You are on page 1of 15

BAB III

TERAPI KOGNITIF PERILAKU PADA PENDERITA GANGGUAN PANIK


YANG DISERTAI AGORAFOBIA DITINJAU DARI ISLAM

3.1 Pandangan Islam Tentang Gangguan Panik dan Agorafobia


Secara bahasa, khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang berarti
ketakutan (Husain Al-Habsyi, 1986). Dalam KBBI, khauf adalah kata benda
yang memiliki arti ketakutan atau kekhawatiran. Khawatir sendiri merupakan
kata sifat yang bermakna takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum
diketahui dengan pasti. Sedangkan takut adalah kata sifat yang memiliki
beberapa makna seperti, merasa gentar menghadapi sesuatu yang dianggap akan
mendatangkan bencana. Jadi khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap
suatu hal yang belum diketahui dengan pasti (Tim Penyusun Kamus Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990)
Adapun secara terminologi, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf,
khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah tidak senang
padanya. Khauf timbul karena pengenalan dan cinta kepada Allah yang
mendalam sehingga ia merasa khawatir kalau Allah melupakannya atau takut
kepada siksa Allah (Jumantoro dan Munir, 2005)
Menurut Imam Qusyairy, takut kepada Allah berarti takut terhadap
hukumNya. Menurutnya khauf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian
yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba
dan yang dicintai sirna. Realita demikian hanya terjadi di masa depan. Menurut

44

Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, khauf adalah suatu keadaan yang
menggambarkan resahnya hati karena menunggu sesuatu yang tidak disukai
yang diyakini akan terjadi dikemudian hari. (Jumantoro dan Munir, 2005)
Ibn Jalla berkata bahwa orang tidak dikatakan takut karena menangis dan
mengusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang
mengakibatkannya disiksa. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Ibnu Khabiq berkata, Makna khauf menurutku adalah berdasarkan
waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada Allah saat ia dalam keadaan aman.
Menurutnya, orang yang takut adalah seorang yang lebih takut akan dirinya
sendiri dari pada hal-hal yang ditakutkan syaitan. (Abdullah bin Ali As-Sarraj
At-Thusi, 2007)
Imam Qonadi berkata, Alamat dari pada khauf adalah ia tidak menyakitkan
dirinya dengan banyak angan. Sebagian Arifin berkata, Alamat khauf yaitu
beku dan layunya hati dari kesenangan. Al-Falluji berpendapat bahwa khauf
adalah suatu bentuk kegelisahan ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang
ia benci akan menimpanya. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Dalam al-Quran, kata khauf diulang sebanyak seratus dua puluh kali,
diantaranya: (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)

Artinya: Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggununggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah Aku dari
orang-orang yang zalim itu". (Q.S al-Qasas: 21)

Ayat yang serupa dengan ayat tersebut yaitu surah al-Naml ayat 10 dan surah
al-Qasas ayat 33. Ayat tentang khauf yang lain diantaranya dalam surah az-

45

Zumar ayat 13, al-Nur ayat 37, al-Insan ayat 10 yang menunjukkan ketakutan
pada siksaan hari akhir. Sedang khauf dalam surah Asy-Syuara ayat 14
menunjukkan ketakutan terhadap bahaya. Ayat-ayat tentang khauf ini, bermakna
ketakutan yang diikuti dengan perasaan cemas atau khawatir akan sesuatu. (AlQusyairy An-Naisabury, 2000)
Khauf berbeda dengan khasyyah dan haibah. Khauf merupakan salah satu
syarat iman dan hukum-hukumnya, khasyyah adalah salah satu syarat
pengetahuan, sedangkan haibah adalah salah satu syarat pengetahuan marifat.
Khasyyah merupakan ketakutan yang hanya diperuntukkan bagi Allah.
Khasyyah adalah kekhawatiran yang disertai pengagungan, dan biasanya itu
terjadi karena tahu dengan apa yang ia takutkan. Khasyyah lebih khusus
daripada khauf, karena khasyyah hanya dimiliki oleh orang alim yang
mengetahui Allah. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Haibah lebih tinggi lagi dari khasyyah, haibah berarti ketakutan yang
terhormat, ketakutan dalam menghadapi keagungan Allah. Menurut Syekh Abu
Ali ad-Daqqaq, ketiga ketakutan tersebut merupakan tahapan khauf. (AlQusyairy An-Naisabury, 2000)
Sedangkan menurut Abu al-Qasim al-Hakim khauf ada dua jenis, yaitu
rahbah atau gentar dan khasyyah. Orang yang merasa gentar mencari
perlindungan dengan cara lari ketika takut, tetapi orang yang merasa khasyyah
akan berlindung kepada Allah. (Al-Qusyairy An-Naisabury, 2000)
Khasyyah di dalam al-Quran diantaranya disebutkan dalam surah al-Bayyinah
ayat 7-8 dan surah al-Nisa ayat 77.

