You are on page 1of 10

Novian eko p

31101200273
Pendahuluan
Oral Lichen Planus (OLP) adalah penyakit yang umum dijumpai dan hanya mempengaruhi lapisan
epithelium skuamosa berlapis. Penyakit ini terdapat diseluruh belahan dunia, mayoritas terjadi pada
dekade usia kelima dan keenam, dan resikonya dua kali lipat pada wanita dibandingkan pria.
Penyebab dan Patogenesis
OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun penyebabnya tidak diketahui secara pasti pada
kebanyakan kasus. Peningkatan produksi sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda awal
terjadinya LP, yang diinduksi secara genetik, dan adanya polimorfisme genetik dari sitokin yang
terlihat mendominasi, baik pada lesi yang berkembang hanya pada mulut(diasosiasikan dengan
interferon-gamma (IFN-)) atau pada mulut dan kulit(diasosiasikan dengan tumor nekrosis faktoralpha(TNF-)). Sel T yang teraktivasi kemudian akan tertarik dan bermigrasi melalui epitelium
mulut, lebih jauh akan tertarik oleh adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan VCAM), regulasi ke
atas dari protein matriks ekstraseluler membran dasar epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII,
laminin dan integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5. Sitokin disekresi oleh
keratinosit misalnya TNF- dan interleukin (IL)-1, IL-8, IL-10, dan IL-12 yang juga kemotaktik
untuk limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada keratinosit dan IFN-, dan regulasi
berkelanjutan dari p53, matriks metalloproteinase 1 (MMP1) dan MMP3 memicu proses kematian
sel (apoptosis), yang akan menghancurkan sel basal epitelial.
Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor nuklear mediator inflamasi kappa
B (NF-B), dan inhibisi dari jalur pengontrol faktor pertumbuhan transformasi (TGF-beta/smad)
yang menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi putih.
Asosiasi dengan Penyakit Sistemik
LP dapat diasosiasikan dengan banyak penyakit sistemik, beberapa telah dikonfirmasi, namun
infeksi virus Hepatitis C (HCV) dapat memproduksi tanda ekstrahepatik yang termasuk satu
diantaranya adalah LP. Sel T spesifik-HCV mungkin memiliki peranan dalam patogenesis pada
beberapa kasus OLP. Dalam review sistematis terkini yang menyertakan studi terkontrol, proporsi
manusia yang terinfeksi HCV lebih tinggi pada kelompok LP dibanding kelompok kontrol yaitu 20
dari 25 studi, dan pasien dengan LP memiliki resiko lima kali lipat lebih besar terinfeksi HCV
dibanding kelompok kontrol. Namun, hal ini tidak terlihat pada kasus yang terjadi di Inggris
maupun Eropa Utara.
OLP yang terkait HCV diasosiasikan dengan HLA kelas II alel HLA-DR6 pada pasien Italia tetapi
tidak pada pasien Inggris, hal ini dapat menjelaskan sebagian alasan bahwa heterogenitas geografis
juga berpengaruh.
Lesi Mulut
OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak (Gambar 1
dan 2), papula (Gambar 3) ataupun plak, dan dapat memicu penyakit keratotik seperti leukoplakia.
Lesi atrofik (Gambar 4) dan erosi (Gambar 5) adalah bentuk yang paling sering menimbulkan rasa
sakit.
Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal, lidah (terutama pada dorsum),
gingiva, mukosa labial, dan tepi vermilion dari bibir bawah. Sekitar 10% dari pasien dengan OLP
memiliki lesi yang hanya terbatas pada gingiva (Gambar 6). Lesi eritrematous pada gingiva
menyebabkan gingivitis deskuamasi, tipe LP gingival yang paling umum, yang muncul dapat
berupa plak ataupun papula kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak, dan dapat
menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.
Lesi pada palatum, dasar mulut, dan bibir atas jarang terjadi. LP yang terisolasi pada satu tempat
dalam rongga mulut selain di gingiva juga jarang terjadi, namun pada beberapa pasien pernah

terlihat adanya lesi yang terisolasi pada bibir atau lidah saja. Lesi likenoid juga dapat terisolasi
(lihat bawah).
OLP dapat secara klinis terlihat berbeda, namun pada banyak kasus tidak. Bentuk seperti plak dari
LP dapat menyerupai leukoplakia, terutama leukoplakia verukosa proliferatif. Lesi putih berstriata,
dengan atau tanpa erosi dapat menyerupai lupus eritrematosa. Pada kasus yang jarang dimana lesi
putih tidak dapat terlihat dalam bentuk erosif atau terulserasi, maka lesi ini dapat sulit untuk
dibedakan secara klinis dari penyakit vesikuloerosif lainnya misal pemphigus dan pemphigoid. Lesi
terkadang dapat menyerupai karsinoma.
Potensi Malignansi dari OLP
Setidaknya terdapat tiga studi yang menggunakan kriteria diagnostik ketat yang menunjukkan
bahwa terdapat resiko signifikan terjadinya transformasi malignansi dari OLP menjadi karsinoma
sel skuamosa (SCC). Akumulasi dari sintase oksida nitrit terinduksi (iNOS) dengan 8-nitroguanine
dan 8-okso-7, 8-dihdro-2-deoksiguanosine (8-oxodG) pada epitelium oral OLP kemungkinan
menunjukkan kerusakan oksidatif dan nitratif DNA yang dapat menjadi dasar dari malignansi.
Resiko transformasi malignansi bervariasi antara 0.4 hingga 5% dalam periode waktu observasi dari
0.5 hingga 20 tahun, dan tidak dibatasi tipe klinis dari OLP atau perawatan yang diberikan. Namun,
terdapat kemungkinan bahwa perawatan dengan agen imunosupresif secara teoritis dapat
mengurangi kekebalan tubuh (lihat bagian dibawah Manajemen)
Lesi Ekstraoral
Pasien OLP dapat mengalami lesi yang mengenai kulit, tambahan kulit (appendage) dan mukosa
lainnya.
