahap.

sesuai

meningkatkan

dada dan mengurangi penekanan

klien boleh minum) sedikt demi

untuk

U
ntuk

Be

aktivitas

nafas.

45 c) stelah anesthesia hilang.

jurkan

jalan

terjadi regangan luka.

Be

pasien

atau

Menekan luka insisi supaya tidak

rikan

kebutuhan

dapat

meningkatkan
oksigen

meningkatkan pernafasan.
.b Resiko

syok

hipovolemik

berhubungan

dengan

perdarahan akibat tindakan operasi seksio sesaria


Tujuan :
Dalam waktu 48 jam syok hipovolemik tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
Tanda tanda vital normal ( tensi : Systol tidak kurang
dari 100 mmHg, diastole tidak kurang dari 60 atau 70
mmHg ).
Haemoglobin normal 12-16 gr/dl, Hematokrit dalam
batas normal (tidak kurang dari 33%).

dan

Intervensi

Rasional

Monitor intake output, catat warna


urine,

konsentrasi

Bila

dan

dalam

urine

menunjukan

kandungannya.

kemih

ada

trauma

saat

darah
kandung

bedah

atau

pemasangan kateter.

Kaji

riwayat

kelelahan

sebelumnya

tentang

myometrium,

Incisi

insisi

klasik.

klasik

biasanya

kehilangan

darah lebih luas dan lebih besar.

Peningkatan

Observasi ulang tanda-tanda vital dan

tekanan

darah

menunjukan adanya hipertensi,

keadaan kulit setiap 4 jam sekali,

hipotensi

bila stabil setiap 8 jam sekali, serta

dan

menandakan

keadaan konjungtiva dan CRT.

tachichardi

dehidrasi

atau

shock, kulit dingin menandakan


hilangnya volume darah 30-50%.
Keadaan

konjungtiva

dan

CRT

menunjukan efektif atau tidaknya

Kaji luka dari perdarahan, catat jam

aliran darah pada perifer.

dan

tanggal

bila

perdarahan

banyak.

Luka yang berdarah menandakan

adanya komplikasi.

Catat jenis dan jumlah lochea yang


keluar.

Kontraksi

uterus

yang

keras

menandakan perdarahan. Lochea


keluar

normal

gumpalan,

bebas

fundus

dari
berada

dibawah umbilicus dan kontraksi


teratur.

.c Resiko

Thromboemboli

immobilisasi,

berhubungan

Hemokonsentrasi,

akibat

dengan
kehilangan

plasma darah dari peningkatan darah.


Tujuan :
Dalam waktu 2 hari tidak terjadi thromboemboli
Kriteria Evaluasi :
Tidak terdapat tanda-tanda kemerahan, bengkak,
panas.
Klien melakukan mobilisasi
Intervensi

Rasional

Kaji ulang ekstremitas bawah dari

Thromboemboli

terjadi
plasma

bila

tanda-tanda thromboemboli yaitu

kehilangan

darah

yang

terasa hangat dan merah.

banyak pengaruh anesthesia atau


immobilisasi

Anjurkan klien latihan lutut dan kaki


dan ambulasi dini.

Untuk

meningkatkan

aliran

darah

vena dan mencegah statis pada


ekstremitas
menghindarkan

bawah

untuk
resiko

thromboemboli.
.d Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
luka insisi, distensi abdomen, after pains, distensi
kandung kemih.

Intervensi

Tujuan :
Dalam waktu 3 hari, rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria evaluasi :
Tanda-tanda vital normal (nadi 60-80 x/menit, respirasi
18-24 x/menit), tidak meringis, kegiatan tidak
terganggu dengan rasa nyeri.
Rasional

Tentukan skala nyeri dan intensitas Untuk mengenal indikasi kemajuan

nyeri, pantua tekanan darah, nadi

atau penyimpangan dari hasil yang

dan pernafasan setiap 4 jam.

diharapkan.

Anjurkan klien untuk menggunakan


teknik relaksasi dan nafas dalam Relaksasi

dan

nafas

dalam

dapat

serta teknik distraksi (untuk nyeri

mengurangi ketegangan otot dan

ringan dan sedang).

menghambat rangsang nyeri serta


menambah
Distraksi

pemasukan

oksigen.

mengganggu

stimulus

nyeri

Anjurkan posisi tidur miring.

intensitas nyeri, paling baik untuk

periode pendek.

Berikan obat analgetik sesuai order

tetapi

tidak

mengubah

Mempermudah pengeluaran gas

Analgetik

bersifat

menghambat

reseptor nyeri, sehingga persepsi


nyeri berkurang/hilang
.e Resiko Infeksi : Peritonitis, Cytitis, Nefritis, berhubungan
dengan luka yang basah, keterlambatan involusi uterus,
rupture membrane lebih dari 6 jam sebelum seksio
sesaria
Tujuan :
Dalam 3 hari post operasi, infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi :
Tanda-tanda vital dalam batas normal (nadi 60-80
x/menit, suhu tidak lebih dari 38 0C), Insisi kering,
lochea tidak berbau busuk, uterus tidak lembek.
Intervensi

Lakukan

perawatan

Rasional

luka

dengan

Akan meminimalkan dan mencegah

teknik aseptic dan anti septic.

kontaminasi dan atau masuknya


mikroorganisme.

