Professional Documents
Culture Documents
44
Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, khauf adalah suatu keadaan yang
menggambarkan resahnya hati karena menunggu sesuatu yang tidak disukai
yang diyakini akan terjadi dikemudian hari. (Jumantoro dan Munir, 2005)
Ibn Jalla berkata bahwa orang tidak dikatakan takut karena menangis dan
mengusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang
mengakibatkannya disiksa. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Ibnu Khabiq berkata, Makna khauf menurutku adalah berdasarkan
waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada Allah saat ia dalam keadaan aman.
Menurutnya, orang yang takut adalah seorang yang lebih takut akan dirinya
sendiri dari pada hal-hal yang ditakutkan syaitan. (Abdullah bin Ali As-Sarraj
At-Thusi, 2007)
Imam Qonadi berkata, Alamat dari pada khauf adalah ia tidak menyakitkan
dirinya dengan banyak angan. Sebagian Arifin berkata, Alamat khauf yaitu
beku dan layunya hati dari kesenangan. Al-Falluji berpendapat bahwa khauf
adalah suatu bentuk kegelisahan ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang
ia benci akan menimpanya. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Dalam al-Quran, kata khauf diulang sebanyak seratus dua puluh kali,
diantaranya: (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Artinya: Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggununggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah Aku dari
orang-orang yang zalim itu". (Q.S al-Qasas: 21)
Ayat yang serupa dengan ayat tersebut yaitu surah al-Naml ayat 10 dan surah
al-Qasas ayat 33. Ayat tentang khauf yang lain diantaranya dalam surah az-
45
Zumar ayat 13, al-Nur ayat 37, al-Insan ayat 10 yang menunjukkan ketakutan
pada siksaan hari akhir. Sedang khauf dalam surah Asy-Syuara ayat 14
menunjukkan ketakutan terhadap bahaya. Ayat-ayat tentang khauf ini, bermakna
ketakutan yang diikuti dengan perasaan cemas atau khawatir akan sesuatu. (AlQusyairy An-Naisabury, 2000)
Khauf berbeda dengan khasyyah dan haibah. Khauf merupakan salah satu
syarat iman dan hukum-hukumnya, khasyyah adalah salah satu syarat
pengetahuan, sedangkan haibah adalah salah satu syarat pengetahuan marifat.
Khasyyah merupakan ketakutan yang hanya diperuntukkan bagi Allah.
Khasyyah adalah kekhawatiran yang disertai pengagungan, dan biasanya itu
terjadi karena tahu dengan apa yang ia takutkan. Khasyyah lebih khusus
daripada khauf, karena khasyyah hanya dimiliki oleh orang alim yang
mengetahui Allah. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Haibah lebih tinggi lagi dari khasyyah, haibah berarti ketakutan yang
terhormat, ketakutan dalam menghadapi keagungan Allah. Menurut Syekh Abu
Ali ad-Daqqaq, ketiga ketakutan tersebut merupakan tahapan khauf. (AlQusyairy An-Naisabury, 2000)
Sedangkan menurut Abu al-Qasim al-Hakim khauf ada dua jenis, yaitu
rahbah atau gentar dan khasyyah. Orang yang merasa gentar mencari
perlindungan dengan cara lari ketika takut, tetapi orang yang merasa khasyyah
akan berlindung kepada Allah. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Khasyyah di dalam al-Quran diantaranya disebutkan dalam surah al-Bayyinah
ayat 7-8 dan surah al-Nisa ayat 77.