Kulit
Sekitar 15% dari pasien OLP memiliki lesi kutaneus. Lesi ini khususnya terlihat pada permukaan
fleksor dari siku dan berupa eritrematous, bagian atas rata, pruritik, papula poligonal yang memiliki
jalinan garis nyata (Wickhams striae) pada permukaannya, dan berkembang dalam jangka waktu
beberapa bulan hingga terlihat sebagai OLP. (Gambar 7)
Tambahan Kulit (Appendage)
LP pada kulit kepala dapat menyebabkan alopecia dengan luka parut, lichen planopilaris. LP juga
dapat terjadi pada kuku, sehingga menghasilkan kuku yang lebih tipis dan kasar dan belahan pada
ujung distal dari kuku.
Mukosa ekstraoral
Lesi genital yang disebut sebagai sindrom vulvovaginal-gingival berkembang pada 20% dari wanita
dengan OLP dan ditandai dengan rasa terbakar, sakit, tidak nyaman dan dispareunia. Lesi ini dapat
menjadi ganas.
LP esofageal telah banyak didokumentasikan dengan baik dan relatif umum dijumpai pada pasien
LP oral, namun LP pada ocular, urinary, nasal, laringeal, otic, gastric dan mukosa anal jarang
terjadi.
Reaksi Likenoid Oral
Reaksi likenoid merupakan lesi yang secara klinis dan histologis terlihat sebagai OLP, namun
memiliki etiologi yang dapat diidentifikasi. Faktor presipitasinya antara lain penyakit Graft-versusHost kronis (cGVHD), beberapa material dental, dan berbagai macam obat.
Reaksi likenoid memiliki tendensi untuk muncul unilateral dan erosif, dan dalam pemeriksaan
histologis dapat menunjukkan infiltrat limfositik yang lebih difus disertai sel plasma dan eosinofil
dan dengan lebih banyak colloid bodies dibanding LP klasik.
Penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD)

Transplantasi sel stem hematopoetic telah digunakan secara luas dalam perawatan penyakit
hematological baik malignan maupun non-malignan, namun hal ini diasosiasikan dengan berbagai
macam komplikasi, termasuk penyakit Graft-versus-Host. Reaksi likenoid oral sering terlihat pada
penyakit Graft-versus-Host kronis (cGVHD).
Pasien yang memiliki transplantasi allogenik dan memiliki resiko tinggi berkembangnya malignan
sekunder, secara khusus yaitu leukimia dan limfoma, juga memiliki resiko terjadinya karsinoma sel
skuamosa dan beberapa karsinoma oral telah dilaporkan.
Material restorasi dental
Material dental dapat menjadi penyebab dari reaksi likenoid oral termasuk didalamnya adalah
amalgam, resin komposit, kobalt dan emas. Reaksi ini dapat diduga sebagai lesi OLP apabila hanya
terbatas pada mukosa yang berkontak rapat dengan, atau pada jarak dekat dengan restorasi tersebut.
Terkadang dapat muncul unilateral. Beberapa penulis menduga bahwa sensitisasi merkuri
merupakan salah satu penyebab penting lesi ini, namun yang lainnya menemukan bahwa pada
beberapa orang yang sensitif terhadap merkuri, tidak menunjukkan efek menguntungkan setelah
pembuangan restorasi amalgam, yang mana dapat diduga bahwa ada faktor lain yang terlibat.
Sayangnya, tes sensitivitas kulit dan spesimen biopsi ternyata tidak dapat memprediksi respon dari
pembuangan amalgam, namun reaksi terhadap tes kulit dengan penggunaan lebih dari satu jenis
alergen merkuri dapat meningkatkan akurasi dari diagnosis.
Selain itu juga dilaporkan adanya transformasi menjadi malignan pada lesi likenoid yang terkait
dengan restorasi.
Obat-Obatan
Reaksi likenoid yang diinduksi oleh obat paling sering dikarenakan NSAID (Non Steroida Anti
Inflammatory Drugs) dan obat inhibisi enzim pengubah angiotensin. Beberapa obat lain juga dapat
terkait dengan reaksi likenoid, namun hanya terdapat pada kasus tertentu saja.
Metode yang paling memungkinkan untuk mendiagnosis reaksi likenoid adalah dengan melihat
apakah reaksi hilang segera setelah pemberian obat-obatan tersebut dihentikan dan apakah kembali
ada apabila obat itu dikonsumsi lagi. Namun, hal ini terkadang tidak praktis dan memiliki potensi
bahaya; mungkin membutuhkan beberapa bulan sebelum reaksi likenoid sembuh sehingga
penghentian obat perlu dipertanyakan dan akan lebih terjamin dengan penggunaan substitusi obat.
Diagnosis OLP
OLP yang berupa lesi putih yang umum mungkin akan mudah didiagnosis dengan benar apabila
terdapat lesi kulit ataupun lesi ekstraoral lainnya. Namun, biopsi oral disertai pemeriksaan
histopatologis, keduanya direkomendasikan untuk mengonfirmasi diagnosa klinis dan khususnya
untuk mengesklusi displasia dan malignansi.
Perlu diketahui, hasil pemeriksaan histopatologis OLP dapat bersifat subyektif dan, pada setengah
dari beberapa kasus, terdapat korelasi buruk klinikopatologis. Pada kondisi ini, mungkin akan
membantu dengan melakukan pemeriksaan imunofluorescence secara langsung, yang akan
menunjukkan bentuk linear dari fibrin dan fibrinogen yang terdeposit pada membran dasar epitelial
atau badan sitoid (Russel bodies), atau keduanya apabila tidak adanya deposisi fibrinogen.
Manajemen OLP
Perawatan LP bergantung pada gejala, perluasan dari keterlibatan oral dan ekstraoral secara klinis,
riwayat medis, dan faktor lainnya. Pada kasus pasien dengan reaksi likenoid, faktor presipitasinya
harus dieliminasi.
Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak membutuhkan perawatan
aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi atau gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi
perhatian serius dan perlu dibuat program untuk mengoptimalkan higienitas oral, terutama pada
pasien LP gingival.

Pasien dengan lesi simptomatik juga membutuhkan perawatan ,biasanya dengan obat, terkadang
dibutuhkan terapi bedah.