Observasi adanya tanda-tanda infeksi


pada daerah luka : dolor, kalor,

Akan memudahkan intervensi lebih


dini dan intervensi selanjutnya.

rubor dan function laesa.

Berikan antibiotic sesuai order dan


kolaborasi

untuk

Antibiotik
adanya

pemeriksaan

bersifat

bakterisida

leukositosis

dan

merupakan

salah satu tanda infeksi.

leukosit.

Protein dan viatamin C dibutuhkan

Anjurkan

untuk

makan

makanan

untuk pertumbuhan jaringan dan

tinggi protein, vitamin C dan zat

zat

besi

untuk

besi.

hemoglobin.

pembentukan

.f Gangguan pemasukan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan :
Dalam Waktu 3 Hari nutrisi terpenuhi
Kriteria Evaluasi :
Nafsu makan bertambah dan asupan nutrisi adequate.
Intervensi

Berikan
cairan

Rasional

dan
dan

jaga

keseimbangan

elektrolit

Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

dengan

bila

pemberian infuse

lewat

oral

belum

memungkinkan atau bising usus


sangat lemah.

Buatkan makanan sedcara bertahap

Bising

dari cair , lunak dan makanan bila

usus

x/menit,

bising usus sudah normal

normal

antara

makanan

baru

6-12
dapat

dicerna.

Anjurkan makan sedikit-sedikit tapi


sering.

Untuk menghindari mual, sehingga


intake adequate.

.g Gangguan eliminasi BAB : konstipasi berhubungan


dengan penurunan gerak

usus

akibat anesthesia,

Immobilisasi, penekanan usus akibat penumpukan gas,


diet asupan cairan.
Tujuan :
Dalam waktu 3 hari tidak terjadi konstipasi
Kriteria Evaluasi :
Bising usus normal (6-12 x/menit), klien dapat BAB
pada hari ke 3 post partum.
Intervensi

Rasional

Auskultasi ulang bising usus pada 4

Bising usus menurun pada hari ke 1

area selama 1 menit setiap 4 jam

post operasi, membaik pada hari

sekali. Bila normal tiap 8 jam

ke 2 dan aktif pada hari ke 3.

sekali.

Bising

Berikan

Hidrasi

(minum)

setelah

usus

yang

lemah

meningkatkan absorpsi cairan di

bising usus terdengar.

usus

dan

kolon

dan

cairan

menghindari faeces yang keras.

Anjurkan makanan tinggi serat.

Lakukan enema bila tidak dapat BAB.

Untuk merangsang bising usus

Untuk

merangsang

mengencerkan

Faeces.
.h Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan
terpasang kateter, retensi urine.
Tujuan :
Dalam waktu 2 hari pola eliminasi urine tidak
terganggu.
Kriteria Evaluasi :
KLien dapat Buang air kecil setelah diangkat kateter
dan terhindar dari infeksi system urine.

Intervensi

Rawat perineum dan kateter secara

Rasional

Mencegah

agar

tidak

mendukung

rutin dan teratur.

pertumbuhan bakteri.

Tempatkan

kantung

kencing

bila

Untuk

dipasang kateter lebih rendah dari


pasien.

mencegah

refluk,

sehingga

tidak tumbuh bakteri

Klien biasanya bisa buang air kecil

Ajarkan teknik merangsang kencing

setelah

6-8

setelah diangkat kateter seperti

pengangkatan

siram

duduik

daerah

dengan

air

kandung

dan

kemih

anjurkal

klien

jam

setelah

kateter.

dapatmenimbulkan

Posisi
rasa

penuh sehingga klien terangsang

duduk.

untuk kencing.

Untuk

Angkat

kateter

sesuai

ketentuan

biasanya 6-12 jam post operasi


.i Aktifitas
intoleran

menghindari

pertumbuhan

bakteri.
berhubungan

dengan

efek

anesthesia, terpasang infuse.


Tujuan :
Dalam waktu 3 hari aktivitas tidak terganggu.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat melakukan personal Hygiene (ADL)
Intervensi

Rubah

Rasional

posisi

klien

setiap

jam

Untuk

menghindari

komplikasi

sampai 2 jam sekali, anjurkan

setelah bedah seperti dekubitus

nafas dalam dan latihan kaki

dan tromboemboli.

Bantu

dan

ajarkan

klien

dalam

Meningkatkan kemandirian klien dan

memenuhi ADL

memenuhi kebutuhan klien

Kaji

tipe

anestesi

jika

epidural

anestesi anjurkan klien tidur 6-8


jam tanpa bantal

Untuk

mencegah

perasaan nyeri

komplikasi

dan

.j Kurang pengetahuan tentang cara perawatan diri dan


bayi : perubahan post seksio sesaria, laktasi, seksual
post seksio, ambulasi dini berhubungan dengan kurang
informasi nulipara
Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi berupa penyuluhan dan
demonstrasi (minimal 3 kali pertemuan) pengetahuan
klien bertambah tentang perawatan diri dan bayi.
Criteria evaluasi:
Klien mengetahui dan mendemontrasikan tentang
perawatan diri dan bayi.
Intervensi

Rasional

Berikan informasi tentang perawatan


diri

seperti

perawatan

Untuk mencegah terjadinya infeksi

vulva,

dan mempercepat kesembuhan

perawatan luka, dan kebersihan

diri.

