You are on page 1of 17

OPERANT CONDITIONING B.

F SKINNER
(Aplikasi Teori Dalam Praktek Pendidikan)
Oleh : Ermis Suryana, S.Ag, M.Pd.I
(PenulisadalahDosenTetapPadaFakultasTarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
danSekolahTinggiIlmuTarbiyah al-IttifaqiyahInderalaya.)
Email : suryana@yahoo.co.id

Abstrak

:Teaching and learning process can be implemented effectively,


efficientely and optimally if supported by eduquate knowledge of
educational theories that apply in general then the study of
theories of education have a significant importance, as an affort
to enrich the educational insights, especially for teachers and
practitioners of education in general. It is intended to find the
theoritical foundation of varied, appropriate and useful in the
implementation of education.
One of the given theory psychology (which application of
psychological the theories in educational practice), is the
learning theories. This theory tremendous contribution to
educational practice, particulary in the areas of curriculum and
intruction.

Kata Kunci : Belajar, Pendidikan

A.

Pendahuluan
Proses pendidikan dapat dilaksanakan di mana saja, pada situasi apapun

dan berlangsung seumur hidup. Untuk membedakan pelaksanaan pendidikan


tersebut, maka dalam istilah kependidikan dikenalkan bahwa terdapat tiga
jenis pendidkan yaitu pendidikanan formal, non formal dan informal. Dalam
kajian makalah ini pendidikan yang dimaksud lebih terfokus kepada
pendidikan formal, meskipun begitu teori yang akan dibahas juga dapat
dipergunakan dalam kedua jenis pendidikan yang lain.
Proses belajar mengajar dapat terlaksana secara efektif, efisien dan
optimal jika didukung oleh pengetahuan yang memadai tentang teori-teori
pendidikan yang berlaku secara umum. Dengan demikian kajian terhadap
teori-teori peendidkan memiliki urgensi yang segnifikan, sebagai upaya
38

memperkaya wawasan kependidikan, terutama bagi para guru daan praktisi


pendidikan pada umumnya. Hal ini dimaksudkan untuk mencari landasan
teoritis yang variatif, cocok dan berdayaguna dalam pelaksanaan pendidikan.
Salah satu teori yang diberikan Psikologi Pendidikan (yang merupakan
aplikasi dari teori-teori psikologi dalam praktek pendidkan), adalah teori-teori
belajar. Teori ini besar sekali sumbangannya terhadap praktek pendidkan,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pengajaran (Sudjana, 1991 : 1).
Secara teriotik, teori-teori belajar menjadi sumber bagi teori-teori
pengajaran. Teori belajar menjelaskan bagaimana seorang individu dapat
belajar dengan baik dan mengapa terjadi perubahan tingkah laku manusia
melalui belajar, tetapi tidak menjelaskan bagaimana teknik dan cara
membantu siswa mencapai tujuan pendidkan berdasarkan kaidah-kaidah yang
terdapat dalam teori belajar (Ibid).
Di

antara

teoritikus

dalam

bidang

pembelajaran

yang

paling

berpengaruh terhadap perkembangan teknologi pendidikan ialah B.F Skinner


dengan teori pendidikannya adalah operant conditioning yang merupakan salah
satu teori yang menonjol diantara sekian banyak

teori behaviorisme yang

berdaskan hasil eksperimen. Menurut Sumadi Suryabrata (1986 : 294), di dalam


dunia pendidikan, khusunya dalam lapangan metodologi dan teknologi
pengajaran, pengaruh ini sangat besar. Pengaruh teori Skinner sangat besar
terutama di Amerika Serikat dan negara-negara pengaruhnya. Konsep-konsep
behavior control dan behavior modification yang sangat populer di kalangankalangan tertentu juga bersumber pada teori ini.
Tulisan singkat dalam makalah ini akan mencoba mendeskrifsikan
teori operant conditioning B.F Skinner dalam hal apa dan bagaimana aplikasi
teori dalam pendidikan ? Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi wacana
pembuka dalam memahami teori tersebut dengan lebih baik.

B. Operant Conditioning B.F Skinner


1.