Perawatan Obat
Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek samping. Namun, agen
sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah meluas, atau terjadi penyakit yang bersifat
recalcitrant. Obat untuk OLP umumnya bersifat imunosupresif dan beberapa dikembangkan khusus
untuk penyakit oral, konsekuensinya, kurang adanya studi yang mencukupi mengenai
penggunaannya. Pasien harus diberi peringatan mengenai pentingnya mengikuti instruksi yang ada,
terutama pada instruksi obat yang terdapat tulisan, hanya untuk pemakaian luar
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti triamcinolone, steroid poten yang
terfluorinasi seperti fluocinolone acetonide dan fluocinonide, dan steroid superpoten terhalogenasi
seperti clobetasol, terbukti efektif pada kebanyakan pasien. Eliksir seperti dexamethasone,
triamcinolone dan clobetasol dapat digunakan sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan
oral yang difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk mengaplikasikan medikasi pada
bagian tertentu di dalam mulut. Tidak terdapat data yang definitif untuk membuktikan steroid
topikal dengan bahan adesif lebih efektif dibanding bentuk preparasi lainnya, walaupun telah
digunakan secara luas.
Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid (ointment, spray, obat kumur atau bentuk
lain) beberapa kali dalam sehari, untuk menjaga agar obat tetap berkontak dengan mukosa selama
beberapa menit, dan pasien harus menunda makan atau minum selama satu jam setelahnya.
Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih aman apabila diaplikasikan pada
membran mukosa dalam interval waktu yang pendek, selama 6 bulan, namun terdapat potensi
terjadinya supresi adrenal pada pemakaian dengan jangka waktu lama, terutama pada penyakit yang
sudah kronis, sehingga membutuhkan follow up berkala dan penanganan yang lebih hati-hati.
Supresi adrenal lebih sering terjadi pada pemakaian steroid sebagai obat kumur. Beberapa efek
samping yang serius dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid topikal, namun pada pasien OLP
yang mengalami candidiasis sekunder, beberapa klinisi memberikan obat antifungal.
Agen Topikal Lainnya
Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten seperti inhibitor calcineurin
(ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus) atau retinoid (tretinoin) dapat membantu. Ciclosporin
dapat digunakan sebagai obat kumur namun mahal, kurang efektif dibanding clobetasol topikal
dalam menginduksi perbaikan klinis OLP, walaupun dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir
sama dalam mengatasi gejala.
Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin, menunjukkan efektifitas tanpa efek samping
secara klinis pada beberapa studi klinis tanpa kelompok kontrol, namun mengakselerasi
karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and Drug Administration (FDA) membatasi
penggunaannya. Saat ini, terdapat laporan yang menunjukkan kanker oral pada OLP yang diobati
dengan tacrolimus.
Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup banyak digunakan pada pasien OLP,
terutama bentuk atrofik-erosif, dengan perbaikan yang memuaskan namun retinoid memiliki efek
samping dan kurang efektif jika dibanding kortikosteroid topikal.
Obat Sistemik
Beberapa kortikosteroid sistemik yang dianggap paling efektif untuk mengobati OLP, pada
penelitian terkini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon yang signifikan antara prednisone
sistemik (1 mg/kg/hari) dengan clobetasol topikal pada bahan adesif dibandingkan dengan
clobetasol saja. Kortikosteroid sistemik biasanya digunakan pada kasus dimana aplikasi topikal
tidak berhasil, terdapat OLP recalcitrant, erosif atau eritrematous, atau pada OLP yang menyebar
hingga kulit, genital, esofagus, dan kulit kepala. Prednisolone 40-80 mg tiap hari biasanya cukup
untuk mendapat respon perbaikan; toksisitas yang mungkin timbul membuatnya hanya diresepkan

apabila benar-benar dibutuhkan, pada dosis terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang
paling memungkinkan. Harus diberikan pada jangka waktu yang mencukupi (5-7 hari) kemudian
dihentikan, atau dosisnya dapat dikurangi 5-10 mg/ hari secara gradual selama 2-4 minggu. Efek
samping dapat diminimalkan apabila pasien dapat menoleransi total dosis yang sama pada hari
lainnya.
Bedah
Reseksi direkomendasikan pada plak yang terisolasi ataupun erosi yang tidak menyembuh, karena
dengan prosedur ini dapat diambil spesimen jaringan untuk konfirmasi diagnosis secara
histopatologis, dan dapat menyembuhkan lesi yang terlokalisir, namun hanya beberapa data yang
mendukung hal tersebut. Graft jaringan lunak dapat diberikan pada OLP erosif, dan OLP
simptomatik akan hilang secara menyeluruh dengan perawatan graft gingival setelah follow up 3.5
tahun. Namun, bedah periodontal juga dilaporkan dapat memicu OLP.
Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif yang resisten terhadap obat, tetapi lesi
ini dapat berkembang pada bekas lesi yang telah sembuh ataupun sembuh dalam bentuk jaringan
parut.
Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP; laser karbon dioksida digunakan pada lesi
multisentrik atau area yang sulit dijangkau, dan laser eksimer 308 nm dengan dosis rendah terbukti
cukup menjanjikan pada tiga kali percobaan, namun perlu bukti lebih lanjut untuk membukti
efektifitasnya pada OLP, sebagaimana pada kasus terapi fotodinamik.
Surveillance Kanker
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa pentingnya untuk memonitoring pasien dengan OLP pada
jangka waktu lama.
Patofisiologi : LP merupakan sebuah respon kekebalan yang dimediasi sel dengan asal-usul yang
tidak diketahui. LP bisa ditemukan bersama dengan penyakit gangguan sistem kekebalan lainnya
antara lain colitis ulceratif, alopecia areata, vitiligo, demartomyositis, morphea, lichen sclerosis, dan
myasthenia gravis. Ada hubungan yang ditemukan antara LP dengan infeksi virus hepatitis C,
hepatitis aktif kronis, dan cirrhosis biliary primer.
Lichen planus oral. Mulut terlibat pada 50% kasus dan seringkali merupakan satu-satunya bagian
yang terkena. Daerah yang biasanya terkena adalam di dalam pipi dan di samping lidah, meski gusi
dan bibir juga bisa terlibat. Gambaran yang paling umum adalah :
tidak nyeri dengan lapisan-lapisan putih yang memiliki pola untaian atau mirip pakis.