Untuk

Berikan

informasi

perawatan

Membantu

keterlibatan

klien dengan bayi

bayi

seperti tali pusat dan memandikan

meningkatkan

klien

mempunyai

pandangan positif tentang seksio

Berikan penjelasan kembali tentang

sesaria

seksio sesaria

Beri penjelasan dan ajarkan tentang

Meningkatkan
memberikan

laktasi/menyusui dan perawatan

minat

untuk

laktasi

dan

mencegah gangguan laktasi

payudara

Beri penjelasan tentang hubungan


seksual

post

partum

Mencegah kehamilan terlalu cepat

dan

pemakaian alat kontrasepsi


.k Cemas berhubungan dengan kurang informasi tentang
status kesehatan bayi, peralihan sebagai orang tua

Tujuan :
Setelah diberi penjelasan (minimal dalam 2 kali
pertemua) rasa cemas berkurang atau hilang.
Kriteria Evaluasi
Klien dan keluarga mengungkapkan perasaannya dan
mempunyai cara untuk mengatasinya.
Intervensi

Anjurkan

Rasional

untuk

mengungkapkan

Mendukung dan mendorong emosi

perasaanya

klien

sehingga

merasa

diperhatikan

Berikan penjelasan tentang kondisi


klien dan bayinya.

Memberikan perasaan tenang karena


kondisinya

dan

bayi

dalam

memfasilitasi

peran

keadaan baik

Anjurkan dan bantu koping untuk


mengatasi masalah

Membantu

sebagai ibu baru sehingga cemas


berkurang
.l Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan
dengan perasaan tidak adekuat karena melahirkan
melalui seksio sesaria
Tujuan
Setelah diberi penjelasan dan motivasi selama minimal
3 kali pertemuan harga diri klien tidak terganggu
Criteria Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaan dan pandangan
terhadap kelahiran.
Intervensi

Kaji respon keluarga tentang seksio

Rasional

Seksio

sesaria dan berikan penjelasan


tentang seksio sesaria

sesaria

dilakukan

untuk

menolong bayinya

Untuk meningkatkan harga diri klien

Berikan

penjelasan

setelah

seksio

dengan tidak beranggapan satu

pada kelahiran selanjutnya yaitu

kali seksio tetap seksio

bisa lewat vagina jika tidak ada


komplikasi
.m Actual atau potensial gangguan hubungan orang tua
dan anak berhubungan dengan persepsi diri yang
negative terhadap kalahiran seksio sesaria
Tujuan :
Dalam waktu 24 jam tidak ada hubungan antara orang
tua dan bayi
Criteria Evaluasi :
Klien ikut dalam perawatan bayi.
Intervensi

Rasional

Dengarkan klien dan pasangan saat


mengungkapkan

Untuk

perasaan

membantu

memecahkan

masalah hubungan orang tua dan

negative

bayinya

Dengarkan klien dan pasangan saat

Untuk meningkatkan hubungan klien

mengungkapkan

perasaan

dan orang tua

negative tentang bayi dan dirinya

Libatkan orang tua dalam perawatan


bayinya

Orrsng tua akan menerima bayinya


bila sudah siap

Kaji ulang persiapan orang tua dalam


menerima proses persalinan
4. Implementasi
Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksaan dari rencana
yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya perawat
menerapkan
pengetahuan,
sikap
dan
keterampilan
berdasarkan Ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang terkait
secara terintegrasi.
5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan


untuk mengukur keberhasilan dari tujuan yang ingin dicapai
selanjutnya dilakukan penilaian tiap hari melalui catatan
perkembangan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien post SC
adalah
.n Ibu pulang dengan keadaan kondisi fisik dan emosi
yang baik dengan tidak ada tanda-tanda infeksi.
.o Involusi berlanjut secara normal.
.p Bounding telah dilakukan dan dimulai antara ibu dan
anak.
.q Ibu

memahami

perawatan

luka

insisi,

perawatan

payudara, perawatan tali pusat.


6. Dokumentasi
Setelah melakukan asuhan keperawatan setiap data, rencana
maupun tindakan serta evaluasi yang harus dilakukan harus
didokumentasikan.Hal ini dilakukan agar dapat diketahui
bagaimana perkembangan klien tiap harinya.

BAB III
TINJAUAN KASUS

I.

PENGKAJIAN
1.

Pengumpulan Data
a.

Identitas Klien
Nama

: Ny. N

Umur

: 36 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Sunda/Indonesia

Status Marital

: Menikah

Tanggal Masuk Rumah sakit

: 26 Juli 2011

Tanggal Pengkajian

: 27 Julii 2011

No. Medrec

: 00638655

Diagnosa Medis

: P3A0 post partum maturus dengan sectio


caesaria a.i. cephalopelvic disproportion

Alamat
b.