Sejarah Singkat Teori Operant Conditioning B.F Skinner


Berdasrkan hasil kajian terhadap beberapa literatur yang ada, dapat

dipahami bahwa teori operant conditioning ini merupakan salah satu dari
beberapa teori belajar yang termasuk dalam kelompok behaviorisme

39

(Muhaimin, 1986 : 26). Dengan demikian orientasi kajiannya pun tingkah laku
manusia (psikomotorik).
Teori pembiasaan prilaku respon (operant conditioning) ini merupakan
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di
kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Teoritikus penciptanya bernama
Burhus Frederik Skinner yang lahir tahun 1904, seorang penganut
behaviorisme yang dianggap kontraversial. Tema pokok yang mewarnai karyakaryanya adalah bahwa tingkah laku itu sendiri (Bruno, dalam Muhibbin Syah,
1999 : 88).
Operant Conditioning adalah nama yang di pergunakan oleh Skinner
(1938) untuk suatu prosedur dimana seorang dapat mengontrol tingkah laku
organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan
yang relatif bebas (Walker, 1973 : 127).
Azas operant conditioning B.F Skinner mulai muncul dalam tahun 1930an, pada waktu keluarnya teori-teori S-R (Stimulus-Respons) yang kemudian
deikenal dengan model konditioning klasik dari Pavlov yang pada saat itu telah
memberi pengaruh yang kuat dalam pelaksanaan penelitian. Munculnya teori
Operant Conditioning ini sebagai bentuk reaksi ketidak puasan Skinner atas
teori S-R, umpamanya pada pernyataan Stimulus terus menerus memiliki
sifat-sifat kekuatan yang tidak mengendur (Gredler, 1991 : 115). Dengan kata
lain suatu stimulus bervariasi serta akan terjadi pengulangan bila terdapat
penguatan (reinforcement). Pengulangan respons-respons tersebut merupakan
tahapan-tahapan dalam proses mngubah atau pembentukan tingkah laku.
Menurut Margaret E. Bell Gredler, B.F Skinner setuju dengan pendirian
yang dulu diambil oleh Jhon Watson, maksudnya psikologi dapat menjadi
suatu ilmu hanya melalui studi tingkah laku, oleh karena itu Skinner
mendefenisikan belajar sebagai perubahan tingkah laku (Ibid : 116-117). Hal ini
berati bahwa tingkah laku belajar dapat di modifikasi dan diprogram dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan. Dalam kaitan ini kemampuan dan
profesionalisme guru memainkan peranan kunci.
Teori Skinner ini kemudian dianggap sebagai dasar dari programprogram inovatif dalam bidang pendidikan. Seperti pengajaran berprogram,

40

mesin mengajar (teaching machine) dan program pengajaran dengan bantuan


komputer.

2. Pengertian Operant Conditioning


Secara terpisah kata operant dan conditioning mempunyai definisi
tersendiri. Dalam hal ini operant diartikan sebagai sejumlah prilaku atau
respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat
(Reber, dalam Muhibin Syah, 1995 : 107). Sementara conditioning diartikan
sebagai suatu bentuk belajar dimana kesanggupan untuk merespon terhadap
rangsangan tertentu dapat dipindahkan pada rangsangan yang lain (Walker,
1973 : 25).
Sedangkan secara menyeluruh, istilah operantconditioning diartikan
sebagai suatu situasi belajar dimana suatu respons lebih kuat akibat
reinforcement langsung (Wasty, 1998 : 126). Kemudian margaret E. Bell Gredler
dalam kesimpulannya mengartikan operant conditioning sebagai proses
mengubah tingkah laku subjek dengan jaalan memberikan penguatan
(reinforcement) atas respons-respons yang dikehendaki dengan kehadiran
stimulus yang cocok (Gredler, 1991 : 125). Kemudian dalam ungkapan yang
berbeda dinyatakan bahwa :
Operant conditioning is the process of aperant conditioning involves the
modification of behaviour by its contingences. Typically a relationship is
established between some form of valuntary behaviour and reinforcement.
A subject is operantly conditioned when he has modified his behavior to
obtain the reinforcement or reward. A knowledge of the pattern oe
reinforcement enables predictions to be made about the individuals
behaviour (Hills, tt : 211).
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa
penciptaan suatu kondisi dalam rangka pengubahan tingkah laku subjek, yang
relatif sesuai dengan yang dikehendaki (misalnya, oleh guru atau pemimpin
pendidikan) yaitu dengan mencermati dan mengontrol respons yang muncul,
kemudian setiap respons tersebut diberikan penguatan (reinforcement).

3.