Bisul yang nyeri dan terus menerus (lichen planus erosif)
Bintik merah dan pengelupasan gusi (gingivitis desquamative)
Pada beberapa kasus, lichen planus oral yang mengenai gusi diakibatkan oleh alergi terhadap
merkuri pada isian amalgam di gigi yang berdekatan. Penyebabnya bisa dikuatkan dengan uji
tambalan. Pada pasien ini, lichen planus bisa sembuh dengan mengganti isian amalgam dengan
bahan komposit. Jika lichen planus tidak diakibatkan oleh alergi merkuri, maka mengganti amalgam
sangat tidak mungkin untuk menyembuhkan lesi.
Lichen planus vulval. Seperti pada mulut, lichen planus bisa menyebabkan garis-garis putih yang
tidak nyeri. Lichen planus erosif lebih umum dan merupakan salah satu penyebab vulvodynia
(sensasi luka bakar pada vulva). Lichen planus erosif dapat mengenai labia minora (bibir dalam)
dan introitus (lubang vagina). Mukosa yang terkena berwarna merah terang dan kelihatan kasar.
Labia minora bisa menyusut dan saling melekat satu sama lain atau melekat ke labia majora (bibir
luar). Lichen planus erosif bisa sangat nyeri, sehingga tidak memungkinkan melakukan hubungan
seksual. Juga bisa menghasilkan bekas luka di pintu vagina

Sabtu, 05 September 2009DIAGNOSA DAN PENANGANAN LICHEN


PLANUS ORAL John R. Kalmar
Lichen planus merupakan kondisi kronis, yang dimediasi melalui immunologis pertama kali
dijelaskan sebagai suatu penyakit kulit yang juga dapat mempengaruhi permukaan mukosa,
termasuk mukosa yang melapisi kavitas oral. Lichen planus oral telah dipengaruhi mempengaruhi
dari 0.1 persen hingga 4 persen populasi. Yang menarik, sementara lebih dari sepertiga pasien
dengan lichen planus cutaneus akan dilaporkan memiliki keterlibatan oral, hanya sekitar 15 persen
pasien dengan lichen planus oral pernah menderita lesi kulit. Walaupun etiologinya tidak diketahui,
sebagian besar pengarang setuju hal tersebut menggambarkan suatu bentuk penyakit autoimun
dimana dysregulasi fungsi limfosit T menimbulkan kerusakan pada, atau kerusakan dari, sel basal
epitelium permukaan.
Prevalensi lichen planus oral yang cukup tinggi membuatnya terlihat bahwa secara nyata semua
dokter gigi yang merawat pasien dewasa akan menemui kondisi ini. Kenyataan bahwa perubahan
mukosal pada lichen planus oral terkadang dapat menyerupai lesi pra-kanker oral atau kondisi
bermakna lain yang membuatnya penting bagi semua dokter gigi untuk menjadi sadar mengenai ciri
klinisnya. Dokter seharusnya juga mengetahui langkah-langkah tambahan yang dapat dilakukan
untuk memastikan diagnosa klinis lichen planus oral, termasuk biopsi insisional untuk evaluasi
histopatologis rutin dan pemeriksaan immunofluoresent langsung. Yang terakhir, seperti beberapa
pasien dengan lichen planus oral bersifat simptomatis dan menginginkan perawatan, dokter
seharusnya menyadari mengenai strategi penanganan terbaru.
GAMBARAN KLINIS LICHEN PLANUS ORAL
Karena persentase yang bermakna dari pasien lichen palnus oral juga akan memiliki keterlibatan
kutaneus, lesi kulit dapat digunakan untuk membantu mendukung diagnosa klinis atau kerja. Lesi
kulit klasik dari lichen planus telah dijelaskan sebagai papula ungu, polygonal, pruritik yang
biasanya ditemukan dalam cluster kecil pada aspek fleksor ekstrimitas (Gbr. 1). Garis halus,
berwarna keputihan yang saling bersilangan disebut sebagai striae Wickham terkadang dapat
terlihat pada permukaan atau bagian tepi papula dan plak dengan bagian atas yang rata. Perubahan
kuku yang dystrofik terjadi pada beberapa pasien dan wanita dapat memiliki keterlibatan vulvovaginal yang mungkin bersifat simptomatik.
Lichen planus oral biasanya terjadi pada orang dewasa berusia pertengahan, dan wanita terpengaruh
lebih sering dibandingkan pria. Hal tersebut cukup jarang terjadi pada masa kanak-kanak, walaupun
pasien yang terpengaruh seringkali memiliki penyakit kutaneus yang berhubungan dan predisposisi
diantara anak-anak dengan keturunan Asia telah dilaporkan. Beberapa varian lichen planus oral
telah dijelaskan, akan tetapi, dua bentuk utama dikenali: retikuler dan erosif.
RETIKULER
Lichen planus oral retikuler menggambarkan pola klinis penyakit ini yang paling umum. Kata
retikuler mengarah pada pola seperti jaring atau pita dari garis keratotik yang saling bersilangan
(juga disebut sebagai Wickham striae) yang merupakan karakteristik dari lichen planus oral. Lichen
planus oral retikuler biasanya asimptomatik dan keterlibatan bilateral aspek posterior mukosa bukan
yang mungkin meluas kedalaman vestibulum secara nyata pathognomonik untuk kondisi ini (Gbr.
2A-B, Gbr. 3). Beberapa kasus didominasi oleh papula keratotik kecil yang mungkin saling
berhubungan melalui striae keratotik tipis. Dengan keterlibatan aspek dorsal lidah, kualitas seperti
pita mungkin tidak ada dan jaringan lesi seringkali akan terlihat sebagai plak keratotik tunggal atau
multipel dengan kehilangan atau penggabungan papila filiformis (Gbr. 4).
Lesi lichen planus oral cenderung naik dan turun dalam keparahan klinis mereka tanpa perawatan
apapun. Banyak pasien yang tidak melaporkan apapun yang lebih dari kesadaran kekasaran
jaringan yang samar. Keterlibatan lokasi mukosal lain yang menyertai, paling sering gingiva, aspek
dorsal dan lateral lidah dan tepi vermillion, mungkin terlihat.