: Kelurahan Batukarut Kecamatan Banjaran

Identitas Penanggung Jawab


Nama

: Tn. D

Umur

: 38 Tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Kontraktor

Alamat

: Kelurahan Batukarut Kecamatan Banjaran

Hubungan dengan Klien

: Suami

c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama saat dikaji
Nyeri pada daerah luka post operasi sectio caesaria hari ke-1
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada saat dikaji tanggal 27 Juli 2011, klien mengeluh nyeri pada daerah luka post
operasi sectio Caesaria. Nyeri bertambah pada saat klien bergerak dan nyeri

berkurang jika klien istirahat. Nyeri dirasakan seperti diiris-iris (linu) dan hanya
dirasakan di sekitar luka post operasi. Klien tampak meringis, dengan skala nyeri 3
(0-5). Nyeri dirasakan hilang timbul (intermitten).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada tahun 1996 klien melahirkan anak pertama dan dilakukan opersi sectio
Casaria atas indikasi cephalopelvic disproporsi
Pada tahun 2002 klien melahirkan anak kedua dan dilakukan operasi sectio
Caesaria atas indikasi cephalopelvic disproporsi
Klien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan dan makanan. Dan klien tidak
memiliki kebiasaan merokok, minum alcohol dan obat terlarang
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut klien, didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi dan diabetes mellitus. Selain itu dikeluarganya juga tidak ada
yang menderita penyakit menular seperti TBC dan hepatitis
5) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a) Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu (P3A0)
No

Tahun

Umur hamil

Jenis Kelamin

Berat
Badan

Tempat Penolong

Komplikas
i

Keadaan
anak saat

31 Mei 1996

9 bulan

Perempuan

3.800 gr.

RS. Immanuel

CPD

ini
Hidup

23 April 2002

9 bulan

Laki-laki

4100 gr.

RS. Immanuel

CPD

Hidup

26 Jan 2011

9 bulan

Laki-laki

4000 gr.

RS.Advent

CPD

Hidup

b) Riwayat Ginekologi

Riwayat menstruasi

Menarchoe

: 15 Tahun

Siklus haid

: 28 hari

Lama haid

: 3 4 hari

Banyaknya

: 3 x ganti pembalut / hari

Riwayat Perkawinan

Usia Pernikahan
Istri

: 23 tahun

Suami : 25 tahun

Lama Pernikahan : 18 tahun

Pernikahan yang pertama bagi keduanya

Riwayat keluarga berencana


Setelah melahirkan anak pertama klien menggunakan KB pil selama 6
tahun, dikarenakan klien lupa meminumnya maka klien hamil dan
melahirkan anak yang kedua. Setelah itu klien dilakukan steril di Rumah
Sakit Bersalin Astana Anyar tetapi 9 tahun kemudian klien hamil dan
melahirkan anak ke-3 (kelahiran sekarang). Kemudian klien dilakukan
steril yang kedua kalinya di RS Advent.

d.

Pemeriksaan Fisik
1)

Sistem pernafasan
Bentuk hidung simetris, mukosa hidung lembab, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung, bentuk dada simetris, tidak menggunakan otot pernafasan tambahan, suara
paru terdengar vasikuler diseluruh area paru, pada perkusi terdengar suara
resonan, respirasi 24x/menit.

2)

Sistem kardiovaskuler
Konjungtiva tampak pucat, tidak ada peningkatan JVP, pada auskultasi terdengar
bunyi jantung S1 dan S2 murni reguler. Tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi
84x/menit, CRT kembali kurang dari 3 detik.

3) Sistem gastrointestinal
Mukosa bibir kering, bentuk bibir simetris, terdapat caries pada gigi geraham bawah
kanan dan kiri. Reflek menelan (+), bising usus (-), pada perkusi area lambung
terdengar tympani.
4)

Sistem Perkemihan
Terpasang dower catheter, urine out put 500 cc/hari. Warna urine kuning pekat.

5)

Sistem reproduksi
(1) Payudara
Bentuk simetris, terdapat hiperpigmentasi areola, putting susu tidak menonjol,
tidak ada pmbengkakan pada payudara, pada daerah putting dan areola
tampak kotor. Klien tidak mengetahui cara perawatan payudara.
(2) Uterus
Pada palpasi fundus uteri teraba 1 jari dibawah pusat, uterus teraba keras
seperti papan.
(3) Vulva dan Perineum
Daerah vulva tampak kotor, terdapat pengeluaran lochea rubra yang memenuhi
seluruh bagian pembalut, tidak terdapat oedem dan varices pada vulva.

6)

Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tyroid.

7) Sistem Persarafan
Keadaan umum : klien tampak lemah
Tingkat kesadaran

:compos mentis, GCS 15

Fungsi Syaraf Kranial


(1) Nervus I ( Olfaktorius )
Klien dapat membedakan bau minyak kayu putih dan kopi dengan mata
tertutup.
(2) Nervus II ( Optikus )
Klien dapat membaca papan nama perawat kurang lebih 30 cm tanpa
menggunakan kaca mata, tidak terjadi penyempitan lapang pandang.
(3) Nervus III, IV, VI ( Okulomotorius, Troklearis dan Abdusen)
Klien dapat menggerakan bola mata ke segala arah dengan gerakan yang
terkontrol.
(4) Nervus V ( Trigeminus )
Mata klien berkedip ketika disentuh dengan pilinan kapas, klien dapat
merasakan pilinan kapas pada dahi, dagu dan kelopak mata. Fungsi
mengunyah klien baik.
(5) Nervus VII ( Fasialis )

