You are on page 1of 13

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)


DAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS)
DEFENISI
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS
adalah menurunnya kekebalan tubuh yang didapat dan merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV.
EPIDEMIOLOGI
PROPINSI
DKI Jakarta
Papua
Jawa Timur
Bali
Jawa Barat
Riau
Sumatera Utara
Kalimantan Barat
Sulawesi Selatan
Kepulauan Riau
Sumatera Selatan
Jawa Tengah
Maluku
Sulawesi Utara
Lampung
Jambi
NTB
Irian Jaya Barat
Banten
D.I. Yogyakarta
Kalimantan Timur
NTT
Bangka Belitung
Bengkulu
Sumatera Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Gorontalo
NAD
Maluku Utara
Tak terklasifikasi

HIV POSITIF
AIDS
JUMLAH
1.500
1.927
3.427
913
781
1.694
283
724
1.007
489
226
715
169
347
516
204
99
303
80
125
205
84
107
191
32
142
174
2
159
161
86
80
146
79
54
133
33
66
99
2
94
96
20
67
87
17
46
63
15
43
58
7
51
58
20
36
56
30
18
48
35
7
42
13
29
42
4
33
37
10
23
33
9
19
28
27
1
28
4
6
10
7
0
7
4
2
6
4
2
6
1
4
4
0
1
1
62
0
62
Sumber: KPA Nasional, 31 Desember 2005

MENINGGAL
281
108
78
39
46
18
36
27
12
36
13
29
29
30
6
6
9
1
0
7
5
4
3
1
5
1
2
0
1
1
1
1
200

Perawat harus tahu tentang HIV/AIDS karena diharapkan:


1. Melakukan penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS untuk mengurangi
keresahan masyarakat akibat informasi yang menyesatkan.
2. Menangani penderita HIV/AIDS tanpa ketakutan yang berlebihan.
3. Melakukan tindakan pengamanan untuk diri sendiri dan orang lain terhadap
kemungkinan penularan waktu menangani penderita.
4. Melaporkan kasus infeksi HIV/AIDS sebagai kejadian luar biasa.
HIV/AIDS sangat meresahkan karena:
1. HIV/AIDS adalah penyakit menular yang cepat menyebar ke seluruh dunia.
2. Sampai saat ini belum ada vaksin/obat yang dapat mencegah/mematikan HIV.
3. Angka kematian AIDS sangat tinggi. Hampir semua penderita AIDS
meninggal dalam 5 tahun setelah menunjukan gejala pertama.
4. Dapat menyerang semua lapisan masyarakat.
5. Seseorang yang tertular HIV mungkin tampak sehat tetapi potensial menular
seumur hidup.
6. Informasi kurang dipahami dan membingungkan.
ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh HIV. HIV terdiri dari 2 tipe yaitu HIV 1 (di temukan di
Negara Amerika dan Negara lain di luar Afrika) dan HIV 2 (di temukan di Negara
Afrika dan negara-negara yang secara komersial dan epidemiologi berhubungan
dengan Afrika).
Yang berperan pada penularan AIDS:
1. Darah
2. Air mani
3. Cairan servik/vagina
Cara penularan HIV/AIDS:
1. Hubungan seksual (vaginal/anal)
2. Parenteral:
a. Transfusi darah dan komponen darah (faktor VIII untuk hemofilia).
b. Alat suntik/jarum yang dipakai berulang-ulang tanpa disteril:

1. Pecandu obat bius intravena


2. Suntikan untuk pengobatan
3. Jarum akupuntur, tato, tindik
c. Transplantasi alat tubuh: ginjal, kornea, sumsum tulang, kulit, air mani
3. Perinatal (dari ibu ke bayi):
a. Waktu kehamilan dan persalinan
b. Melalui air susu ibu
Penularan tidak melalui:
1. Jabatan tangan dan ciuman pipi
2. Pergaulan sehari-hari di kantor, sekolah, rumah
3. Toilet umum, kamar mandi, kolam renang, handuk
4. Makanan, minuman dan peralatan makan
5. Udara
6. Lalat dan gigitan nyamuk
7. Benda-benda: pesawat telepon, alat tulis, perabot
8. Tempat umum di kendaraan umum: bus, kereta api
Kelompok resiko tinggi:
1. Pria homoseksual
2. Pecandu obat bius intravena
3. Penerima transfusi darah dan komponen darah
4. Pria / wanita tuna susila
5. Orang heteroseks dengan banyak mitra seksual
6. Mitra seksual dari kelompok-kelompok tersebut di atas

