Professional Documents
Culture Documents
F SKINNER
(Aplikasi Teori Dalam Praktek Pendidikan)
Oleh : Ermis Suryana, S.Ag, M.Pd.I
(PenulisadalahDosenTetapPadaFakultasTarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
danSekolahTinggiIlmuTarbiyah al-IttifaqiyahInderalaya.)
Email : suryana@yahoo.co.id
Abstrak
A.
Pendahuluan
Proses pendidikan dapat dilaksanakan di mana saja, pada situasi apapun
antara
teoritikus
dalam
bidang
pembelajaran
yang
paling
dipahami bahwa teori operant conditioning ini merupakan salah satu dari
beberapa teori belajar yang termasuk dalam kelompok behaviorisme
39
(Muhaimin, 1986 : 26). Dengan demikian orientasi kajiannya pun tingkah laku
manusia (psikomotorik).
Teori pembiasaan prilaku respon (operant conditioning) ini merupakan
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di
kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Teoritikus penciptanya bernama
Burhus Frederik Skinner yang lahir tahun 1904, seorang penganut
behaviorisme yang dianggap kontraversial. Tema pokok yang mewarnai karyakaryanya adalah bahwa tingkah laku itu sendiri (Bruno, dalam Muhibbin Syah,
1999 : 88).
Operant Conditioning adalah nama yang di pergunakan oleh Skinner
(1938) untuk suatu prosedur dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan
yang relatif bebas (Walker, 1973 : 127).
Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian
deikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah
memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori
Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas
teori S-R, umpamanya pada pernyataan Stimulus terus menerus memiliki
sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata
lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat
penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan
tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku.
Menurut Margaret E. Bell Gredler, B.F Skinner setuju dengan pendirian
yang dulu diambil oleh Jhon Watson, maksudnya psikologi dapat menjadi
suatu ilmu hanya melalui studi tingkah laku, oleh karena itu Skinner
mendefenisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku (Ibid : 116-117). Hal ini
berati bahwa tingkah laku belajar dapat di modifikasi dan diprogram dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan. Dalam kaitan ini kemampuan dan
profesionalisme guru memainkan peranan kunci.
Teori Skinner ini kemudian dianggap sebagai dasar dari programprogram inovatif dalam bidang pendidikan. Seperti pengajaran berprogram,
40
3.
41
Seperti
halnya
Throndike,
Skinner
menganggap
reward
atau
digambarkan
dan
dibentuk
secara
nyata
melalui
pemberian
42
C.
43
44
sekedar menyebutkan ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta, tentu
saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran yang dapat ditempuh berdasarkan teori
operant comditioning adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan
perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
2. Membuat daftar penguat dan positif. Guru mencari prilaku yang lebih
disukai oleh siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar
sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3. Memilih dan menentukan urutan tingkahh laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
4. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan prilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran,
guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil.
Ketidak berhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya (Gredler, 1991 : 154-156).
Sebagai ilustrasi ketertiban kelas, pada saat berlangsung proses belajar
mengajar, seorang siswa berulang-ulang mengganggu teman di depannya.
Guru yang melihat kelakuan tersebut segera mengamati dan menentukan apa
yang akan di lakukannya, memberikan perhatian atau meengacuhkannya sebab
kedua pilihan ini dapat menjadi dapat menjadi reinforcement bagi yang
bersangkutan.
D. Programing Pelajaran
Dalam konteks pembelajaran menurut Skinner dapat dilihat bahwa
tujuan, metode dan hasil belajar dikontrol secara ketat (Nasution, 1991 : 54).
Untuk itu guru perlu mempunyai kemampuan menganalisaa pelajaran menjadi
unit-unit kecil yang dapat dipelajarri anak dengan kemampuan sendiri. Oleh
karena itu guru juga perlu melakukan programing atau memprogramkan
pelajaran menjadi unit-unit kecil dalam urutan yang membawa siswa
selangkah demi selangkah ke arah tujuan pelajaran (Ibid : 54).
45
Urutan sederhana-kompleks.
Urutan mudah-sulit.
(Suryabrata,
1986 : 227). Sebagai contoh, seorang siswa yang dapat menyelesaikan dengan
baik soal matematika yang diberikan oleh seorang guru dan kemudian gguru
itu memberrikan penguatan berupa senyuman atau pujian maka siswa tersebut
46
eelemen yang berdiri sendiri yang suatu saat terlepas dari elemen yang lain.