Kilen mampu menggerakan lidahnya ke segala arah, klien dapat tersenyum


dengan memperlihatkan gigignya, klien dapat membedakan rasa asin dan
manis pada 2/3 anterior lidah.
(6) Nervus VIII ( Auditorius )
Klien mampu mendengarkan ucapan perawat dan mampu menjawab
pertanyaan perawat dengan benar.
(7) Nervus IX, X ( Glasofaringeus dan Vagus)
Tampak pergerakan uvula saat klien mengatakan ah. Klien dapat merasakan
pahit pada 1/3 posterior lidah.
(8) Nervus XI ( Assesorius )
Klien dapat menggerakkan lehernya ke samping kiri dan kanan, belakang,
depan dan memutar.
(9) Nervus XII ( Hipoglosus )
Posisi lidah simetris, klien dapat mengerakkan lidahnya ke segala arah.
8) Sistem Integumen
Kulit teraba lengket, akral teraba hangat, turgor kulit kembali dalam 3 detik, suhu
tubuh 37,3 C. pada daerah abdomen terdapat luka operasi section caesaria hari
pertama dengan arah vertical dan balutan belum dibuka.
9) Sistem Muskuloskeletal

Eksremitas Atas
Bentuk dan panjang simetris, kekuatan otot 5/5, reflek bicep ++/++, reflek tricep
++/++, pada tangan kiri terpasang infus NaCl 0,9 % 20 gtt/menit.

Ekstremitas bawah
Bentuk dan panjang simetris, kekuatan otot 4/4, reflek patella ++/++, reflek
achiles ++/++, babinski --/--, homman sign -/- tidak terdapat oedem dan
varices.

e. Pola aktivitas sehari- hari


Aktivitas

Sebelum hamil

Selama nifas

Pola Nutrisi
Makan

Frekuensi

makan

3x/hari, Klien masih puasa

jenisnya nasi, sayuran, lauk pauk,

buah-buahan, setiap makan habis


1 porsi, tidak ada pantangan
apapun dalam keluarga.
Minum

Klien

minum

7-8

gelas/hari,

kurang lebih 1400-1600 cc/hari. Klien masih puasa


Jenisnya air putih dan air teh

Eliminasi
BAB

Frekuensi

2x/hari,

konsistensi Klien belum BAB

lembek, warna kuning


BAK

Istirahat tidur

Frekuensi 4-5 x/ hari, warna Terpasang dower catheter


kuning jernih, tidak ada keluhan

Urine output 500 cc saat dikaji,

saat BAK

warna kuning pekat

7-8 jam/hari.

6-7 jam/hari

Personal Hygiene
Mandi

2x/ hari menggunakan sabun 1x/ hari di lap


mandi

Gosok gigi

2x/hari menggunakan pasta gigi


1x/3

hari,

pada saat dikaji klien belum sikat

menggunakan gigi

shampoo
Keramas

Klien dapat beraktivitas secara Saat dikaji klien belum keramas


mandiri
Sebagian aktivitas klien dibantu

Aktivitas gerak

oleh keluarga dan perawat.

f.

Aspek Psikologis dan Spiritual


1) Pola pikir dan persepsi
Klien mengatakan walaupun gagal dalam KB yang lalu (steril) dan sekarang
melahirkan anak ke-3 tetapi klien tetap merasa bahagia sekali dengan kehadiran
anak tersebut. Dan klien ingin segera sembuh agar dapat merawat anak-anaknya
kembali.
2) Konsep Diri
Body Image
Klien menerima dengan keadaan tubuhnya saat ini.
Peran diri
Klien adalah seorang istri dan seorang ibu dari ketiga anaknya.
Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh agar dapat merawat dan
membesarkan anak-anaknya, sehingga anaknya sehat.
Identitas diri
Klien merasa bahagia karena dirinya adalah seorang perempuan, istri dan
seorang ibu dari ketiga anak-anaknya.
Harga diri
Klien tidak merasa malu dengan keadaan dirinya sekarang.

3) Hubungan Komunikasi
Klien berbicara dengan jelas dan dapat dimengerti, bahasa yang digunakan seharihari adalah bahasa sunda. Yang memegang peranan penting dalam keluarga
adalah suami klien, serta yang mendorong dan memberi semangat bagi klien.
4) Keadaan seksual
Klien mengatakan tidak takut untuk melakukan hubungan seksual setelah
persalinan sekarang
5) Hubungan sosial

Hubungan klien dengan keluarga baik terbukti klien banyak dikunjungi saat jam
besuk. Hubungan klien dengan perawat juga baik, klien sangat kooperatif dan mau
diajak kerjasama dalam membantu melaksanakan tindakan keperawatan.
6) Sistem Nilai dan Kepercayaan
Klien beragama islam, klien merasa bersyukur atas keselamatan diri dan anaknya.
g.

Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 26 Juli 2011
Jenis Pemeriksaan
Hematologi

Hasil

Normal

Hemoglobin

8,5

12,3 15,5 gr/dl

Jenis Pemeriksaan
Hematologi

Hasil

Normal

Hemoglobin

10,0

Hematokrit

31

Tanggal 27 Juli 2011

Leukosit

12,3 15,5 gr/dl


37-47 %

8600

4-10.ribu /mm3

2) Transfusi 26Juli 2011


1 labu PRC

3) Terapi
Infus NaCl 0,9 % 20 gtt/ menit.
Ceftriaxon 2 x 1 gr (IV) jam 06.00 dan jam 18.00
Alinamin.F 1 x 1 amp (IV) jam 08.00
2.
NO.