EROSIF
Bentuk erosif lichen planus oral jauh lebih jarang dibandingkan bentuk reikuler dan berbeda dengan
sebagian pasien yang melaporkan gejala dengan lesi oral mereka. Mukosa yang terpengaruh
biasanya muncul sebagai suatu area atrofi dan erythema dengan zona erosi atau ulserasi sentral yang
bervariasi dan tepi perifer striae keratotik halus, yang menyebar. Lokasi yang terpengaruh serupa
dengan lokasi yang terlihat dengan lichen planus oral retikuler dan bukannya jarang untuk melihat
kedua bentuk penyakit bermanifestasi pada pasien yang sama (Gbr. 5A-B). Terkadang, perubahan
lesional cukup terbatas pada attached gingival atau mukosa aleolar, menghasilkan pola klinis yang
telah disebut gingivitis deskuamatif (Gbr. 6). Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan
ringan hingga rasa sakit parah yang mengganggu dengan mastikasi atau berbicara yang normal.

DIAGNOSA: KLINIS
Bahkan tanpa riwayat atau bukti lichen planus kutaneous, lichen planus oral retikuler dengan
keterlibatan bilatera mukosa bukal memiliki pola karakteristik dimana diagnosa klinis saja biasanya
memadai. Seharusnya ditekankan bahwa bahkan dalam kasus klasik, re-evaluasi pasien secara
teratur akan diperlukan untuk mendeteksi perubahan jaringan progresif, dan pasien seharusnya
disarankan untuk mempertimbangkan biopsi jaringan untuk memberikan diagnosa histopatologis
awal, yang pasti.
Penemuan area tunggal atau lesi mukosa yang terisolasi dengan gambaran retikuler atau lichenoid
bukan karakteristik dari lichen planus oral dan lebih menyarankan mengenai kondisi-konsisi seperti
obat lichenoid atau reaksi hipersensitif kontak (lihat makalah yang berhubungan dalam terbitan ini).
Untuk memperumit masalah, beberapa pasien lichen planus oral dengan keterlibatan mukosa yang
menyeluruh mungkin juga memiliki lesi yang serupa yang terlokalisir pada area yang berkontak
langsung dengan restorasi amalgam (reaksi amalgam lichenoid). Pengambilan riwayat yang cerma
dan korelasi klinis mungkin membantu dalam memberikan diagnosa kerja dan biopsi biasanya
diperlukan. Dalam persentasi yang terbatas pada plak keratotik dorsal, dan terutama dorsalateral,
lidah, biopsi akan diharuskan untuk mengeluarkan kemungkinan dysplasia (perubahan epitelial
prakanker) atau karsinoma sel skuamosa.
Untuk pasien dengan lichen planus oral erosif yang dicurigai, diagnosa banding dapat menjadi
cukup luas. Biopsi seharusnya direkomendasikan untuk mendukung atau memastikan diagnosa
kerja dokter dan mengeluarkan kondisi lain dan yang secara potensial lebih serius. Tergantung pada
lingkungan klinis yang tepat, pembedaan dapat mengikutsertakan dysplasia epitelial, karsinoma sel
skuamosa, reaksi lichenoid terhadap obat, benda asing, amalgam, atau bahan kontak yang lain
(seperti penyedap rasa kayu manis artifisial), lupus erythematosus dan stomatitis ulseratif kronis.
Pada pasien dengan riwayat transplantasi sumsum tulang, komplikasi yang dikenal sebagai penyakit
graft versus host dapat sangat menyerupai ciri klinis lichen planus oral.
Jika gambaran seperti gingivitis deskuamatif yang mendominasi, kondisi seperti reaksi benda asing
lichenoid (kemungkinan bahan profilaksis dental), mucous membran (cicatrical) pemphigoid,
stomatitis ulseratif kronis dan pemphigus vulgaris akan perlu dipertimbangkan. Dengan demikian,
suatu biopsi seharusnya dipertimbangkan untuk kasus gingivitis deskuamatif persisten yang tidak
merespon terhadap tindakan kebersihan lokal konservatif. Memasukkan jaringan untuk pemeriksaan
immunofluoresen rutin dan langsung akan membantu pengeluaran atau konfirmasi penyakit
autoimun yang spesifik, seperti pemphigus vulgaris, secepat mungkin.
Seharusnya juga dilihat bahwa lichen planus oral, bentuk retikuler dan erosif, mungkin menjadi
diperumit oleh timbulnya mikroorganisme fungal superfisial, biasanya Candida albicans. Pada
sebagian besar kasus, hal ini mungkin menggambarkan infeksi oportunistik karena Candida
mengkonsumsi keratin dan substansi ini dengan mudah tersedia pada papula dan striae keratotik
yang dihasilkan oleh lichen planus oral.
Candidiasis yang tumpang tindih mungkin menyebabkan ketidak nyamanan rasa terbakar yang
ringan dari mukosa yang terpengaruh, bahkan pada lichen planus oral retikuler, dan dapat semakin
memperumit diagnosa dengan menutupi pola seperti jaring klasik dari striae keratotik. Pemeriksaan
sitologis atau kultur dapat membantu dalam penanganan kasus-kasus ini dengan memberikan
identifikasi positif mikroorganisme. Bahkan tanpa test diagnostik, pemberian empiris terapi
antifungal yang sesuai (seperti permen hisap clotrimazole atau tablet fluconazole) mungkin
mengungkapkan ciri klinis khas dari lichen planus oral yang mendasari dan membantu mengurangi
gejala yang berhubungan dengan candidiasis.
DIAGNOSA: IMMUNOFLUORESCENCE LANGSUNG DAN BIOPSI RUTIN
Diagnosa akhir lichen planus oral, terutama pada kasus penyakit erosif, seringkali bersandar
dengan biopsi jaringan mukosa yang terpengaruh. Setelah anestesi lokal yang sesuai, wedge elips
seharusnya didapatkan yang memanjang dari jaringan lesi kedalam mukosa normal disekitarnya.
Penggunaan metode cauterisasi tidak direkomendasikan untuk tujuan ini karena perubahan
artifaktual yang sering mereka sebabkan didalam spesimen. Selain itu, lesi erosif atau ulseratif
harus ditangani dengan perlahan untuk meminimalisir kemungkinan pengelupasan atau terbelahnya
epitelium permukaan dari jaringan ikat dibawahnya, sangat menurut kegunaan diagnostik dari
spesimen. Saat hal tersebut penting untuk mengeluarkan kondisi vesicullobulosa spesifik seperti
mucous membrane pemphigoid, sampel yang terpisah harus didapatkan untuk pemeriksaan
immunofluoresent langsung karena fiksasi formalin rutin mengganggu dengan pemprosesan
immunofluorescent langsung.