PATOFISIOLOGI PATHWAY DAN RESPON MASALAH KEPERAWATAN

Resti infeksi silang

HIV
Limfosit

Virus tidak aktif


Resti perluasan infeksi

Virus memperbanyak diri


imunodefisiensi

limfosit pecah

HIV memasuki limfosit T4 lain


Jumlah limfosit T4 menurun
Infeksi oportunistik

Gastrointestinal
Diare

Pernapasan: pneumonia pneumocystis

Mual, muntah anoreksia

Gangguan pola BAB

Penderita meninggal

Peningkatan sekresi bronchial Me ekspansi paru

Penurunan berat badan

Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

Kekurangan volume
cairan dan elektrolit
Gangguan nutrisi: <keb. tubuh
Kelemahan
Intoleransi aktifitas

GEJALA KLINIK

Tidak efektifnya pola napas

Tahap-tahap perjalanan penyakit infeksi HIV:


1. Penyakit serokonversi akut:
Diagnosis ini jarang dibuat karena gejala-gejalanya tidak spesifik dan
menyerupai mononucleosis infeksious. Terjadi 1-3 minggu setelah tertular HIV
dan berlangsung 1-2 minggu. Gejalanya: demam, faringitis, nyeri kepala,
malaise, limfadenopati, bercak-bercak merah pada kulit dan kadang-kadang
meningitis atau ensefalitis aseptik.
2. Infeksi HIV asimtomatik:
Tidak ada keluhan dan gejala. Tes antibody HIV positif. Berlangsung antara 6
bulan - 10 tahun atau lebih. Pada anak-anak dan orang tua, progresi ke AIDS
lebih cepat.
3. Persistent Generalized Lymphadenopathy (PGL):
Gejalnya: pembesaran kelenjar limfe dengan diameter > 1 cm pada 2 atau lebih
tempat ekstrainguinal selama 3 bulan atau lebih tanpa sebab lain dari
pembesaran kelenjar limfe. Lokalisasi simetris terutama servikal, aksiler,
submandibuler.
4. AIDS related complex (ARC):
Manifestasi pertama defisiensi sistem imun. Keluhan / gejala: demam 38 0C atau
lebih, penurunan berat badan sama atau lebih dari 10%, pembesaran kelenjar
limfe, diare intermiten / kontinyu, perasaan lelah, keringat malam. Kelainan hasil
laboratorium: anemia, leucopenia, limfopenia, trombositeponia; jumlah limfosit
CD4 menurun (normal 600-2400 / mm 2); rasio CD4: CD8 menurun (normal 1:5);
gamma globulin serum meningkat, alergi kulit. Diagonis ARC berdasarkan: 2 /
lebih keluhan / gejala selama 3 bulan / lebih dan dua kelainan hasil laboratorium.
5. AIDS
Ada 2 manifestasi klinis utama yaitu:
a. Infeksi oportunistik oleh virus, bakteri, parasit, jamur di berbagai alat tubuh.
b. Tumor ganas: sarcoma kaposi, limfoma non Hodgkin, squamous cell
carcinoma mulut dan anorektum.
Lama ketahanan hidup setelah mencapai tahap ini adalah 6-18 bulan.