1.

Analisa Data
Data Senjang

DS :

Kemungkinan penyebab dan dampak


Post partum hari pertama dengan section

Klien
mengeluh nyeri pada daerah

caesaria

Masalah
Gangguan

rasa

nyaman : nyeri

luka

post

operasi

section

Terputusnya kontinuitas jaringan

caesaria
DO :

Mengeluarkan bradikinin, serotinin, histamin

Klien tampak meringis

Skala nyeri 3 (0-5)

Terdapat luka post operasi

prostaglandin

Merangsang reseptor nyeri di ujung saraf

section caesaria dengan arah

bebas/Delta A.C

vertical pada daerah abdomen


TD = 120/80 mmHg

Merangsang ke subtansia gelatinosa/cornu

N = 84x/menit

dorsalis

R = 24x/menit

S = 37,3 C

Traktus spirothalamus

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri dipersepsikan

2.

DS :

Post partum hari pertama dengan secsio


Klien

mengatakan

caesaria

oleh keluarga dan perawat

kebutuhan ADL

Terdapat luka post operasi dan terpasang

Klien mengatakan hanya di

infuse dan dower cateter

lap 1 x/ hari dibantu oleh


perawat

terpenuhinya

aktivitasnya dibantu sebagian

Keterbatasan dalam beraktivitas

DO :

Kulit teraba lengket

Terpasang infus NaCl 0,9

PH

mobilisasi

% 20 gtt/menit

Terpasang dower catheter

Vulva tampak kotor

Terdapat

pengeluaran

lochea rubra yang memenuhi

Klien tidak dapat memenuhi kebutuhan ADLnya


sendiri

Kurang

seluruh bagian pembalut

Kurang terpenuhinya

Klien belum turun dari

ADL

tempat tidur
3

DS :

Post partum hari pertama dengan sectio


Klien mengatakan ASI

caesaria

pengeluaran ASI
tidak adekuat

belum keluar
Klien mengatakan tidak tahu

cara perawatan payudara


DO :

Putting susu tampak tidak


menonjol

Resiko

Bayi belum menetek

Putting susu tidak

menonjol

Rangsangan terhadap
payudara berkurang

Putting susu dan areola


tampak kotor
Resiko pengeluaran ASI tidak adekuat

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan
2. Kurang terpenuhinya kebutuhan ADL b/d kelemahan fisik
3. Resiko pengeluaran asi tidak adekuat b/d putting susu tidak menonjol

C. PERENCANAAN
N
O
1
1

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

Rasional

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Tupan :

berhubungan dengan terputusnya

Rasa nyaman klien

kontinuitas jaringan ditandai dengan

terpenuhi : nyeri hilang

Tupen :

DS :

Setelah

klien mengeluh nyeri pada


daerah luka post operasi SC.

Klien

mengatakan

nyeri

bertambah pada saat klien

1.

dengan klien

dilakukan

saling percaya dapat memudahkan


dalam melakukan intervensi

2. Kaji karakteristik nyeri klien.

2.

Skala nyeri 3 (0-5)

Terdapat luka post operasi


dengan arah vertical di daerah

mengetahui

rasa

intervensi selanjutnya.

nyeri

berkurang

dengan criteria :

klien

3. Observasi tanda-tanda vital

mengatakan

4.

sedini

Dengan posisi yang nyaman


dinding perut sehingga rasa nyeri

ada

berkurang dan rasa nyaman terpenuhi

tanda-

tanda infeksi

mengetahui

dapat mengurangi peregangan pada

skala nyeri menjadi 1


Tidak

Untuk

mungkin perubahan yang terjadi p


4. Atur posisi yang nyaman bagi klien

nyeri berkurang

3.

(0-5)
klien tampak meringis.

Dengan

karakteristik nyeri dapat menentukan

DO:

Dengan terbinanya hubungan

perawatan selama 3 hari

bergerak dan nyeri berkurang


jika klien istirahat.

1. Bina hubungan saling percaya

TTV normal
T : 120/80 mmHg

5. Ajarkan klien untuk melakukan

5.

Relaksasi nafas dalam dapat

teknik relaksasi napas dalam saat

mengurangi ketegangan otot dan

nyeri dirasakan.

menghambat rangsang nyeri serta

abdomen

P : 80x/menit

T : 120/80 mmHg

R : 16-24 x/menit

P : 84 x/menit

S : 36-37 C

R : 24 x/menit

S : 37,3 0C.

menambah pemasukan oksigen.


6. Ajarkan klien untuk melakukan

6.

Membantu
klien

mengalihkan

teknik distraksi dengan mengajak

perhatian

terhadapa

nyeri

klien berkomunikasi

dengan lebih menggunakan saraf


pendengaran.

7. Ciptakan lingkungan yang nyaman


bagi

klien

dengan

merapikan

7.

Tempat tidur yang bersih dan

tempat tidur dan menjaga suasana

rapih dapat mempengaruhi rangsang

sekitar tetap tenang.

sensori, suasana yang tenang dapat


mempengaruhi saraf optikus dan
auditorius sehingga dapat mengurangi

8. Kolaborasi dengan dokter untuk


pemberian terapi analgetik

nyeri.
8.

