You are on page 1of 28

Bagian Ilmu Psikiatri

Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
GANGGUAN SUASANA PERASAAN (EPISODE DEPRESIF) DENGAN
GEJALA PSIKOTIK

oleh:
Andreas Tedi S. Karo-Karo
NIM. 0910015001

Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ. M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2014

KASUS PSIKIATRI
Dipresentasikan pada Kegiatan Kepaniteraan Klinik Laboratorium Ilmu
Kesehatan Jiwa. Pemeriksaan dilakukan pada Hari Rabu, 03 Desember 2014
pukul 11.00 WITA di Poliklinik. RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
Sumber Anamnesa : autoanamnesa dan heteroanamnesa.
RIWAYAT PSIKIATRI
1.1

DATA UMUM

Identitas Pasien
Nama

: Ny. N

Umur

: 29 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Janda

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

:-

Suku

: Banjar

Alamat

: Jl. Muara Langon RT 02 Muara Komam, Paser

Pasien datang berobat ke Poliklinik RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda


diantar oleh keluarga pasien.
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Tertawa sendiri
Riwayat perjalanan penyakit sekarang:
Autoanamnesis:
Pasien datang dengan keluhan merasa depresi karena anak perempuannya
meninggal serta pasien ditinggal oleh suami setelah anaknya meninggal.
Semenjak itu, pasien juga mengalami penurunan nafsu makan, pasien tidak
makan jika tidak ada menyuapi makan. Pasien juga merasa ada mendengar
0

bisikan-bisikan, bisikan yang didengar pasien sangat ramai dan berasal dari
berbagai tempat. Pasien senang menonton tv terutama bila acara tv ada anakanak. Pasien juga mengaku bahwa anaknya sekarang sudah disurga dan
berkeinginan untuk memiliki anak lagi sebanyak 34 anak.
Heteroanamnesis:
Keluarga pasien mengeluhkan kalau pasien sering tertawa sendiri sejak
6 bulan terakhir. Pasien suka berbicara sendiri kemudian tiba-tiba tertawa
sendiri lalu menangis tanpa sebab yang jelas. Pasien sering berdiam diri
didepan kaca lalu menangis sendiri tanpa sebab yang jelas. Selain itu napsu
makan pasien juga sangat berkurang sejak 6 bulan yang lalu. Pasien sering
tidur dan bangun kembali karena terkejut dan hal ini berulang kali terjadi
sepanjang malam. Keluarga mengaku bahwa 6 bulan yang lalu anak perempuan
pasien meninggal saat berusia kurang dari 1 tahun dan pasien ditinggal kabur
oleh suami setelah anak pasien meninggal. Setelah kejadian tersebut, terjadi
perubahan drastis dalam kehidupan sehari-hari pasien, ditambah lagi setelah
anaknya meninggal, pasien ditinggal pergi oleh suaminya. Sejak saat itu, pasien
lebih sering berdiam di rumah. Dan tidak mau terlalu banyak berkomunikasi,
jika diajak bicara pasien hanya menjawab seperlunya saja. Pasien juga lebih
suka murung, atau menonton televisi jika acara yang disiarkan banyak
menampilkan anak-anak.
Riwayat Medis dan Psikiatrik Lain
o Gangguan Mental dan Emosi
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan mental dan emosi
o Gangguan Psikosomatik
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan psikosomatik.
o Kondisi Medis
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit fisik
o Gangguan Neurologi
Pasien tidak memiliki riwayat gangguan neurologis
Riwayat Kebiasaan

Riwayat mengonsumsi Napza (-)


Riwayat mengonsumsi alkohol (-)
Riwayat mengonsumsi obat-obat terlarang (-)
Riwayat merokok (-)
1

Gambaran kepribadian
Merupakan pribadi yang ramah
Faktor Pencetus
Diduga karena anak perempuan pasien meninggal dan pasien ditinggal
pergi oleh suami setelah anak meninggal.
Riwayat perkawinan
Sudah bercerai
Riwayat sosial ekonomi
Berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah kebawah.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat gangguan jiwa.
Riwayat religius
Pasien termasuk orang yang rajin beribadah.
Hubungan dengan keluarga dan lingkungan
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga dan
lingkungannya.