Gejala AIDS:

1. Mayor
a. Penurunan berat badan > 10%
b. Diare kronik > 1 bulan
c. Demam > 1 bulan (kontinyu / intermiten)
2. Minor
a. Batuk > 1 bulan
b. Dermatitis pruritis generalisata
c. Herpes zoster rekuren
d. Kandidiasis orofaring
e. Limfadenopati generalisata
f. Herpes simpleks deseminata kronik
Dampak psikologis
1. Menelantarkan diri sendiri dengan cara tidak mau makan atau menolak
minum obat.
2. Melukai diri sendiri.
3. Berusaha dengan berbagai cara supaya ia lebih cepat meninggal.
KOMPLIKASI
1. Pari-paru: infiltrate
2. Sistem saraf pusat: meningitis / ensefalitis atau tanda-tanda local progressive
multifocal leucoencephalotahy.
3. Saluran gastrointestinal: disfagis, diare profus, diare dengan darah / colitis.
4. Demam yang tidak diketahui sebabnya.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Test penyaring: ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) anti HIV. Dot
test, dipstick blot.
2. Test konfirmasi: western blot.
Untuk diagnosis infeksi HIV diperlukan:
1.ELISA anti HIV dua kali positif
2.Western blot positif
PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan
a. Infeksi

HIV/AIDS:

zidovudine

(azidothymudine/AZT),

didanosine

(dideoxynosine / ddl), zalcitabine (dideoxycytidine / ddC).


b. Pengobatan dan atau profilaksis infeksi oportunistik.
c. Pengobatan penyakit keganasan penyakit sekunder.
2. Bimbingan mental oleh seorang konselor.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat : test HIV positif atau kemungkinan terpapar virus; perilaku resiko
tinggi diagnosis STD; hepatitis; limfadenopaty atau penyakit infeksi lain yang
menetap; melaporkan menggunakan banyak obat tanpa resep.
b. Penampilan umum : kakhesia ; pucat.
c. Gejala subjektif : demam kronik dengan atau tanpa dingin; keringat malam
hari berulang; malaise; kelemahan; anoreksia; berat badan menurun; nyeri;
sulit tidur.
d. Psikososial: tampak cemas; riwayat

kehilangan kerja dan asuransi

kesehatan,situasi hidup banyak berubah; merasa bersalah, sedih atau takut.


e. Status mental: perilaku berubah, ekspresi marah atau tanpa harapan;
depresi, ide bunuh diri, apatis, menarik diri, kurang perhatian terhadap
lingkungan; gangguan proses pikir; tidak mampu mengambil keputusan;
melemahnya kognitif dan memori, bingung; gangguan perhatian dan
konsentrasi; gangguan komunikasi, afasia, kesulitan menyebut kata; bicara
menelan; halusinasi, delusi.
f. Kepala,telinga,mata,hidung dan kerongkongan ( HEENT ) : nyeri periorbital,
fotofobia, penglihatan kabur / dobel: perdarahan difus, eksudasi; nyeri
kepala; edema wajah; telinga berdenging / berkurangnya pendengaran; lesi
merah putih dalam rongga mulut; ulkus pada bibir / mulut, perdarahan mulut;
mulut kering, perubahan suara; disfagia, limfa nodus teraba; epistaksis.
g. Neurologi: gangguan reflex pupil, nistagmus; neurophaty perifer; vertigo,
tidak seimbang; ataxia; tidak terkoordinasinya neuromuskuler; nyeri kepala
hebat; kejang; menurunnya kesadaran;paraplegi, quadriplegia.
h. Musculoskeletal : masa otot menurun; menurunnya penggerak focal;
kelemahan dan ketidakmampuan memenuhi ADL sendiri.
i. Kardiovaskuler: takikardi yang berhubungan dengan demam; hypotensi yang
berhubungan dengan dehidrasi; bunyi jantung ireguler; pusing yang

berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit; tidak ada nadi perifer dan