46
Sikap khauf tidak akan hilang dalam diri seorang mukmin, karena apabila
imannya kuat amalnya menjadi baik. Bahkan apabila iman sudah makin
sempurna dan amal makin baik, pasti khauf akan semakin besar. Jika hati
seseorang menyaksikan kedekatan dengan Allah sebagai tuan yang penuh
dengan kewibawaan, keagungan (haibah) dan kekuasaannya, maka hal itu akan
mendatangkan perasaan takut (khauf) dan malu yang menggetarkan. (Abdullah
bin Ali As-Sarraj At-Thusi, 2007)
Menurut al-Tusi, Khauf terbagi menjadi tiga macam, khauf Ajillah, khauf
Ausat, dan khauf Ammah. Khauf ajillah sebagaimana firman Allah bahwa khauf
disandingkan dengan iman:
Artinya: : Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakutnakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu
benar-benar orang yang beriman. (Q.S Ali Imran: 175)
47
Artinya: Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada
dua surga. (Q.S ar Rahman: 46)
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Said al-Kharraj, Saya tidak sepakat
tentang makna khauf pada sebagian ahli marifat, merekapun memberi tahu
bahwa mereka amat suka seandainya melihat seorang yang tahu kedudukan
khauf di hadapan Allah. Ia pun melanjutkan, Sesungguhnya kebanyakan orang
yang takut, lebih takut atas dirinya sendiri dari pada Allah, takut itu pun bisa
menjadi syafaat dari siksa Allah yang ditakutinya dan akhirnya beramal dengan
ikhlas karena Allah. (Husain Al-Habsyi, 1986)
Sedangkan menurut Imam Ghazali mendefinisikan khauf sebagai suatu
keadaan terluka dan terbakarnya hati yang disebabkan datangnya sesuatu yang
tidak disenangi, sebagai konsekuensi atas apa yang telah diperbuat pada waktu
yang akan datang. Khauf bersifat maqm dan hl. Disebut maqm, jika
mempunyai sifat yang tetap dalam diri. Dan dikatakan hl jika berupa sifat yang
muncul dan cepatnya hilang dari diri. (Faiq Hirata, 2010)
Hati yang takut ini terkadang berupa pengetahuan atas sebab-sebab yang
mengkibatkan pada sesuatu tidak disenangi. Sebagai contoh, seseorang yang
telah membunuh akan merasa takut melihat balasan yang berupa pembunuhan
atas dirinya (qishs). Pengetahuan tentang akibat dari pembunuhan inilah yang
disebut ilmu yang menimbulkan terluka dan terbakarnya hati dan takut. Begitu
juga dengan pengetahuan tentang akibat dari perbuatan maksiat yang akan
dibalas dengan seberat-berat azab di dunia ataupun di akhirat. (Faiq Hirata,
2010)
48
49
siksa yang pedih maupun pada diri-Nya yang memang pantas untuk ditakuti
mengingat Dia-lah yang maha berkehendak. (Faiq Hirata, 2010)
Abu al-Qsim al-Hkim berkata: orang yang takut pada sesuatu akan
bersegera menjauhinya, sedangkan orang yang takut pada Allah akan bersegera
menuju kepada-Nya, dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Al-fadhli bin Iyadh pun ikut berargumen: ketika engkau
ditanya: apakah kau takut kepada Tuhanmu? Jika kau menjawab: tidak, maka,
kau telah kafir. Dan jika kau menjawab: iya, maka sungguh kau telah
berbohong. Dari sinilah, ketakutan itu diibaratkan dengan cambuk yang akan
membangkitkan semangat untuk beramal. (Faiq Hirata, 2010)
Khauf yang berlebihan (ifrth) adalah rasa takut yang berlebihan ini akan
menghasilkan sebuah keputusasaan. Karena begitu besarnya rasa takut yang
dialami, orang yang begitu takut tersebut hanya bisa diam, putus asa tanpa
perbuatan nyata untuk bergerak lebih dinamis. Karena dahsyatnya, rasa takut ini
bisa juga menyebabkan kematian. Sebagaimana cambukan yang seharusnya
untuk mendidik, terlalu keras ditujukan kepada seorang anak kecil yang tentu
saja bisa mengakibatkan kematian. Takut yang berlebihan ini disifati dengan
takut yang tercela. (Faiq Hirata, 2010)
50
manawi, obat yang sunnahnya menyembuhkan penyakit ruh dan kalbu manusia,
seperti doa-doa dan isi kandungan dalam al-Quran. (Abdul Mujib, 2002)
Kepribadian merupakan produk fitrah nafsani (jasmani-ruhani). Aspek ruhani
menjadi esensi kepribadian manusia, sedang aspek jasmani menjadi alat
aktualisasi. Oleh karena itu maka kelainan kepribadian disembuhkan dengan
pengobatan manawi. Demikian juga kelainan jasmani sering kali disebabkan
oleh kelainan ruhani maka cara pengobatannya pun harus dengan sunnah
pengobatan manawi. (Abdul Mujib, 2002)
Al-Razi, dokter sekaligus filosof muslim mengatakan bahwa, tugas seorang
dokter disamping mengetahui kesehatan jasmani dituntut juga mengetahui
kesehatan jiwa. Hal itu menurutnya dilakukan untuk menjaga keseimbangan
jiwa dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, agar tidak terjadi keadaan yang
minus atau berlebihan. Hal ini menunjukkan urgensinya suatu pengetahuan
tentang psikis. Pengetahuan psikis tidak sekedar berfungsi untuk memahami
kepribadian manusia, tetapi juga untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan
ruhaniah. Banyak diantara kelainan jasmani diakibatkan oleh kelainan jiwa
manusia. Penyakit jiwa seperti stress, dengki, iri hati, dan lainnya sering kali
menjadi penyebab utama penyakit jasmani. (Abdul Mujib, 2002)
Muhammad Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi
psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa
pendekatan
dan
teknik-teknik
pengobatan
psikis
setelah
memahami
51
Artinya: (yaitu Rabb) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang
menunjuki aku, dan Rabbku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. As-Syuara : 78
80)
Psikoterapi dalam Islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi,
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Psikoterapi hati itu ada lima
macam: (Abdul Mujib, 2002)
1. Membaca Al-Quran dan Mencoba Memahami Artinya
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab
didalamnya memuat resep - resep mujarab yang dapat menyembuhkan
penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa
jauh tingkat sugesti keimanan pasien.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada dua pendapat
dalam memahami term syifa dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa
yang dapat menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang
tertutup, serta dapat menyembuhkan jjwa yang sakit; kedua, terapi yang dapat
menyembuhkan penyakit fisik, baik dalam bentuk azimat maupun tangkal.