Hal ini dapat dilakukan dengan dua biopsi yang terpisah, namun juga ditangani melalui perencanaan
yang cermat dan pengambilan spesimen insisional tunggal. Idealnya, biopsi dengan kekuatan
ganda seharusnya meluas dari tepat didalam tepi jaringan lesi hingga beberapa milimeter kedalam
mukosa yang terlihat normal. Panjang keseluruhan 8 mm hingga 10 mm memastikan pengambilan

sampel yang memadai untuk kedua penelitian. Saat jaringan dikeluarkan, jaringan tersebut dapat
dibawah ke meja atau kasa steril dan dipisahkan melintasi sumbu pendek dengan scalpel yang
tajam. Setengah spesimen lesional seharusnya diletakkan dalam formalin untuk pemeriksaan
histopatologis rutin. Setengah yang normal kemudian dapat diletakkan dalam larutan Michel,
medium cair khusus dirancang untuk immunofluorescence langsung.
Lichen planus oral memiliki beberapa ciri histopatologis khas, termasuk hiperkeratosis, degenerasi
vakuolar lapisan sel basal dan keratinosit yang mengalami degenerasi yang disebut badan colloid
atau Civatte. Rete ridge mungkin tidak ada atau memanjang dengan gambaran yang runcing atau
gigi gergaji. Infiltrat seperti pita dari limfosit kecil segera terlihat disebelah epitel, terkadang
menghancurkan permukaan antara epitelial-jaringan ikat. Sayangnya, ciri ini tidak spesifik untuk
lichen planus oral dan dapat terlihat pada beberapa kondisi yang lain, seperti reaksi amalgam
lichenoid, reaksi obat lichenoid, reaksi kayu manis mukosal, lupus erythematosus, penyakit graft
versus host, dan stomatitis ulseratif kronis. Sebagai akibatnya, lichen planus oral merupakan
diagnosa yang memerlukan korelasi cermat lingkungan klinis dengan hasil dari pemeriksaan biopsi
rutin.
Banyak dokter akrab dengan penyakit vesiculo-bullosa oral seperti mucous membrane pemphigoid
(cicatrical) atau pemphigus vulgaris. Sebaliknya, sebagian besar dokter gigi dan dokter tidak akrab
dengan stomatitis ulseratif kronis, penyakit autoimun mukokutaneous spesifik yang pertama kali
dijelaskan pada tahun 1990 yang dapat menyerupai ciri klinis lichen planus oral. Stomatitis ulseratif
kronis yang berhubungan dengan perkembangan autoantibodi yang bersirkulasi menjadi antigen
nuklear dalam epitel skuamosa lurik yang disebut sebagai p63. Untuk alasan ini, stomatitis ulseratif
kronis juga telah dibandingkan dengan lichen planus oral dan lupus erythematosus, penyakit
autoimun yang lain yang dikarakteristikan dengan produksi antibodi anti-nuklear.
Sebagian besar pasien stomatitis ulseratif kronis merupakan wanita dewasa yang lebih tua, dan
beberapa pasien juga telah datang dengan lesi kulit erosif atau bullosa. Secara intraoral, lokasi yang
paling sering terpengaruh adalah lidah, diikuti dengan mukosa labial atau bukal dan gingiva. Serupa
dengan lichen planus oral erosif, lesi terlihat sebagai ulserasi dangkal, tidak teratur namun striae
keratotik perifer, jika ada, biasanya berbentuk lebih kecil atau samar. Keterlibatan gingiva
menghasilkan gambaran klinis gingivitis deskuamatif.
Pengujian immunofluorescent langsung spesimen lichen planus oral serupa dengan pemeriksaan
histopatologis rutin dimana hasilnya dapat menyarankan mengenai atau sesuai dengan diagnosa
lichen planus oral, namun mereka tidak spesifik terhadap lichen planus saja. Sebagian besar lesi
memperlihatkan pita linear yang tidak teratur dari deposisi fibrinogen pada zona membran basalis,
suatu ciri yang dibagi dengan bentuk mucositis lichenoid lain (lihat makalah yang berhubungan
dalam edisi ini), penyakit graft versus host, lupus erythematosus dan stomatitis ulceratif kronis. Ciri
yang membedakan dari spesimen pasien stomatitis ulseratif kronis adalah penemuan tambahan dari
deposit IgG yang menekan (seperti titik), intranuklear pada sel-sel basilar epitel skuamosa lurik
permukaan.
Pasien dengan stomatitis ulseratif kronis telah diperlihatkan merespon dengan paling baik terhadap
perawatan dengan hydroxychloroquine (Plaquenil) dan biasanya resisten terhadap tindakan
perawatan awal yang direkomendasikan untuk pemikiran persuasif untuk mendapatkan pemeriksaan
immunofluorescent rutin dan langsung pada semua kasus lichen planus oral erosif. Walaupun
stomatitis ulseratif kronis telah dijelaskan sebagai penyakit autoimun yang jarang atau bahkan
langka, sejumlah kasus yang menyerupai lichen planus oral seharusnya penting karena kesamaan
dalam ciri histopatologis klinis dan bahkan rutin mereka. Pasien seharusnya disarankan bahwa
keuntungan diagnosa yang benar (termasuk pengeluaran bentuk penyakit autoimun yang lain seperti
pemphigoid atau pemphigus) dan permulaan dini perawatan yang efektif untuk pasien lebih dari
sekedar pembenaran biaya tambahan dari pengujian immunofluorescent langsung awal.
PENANGANAN
Tidak seperti lichen planus cutaneous, yang biasanya merupakan sembuh sendiri dan sembuh secara
spontan didalam satu hingga dua tahun, lichen planus oral merupakan kondisi kronis yang lebih
umum yang seringkali menetap selama beberapa tahun, jika tidak selama beberapa dekade. Seperti
dengan sebagian besar bentuk penyakit autoimun, tidak ada penyembuhan untuk lichen planus oral.