46

Huzn (kesedihan), qabdh (kesempitan), insyaq (kecemasan), dan kesyukuran


adalah keadaan yang dinisbatkan kepada khauf. Semua itu termasuk jenis-jenis
khauf. (Jumantoro dan Munir, 2005)

Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan


sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Q.S Al
Baqarah: 155)

Sikap khauf tidak akan hilang dalam diri seorang mukmin, karena apabila
imannya kuat amalnya menjadi baik. Bahkan apabila iman sudah makin
sempurna dan amal makin baik, pasti khauf akan semakin besar. Jika hati
seseorang menyaksikan kedekatan dengan Allah sebagai tuan yang penuh
dengan kewibawaan, keagungan (haibah) dan kekuasaannya, maka hal itu akan
mendatangkan perasaan takut (khauf) dan malu yang menggetarkan. (Abdullah
bin Ali As-Sarraj At-Thusi, 2007)
Menurut al-Tusi, Khauf terbagi menjadi tiga macam, khauf Ajillah, khauf
Ausat, dan khauf Ammah. Khauf ajillah sebagaimana firman Allah bahwa khauf
disandingkan dengan iman:

Artinya: : Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakutnakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu
benar-benar orang yang beriman. (Q.S Ali Imran: 175)

47

Khauf Ausat sebagaimana firman Allah:

Artinya: Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada
dua surga. (Q.S ar Rahman: 46)
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Said al-Kharraj, Saya tidak sepakat
tentang makna khauf pada sebagian ahli marifat, merekapun memberi tahu
bahwa mereka amat suka seandainya melihat seorang yang tahu kedudukan
khauf di hadapan Allah. Ia pun melanjutkan, Sesungguhnya kebanyakan orang
yang takut, lebih takut atas dirinya sendiri dari pada Allah, takut itu pun bisa
menjadi syafaat dari siksa Allah yang ditakutinya dan akhirnya beramal dengan
ikhlas karena Allah. (Husain Al-Habsyi, 1986)
Sedangkan menurut Imam Ghazali mendefinisikan khauf sebagai suatu
keadaan terluka dan terbakarnya hati yang disebabkan datangnya sesuatu yang
tidak disenangi, sebagai konsekuensi atas apa yang telah diperbuat pada waktu
yang akan datang. Khauf bersifat maqm dan hl. Disebut maqm, jika
mempunyai sifat yang tetap dalam diri. Dan dikatakan hl jika berupa sifat yang
muncul dan cepatnya hilang dari diri. (Faiq Hirata, 2010)
Hati yang takut ini terkadang berupa pengetahuan atas sebab-sebab yang
mengkibatkan pada sesuatu tidak disenangi. Sebagai contoh, seseorang yang
telah membunuh akan merasa takut melihat balasan yang berupa pembunuhan
atas dirinya (qishs). Pengetahuan tentang akibat dari pembunuhan inilah yang
disebut ilmu yang menimbulkan terluka dan terbakarnya hati dan takut. Begitu
juga dengan pengetahuan tentang akibat dari perbuatan maksiat yang akan
dibalas dengan seberat-berat azab di dunia ataupun di akhirat. (Faiq Hirata,
2010)

48

Semakin banyak pengetahuan tentang akibat yang akan diperoleh, semakin


kuat pula rasa takut yang akan timbul. Semakin banyak pengetahuan tentang
pedihnya azab yang akan turun kepada para pelaku maksiat, semakin kuat rasa
takut untuk menjauhi maksiat tersebut. (Faiq Hirata, 2010)
Demikian juga dengan sedikitnya pengetahuan. Selanjutnya, rasa takut
tersebut dianalogikan dengan cambuk untuk mempercepat jalan keledai. Dengan
cambukan yang kuat, keledai bisa berjalan dengan cepat. Aplikasinya ada pada
amal manusia. Rasa takut berfungsi untuk meningkatkan amal soleh seorang
hamba. Cambuk rapuh yang tidak bisa membuat suatu kemajuan pada amal,
hanya berupa rasa takut yang sia-sia atau bisa juga disebut dengan takut yang
pura-pura. (Faiq Hirata, 2010)
Terkadang, ketakutan itu muncul bukan karena pengetahuan tentang akibat
perbuatan. Rasa takut itu bisa juga datang karena suatu sifat yang membuatnya
menjadi hal yang menakutkan. Seperti kuku dan taring yang ada pada harimau.
Sifat dari kuku dan taring yang pada umunya untuk menyerang mangsa inilah
yang menyebabkan harimau ditakuti. Sifat-sifat Allah yang berupa al-Qahr, alJabbr, Syadidul Adzb yang merupakan wujud dari sifat yang membuat-Nya
menjadi dzat yang ditakuti. (Faiq Hirata, 2010)
Terkadang juga, rasa takut timbul dari sesuatu yang tercipta sebagai sesuatu
yang menakutkan. Sebagaimana banjir yang akan merusak dan menenggelamkan
bangunan-bangunan. Begitu juga dengan kebakaran, gunung meletus, gempa
bumi dan semua jenis bencana alam. (Faiq Hirata, 2010)
Demikianlah yang seharusnya diaplikasikan pada rasa takut kepada Allah.
Baik terhadap sifat-sifat yang menjadikannya ditakuti berupa ancaman-ancaman