Teori Pokok Operant Conditioning B.F Skinner

41

Seperti

halnya

Throndike,

Skinner

menganggap

reward

atau

reinforcement sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner


berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah
laku (Wasty, 1998 : 119). Dengan demikian tingkah laku yang diinginkan terjadi,
dapat

digambarkan

dan

dibentuk

secara

nyata

melalui

pemberian

reinforcement yang sesuai.


Menurut Skinner tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh stimulus,
tidak ada faktor perantara lainnya. Rumus Skinner : B (behaviour) = F (fungsi)
dari S (stimulus) (B = F (S). Tingkah laku atau respons (R) tertentu akan timbul
sebagai reaksi terhadap stimulus tertentu (S). Respons yang dimaksud di sini
adalah respons yang berkondisi yang dikenal dengan respons operant (tingkah
laku operant). Sedangkan stimulusnya adalah stimulus operant (Sudjana, 1991 :
85). Oleh karena itu belajar menurut Skinner diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang dapat diamati dalam kondisi yang terkontrol secara baik.
Terdapat dua macam penguat yang dapat diberikan dalam rangka
memotivasi atau memodifikasi tingkah laku. Pertama, reinforcement positif
yakni sesuatu atau setiap penguat yang memperkuat hubungan stimulus
respons atau sesuatu yang dapat memperbesar kemungkinan timbulnya suatu
respons atau dengan kata lain sesuatu yang dapat memperkuat tingkah laku.
Kedua, Reinforcement negatif (punishment) yakni sesuatu yang dapat
memperlemah timbulnya respons-respons (Rohani, 1995 : 13). Artinya setiap
penguat yang dapat memperkuat tingkah laku respons tetapi bersifat aversif
(menimbulkan kebencian dan penghindaran), misalnya : ujian tiba-tiba.
Stimulus negatif dapat menimbulkan respons emosional bahkan dapat
melenyapkan (extinction) tingkah laku atau respons (Gredler : 1991 : 130).
Macam dari sifat reinforcement ini, merupakan pilihan atau opsi bagi
para guru sebagaii pemilik reinforcement (Baker, 1983 : 121), untuk
menerapkannya di lapangan baik dalam konteks kelas maupun terhadap
individu dalam kelas. Disinilah kemampuan profesionalisme dan pengalaman
seorang guru sangat menentukan, karena bukan suatu hal yang mustahil
reinforcement negatif justru melahirkan respons (tingkah laku) positif. Tetapi
Skinner lebih menekankan kepada pemberian reinforcement positif.

42

Ada dua konsep operant yang relevan yakni melenyapkan (extinction)


dan hukuman. Konsep melenyapkan adalah proses dimana suatu operant yang
telah terbentuk tidak mendapatkan penguat lagi. Dengan demikian dapat
menyebabkan intensitas dan frekuensinya menjadi turun. Hukuman adalah
stimulus yang merupakan konsekuensi tingkah laku yang mengurangi
kemungkinan terjadinya prilaku serupa di masa yang akan datang (Dimyati
dan Mudjiono, 1999 : 9). Oleh karena itu maka yang terbaik adalah menyusun
kemungkinan terjadinya reinforcement yang positif dan apabila ingin
memperlemah respons sebaiknya tidak perlu diberikan reinforcement lagi.
Dengan kata lain terjadi proses melenyapkan (extinction).
Dalam proses pembelajaran, untuk memperbesar peranan peserta didik
dalam aktivitas pengajaran, maka reinforcement (penguat) yang diberikan oleh
seorang guru sangat diperlukan, karena penguat yang diberikan tersebut akan
membuat individu terus berupaya meningkatkan prestasinya. Sebagai contoh,
ketika seorang guru melihat siswanya rajin mengunjungi perpustakaan, lalu
guru tersebut memberikan senyuman sebagai tanda memujinya. Senyum guru
itu merupakan reinforcement bagi siswa tersebut yang bermanfaat untuk
menggiatkannya lebih sering lagi mengunjungi perpustakaan.

C.