Tujuan utama perawatan adalah untuk mengurangi lama dan keparahan penyakit selama periode
aktivitas dan, jika memungkinkan, meningkatkan periode tidak adanya penyakit.
Seperti yang telah disebutkan, pasien dengan lichen planus oral retikuler yang asimptomatis tidak
memerlukan intervensi terapeutik. Tindakan konservatif untuk memperbaiki kebersihan oral dan
meminimalisir iritasi jaringan oral mungkin membantu mengurangi periode kekasaran jaringan
yang terlihat. Hal ini dapat mengikutsertakan penurunan interval diantara profilaksis dental
profesional (setiap empat bulan daripada setiap enam bulan), merekomendasikan penggunaan pasta
gigi atau formula obat kumur tawar dan menghaluskan/ memperbaiki gigi, restorasi, atau protesa

yang tajam atau patah. Dalam kasus candidiasis yang tumpang tindih, terapi antifungal akan sesuai
untuk mengurangi gejala yang berhubungan.
Perawatan lichen planus oral erosif yang simptomatis sangat berdasarkan pada penggunaan
corticosteroid topikal, terutama formulasi dengan potensi yang lebih tinggi seperti fluocinonide
(Lidex) 0.05 persen, bethametasone yang diperkuat (Diprolene) 0.05 persen dan clobetasol
(Temovate) 0.05 persen. Formulasi gel lebih baik dibandingkan krim atau salep karena bentuk obat
yang terakhir lebih hydrophobik dan menempel dengan buruk pada mukosa oral dengan
kelembaban normal. Pasien seharusnya disarankan untuk mengoleskan gel kortikosteroid dalam
selapis tipis secara langsung pada jaringan lesi empat hingga lima kali sehari. Penekanan
seharusnya diletakkan pada penggunaan sedikit gel beberapa kali sehari daripada dalam jumlah
besar dengan pengulangan yang lebih sedikit. Setelah gejala menghilang, pasien hanya dapat
berhenti mengaplikasikan gel tanpa pengurangan jadwal dosis. Karena lichen planus oral memiliki
pemberian peningkatan/penurunan yang alami, pasien seharusnya diinstruksikan untuk
menggunakan kembali terapi topikal mereka dalam kekuatan penuh kapanpun gejala kembali.
Dokter gigi dan hygienist seharusnya juga menyarankan pasien untuk memperbaiki atau
mempertahankan tindakan kebersihan mulut yang sangat baik seiring langkah ini mengarah pada
penurunan aktivitas penyakit, dengan atau tanpa perawatan kortikosteroid topikal.
Selain itu, penting untuk memberitahu pasien bahwa sementara perawatan ini belum disetujui di
Amerika Serikat oleh Food and Drug Administration, telah dipertimbangkan bahwa penggunaan
tanpa label yang telah didokumentasikan dengan baik untuk formulasi yang awalnya dipasarkan
untuk merawat kondisi kulit seperti lichen planus cutaneous. Lebih dari tiga dekade penelitian
ilmiah telah memperlihatkan bahan ini bersifat aman dan efektif dalam merawat pasien dengan
lichen planus oral, namun tidak ada perusahaan farmasi yang telah melanjutkan proses yangmahal
yang diperlukan oleh FDA untuk menerima persetujuan resmi untuk aplikasi ini. Dapat ditekankan
bahwa komplikasi yang bermakna dari perawatan kortikosteroid topikal dari lichen planus jarang,
dan hanya pada kasus dimana pasien pada intinya menggunakan medikais mereka secara berlebihan
dan dengan tidak benar. Pada sisi lain, dokter seharusnya juga sadar bahwa candidiasis oral
bukannya merupakan komplikasi minor yang jarang dari terapi kortikosteroid topikal. Infeksi
oportunistik ini (mungkin berasal dari immunosupresi lokal ringan), bagaimanapun, dengan mudah
sembuh dengan terapi antifungal yang menyertai.
Untuk pasien dengan penyakit simptomatik yang menyebar atau pasien yang memiliki keahlian
manual yang terbatas, kemungkinan akibat kondisi yang mendasari seperti arthritis, larutan
kortikosteroid encer mungkin merupakan pilihan yang efektif untuk formulasi gel. Pilihannya
termasuk salep dexamethazone (Decadron), 0.5 mg/5 ml dan sirup prednisolone (Prelone), 15 mg/ 5
ml. Pasien seharusnya diinstruksikan untuk mengumurkan larutan diatas area yang terpengaruh
selama 1 menit dan membuangnya tanpa pembilasan setelah makan dan sebelum tidur.
Suatu variasi medikasi yang lain telah digunakan dalam merawat lichen planus oral, termasuk
immunosupresif lokal yang lain (tacrolimus, retinoid, cyclosporine), bahan sistemis (kortikosteroid,
retinoid, dapsone, azathioprine, griseofulvin, thalidomide, levamisole), dan PUVA (psoralen oral
dan ultraviolet A berdosis rendah) atau terapi laser. Walaupun hasil yang menggembirakan telah
dilaporkan, bahan-bahan ini biasanya lebih mahal dibandingkan terapi kortikosteroid topikal tanpa
bukti jelas efektifitas yang lebih baik. Saat ini, penggunaan mereka seharusnya disimpan untuk
pasien lichen planus oral erosif yang terbukti sukar sembuh terhadap perawatan kortikosteroid
topikal dan diberikan dibawah petunjuk spesialist dental (yaitu, patologist oral dan maksilofasial)
atau spesialist medis, yaitu, dermatologist.
APAKAH LICHEN PLANUS ORAL MENGGAMBARKAN KONDISI PRA-KEGANASAN?
Berbagai penelitian telah menekankan pertanyaan yang penting ini; akan tetapi, jawaban pasti tetap
masih samar. Bukti dari beberapa laporan mengindikasikan bahwa pasien dengan lichen planus oral,
terutama lichen planus dengan bentuk erosif atau atrofik, memiliki peningkatan resiko untuk
terjadainya karsinoma sel skuamosa oral. Yang lain telah menyarankan bahwa laporan kasu atau
rangkaian kasus lichen planus oral yang telah mengalami perubahan keganasan mungkin
menggambarkan kasus dysplasia epitel oral (perubahan prakanker) yang salah didiagnosa (secara
klinis, secara mikroskopis atau keduanya) sebagai lichen planus oral. Dalam pembahasan terbaru
mereka, Lodi, dkk menekankan bahwa lichen planus oral dapat dikaburkan, baik secara klinis dan
secara mikroskopis, dengan kondisi yang disebut sebagai leukoplakia verrucosa proliferatif. Pasien
dengan leukoplakia verrucosa proliferatif mungkin muncul dengan area leukoplakik multipel
diseluruh kavitas oral. Lesi dari leukoplakia verrucosa proliferatif dianggap pra-kanker dengan
angka perubahan keganasan yang bermakna.