Anlgetik

dapat

memblok

reseptor nyeri sehingga persepsi nyeri


9. Libatkan keluarga untuk melakukan
teknik distraksi terhadap klien

klien nyeri berkurang atau hilang.


9.

Keluarga

sebagai

orang

terdekat klien dapat membantu untuk


mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri
2.

Kurang terpenuhinya kebutuhan

Tupan :

ADL berhubungan dengan

Kebutuhan ADL klien terpenuhi

1. Kaji tingkat ketergantungan klien


dan motivasi klien untuk melakukan

1. Dengan

mangkaji

ketergantungan

klien dapat mengetahui kefektifan

keterbatasan aktifitas gerak ditandai

Tupen :

dengan :

Setelah dilakukan perawatan

DS :

aktifitas sesuai kemampuan

selama 1 hari, klien dapat


Klien

mengatakan memenuhi

kebutuhannya

tindakan yang akan diberikan

2. Berikan penjelasan tentang manfaat


mobilisasi dini

semangat pada kllien sehingga klien

aktivitasnya dibantu sebagian dengan criteria :


- Klien

oleh keluarga dan perawat

Klien mengatakan hanya di

termotivasi
dan

tidak

lengket

3. Bimbing klien untuk melakukan

- Vulva tampak bersih

mobilisasi secara bertahap

perawat

- Klien

miring kanan dan kiri.

dapat

melakukan

yaitu

Kulit teraba lengket

Terpasang infus NaCl 0,9 %

Terpasang dower catheter

Vulva tampak kotor

Terdapat

pengeluaran

seluruh bagian pembalut


tempat tidur

belum

turun

sendi dan trombosis serta mengurangi

4. Bantu dan fasilitasi klien untuk


kebutuhan

4. Memberikan rasa nyaman pada klien

ADL

:Personal hygiene : Mandi, gosok


gigi, vulva hygiene

lochea rubra yang memenuhi


Klien

3. Untuk mencegah terjadinya tekanan

merangsang peristaltic usus

memenuhi

20 gtt/menit

melakukan

ketegangan otot dan diharapkan dapat

mobilisasi secara bertahap

untuk

mobilisasi.

lap 1 x/ hari dibantu oleh


DO :

bersih

2. Dapat meningkatkan keyakinan dan

dari

5. Libatkan keluarga dalam memenuhi


kebutuhan ADL klien

5. Keluarga sebagai orang terdekat


dapat menjadi support system yang
adekuat

6. Rencanakan bersama klien untuk


memulai aktivitas mandiri

6. Dapat

meningkatkan

motivasi

kemnadirian klien dalam memulai


aktivitas

7. Berikan reinforcement positif bila

7. Reinforcment positif dapat memacu

klien mampu melakukan aktivitas

semangat klien dalam beraktivitas

positif secara mandiri

3.

Resiko pengeluaran Asi tidak adekuat berhubungan dengan putting


susu tidak menonjol ditandai dengan :

1. Kaji pengetahuan klien mengenai

1. Mengetahui

cara merawat payudara.

pengetahuan

DS :

sejauh
klien

mana

tentang

cara

perawatan payudara

Klien mengatakan ASI belum keluar

Klien mengatakan tidak tahu cara perawatan payudara

2. Berikan

penyuluhan

kesehatan

tentang perawatan payudara


3. Demonstrasikan teknik perawatan

DO :

Putting susu tampak tidak menonjol

Putting susu dan areola tampak kotor

2. Membuka wawasan klien tentang


perawatan payudara
3. Metode

payudara yang baik dan benar


4. Kaji ulang pengetahuan klien tentang

Tupan :
Proses laktasi lancar
Tupen :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 hari klien mampu melakukan

exercise
6. Redemonstrasikan cara perawatan
payudara oleh klien.

akan

lebih

dipahami klien
4. Mengetahui evaluasi hasil penyuluhan

perawatan payudara
5. Ajarkan pada klien tentang Hoffman

demonstrasi

kesehatan
5.

Teknik Hoffman merupakan cara


untuk mengeluarkan puting susu

6. Mengetahui kemampuan klien dalam


merawat payudara.

perawatan payudara dengan kriteria :

Putting susu menonjol.

Klien mengatakan ASInya keluar

Putting susu dan areola tampak bersih

D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal

Jam

DP

Tindakan Keperawatan

27 Juli 2011

07.30

1.

Menciptakan

Nama &
Paraf
6

lingkungan

yang

nyaman bagi klien dengan merapikan


tempat tidur
Hasil : tempat tidur rapih
1

2.

Mengatur posisi yang nyaman bagi


klien
Hasil : posisi tidur klien terlentang dank
lien

mengatakan

merasa

nyaman

dengan posisinya

08.30

1. Mengkaji karakteristik nyeri klien.


Hasil : skala nyeri 3 (0-5), klien tampak
meringis ketika mencoba bergerak

2. Mengkaji tingkat ketergantungan klien


dan motivasi klien untuk melakukan
aktifitas sesuai kemampuan
Hasil : aktivitas klien sebagian dibantu
keluarga dan perawat

3.

Mengobservasi tanda-tanda vital


Hasil : T : 120/80 mmHg
P : 84 x/menit
R : 24 x/menit
S : 37,3 0C.