Aplikasi Teori Operant Conditioning Dalam Praktek Pendidikan


Belajar dan mengajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Belajar adalah mengingat, mengerti, memahami, menerangkan, menganalisa,


mensintesis, mengevaluasi, berpikir, percaya, berpartisipasi, melaksanakan dan
seterusnya. Belajar adalah perubahan dari setiap tingkah laku yang merupakan
pendewasaan atau pematangan oleh satu kondisi dari organisme (subjek). Dan
mengajar tidaklah mentransfer sumber pengetahuan saja tetapi juga mengubah
sikap dan tingkah laku yang nyata. (Anwar, tt : 95, 96,98).
Skinner mengakui bahwa aplikasi teori operant conditioning ini terbatas,
tetapi ia merasa bahwa ada implikasi praktis bagi pendidikan. Ia
mengemukakan bahwa kontrol yang positif (menyenangkan) mengandung
sikap yang menguntungkan terhadap pendidikan dan akan lebih efektif bila
digunakan. Menurut Skinner, belajar memberikan kekuatan untuk terjadinya
respons-respons yang bertingkat dan berkelanjutan, apabila prosedur

43

penguatan (reinforcement) diatur sedemikian rupa. Oleh karena itu dalam


proses belajar perlu ditetapkan tingkah prilaku. Pada saat orang belajar, maka
responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, apabila ia tidak belajar maka
responsnya akan menurun. Dalam belajar dapat di temukan beberapa hal :
Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar,
respons si pembelajar, dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons
tersebut (Dimyati dan Mudjiono, 1999 : 9). Penguatan terjadi pada stimulus
yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si
pembelajar yang baik diberi hadiah tetapi sebaliknya, perilaku respons yang
tidak baik diberi teguran dan hukuman.
Fungsi utama pendidikan adalah mencipatakan kondisi agar tingkah laku
yang baik dapat di terapkan, sedangkan peranan utama dari seorang pendidik
(guru) adalah menciptakan kondisi agar tingkah laku yang diinginkan dapat
terwujud dan proses belajar berlangsung secara dinamis dan kondusif. Untuk
itu dalam prose pendidikan dibutuhkan guru yang profesional dan memiliki
wawasan yang luas.
Menurut Zakiah Daradjat (1982 : 22-23), guru yang profesional minimal
harus memiliki enam hal yaitu : Pertama, kegairahan dan kesediaan untuk
mengajar. Kedua, dapat membangkitkan minat murid. Ketiga,menumbuhkan
sikap dan bakat yang baik. Keempat, mengatur proses belajar mengajar.
Kelima, berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaannya ke dalam
kehidupan yang nyata. Dan keenam, hubungan manusiawi dalam proses belajar
mengajar.
Pada diri setiap manusia ada keinginan yang mulia yang dibuatnya
sendiri dari lubuk hati yang paling dalam dan telah tertanam sedemikian rupa
yang berasal dari hubungannya dengan obyek-obyek kehidupan sekitarnya,
sementara mengajar berarti memberikan stimulus dan menguatkannya.
Dalam proses pembelajaran guru dapat menyusun program pembelajaran
berdasarkan pandangan Skinner ini. Dalam menerapkan teori Skinner guru
perlu memperhatikan dua hal yang penting, yaitu : pemilihan stimulus yang
deskriminatif dan penggunaan penguatan. Sebagai ilistrasi apakah guru akan
meminta respons ranah kognitif atau efektif. Jika yang akan dicapaiadalah

44

sekedar menyebutkan ibu kota negara Republik Indonesia adalah Jakarta, tentu
saja siswa hanya dilatih menghafal.
Langkah-langkah pembelajaran yang dapat ditempuh berdasarkan teori
operant comditioning adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku
siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan
perilaku negatif diperlemah atau dikurangi.
2. Membuat daftar penguat dan positif. Guru mencari prilaku yang lebih
disukai oleh siswa, prilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar
sekolah yang dapat dijadikan penguat.
3. Memilih dan menentukan urutan tingkahh laku yang dipelajari serta
jenis penguatnya.
4. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi
urutan prilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari
prilaku, dan evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran,
guru mencatat prilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil.
Ketidak berhasilan tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi
prilaku selanjutnya (Gredler, 1991 : 154-156).
Sebagai ilustrasi ketertiban kelas, pada saat berlangsung proses belajar
mengajar, seorang siswa berulang-ulang mengganggu teman di depannya.
Guru yang melihat kelakuan tersebut segera mengamati dan menentukan apa
yang akan di lakukannya, memberikan perhatian atau meengacuhkannya sebab
kedua pilihan ini dapat menjadi dapat menjadi reinforcement bagi yang
bersangkutan.