Genogram

Keterangan :
: laki- laki tanpa gangguan jiwa
: Perempuan dengan gangguan jiwa
: Perempuan tanpa gangguan jiwa

STATUS PRAESENS
a. Status Internus
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
Sistem kardiovaskuler
Sistem respiratorik
Sistem gastrointestinal
Sistem urogenital
Kelainan khusus

: Tenang, rapi
: Compos Mentis, GCS 15
: 110/70 mmhg
: 72x/menit
: 20x/menit
: tidak didapatkan kelainan
: tidak didapatkan kelainan
: tidak didapatkan kelainan
: tidak didapatkan kelainan
: tidak didapatkan kelainan

Status Neurologikus
Panca indera

: tidak didapatkan kelainan

Tanda meningeal

: tidak dilakukan pemeriksaan

Tekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaan


Mata
Gerakan

: normal

Pupil

: isokor
3

Diplopia

: tidak ditemukan

b. Status Psikiatrikus
Kesan umum

: Rapi, tampak sakit ringan, gelisah (-)

Kontak

: Verbal (+), visual (-)

Kesadaran

: Compos mentis, atensi kurang, disorientasi tempat, memori


kurang.

Emosi / afek

: labil, afek sesuai

Proses berpikir : Cepat, inkoheren, waham (-)


Intelegensi

: cukup

Persepsi

: Halusinasi (+)

Psikomotor

: Dalam batas normal

Kemauan

: ADL mandiri

Diagnosis
Formulasi diagnosis

Seorang perempuan, usia 29 tahun, beragama Islam, status sudah


bercerai, pendidikan SD, tidak bekerja, tinggal di Paser. Datang
berobat ke Poliklinik RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
diantar oleh keluarga, pada hari Rabu, 3 Desember 2014 pukul
11.00 WITA.

Keluarga pasien mengeluhkan kalau pasien sering bericara dan


tertawa sendiri lalu menangis selama 6 bulan terakhir. Selain itu

juga pasien susah tidur dan sering terbangun saat malam hari..
Keluarga mengaku bahwa pasien kehilangan anak perempuannya
saat 6 bulan yang lalu. Setelah anaknya meninggal, suami pasien

kabur meninggalkan pasien.


Selama 6 bulan terakhir pasien sama sekali tidak banyak
melakukan aktivitas. Sejak saat itu, pasien lebih sering berdiam di
rumah. Disamping itu pasien juga mengalami penurunan nafsu
makan.

Akhir-akhir ini pasien semakin sulit diajak berkomunikasi. Pasien


juga lebih suka murung, atau menonton televise dan berdiam diri

didepan cermin..
Riwayat trauma (-), kejang (-), penyakit infeksi (-)
Riwayat mengkonsumsi Napza (-)
Riwayat merokok dan mengkonsumsi alkohol (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 110/70 mmHg.
Pada pemeriksaan kardiovaskuler, respiratorik, gastrointestinal,
urogenital, dan neurologikus tidak didapatkan kelainan.

Pada pemeriksaan psikiatri didapatkan kesadaran composmentis,


penampilan rapi, tampak sakit ringan, kontak visual(-) dan kontak
verbal (+), ditemukan disorientasi tempat, emosi labil, afek sesuai,
proses fikir cepat, inkoheren, waham (-), kehilangan minat (+),
konsentrasi baik (-), halusinasi auditorik (+), visual, kemauan dbn,
dan psikomotor dbn.

Diagnosis Multiaksial:
Aksis I

: F32.2 Episode Depresif Sedang

Aksis II : Z 03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II


Aksis III : Aksis IV : Kehilangan anak, ditinggal suami
Aksis V : GAF 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
A. Pengobatan
Psikofarmakologi:
- Kalxetin 1 x 20mg
- Haloperidol 2 x 1mg
- Diazepam 1 x 5mg
B. Prognosis
Dubia ad bonam jika:
1. Pasien minum obat secara teratur
2. Pasien memiliki keinginan untuk sembuh disertai dukungan dan
kasih sayang keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Depresi adalah penyakit atau gangguan mental yang sering dijumpai.
Penyakit ini menyerang siapa saja tanpa memandang usia, ras atau golongan,
maupun

jenis kelamin. Namun dalam kenyataannya depresi lebih banyak

mengenai perempuan daripada laki-laki dengan rasio 1 : 2.