49

siksa yang pedih maupun pada diri-Nya yang memang pantas untuk ditakuti
mengingat Dia-lah yang maha berkehendak. (Faiq Hirata, 2010)
Abu al-Qsim al-Hkim berkata: orang yang takut pada sesuatu akan
bersegera menjauhinya, sedangkan orang yang takut pada Allah akan bersegera
menuju kepada-Nya, dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Al-fadhli bin Iyadh pun ikut berargumen: ketika engkau
ditanya: apakah kau takut kepada Tuhanmu? Jika kau menjawab: tidak, maka,
kau telah kafir. Dan jika kau menjawab: iya, maka sungguh kau telah
berbohong. Dari sinilah, ketakutan itu diibaratkan dengan cambuk yang akan
membangkitkan semangat untuk beramal. (Faiq Hirata, 2010)
Khauf yang berlebihan (ifrth) adalah rasa takut yang berlebihan ini akan
menghasilkan sebuah keputusasaan. Karena begitu besarnya rasa takut yang
dialami, orang yang begitu takut tersebut hanya bisa diam, putus asa tanpa
perbuatan nyata untuk bergerak lebih dinamis. Karena dahsyatnya, rasa takut ini
bisa juga menyebabkan kematian. Sebagaimana cambukan yang seharusnya
untuk mendidik, terlalu keras ditujukan kepada seorang anak kecil yang tentu
saja bisa mengakibatkan kematian. Takut yang berlebihan ini disifati dengan
takut yang tercela. (Faiq Hirata, 2010)

3.2 Terapi Kognitif dan Perilaku Ditinjau dari Islam


Muhammad Abd al-Aziz al-Khalidi membagi obat (syifa) ke dalam dua
bagian: Pertama, obat hissi, yaitu obat yang dapat menyembukan penyakit fisik,
seperti berobat dengan madu, air buah-buahan yang disebutkan dalam al-Quran.
Sunnahnya digunakan untuk menyembuhkan kelainan jasmani. Kedua, obat

50

manawi, obat yang sunnahnya menyembuhkan penyakit ruh dan kalbu manusia,
seperti doa-doa dan isi kandungan dalam al-Quran. (Abdul Mujib, 2002)
Kepribadian merupakan produk fitrah nafsani (jasmani-ruhani). Aspek ruhani
menjadi esensi kepribadian manusia, sedang aspek jasmani menjadi alat
aktualisasi. Oleh karena itu maka kelainan kepribadian disembuhkan dengan
pengobatan manawi. Demikian juga kelainan jasmani sering kali disebabkan
oleh kelainan ruhani maka cara pengobatannya pun harus dengan sunnah
pengobatan manawi. (Abdul Mujib, 2002)
Al-Razi, dokter sekaligus filosof muslim mengatakan bahwa, tugas seorang
dokter disamping mengetahui kesehatan jasmani dituntut juga mengetahui
kesehatan jiwa. Hal itu menurutnya dilakukan untuk menjaga keseimbangan
jiwa dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, agar tidak terjadi keadaan yang
minus atau berlebihan. Hal ini menunjukkan urgensinya suatu pengetahuan
tentang psikis. Pengetahuan psikis tidak sekedar berfungsi untuk memahami
kepribadian manusia, tetapi juga untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan
ruhaniah. Banyak diantara kelainan jasmani diakibatkan oleh kelainan jiwa
manusia. Penyakit jiwa seperti stress, dengki, iri hati, dan lainnya sering kali
menjadi penyebab utama penyakit jasmani. (Abdul Mujib, 2002)
Muhammad Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi
psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa
pendekatan

dan

teknik-teknik

pengobatan

psikis

setelah

memahami

psikopatologi dalam kehidupan nyata. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa


bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan agama. (Abdul Mujib, 2002)