D. Programing Pelajaran
Dalam konteks pembelajaran menurut Skinner dapat dilihat bahwa
tujuan, metode dan hasil belajar dikontrol secara ketat (Nasution, 1991 : 54).
Untuk itu guru perlu mempunyai kemampuan menganalisaa pelajaran menjadi
unit-unit kecil yang dapat dipelajarri anak dengan kemampuan sendiri. Oleh
karena itu guru juga perlu melakukan programing atau memprogramkan
pelajaran menjadi unit-unit kecil dalam urutan yang membawa siswa
selangkah demi selangkah ke arah tujuan pelajaran (Ibid : 54).

45

Tentang bagaimana membuat urutan materi pelajaran. Hal ini sangat


ditentukan oleh kemampuan analisis guru terhadap materi, tujuan dan
metode, misalnya :

Sejarah dengan urutan kronologis (progreesif, refresif).

Matematika dengan urutan logis.

Urutan sederhana-kompleks.

Urutan mudah-sulit.

Urutan speesifik-umum, khusus-konsep/generalisasi, dan urutan


keseluruhan bagian-bagian (Ibid : 55,56).

Programing yang telah dibuat menjadi unit-unit dan berurutan dan


diaplikasikan secara bertahap dan konsisten, kemudian dikontrol secara ketat
terhadap respons-respons yang ditimbulkan gina menentukan reinforcement
yang akan diberikan.
Bentuk nyata oprasionalisasi dari teori ini adalah sebagai berikut :
stimulus (SI) akan melahirkan respon (RI), respons ini kemudian diberi
penguatan (reinforcement). Kemudian respons (RI) menjadi stimulus (S2) yang
dapat menimbulkan respons (R2), selanjutnya diberikan penguatan dan begitu
seterusnya. (Nasution, 1991 : 52,53).
Dalam pemberian stimulus menurut teori ini dapat berupa stimulus
positif, yaitu stimulus yang langsung dapat di respons oleh sunjek dan segera
diberikan reinforcement (walker, 1973 : 139), atau dapat juga dengan stimulus
diskriminatif (Sd), yaitu sembarang stimulus yang hadir secara ttiba-tiba bila
mana suatu respons menerima penguatan (Gredler, 1991 : 125).
Berkaitan dengan respons terhadap stimulus ini, Skinner membedakan
adanya ddua macam respons dalam Operant Conditioning, yaitu : Pertama,
Respondent respons : yaitu respons yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu
dan respons tersebut relatif tetap, misalnya makanan menimbulkan air liur,
setiap kali ada makanan yang ddidekatkan pada subyek maka secara spontan
air liurnya akan muncul. Kedua, Operant respons : yaitu respons yang timbul
oleh suatu stimulus dan diberikan penguatan (reinforcement)

(Suryabrata,

1986 : 227). Sebagai contoh, seorang siswa yang dapat menyelesaikan dengan
baik soal matematika yang diberikan oleh seorang guru dan kemudian gguru
itu memberrikan penguatan berupa senyuman atau pujian maka siswa tersebut

46

akan terpacu untuk dapat pula menyelesaikan soal-soal yang diberikan


selanjutnya. Respons inilah yang menjadi fokus teori Skinner.
Dengan berdasarkan pada urutan-urutan filosofis di atas, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa secara ringkas teori Skinner memiliki tiga
elemen, yaitu Stimulus (S), Respons (R) dan Reinfforcement. Setiap elemen ini
saling terkait satu sama lain

dan bersifat sircular, dan bukan merupakan

eelemen yang berdiri sendiri yang suatu saat terlepas dari elemen yang lain.
Prinsip utama atau pokok dari teori operant conditioning B.F Skinner ini
adalah pemberian reinforcement (penguatan). Margaret E. Bell Gredler (1991 :
127) mengemukakan reinforcement dalam teori Skinner adalah stimulus yang
mengikuti suatu respons dan memperkuat atau memuaskannya atau setiap
konsekuensi dari tingkah laku yang mempunyai dampak memperkuat atau
memperkokoh tingkah laku.
Istilah konsekuensi yang menguatkan (reinforcement concequence) dan
penguatan (reinforcement) digunakan sebagai pengganti untuk istilah ganjaran
(reward), karena menurut Skinner penggunaan istilah ganjaran menyarankan
adanya bentuk-bentuk kompensasi untuk bertingkah laku dalam cara tertentu,
istilah ini juga mengandung konotasi pengaturan kontrak.