Prinsip utama atau pokok dari teori operant conditioning B.F Skinner ini
adalah pemberian reinforcement (penguatan). Margaret E. Bell Gredler (1991 :
127) mengemukakan reinforcement dalam teori Skinner adalah stimulus yang
mengikuti suatu respons dan memperkuat atau memuaskannya atau setiap
konsekuensi dari tingkah laku yang mempunyai dampak memperkuat atau
memperkokoh tingkah laku.
Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcement concequence) dan
penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran
(reward), karena menurut Skinner penggunaan istilah ganjaran menyarankan
adanya bentuk-bentuk kompensasi untuk bertingkah laku dalam cara tertentu,
istilah ini juga mengandung konotasi pengaturan kontrak.
E. Macam-Macam Reinforcement
Penguatan (reinforcement) dalam teori Skinner ini dapat dibedakan
dalam beberapa bagian sebagai berikut :
1. Ratio reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons muncul dalam jumlah tertentu.
2. Interval reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons pertama, sesudah habisnya jangka waktu tertentu atau tidak
langsung. (Walker, 1973 :133, 134)
3. Penguat primer, yaitu penguat yang meningkatkan keseringan
merespon tanpa perlu latihan untuk itu, contoh : makanan, uang.
4. Penguat skunder, disebut pula penguat berkondisi, yaitu kelompok
penguat yang berpengaruh pada tingkah laku melalui pelatihan
(conditioning), contoh : bunyi gorengan, aroma sate.
5. Penguat generalisasi : penguat yang berfungsi dalam berbagai situasi
dan diasosiasikan dengan penguat primer, seperti : senyuman, pujian
perhatian, persetujuan.
6. Penguat alami, penguat yang ada secara alami, seperti : kesempatan,
bermain.
47
respons
dinamakan
reinforcer.Reinforcer
itu
sendiri
A
Materi 1
S1
R1+Reif(A)+
Materi 2
Respon
R1
Respon
Reinforcement
S2
R1+Reif(B)+
Materi 3
S3
R2
Respon
R3
Reinforcement
Reinforcement
contoh,
seorang
guru
menginginkan
siswanya
dapat
melaksanakan shalat dengan baik dan benar, maka guru memberikan materi
wudhu terlebih dahulu sebagai materi 1. Siswa kemudian memberikan
respons dan dapat melakukan wudhu dengan benar dan memahami nya lalu
guru tersebut memberikan penguat seperti pujian atau senyuman.
Pemberian penguat inilah yang kemudian menambah semangat siswa untuk
memahami materi 2 yaitu bacaan shalat, begitu seterusnya, setiap respons
48
49
50
jarang
sekali
dilaksanakan
karena
umumnya
guru
51
demikian maka pelajar atau siswa dalam sistem pendidikan Islam harus
diberi motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran atau penguatan itu tidak
boleh berlebihan,, sebab pemberian penguatan yang berlebihan akan
berakibat sampingan yang negatif, sebagaimana hadist Nabi bahwa
hendaklah engkau memberikan ganjaran seperlunya saja karena apabila
memberi hadiah atau ganjaran itu berlebih-lebihan, itu tidak dikehenndaki
karena berakibat negatif atau tidak baik (HR. Bukhari). Teori tentang
pemberian penguatan atau reinforcement atau penghargaan ini dapat
berlaku pada keseluruhan bentuk pendidikan, semua jenjang dan usia si
terdidik.
E. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa teori operant conditioning adalah pengembangan teori Pavlov (S-R).
Yang menjadi fokus utama teori ini adalah pemberian reinforcement
(penguatan) terhadap organisme (subyek)
kecuali sebagian
52
53
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi , Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta. Rinda
Cipta.
Anwar, Moch. Idocji. Tt. Kepemimpinan dalam proses Belajar Mengajar.
Bandung : Angkasa
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rieneke
Cipta.
Daradjat, Zakiyah. 1982. Kepribadian Guru. Jakarta : Bulan Bintang.
Gredler, Bell, Margaret E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan
Munandar. Jakarta : Rajawali Pers.
Hasibuan. JJ dan Mudiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja
Karya.
Hills, PJ. tt. A Dictionary of Education. London : Routledge & Kegan Paul.
Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar : Pencapaiannya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama. Surabaya : Citra Media.
Nasution, S. 1998. Teknologi Pendidikan. Jakarta : Rieneke Cipta.
Popham, W. James dan Eva L Baker. 1983. Bagaimana Mengajar Secara
Sistematis. Jakarta : Kanisius.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta :
Rineke Cipta.
Soekarto, Indrafakhruddin. 1974. Psikologi Pendidikan, Malang : IKIP.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta : Fak.
Ekonomi UI
Suryabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : Logis Wacana Ilmu.
Walker. 1973. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta : UI.
54