51

Artinya: (yaitu Rabb) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang
menunjuki aku, dan Rabbku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku,
dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. As-Syuara : 78
80)
Psikoterapi dalam Islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi,
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Psikoterapi hati itu ada lima
macam: (Abdul Mujib, 2002)
1. Membaca Al-Quran dan Mencoba Memahami Artinya
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab
didalamnya memuat resep - resep mujarab yang dapat menyembuhkan
penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa
jauh tingkat sugesti keimanan pasien.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada dua pendapat
dalam memahami term syifa dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa
yang dapat menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang
tertutup, serta dapat menyembuhkan jjwa yang sakit; kedua, terapi yang dapat
menyembuhkan penyakit fisik, baik dalam bentuk azimat maupun tangkal.
Sementara Al-ThabathabaI mengemukakan bahwa syifa dalam Al-Quran
memiliki makna terapi ruhaniah yang dapat menyembuhkan penyakit batin.
Al-ThabathabaI

juga

mengemukakan

bahwa

Al-Quran

juga

dapat

menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan.


Menurut al-Faidh al-Kasyani dalam Tafsirnya mengemukakan bahwa
lafal-lafal al-Quran dapat menyembuhkan penyakit badan, sedangkan maknamaknanya dapat menyembuhkan penyakit jiwa. Menurut Ibnu Qayyim al52

Jauziyah, bacaan al-Quran mampu mengobati penyakit jiwa dan badan


manusia. Obat yang mujarab yang dapat mengobati kedua penyakit ini adalah
hidayah al-Quran.
Kemukjizatan lafal al-Quran bukan hanya perkalimat, tetapi perkata,
bahkan perhuruf. Hal itu dianalogikan dengan sabda Nabi bahwa pahala
membaca al-Quran bukan perkalimat atau perkata, tetapi per huruf. Apabila
al-Quran dihadapkan pada orang yang sehat mentalnya, maka ia bernilai
konstruktif. Artinya, ia dapat memperkuat dan mengembangkan integritas
dan penyesuaian kepribadian dirinya. Karena itu, berobat

dengan

menggunakan al-Quran, baik secara lahiriah maupun batiniah, tidak hanya


ketika dalam kondisi sakit, namun sangat dianjurkan dalam kondisi sehat.

2. Melakukan Shalat Malam


Shalat tahajjud memiliki banyak hikmah, diantaranya adalah:
(1) Setelah melakukan ibadah tambahan (nafilah), baik dengan shalat
maupun membaca al-Quran, maka dirinya mendapatkan kedudukan terpuji
dihadapan Allah SWT.
(2) Memiliki kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih yang
selalu dekat (taqqarub) kepada Allah SWT, terhapus dosanya dan terhindar
dari perbuatan munkar.
(3) Jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan
ketenteraman, bahkan Allah SWT menjanjikan kenikmatan surga baginya.
(4) Doanya diterima, dosanya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, dan
diberi rizki yang halal dan lapang tanpa susah payah mencarinya.

53

(5) Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh
Allah SWT sebagai rasa syukur, Rasulullah saw sendiri selalu melakukan
tahajjud walaupun tumit kakinya bengkak.
Setelah shalat sunat di malam hari, amalan yang perlu dilakukan
adalah berdoa, berdzikir dan membaca wirid, sebab berdoa di malam hari
mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Sabda Nabi SAW : Sesuatu yang lebih
mendekatkan Tuhan kepada hamba-Nya di tengah malam adalah apabila
engkau mampu melakukan zikir kepada Allah maka lakukanlah.
Shalat juga merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif,
dan konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih
konsentrasi yang integral dan komprehensif.hal itu tergambar dalam niat dan
khusyu. Kedua, shalat dapat menjaga kesehatan potensi-potensi psikis
manusia, seperti potensi kalbu untuk merasa (emosi), potensi akal untuk
berpikir (kognisi), dan potensi syahwat (appetite) dan ghadab (defense)
untuk berkarsa (konasi). Dengan shalat, seseorang dapat menjaga dua dari
lima prinsip kehidupan. Lima prinsip kehidupan itu adalah memelihara
agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan
memelihara kehormatan dan harta benda. Dengan shalat, seseorang mampu
menjaga agamanya, sebab shalat merupakan tiang agama. Demikian juga
dapat menjaga akalnya agar terhindar dari segala zat yang membahayakan.
Ketiga, shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan
penyakit batin.
Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya
adalah taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam
shalat seseorang kembali pada Pencipta-nya. Salah satu indikator taubat

54

adalah mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang diperbuat. Dengan


pengakuan akan dosa dan permohonan untuk penghapusan dosa dalam doa
iftitah, menghantarkan seseorang untuk kembali pada fitrah aslinya yang
terbebas dari segala penyakit batin. Bahkan dalam hadis lain, shalat lima
waktu dapat membersihkan fisik dan psikis seseorang seperti orang yang
membersihkan tubuhnya lima kali dalam sehari semalam.