E. Macam-Macam Reinforcement
Penguatan (reinforcement) dalam teori Skinner ini dapat dibedakan
dalam beberapa bagian sebagai berikut :
1. Ratio reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons muncul dalam jumlah tertentu.
2. Interval reinforcement, yaitu reinforcement yang diberikan setelah
respons pertama, sesudah habisnya jangka waktu tertentu atau tidak
langsung. (Walker, 1973 :133, 134)
3. Penguat primer, yaitu penguat yang meningkatkan keseringan
merespon tanpa perlu latihan untuk itu, contoh : makanan, uang.
4. Penguat skunder, disebut pula penguat berkondisi, yaitu kelompok
penguat yang berpengaruh pada tingkah laku melalui pelatihan
(conditioning), contoh : bunyi gorengan, aroma sate.
5. Penguat generalisasi : penguat yang berfungsi dalam berbagai situasi
dan diasosiasikan dengan penguat primer, seperti : senyuman, pujian
perhatian, persetujuan.
6. Penguat alami, penguat yang ada secara alami, seperti : kesempatan,
bermain.

47

7. Penguat akalan (kontrive) atau yang diatur, tetapi dilaksanakan


dengan bijaksana, seperti keluar kelas lebih cepat, waktu bebas,
piagam, (Gredler, 1991 : 128, 129, 146, 147).
F. Reinforcement
Stimulus yang mengikuti suatu respons dan yang dapat memuasakan
kemungkinan

respons

dinamakan

reinforcer.Reinforcer

itu

sendiri

sesungghnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya


sejumlah respons tertentu. Stimulus reinforcement atau stimulus penguat
adalah memusatkan perhatian kepada akibat pada orang lain yang sedang
belajar (Soekarto, 1974 : 25).
Berikut ini urutan operasional (operant conditioning) dalam bentuk
bingkai (frame). Modifikasi atau improfisasi dari frame S. Nasution, yaitu :

A
Materi 1

S1

R1+Reif(A)+
Materi 2

Respon

R1

Respon

Reinforcement

S2

R1+Reif(B)+
Materi 3

S3

R2

Respon

R3

Reinforcement

Reinforcement

Secara berurutan, siswa diberikan materi 1 dan sekaligus sebagai


stimulus (1), siswa memberikan respons (R1) berupa pemahaman yang benar
terhadap materi tersebut, kemudian siswa yang bersangkutan memperoleh
reinforcement. Pemberian reinforcement atas rerespons (R1) menambah
semangatnya untuk memahami materi 2, yang berperan sebagai stimulus
(S2) yang dibangun bersama respons (R1), dan seterusnya.
Sebagai

contoh,

seorang

guru

menginginkan

siswanya

dapat

melaksanakan shalat dengan baik dan benar, maka guru memberikan materi
wudhu terlebih dahulu sebagai materi 1. Siswa kemudian memberikan
respons dan dapat melakukan wudhu dengan benar dan memahami nya lalu
guru tersebut memberikan penguat seperti pujian atau senyuman.
Pemberian penguat inilah yang kemudian menambah semangat siswa untuk
memahami materi 2 yaitu bacaan shalat, begitu seterusnya, setiap respons

48

yang diberikan siswa secara langsung diberikan penguatan oleh guru


sehingga semangat siswa untuk melakukan yang lebih baik akan meningkat.
Dari urutan-urutan ini terlihat bahwa pemberian reinforcement
(penguatan) harus konsisten, segera dan positif setelah tingkah laku
(respons) yang diinginkan atau diprogramkan.
Dalam proses belajar mengajar Skinner menganjurkan untuk melakukan
analisis langsung terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam situasi
praktis untuk mengenal tingkah laku yang pantas dan tidak pantas secara
tepat, dengan cara mengadakan pelatihan yang bersifat spesifik, praktek, dan
segera. Latihan ini merupakan latihan yang berhubungan secara spesifik
dengan pekerjaan yang dilakukan secara praktis untuk diaplikasikan dengan
segera dan materi yang diberikan bersifat praktis.
Mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat
proses belajar. Dengan demikian tugas guru harus menjadi arsitek dalam
membentuk tingkah laku siswa melalui penguatan, sehingga dapat
membentik respons yang tepat dikalangan para siswa.
Menurut Nana Sudjana (1991 : 93) ada beberapa prinsip pengajaran yang
dapat digunakan berdasarkan operant conditioning yaitu :
1. Perlu adanya tujuan yang jelas dan tingkah laku apa yang diharapkan.
2. Memberikan tekanan pada iindividu sesuai dengan kesanggupannya.
3. Pentingnya penilaian yang terus menerus untuk menetapkan tingkat
kemampuan siswa.
4. Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil
evaluasi dan kemajuan yang dicapainya.
5. Hendaknya digunakan positif reinforcement secara sistematis bervariasi
dan segera manakala respons siswa itu terjadi.
6. Prinsif belajar tuntas sebaiknya digunakan agar penguasaan belajar para
siswa dapat diperoleh sesuai tingkah laku yang diharapkan.
7. Peranan guru lebih diharapkan sebagai arsitek dan pembentuk tingkah
laku.