Depresi bisa menyebabkan hipertensi, gangguan jantung bahkan diabetes.
Seseorang yang mengalami depresi bisa mengalami kehilangan minat untuk
beraktivitas, perubahan nafsu makan, gangguan tidur, penurunan konsentrasi,
penurunan berat badan yang signifikan, ketidakberdayaan, keputusasaan, maupun
perasaan bersalah yang berlebihan.
Depresi merupakan suatu penyakit yang heterogen yang telah digolongkan
dan diklasifikasikan dengan berbagai macam cara. Depresi mayor dan distimia
merupakan sindroma depresi murni, dimana gangguan bipolar dan gangguan
siklotimik menandakan depresi yang diasosiasikan dengan mania.
Depresi dapat diobati dengan farmakoterapi, psikoterapi, atau kombinasi
keduanya, tergantung pada keparahan penyakit. Terapi electroconvulsive (ECT)
dapat digunakan untuk pasien-pasien refrakter terhadap pengobatan lainnya.
Pemilihan antidepresan obat didasarkan pada potensi efek samping. Frekuensi
pemantauan harus bergantung pada keparahan penyakit, terapi, dan keadaan sosial
yang mendukung.
A. Gambaran Umum Depresi
Depresi merupakan gangguan psikiatri yang paling banyak ditemukan. Di
tiap waktu tertentu, kira-kira 5-6% populasi dalam keadaan depresi (prevalensi
sewaktu) dan diperkirakan 10 % pernah depresi selama kehidupannya ( prevalensi
sepanjang umur). Simtom depresi tidak menyolok dan sering tidak diketahui baik
oleh pasien ataupun dokter. Pasien dengan keluhan yang tidak jelas, yang
melawan penjelasan sebagai manifestasi penyakit somatik dan yang mereka sebut
neurotik harus dicurigai sebagai penderita depresi.
Depresi adalah gangguan heterogen yang mempunyai tanda dan
klasifikasi. Menurut American Psychiatric Associations Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV) edisi keempat (1994), beberapa
0

diagnosis gangguan afektif dapat terjadi. Depresi utama dan distimia (minor)
adalah sindrom depresi murni sedangkan gangguan bipolar dan gangguan
cyclothymic menunjukkan depresi yang ada hubungannya dengan mania.
Penggolongan sederhana didasarkan pada asal adalah : (1) depresi reaktif atau
sekunder, terjadi sebagai respons atas rangsangan nyata seperti sedih, sakit, dan
lain-lain; (2) depresi endogen, merupakan gangguan biokimia berdasarkan
genetik dengan tanda tidak mampu menghadapi stres biasa (kira-kira 25%); dan
(3) depresi yang ada hubungan dengan penyakit afektif bipolar (manik-depresif,
kira-kira 10-15%). Tabel 30-1 menunjukkan bagaimana ketiga kelompok itu
dibedakan.
Sebelum ditemukan obat antidepresan, pasien depresi psikiatrik diobati
hanya dengan terapi elektrokonvulsi. Obat-obat ini bukan stimulan SSP dan
sesungguhnya merupakan kontraindikasi untuk depresi organik atau depresi SSP
yang disebabkan obat. Penelitian tentang cara kerja antidepresi sebagian besar
diarahkan pada efeknya pada berbagai neurotransmiter amin dalam otak.
Sebuah usaha intensif untuk memformulasikan panduan untuk mengatasi
deperesi dilakukan dengan publikasi antar disiplin pada Depression Guideline
Panel (1993) dan sekarang diperbaharui dalam farmakoterapi yang terbaru
(Mulrow et al, 1999). Pengobatan farmakologis dianjurkan, meskipun diketahui
terdapat masih ada peranan terapi elektrokonvulsi untuk dedlusi atau bentukbentuk depresi yang berat yang mengancam hidup. Selain penelitian intensif,
mekanisme kerja berbagai pengobatan farmakologis masih belum dimengerti,
meskipun kebayakan dari pengobatan tersebut dipercaya memiliki pengaruh pada
dua neurotrasmiter monoamine; serotonin; dan norepinephrine.