Yang jelas, perbedaan antara lichen planus oral dan lesi pra-kegansan merupakan hal penting. Untuk
alasan ini, spesimen biopsi oral seharusnya diinterpretasikan oleh patologis oral dan maksilofasial,
yang secara khusus dilatih baik dalam diagnosa mikroskopis dan klinis penyakit mulut. Dengan

pengalaman mereka dalam korelasi klinikopatologis, patologist oral dan maksilofasial secara unik
sesuai untuk memberikan diagnosa yang akurat untuk kasus yang menantang ini dan, jika
diperlukan, untuk membantu pasien dalam penanganan atau pengamatan.
Ilmu telah diketahui selama bertahun-tahun bahwa kanker pada intinya merupakan suatu penyakit
genetik yang berasal dari kerusakan nonlethal DNA seluler. Pola kerusakan yang berbeda dapat
dilihat dalam berbagai bentuk kanker yang berbeda dan beberapa lokasi chromosomal telah dikenali
sebagai hal penting untuk terjadinya dysplasia epitelial dan karsinoma sel skuamosa. Hingga saat
ini, hanya penelitian molekuler untuk menekankan masalah kerusakan DNA dalam lichen planus
oral yang telah dipresentasikan oleh Zhang, dkk menggunakan analisa genetik komparatif dari
bahan biopsi untuk mendeteksi bukti mengenai kehilangan allelic atau kehilangan heterozygosity
pada tiga lokasi chromosomal yang berbeda sehubungan dengan karsinoma sel skuamosa oral.
Analisa contoh multipel dari lesi mukosa oral yang berbeda, termasuk kasus lichen planus oral,
hiperplasia reaktif jinak, berbagai tingkat dysplasia dan karsinoma sel skuamosa oral dilakukan.
Diantara spesimen lichen planus oral, bukti kehilangan heterozygositas lebih rendah dibandingkan
untuk hiperplasia reaktif (6 persen versus 14 persen) dan secara bermakna lebih rendah
dibandingkan dengan dysplasia/carcinoma in situ ringan, sedang atau parah (40 persen, 46 persen,
dan 81 persen, secara berurutan) dan juga karsinoma sel skuamosa (91 persen). Penelitian
pengamatan memeriksa lesi dysplastik yang menyerupai lichen planus oral dibawah mikroskop
(disebut sebagai dysplasia lichenoid) dan menemukan tingkat kehilangan heterozygositas yang
tinggi dalam kasus-kasus ini dimana pada intinya sama dengan lesi dysplastik yang kurang mirip
dengan lichen planus oral.
Konfirmasi hasil-hasil ini oleh ilmuwan lain diperlukan. Merupakan hal yang memungkinkan
bahwa kerusakan DNA terjadi pada lichen planus oral, namun tidak pada area kromosom yang akan
terdeteksi oleh panel prob yang digunakan Zhan dan rekan-rekan. Secara keseluruhan,
bagaimanapun, penemuan molekuler mereka akan berpendapat bahwa lichen planus oral mungkin
bukan merupakan kondisi pra-keganasan. Masalah tersebut, terutama dengan lichen planus oral
erosif, adalah jaringan lesional yang terkadang dapat menyerupai area erythroplakia, gambaran
klinis yang dicurigai untuk perubahan pra-kanker atau kanker. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, biopsi awal dengan immunofluoresent langsung direkomendasikan pada semua kasus
lichen planus oral erosif untuk mendapatkan diagnosa. Selanjutnya, jaringan lesi apapun yang
terlihat semakin buruk meskipun dengan adanya terapi yang sesuai seharusnya dilihat dengan curiga
dan menerima biopsi (atau biopsi ulang) sesegera mungkin. Lichen planus oral mungkin bukan
kondisi pra-keganasan, namun hal tersebut tidak juga mengeluarkan pasien dari mengalami
penyakit yang kedua, termasuk kanker oral.
KESIMPULAN
Pada pasien dengan lichen planus oral retikuler klasik, diagnosa seringkali dapat dibuat berdasarkan
ciri klinis saja. Pasien seharusnya disarankan sebagaimana dengan sifat kronis penyakit mereka dan
kecenderungannya untuk memperlihatkan periode aktivitas yang bergantian dengan waktu
penghentian relatif atau penyembuhan. Konfirmasi biopsi lichen planus oral seharusnya
dipertimbangkan, terutama dengan penyakit erosif simptomatik, dan penggunaan
immunofluorescent langsung sangat direkomendasikan untuk mengeluarkan bentuk penyakit
autoimun yang lebih spesifik. Sebagian besar kasus lichen planus oral dapat dirawat melalui
penggunaan kortikosteroid topikal dan tindakan kebersihan mulut yang baik. Sementara itu bukti
molekuler yang paling baru tidak menyarankan lichen planus oral untuk menjadi kondisi prakanker, dokter disarankan untuk mengamati dengan cermat pasien lichen planus oral mereka untuk
lesi intraoral apapun yang tidak merespon terhadap tindakan terapeutik normal. Apapun diagnosa
lichen planus oral sebelumnya, biopsi jaringan dan evaluasi histopatologis seharusnya selalu
direkomendasikan untuk area yang persisten atau progresif dari abnormalitas mukosa.
Diposkan oleh Zaky Gilbara di 15.54
Sumber
Jurnal usu tentang patologi mulut oral lincen planus tahun 2009 1-30
Atkinson jc linchenplanus treatment 1994 hal 404
Medical oral lincen planus diagnosing 2002 hal 221
Jurnal fk ui tentang kelainan ronggamulut hal 2005 hal 25
Atlas oral patologi hal 25

You might also like