49

Prinsip-prinsip ini, dalam pelaksanaannya memerlukan keahlian,


kreatifitas, kesabaran, telaten dan konsisten, mulai dari perumusan
program, tujuan dan metode yang akan digunakan serta penerapannya, tidak
ada pilihan lain kecuali profesionalisme.
Dalam proses pengajaran operant conditioning menjamin dan memeberi
keyakinan adanya respons terhadap stimulus, sebab jika sesuatu tidak
menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus, guru tak mungkin dapat
membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan. Dalam hal ini guru mempunya
peranan penting didalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan
kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.

D. Pemberian Penguatan Dalam Pembelajaran


Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya bahwa yang menjadi fokus
utama teori Operant Conditioning dalam belajar oleh B.F Skinner ini adalah
pemberian reinforcement (penguatan) terhadap organisme (subjek) sesaat
setelah memberikan respons tehadap stimulus. Pemberian reinforcement ini
diprogramkan sedemikian rupa supaya terjadi pengulangan atau peningkatan
respons. Dalam pendidikan, pemberian reinforcement (penguatan) berarti
pemberian penghargaan. Penghargaan mempunyai pengaruh positif dalam
kehidupan manusia sehari-hari yakni mendorong seseorang mmemperbaiki
tingkah laku serta meningkatkan kegiatannya atau usahanya. Dengan demikian
jika yang diberi penghargaan itu adalah siswa yang sedang belajar, maka
imbasnya adalah reinforcement yang diberikan tersebut akan diterima oleh
siswa sebagai stimulus yang bermanfaat untuk merangsang siswa mengulangi
perbuatannya yang dianggap baik itu, bahkan memacu siswa untuk berbuat
lebih baik lagi.
Dalam proses belajar mengajar, memberikan penguatan diartikan
dengan tingkah laku guru dalam merespons secara aktif suatu tingkah laku
tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.
Apabila dikaitkan dengan motivasi, maka reinforcement dalam konteks
Skinner ini merupakan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari
luar diri siswa. Dalam interaksi didalam kelas, umtuk memperbesar peranan
aktif peserta didikdalam aktifitas belajar mengajar, maka reinforcement

50

(penguatan) yang diberikan seorang guru sangat diperlukan. Sayangnya


kegiatan memberikan penghargaan atau penguatan dalam proses belajat
mengajar

jarang

sekali

dilaksanakan

karena

umumnya

guru

kurangmemperhatikan dan kurang menyadari pentingnya hal ini. Padahal


peemberian penguatan (reinforcement) dalam interaksi belajar mengajar sangat
bermanfaat untuk :
1. Meningkatkan perhatian siswa.
2. Melancarkan dan memudahkan proses belajar.
3. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi.
4. Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu ke arah tingkah
laku yang produktif.
5. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dan belajar.
6. Mengarahkan kepada cara berfikir yang baik dan berinisiatif (Hasibuan
dan Mudjiono, 1988 : 58)
Pemberian penguatan menurut teori ini bentuknya bisa beragam,
tergantung kepada banyak faktor, dan sebagainya. Yang terpenting adalah
penguatan harus bermakna bagi siswa. Penguatan yang diberikan itu dapat
berupa kata-kata atau kalimat pujian yang diciptakan guru, misalnya
bagus, berbentuk mimik, gerakan ajah atau menyatakan penguatan
dengan sentuhan, dengan pemberian hadiah dan lain-lain. Hal yang paling
penting harus diperhatikan dalam rangka pemberian penguatannya ini
adalah waktu

pemberian penguatan itu sendiir haruslah sesaat setelah

siswa memberikan respons (Ibid, : 59-60).