1. Mengkaji pengetahuan klien mengenai


cara merawat payudara
Hasil

klien

mengatakan

tidak

mengetahui cara merawat payudara


1

2. Mengajarkan klien untuk melakukan


teknik relaksasi napas dalam saat nyeri
dirasakan
Hasil : klien tampak melakukan teknik
relaksasi nafas dalam saat merubah
posisi

10.00

1. Memberikan
manfaat

penjelasan

mobilisasi

dini

tentang
dapat

menguatkan otot dan mempercepat


proses penyembuhan
Hasil :

klien mengatakan mengerti

tentang apa yang dijelaskan perawat


dan klien akan mencoba melakukan
mobilisasi dini
2

2. Membimbing klien untuk melakukan


mobilisasi secara bertahap yaitu miring
kanan dan kiri
Hasil : klien mencoba miring ke kiri
dibantu oleh perawat dan keluarga

3. Melibatkan keluarga dalam memenuhi


kebutuhan ADL klien
Hasil : keluarga tampak membantu
klien pada saat klien miring kiri

14.00

1. Memberikan penyuluhan kesehatan


tentang perawatan payudara
Hasil : klien tampak menyimak apa
yang disampaikan perawat

2. Mengkaji ulang pengetahuan klien


tentang perawatan payudara
Hasil : klien sudah mulai mengerti
mengenai perawatan payudara

3. Mendemonstrasikan teknik perawatan


payudara yang baik dan benar
Hasil : klien tampak memperhatikan
apa yang didemonstrasikan perawat

4. Mengajarkan

pada

klien

tentang

Hoffman exercise
Hasil : klien tampak menyimak apa
yang diajarkan perawat

16.00

Melakukan vulva hygiene


Hasil : vulva tampak bersih dan klien
mengatakan merasa nyaman

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


A.

Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny.
N dengan P3 A0 Post Sectio Saesaria a.i. CPD di ruang Debora
Rumah Sakit Advent Bandung. Maka dapat diambil kesimpulan,
yaitu :
1. Pada proses pengkajian diperoleh data : terdapat luka operasi
yang menimbulkan nyeri; kebutuhan sehari-hari klien dibantu
oleh keluarga; terdapat pembengkakan pada payudara dan
klien tidak mengetahui teknik menyusui yang benar; selain
dari itu klien juga terlihat pucat dan terbaring di tempat tidur
2. Berdasarkan

data

senjang

yang

kami

temukan,

dapat

dikelompokan empat prioritas diagnosa keperawaatan yaitu ;


Gangguan rasa aman nyeri, ADL tidak terpenuhi, resiko
pengeluaran ASI tidak adekuat, dan kelemahan fisik.
3. Pada tahap perencanaan, kelompok menyusun intervensi
yang akan dilakukan sesuai masalah yang ditemukan dan
berdasarkan teori yang terdapat dalam kepustakaan. Dalam
tahap perencanaan tidak begitu ada kesenjangan, karena
setiap

masalah

keperawatan

sudah

ada

perencanaan

tersendiri. Misalnya dalam mengatasi masalah rasa nyaman :


nyeri pada klien, penulis menyusun rencana tindakan untuk
mengurangi rasa nyerinya : distraksi dan relaksasi
4. Tahap implementasi dalam mengatasi masalah keperawatan
yang dialami oleh klien, seperti gangguan rasa nyaman nyeri.
Maka implementasi yang dilakukan yaitu mengajarkan dan
membimbing klien teknik manajemen nyeri seperti distraksi
dan relaksasi nafas dalam. Tidak semua intervensi dilakukan,

disesuaikan dengan kondisi pasien dan waktu shift praktek


kelompok dilapangan.
5. Tahap evaluasi, terkadang hasil pemecahan masalah ada
yang teratasi sebagian dan ada yang belum teratasi. Ini
tergantung kepada pendekatan proses keperawatannya dan
juga kerjasama perawat dan klien. Untuk diagnosa nyeri,
evaluasi yang kami dapatkan adalah masalah belum teratasi,
dikarenakan klien post partum pada hari ke-1, luka section
saesaria masih tertutup balutan.

B. SARAN
1.

Saran untuk proses asuhan keperawaatan :


Pada tahap pengkajian yaitu perlunya pengkajian yang
lebih lengkap lagi sesuai dengan teori.
Pada tahap perencanaan, khususnya pada mahasiswa
sebaiknya dapat merencanakan suatu tindakan dengan
langsung

didokumentasikan

pada

format,

sehingga

perencanaan tersebut dapat dilakukan secara sistematis dan


dapat memenuhi kebutuhan klien secara optimal, sehingga
dalam pelaksanaan dapat mengacu pada perencanaan yang
ditulis pada status klien.
Dalam tahap pelaksanaan, perlunya kerjasama yang
baik antara perawat ruangan dengan klien dan keluarga,
misalnya

dalam

pelaksanaan

membantu

klien

dalam

memenuhi kebutuhan personal hygiene dan mobilisasi


2.

Saran bagi perawat ruangan


Klien dengan post section saesaria dapat menimbulkan
masalah yang cukup kompleks dibandingkan dengan klien
post partum secara normal, sehingga memerlukan perawatan

yang komprehensif, maka perlu ditingkatkannya pendidikan


kesehatan pada klien maupun keluarga tentang perawatan
luka, aktivitas di rumah, perawatan diri serta perawatan bayi.

You might also like