3. Bergaul dengan Orang yang Baik atau Salih


Orang yang salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya
dan mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam
berbagai dimensi kehidupan. Dalam tradisi kaum sufi, seseorang yang shalih
dan dapat menyembuhkan penyakit ruhani manusia disebut dengan al-thabib
al-ilahi atau mursyid. Menurut al-Syarqawi, adalah al-thabib al-murabbi
(dokter pendidik). Dokter seperti ini lazimnya memberikan resep
penyembuhan kepada pasiennya melalui dua cara, yaitu:
a. Negatif (al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat
dan akhlak yang tercela.
b. Positif (al-ijabi), dengan mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlak yang
terpuji.
Menurut Said Hawwa, menyatakan bahwa zikir, wirid, dan amalanamalan tertentu belum cukup untuk mengobati penyakit jiwa, melainkan
diperlukan ilmu yang disertai dengan mujahadah. Baik mursyid maupun althabib al-ilahi, keduanya memiliki -istilah Abraham Maslow- pengalaman
puncak (peak experience), sebab selain mereka melaksanakan kewajiban-

55

kewajiban pokok juga melakukan perluasan diri (extension of the self)


dengan ibadah-ibadah khusus.

4. Puasa
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat
merusak citra fitri manusia. Pembagian puasa ada 2:
a. Puasa fisik, yaitu menahan lapar,haus, dan berhubungan seks.(bukan
miliknya atau bukan pada tempatnya)
b. Puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan maksiat.
Puasa juga mampu menumbuhkan efekemosional yang positif, seperti
menyadari akan kemaha kuasaan Allah SWT, menumbuhkan solidaritas dan
kepedulian terhadap orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai positif dalam
dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin.
Hikmah lapar menurut Al-Ghazali:
a. Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
b. Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
c. Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
d. Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
e. Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
f. Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam hari
untuk ibadah
g. Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
h. Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
i. Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain dan
mudah bersedekah.

56

5. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam
berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala
keagungan dan kasih saying Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan
menaati perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dua makna yang terkandung dalam lafal zikir menurut At-Thabathabai:
a. Kegiatan psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara makna
sesuatu yang diyakini berdasarkan pengetahuannya atau berusaha hadir
padanya (istikdhar)
b. Hadirnya sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab
aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali
hal-hal

yang

tersembunyi

dalam

hatinya.

Zikir

juga

mampu

mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan


penyakit hanyalah Allah SWT semata, sehingga zikir mampu memberi
sugesti penyembuhannya.

Melakukan zikir sama halnya nilainya dengan terapi relaksasi, yaitu satu
bentuk terapi dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana
cara harus beristirahat dan bersantai-santai melalui pengurangan ketegangan
atau tekanan psikologis. Kunci utama keadaan jiwa mereka itu adalah karena
melakukan zikir. Firman Allah SWT:

57

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi


tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Rad:28)

Cara berzikir:
1. Zikir Jahar, zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun gerakan.
Fungsinya adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi sistem
jaringan syaraf,sel-sel, dan semua organ tubuh.
2. Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.

Kesimpulan kelima terapi di atas adalah terapi dengan doa dan munajab.
Doa adalah permohonan kepada Allah SWT agar segala gangguan dan
penyakit jiwa yang dideritanya hilang. Allah yang memberikan penyakit dan
Dia pula yang memberikan kesembuhan. Doa dan munajah banyak didapat
dalam setiap ibadah, baik dalam shalat, puasa, haji, maupun dalam aktivitas
sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan syarat-syarat khusus,
diantaranya dengan membaca istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak hanya
berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu
memiliki makna taubat. (Abdul Mujib, 2002)
Uniknya dalam psikoterapi Islam adalah keberadaannya sangat subyektif
dan teosentris. Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki
tingkat kualitas yang berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan
pengamalan yang dimiliki. Tentunya hal itu mempengaruhi tingkat
kemujaraban terapi yang diberikan. Perbedaan itu dapat dipahami sebab
dalam Islam mempercayai adanya anugrah dan kekuatan agung diluar
kekuatan manusia, yaitu Tuhan. (Abdul Mujib, 2002)

58

You might also like