Sementara Al-ThabathabaI mengemukakan bahwa syifa dalam Al-Quran
memiliki makna terapi ruhaniah yang dapat menyembuhkan penyakit batin.
Al-ThabathabaI
juga
mengemukakan
bahwa
Al-Quran
juga
dapat
dengan
53
(5) Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh
Allah SWT sebagai rasa syukur, Rasulullah saw sendiri selalu melakukan
tahajjud walaupun tumit kakinya bengkak.
Setelah shalat sunat di malam hari, amalan yang perlu dilakukan
adalah berdoa, berdzikir dan membaca wirid, sebab berdoa di malam hari
mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Sabda Nabi SAW : Sesuatu yang lebih
mendekatkan Tuhan kepada hamba-Nya di tengah malam adalah apabila
engkau mampu melakukan zikir kepada Allah maka lakukanlah.
Shalat juga merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif,
dan konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih
konsentrasi yang integral dan komprehensif.hal itu tergambar dalam niat dan
khusyu. Kedua, shalat dapat menjaga kesehatan potensi-potensi psikis
manusia, seperti potensi kalbu untuk merasa (emosi), potensi akal untuk
berpikir (kognisi), dan potensi syahwat (appetite) dan ghadab (defense)
untuk berkarsa (konasi). Dengan shalat, seseorang dapat menjaga dua dari
lima prinsip kehidupan. Lima prinsip kehidupan itu adalah memelihara
agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan
memelihara kehormatan dan harta benda. Dengan shalat, seseorang mampu
menjaga agamanya, sebab shalat merupakan tiang agama. Demikian juga
dapat menjaga akalnya agar terhindar dari segala zat yang membahayakan.
Ketiga, shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan
penyakit batin.
Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya
adalah taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam
shalat seseorang kembali pada Pencipta-nya. Salah satu indikator taubat
54
55
4. Puasa
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat
merusak citra fitri manusia. Pembagian puasa ada 2:
a. Puasa fisik, yaitu menahan lapar,haus, dan berhubungan seks.(bukan
miliknya atau bukan pada tempatnya)
b. Puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan maksiat.
Puasa juga mampu menumbuhkan efekemosional yang positif, seperti
menyadari akan kemaha kuasaan Allah SWT, menumbuhkan solidaritas dan
kepedulian terhadap orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai positif dalam
dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin.
Hikmah lapar menurut Al-Ghazali:
a. Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
b. Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
c. Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
d. Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
e. Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
f. Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam hari
untuk ibadah
g. Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
h. Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
i. Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain dan
mudah bersedekah.
56
5. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam
berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala
keagungan dan kasih saying Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan
menaati perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dua makna yang terkandung dalam lafal zikir menurut At-Thabathabai:
a. Kegiatan psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara makna
sesuatu yang diyakini berdasarkan pengetahuannya atau berusaha hadir
padanya (istikdhar)
b. Hadirnya sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab
aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali
hal-hal
yang
tersembunyi
dalam
hatinya.
Zikir
juga
mampu
Melakukan zikir sama halnya nilainya dengan terapi relaksasi, yaitu satu
bentuk terapi dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana
cara harus beristirahat dan bersantai-santai melalui pengurangan ketegangan
atau tekanan psikologis. Kunci utama keadaan jiwa mereka itu adalah karena
melakukan zikir. Firman Allah SWT:
57
Cara berzikir:
1. Zikir Jahar, zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun gerakan.
Fungsinya adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi sistem
jaringan syaraf,sel-sel, dan semua organ tubuh.
2. Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.
Kesimpulan kelima terapi di atas adalah terapi dengan doa dan munajab.
Doa adalah permohonan kepada Allah SWT agar segala gangguan dan
penyakit jiwa yang dideritanya hilang. Allah yang memberikan penyakit dan
Dia pula yang memberikan kesembuhan. Doa dan munajah banyak didapat
dalam setiap ibadah, baik dalam shalat, puasa, haji, maupun dalam aktivitas
sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan syarat-syarat khusus,
diantaranya dengan membaca istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak hanya
berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu
memiliki makna taubat. (Abdul Mujib, 2002)
Uniknya dalam psikoterapi Islam adalah keberadaannya sangat subyektif
dan teosentris. Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki
tingkat kualitas yang berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan
pengamalan yang dimiliki. Tentunya hal itu mempengaruhi tingkat
kemujaraban terapi yang diberikan. Perbedaan itu dapat dipahami sebab
dalam Islam mempercayai adanya anugrah dan kekuatan agung diluar
kekuatan manusia, yaitu Tuhan. (Abdul Mujib, 2002)
58