Jika teori Skinner dengan pemberian penguatan atau penghargaan atau
reinfercement ini dikaitkan dengan teori pendidikan dalam Islam (Alquran), maka dapat dipahami bahwa kedua teori tersebut saling
berhubungan dan adanya kesesuaian. Artinya bahwa jauh sebelum teori
reinforcement dari Skinner ini muncul, Islam telah terllebih dahulu
menawarkan teori yang senada.
Dalam Islam penguatan (reinforcement) sama dengan ganjaran dan
dalam Al-quran disebutkan bahwa segala sessuatu yang diperbuat oleh
manusia dalam kehidupannya di dunia ini akan mendapatkan ganjaran
Allah SWT baik di dunia maupun di akherat kelak (QS, 3 : 148). Dengan

51

demikian maka pelajar atau siswa dalam sistem pendidikan Islam harus
diberi motivasi sedemikian rupa dengan ganjaran atau penguatan itu tidak
boleh berlebihan,, sebab pemberian penguatan yang berlebihan akan
berakibat sampingan yang negatif, sebagaimana hadist Nabi bahwa
hendaklah engkau memberikan ganjaran seperlunya saja karena apabila
memberi hadiah atau ganjaran itu berlebih-lebihan, itu tidak dikehenndaki
karena berakibat negatif atau tidak baik (HR. Bukhari). Teori tentang
pemberian penguatan atau reinforcement atau penghargaan ini dapat
berlaku pada keseluruhan bentuk pendidikan, semua jenjang dan usia si
terdidik.

E. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa teori operant conditioning adalah pengembangan teori Pavlov (S-R).
Yang menjadi fokus utama teori ini adalah pemberian reinforcement
(penguatan) terhadap organisme (subyek)

sesaat setelahh memberikan

respons terhadap suatu stimulus. Pemberian reinforcement ini diprogramkan


sedemikian rupa supaya terjadi pengulangan atau peningkatan respons. Proses
ini secara teriotis merupakan upaya pembentukan tingkah laku (operant
conditioning).
Dengan kata lain, tingkah laku dapat dikondisikan atau diprogramkan
sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam konteks pembelajaran, berhasil atau
tidaknya aplikasi teori ini di lapangan, kunci utamanya terletak pada guru.
Sebagai penutup dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan teorri operant
conditioning B.F Skinner ini dalam dunia pendidikan mempunyai beberapa
kelemahan yaitu: Pertama, proses belajar dalam Skinner dipandang dapat
diamati secara langsung, padahal belajar merupakan proses kegiatan mental
yang tidak dapt disaksikan dari luar secara menyeluruh

kecuali sebagian

gejalanya, walaupun pada akhirnya teraplikasi dalam bentuk tingkah laku.


Kedua, proses belajar dianggap bersifat otomatis mekanis sehingga terkesan
seperti gerakan mesin atau robot, padahal setiap siswa memiliki self-regulation
(kemampuan mengatur diri sendiri) dan self-control (pengendalian diri) yang
bersifat kognitif sehingga siswa bisa menolak merespons jika ia tidak

52

menghendaki. Ketiga, keseringan merespons sebagai ukuran belajar bisa


berlaku untuk tingkah laku yang sederhana tetapi tidak cocok untuk tingkah
laku yang kompleks.

53

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi , Abu dan Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta. Rinda
Cipta.
Anwar, Moch. Idocji. Tt. Kepemimpinan dalam proses Belajar Mengajar.
Bandung : Angkasa
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rieneke
Cipta.
Daradjat, Zakiyah. 1982. Kepribadian Guru. Jakarta : Bulan Bintang.
Gredler, Bell, Margaret E. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Terjemahan
Munandar. Jakarta : Rajawali Pers.
Hasibuan. JJ dan Mudiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja
Karya.
Hills, PJ. tt. A Dictionary of Education. London : Routledge & Kegan Paul.
Muhaimin, dkk. 1996. Strategi Belajar Mengajar : Pencapaiannya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama. Surabaya : Citra Media.
Nasution, S. 1998. Teknologi Pendidikan. Jakarta : Rieneke Cipta.
Popham, W. James dan Eva L Baker. 1983. Bagaimana Mengajar Secara
Sistematis. Jakarta : Kanisius.
Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta :
Rineke Cipta.
Soekarto, Indrafakhruddin. 1974. Psikologi Pendidikan, Malang : IKIP.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta : Fak.
Ekonomi UI
Suryabrata, Sumadi. 1986. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Syah, Muhibbin. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta : Logis Wacana Ilmu.
Walker. 1973. Conditioning dan Proses Belajar Instrumental. Jakarta : UI.

54

You might also like