Patogenesis Depresi Mayor : Hipotesis Amine


Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan
serotonin (5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan
oleh rendahnya kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada
beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin
menyatakan

bahwa

rendahnya

neurotransmiter

serotonin

(5-HT)

otak

menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan


mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan
peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini antidepresan
klasik trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan
menghambat momoamin oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Ini didukung oleh
bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian
obat-obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik
yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI
(Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter
oleh enzim monoamin oksidase.
2

Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang


menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas
neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau
kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan
gangguan pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan
pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini
dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin
Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan
menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat
dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki
gejala-gejala depresi.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme
otak di lobus frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas
fundamental ritmik sirkadian pada pasien-pasien depresi.
Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ III diagnosis depresi dapat ditegakkan atas dasar adanya :
A. Gejala utama :
1. Suasana perasaan yang depresi / sedih atau murung
2. Kehilangan minat dan kegembiraan
3. Berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan
mudah lelah dan berkurangnya aktivitas.
B. Gejala tambahan :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tak berguna
4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
5. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Gangguan tidur
7. Nafsu makan berkurang

Derajat Depresi
Depresi dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Depresi ringan (mild), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari tiga
gejala utama ditambah sekurang-kurangnya dua

dari gejala tambahan

yang sudah berlangsung sekurang-kurangnya selama dua minggu. Dan


tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
2. Depresi sedang (moderate), jika terdapat sekurang-kurangnya dua dari
tiga gejala utama ditambah sekurang-kurangnya tiga (sebaiknya empat)
gejala tambahan.
3. Depresi berat (severe), jika terdapat tiga gejala utama ditambah sekurangkurangnya empat gejala tambahan, beberapa di antaranya harus
berintensitas berat.
Penilaian berat ringannya depresi diukur dengan :
1. Hamilton Depression Rating Scale (HDRS): suatu skala pengukuran
depresi terdiri dari 21 items pernyataan dengan fokus primer pada
gejala somatik dan penilaian dilakukan oleh pemeriksa.
2. Becks Depression Inventory (BDI): suatu skala pengukuran depresi
terdiri dari 21 items pernyataan yang diberikan oleh pemeriksa, namun
dapat

juga digunakan oleh pasien untuk menilai derajat depresinya

sendiri.
3. Zung Self Depression Scale: suatu skala depresi terdiri dari 20 kalimat
dan penilaian derajat depresinya dilakukan oleh pasien sendiri.

Pemilihan Obat
Obat antidepresan kemungkinan merupakan obat yang paling sesuai bagi
pasien yang memiliki karakteristik vegetative yang jelas, termasuk retardasi
psikomotor, gangguan tidur, kurang nafsu makan, dan penurunan berat badan serta
penurunan libido.
Trisiklik dan agen-agen generasi kedua dan ketiga yang lain sangat
berbeda dalam tingkatan efek sedasi (yang tertinggi adalah amitriptyline,
doxepine, trazodone, dan mirtazapine; yang terendah protriptyline) dan efek
antimuskarinik yang dihasilkan (yang tertinggi adalah amitriptyline dan
doxepine). SSRI pada umumnya tidak memiliki efek sedative dan terhitung kecil
kemungkinannya untuk disalahgunakan hingga overdosis.
Inhibitor MAO membantu pasien yang dideskripsikan sebagai depresi
atipikal dalam membantu identifikasi diri. Pasien depresi yang menunjukkan
kecemasan, tanda-tanda fobia, dan hipokondriasis adalah salah satu dari mereka
yang menunjukkan respon baik tehadap jenis obat ini.
Beberapa dokter menggunakan lithium, sebuah agen antimanik, sebagai
terapi primer bagi depresi. Bagaimanapun sebagian doktertelah menemukan
bahwa kombinasi lithium dengan antidepresan memberikan hasil yang lebih baik
dari pemberian antidepresan saja. Penggunaan potensial lithium adalah untuk
mencegah pasien mengalami depresi lagi.

A. Penggolongan Anti Depresan


1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Efek samping :
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls
jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi

aritmia berbahaya.
Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat

berlebihan.
Sedasi
5

Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan


akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita

lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual.


Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis

dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan.


Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan

kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat
timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur,
serta nyeri kepala dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :


a) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat
penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular,
hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.
b) Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum
dosis 250 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan
MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut
sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat
neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari
noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan
SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,
kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik,
penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif,
antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati,
gangguan untuk mengemudi.
c) Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg sehari.
6

Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif


sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,
bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau
analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk
gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek
antihipertensi
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal
menurun,
glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui,
epilepsi.
d) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum
tidur malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam
, metildopa,
tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,
influenza, gastroentritis.
2. Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja :
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini

menghambat resorpsi dari serotonin.


NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat
ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin
dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini
lebih efektif daripada SSRI.

Efek samping :

Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri


kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan
yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme

terlambat.
Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan
menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan
koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obatobat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau
7

triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3


minggu.

Gejala

ini

dilawan

dengan

antagonis

serotonin

(metisergida, propanolol).
Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang
atau sama sekali tidak ada.

Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :


a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari
dalam dosis
tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang
berat, penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP,
anti depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan
protein plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan
hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil,
menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan
mesin.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan
bunuh diri.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam
hari, maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian
terapi MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan
epilepsi, hamil dan laktasi.
e) Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.

Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh


diberikan dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,
diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.
f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari
alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati,
ginjal, jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau
gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia,
hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan
mesin.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak
< 18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal
atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah
jika penderita mendapat
3. Antidepresan MAO.
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang
terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin
biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI
menghambat sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi amin endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.
Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam
sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas
deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B
memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin
dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim
ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI
9

hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk


melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan
merupakan inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu
untuk mengembalikan metabolism amin normal setelah penghentian obat.
Hasil

studi

juga

mengindikasikan

bahwa

terapi

MAOI

kronik

menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergic


dan serotoninergik.

Farmakokinetik
Absorpsi/distribusi Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI
tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin
dan fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam.
Tetapi, inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.
Metabolisme/ekskresi metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,
isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi
terutama melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu
setelah penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO
kembali dalam 3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan
isokarboksazid dieksresi melalui urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.

10

Populasi khusus asetilator lambat: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin


dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis standar
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi
atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap
terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif;
riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah;
gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit
kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait
dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin;
bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan;
senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain
dengan kandungan tiramin tinggi.
Peringatan
Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan
depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan
depresinya dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh
diri (suicidality), atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan
dengan pemakaian antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya
pengurangan jumlah obat secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa
antidepresan

berperan

dalam

menginduksi

memburuknya

depresi

dan

kemunculan suicidality pada penderita tertentu. Antidepresan meningkatkan


risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality)
dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita
gangguan depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.
Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah;
tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau
berkondisi lemah atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau
serebrovaskular, atau pemberian bersama obat-obatan atau makanan tertentu.
Karakteristik gejala krisis dapat berupa: sakit kepala pada daerah oksipital
(belakang) yang dapat menjalar ke daerah frontal (depan), palpitasi (tidak
beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher, nausea, muntah, berkeringat
(terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia.
11

Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada.
Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi
jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah, melainkan
penderita harus sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi, hentikan segera
penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah.
Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda
sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa
adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek
hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan pendinginan eksternal.
Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan
makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan
dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein
yang telah disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat
menyebabkan krisis hipertensif pada penderita yang menggunakan MAOI. Juga
peringatkan penderita untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta
obat- obatan yang mengandung amin simpatomimetik selama terapi dengan
MAOI. Instruksikan kepada penderita untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam
bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera adanya sakit kepala
atau gejala lainnya yang tidak biasa,
Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri,
tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau
terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk
melakukan penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit.
Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu
SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang
terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom
disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk
agitasi hebat, yang meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah
terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai
menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus
ada selang 2 minggu diantara pergantian.
Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum
mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera
setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma,
12

hipereksitabilitas, hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis,


kemerahan kulit, kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian.
Beri selang paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya
antidepresan trisiklik.
Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah, dan
kelemahan. Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak jarang
terjadi. Tanda dan gejala penghentian dapat bervariasi mulai dari mimpi buruk
dengan agitasi sampai psikosis yang jelas dan konvulsi.

13

14

15

16

Pemilihan Obat
Hal ini tergantung padatoleransi pasien terhadap efek samping dan penyesuaian
efek samping terhadap kondisi pasien (usia, jenis penyakit tertentu, jenis depresi).
Mengingat efek sampingnya, untuk penggunaan pada sindrom depresi ringan dan
sedangyang dating berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum,
pemelihan obat anti-depresi sebaiknya mengikuti urutan :
Step 1 = Golongan SSRI (fluoxetin, Sertralin, etc.)
Step 2 = Golongan Trisiklik (Amitriptyline, ect.)
Step 3 = Golongan Tetrasiklik (Maprotiline, ect.)
Golongan atypical (Trazodone, ect.)
Golongan MAOI Reversible (Moclobemide)
Pertama-tama mengunakana golongan SSRI yang efek sampingnya sangat
minimal (meningkatkan kepatuhan minum obat, biasa digunakan pada berbagai
kondisi medik), spectrum efek anti-depresi luas, gejela putus obat sangat minimal,
serat lethal dose yang tinggi (>6000mg) sehingga relative aman.
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup
(sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik,
yang spectrum anti depresinya juga luas tetapi efek sampingnya relative lebih
berat.
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih ketiga dengan spectrum antidepresi lebih sempit, dan juga efek samping lebih ringan dibandingkan Trisiklik,
yang terringan adalah golongan MAOI Reversible.
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI
membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk washout period guna
mencegah timbulnya Serotonin Malignant Syndrome

17

BAB III
PEMBAHASAN
a. Anamnesis
Diagnosis Episode Depresi menurut PPDGJ-III
Teori
Fakta
Gejala Utama (pada derajat ringan, sedang, Terlihat afek depresi pada
dan berat) :
- afek depresi
- kehilangan minat dan kegembiraan
-berkurangnya energy yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah dan
menurunnya aktifitas

pesimistis
e. gagasan/perbuatan membahayakan diri
f. tidur terganggu
g. nafsu makan berkurang
Diperlukan masa sekurang-kurangnya 2
minggu untuk penegakan diagnosis, akan
periode

lebih

minat

kehilangan

melakukan

apapun
Aktifitasnya

juga

aktivitas
sangat

menurun & terbatas sebagaian

Gejala lainnya :
a. konsentrasi dan perhatian berkurang
b. harga diri dan kepercayaan berkurang
c. gagasan ttng rasa bersalah & tdk berguna
d. pandangan masa depan yg suram &

tetapi

wajah pasien
Pasien
telah

pendek

besar hanya dirumah saja


Konsentrasi berkurang
Mengalami gangguan tidur
Pasien
juga
mengalami
penurunan nafsu makan
Hal ini telah dialami pasien
lebih dari 2 minggu (sekitar 6
bulan

kehilangan anak)

dapat

dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya


dan berlangsung cepat

F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala Psikotik


Pedoman diagnostik

Teori

Fakta

18

setelah

pasien

Episode depresi berat yang memenuhi


kriteria F32.2

Disertai

Memenuhi
Memenuhi

waham, halusinasi atau stupor

depresif.

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara heteroanamnesa, sebagian besar


gejala-gejala yang dialami oleh pasien mencakup gejala dalam pedoman
diagnosti episode depresif sedang menurut PPDGJ-III
Penatalaksanaan
Teori
Fakta
a. Farmakoterapi Gangguan tidur
a. Farmakoterapi
- Golongan Sedatif
BenzodiazepinDiazepam 1 x
b. Farmakoterapi depresi
5mg
- SSRI (Selective Serotonin
Re-uptake Inhibitor)
b. SSRI Kalxetin(fluoxetine) 1
- Trisiklik
x 20mg
- Tetrasiklik
- MAOI
- Atypical.
c. Haloperidol 2 x 1mg
c. Anti psikotik
d. dukungan dan kasih sayang
d. Psikoterapi
- Terapi kognitif-perilaku
keluarga
- Terapi suportif
e.

19

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ganguan depresi merupakan salah satu gangguan mood. Pasien dalam
kondisi mood terdepresi memperlhatka kehilangan energy dan minat, merasa
bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh
diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktifitas,
kemampuan kognitf, bicara, dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktifitas
seksual, dan ritme biologic yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan
hendaya interpersonal, social dan fungsi pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA

Willy F.Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga


University Press.
Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa , Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya.
Maslim, R. 2002. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi
Ketiga. Jakarta : PT Nuh Jaya.

You might also like