edema perifer.
j. Pernapasan: dispnea, takipnea, sianosis; napas pendek; menggunakan otot
bantu pernapasan; mengatur posisi sendiri untuk membantu pernapasan;
batuk produktif atau non produktif; bunyi napas menurun.
k. Gastrointestinal: menurunnya pemasukan makanan atau cairan; melaporkan
nyeri mulut ( menyebabkan kesulitan makan); anoreksia, nausea, muntah,
berat badan menurun; diare, inkontinesia; kramp perut; hepatomegali,
jaundice; bunyi usus ( tidak ada/ hiperaktif ); lesi anal, perdarahan rectal.
l. Genitourinary: lesi / eksudat pada genitalia; melaporkan nyeri pinggang
( wanita ); menurunnya pengeluaran urin yang berhubungan dengan
dehidrasi; inkontinensia.
m. Integumen: melaporkan kering dan pruritus, keringat malam hari; ras lesi
pada beberapa bagian tubuh; lesi kemerahan, petekie; limfa nodus teraba;
kuning; turgor kulit jelek yang berhubungan dengan dehidrasi; kulit teraba
hangat; ada tanda penggunaan obat intravena.
2. Diagnosa keperawatan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b.d peningkatan sekresi bronchial.
b. Tidak efektifnya pola napas b.d menurunnya ekspansi paru.
c. Kekurangan volume cairan b.d diare.
d. Gangguan pola BAB: diare b.d proses infeksi oportunistik gastrointestinal.
e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat.
f. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik.
g. Resiko tinggi perluasan infeksi b.d imunodefisiensi.
h. Resiko tinggi infeksi silang b.d adanya kuman HIV dalam darah.
3. Perencanaan
a. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b.d peningkatan sekresi bronchial.
Goal: klien akan meningkatkan bersihan jalan napas yang efektif selama
dalam perawatan.
Objektif: dalam waktu 1-2 jam perawatan, tidak ada akumulasi secret pada
saluran napas, tidak ada bunyi ronki.
Intervensi:
1. Monitor pernapasan ( frekuensi, kedalaman, irama, bunyi )
R/ takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis merupakan tanda distress
pernapasan; bunyi ronki merupakan indikasi akumulasi secret.
2. Latihan napas dalam dan batuk efektif
R/ mengeluarkan secret.
3. Lakukan suction sesuai indikasi
R/ mengeluarkan secret bila klien tidak dapat mengeluarkan sendiri.

4. Kolaborasi terapi antitusiva seperti bisolvon / GG 3 X 1 tablet.


R/ mengencerkan secret.
b. Tidak efektifnya pola napas b.d menurunnya ekspansi paru.
Goal: klien akan meningkatkan pola napas yang efektif selama dalam
perawatan.
Objektif: dalam 1 jam perawatan, mengatakan sesak napas berkurang/
hilang, tidak ada perubahan kedalaman pernapasan, tidak menggunakan otot
asesori, tidak ada pelebaran nasal, tidak ada gangguan pengembangan
dada, tidak ada sianosis, RR 12-24 kali/ menit.
Intervensi:
1. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan
R/ memberikan kelembaban pada jaringan yang cedera, suplementasi
oksigen meningkatkan oksigenasi alveoli.
2. Atur posisi semi fowler
R/ meningkatkan ekspansi paru.
3. Monitor pernapasan ( bunyi, frekuensi, irama, kedalaman, simetris ),
deteksi tanda-tanda hipoksia.
R/ bukti peningkatan / penurunan pernapasan.
4. Monitor bertambahnya keparauan suara.
R/ tanda ini menunjukkan kemungkinan disfungsi pernapasan.
5. Monitor gas darah arteri, hasil pemeriksaan oksimetri denyut nadi dan
kadar karboksi-haemoglobin.
R/ peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 serta saturasi O2 dapat
menunjukkan perlunya ventilasi mekanis.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk intubasi dan ekskarotomi.
R/ intubasi memungkinkan ventilasi mekanis; ekakarotomi memudahkan
ekskursi dada pada luka bakar yang melingkar.
7. Monitor dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat bantu
ventilator mekanis.
R/ deteksi dini penurunan status respirasi atau komplikasi pada ventilasi
mekanis.
c. Kekurangan volume cairan b.d diare.
Goal: klien akan meningkatkan volume cairan tubuh yang adekuat selama
dalam perawatan.
Objektif: dalam 1 jam perawatan, klien tidak mengeluh haus, kulit dan
membran mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital normal ( nadi
60-90 kali/ menit, TD: sistolik 100-120 mmHg, diastolik 60-90 mmHg ), tidak
ada perubahan status mental, pengeluaran dan pemasukan seimbang.
Intervensi:

1. Monitor secara ketat tanda-tanda vital ( suhu,nadi, pernapasan, tekanan


darah) dan pengisian kapiler.
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan menilai respons
kardiovaskuler.
2. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih sebatas toleransi.
R/ mencegah dehidrasi.
3. Atur pemberian cairan parenteral sesuai indikasi ( infuse RL ).
R/ menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit dan mencegah
komplikasi seperti syok hipovolemia.
4. Monitor urin: haluaran, berat jenis, warna, hemates.
R/ penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran
urine 30-50 ml/ jam.
5. Perkiraan drainase diare dan kehilangan yang tak tampak.
R/ mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine.
6. Ukur pemasukan dan pengeluaran cairan secara ketat.
R/ menentukan keseimbangan cairan.
7. Monitor perubahan mental.
R/ penyimpanan tingkat kesadaran mengindikasikan ketidakadekuatan
volume sirkulasi.
8. Kolaborasi terapi antidiare seperti diagit 3 x 1 tablet.
R/ menghentikan diare.
d. Gangguan pola BAB: diare b.d proses infeksi oportunistik gastrointestinal.
Goal: klien akan meningkatkan pola BAB yang normal/ bebas dari diare
selama dalam perawatan.
Objektif: dalam waktu 1x 24 jam perawatan, klien mengatakan diare
berkurang/ hilang.
Intervensi:
1. Monitor secara ketat tanda-tanda vital ( suhu, nadi, pernapasan, tekanan
darah) dan pengisian kapiler.
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan menilai respon
kardiovaskuler.
2. Anjurkan klien untuk banyak minum air putih sebatas toleransi.
R/ mencegah dehidrasi.
3. Atur pemberian cairan parenteral sesuai indikasi ( infuse RL ).
R/ menggantikan kehilangan cairan dan elektrolit dan mencegah
komplikasi seperti syok hipovolemia.
4. Monitor feses: konsistensi, berat jenis, warna.
R/ menentukan efektifitas keperawatan selanjutnya.
5. Perkirakan drainase diare dan kehilangan yang tak tampak.
R/ mempengaruhi volume sirkulasi.
6. Monitor perubahan mental.
R/ penyimpangan tingkat kesadaran mengindikasikan ketidakadekuatan
volume sirkulasi.
7. Kolaborasi terapi antidiare seperti diagit 3x 1 tablet.

R/ menghentikan diare.
e. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake inadekuat.
Goal: klien akan meningkatkan status nutrisi yang adekuat selama dalam
perawatan.
Objektif: dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, mengatakan tidak mual dan
muntah,menghabiskan porsi makan yang disiapkan, BB meningkat mencapai
ideal.
Intervensi:
1. Beri makan lunak/ cair sesuai kondisi klien.
R/ meningkatkan status nutrisi yang adekuat.
2. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
R/ meningkatkan toleransi terhadap makanan.
3. Berikan makanan tambahan diantara jam makan.
R/ meningkatkan status nutrisi yang adekuat.
4. Timbang BB dua hari sekali.
R/ indikator status nutrisi.
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan.
R/ menambah selera/ nafsu makan.
6. Kolaborasi pemberian roborantia.
R/ menambah selera/ nafsu makan.
f. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik.
Goal: klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktifitas selama dalam
perawatan.
Objektif: dalam waktu 3 x 24 jam perawatan, klien dapat melakukan ADL
sendiri (makan, minum, personal hygiene, ke kamar mandi/ toilet,
berpakaian).
Intervensi:
1. Monitor kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5
R/ menentukan perkembangan / munculnya kembali tanda yang
menghambat tercapainya tujuan.
2. Atur posisi yang menimbulkan rasa nyaman.
R/ menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi.
3. Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal/ trokanter rool/ papan
kaki.
R/ mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologis, mencegah
kontraktur dan kehilangan fungsi sendi.
4. Lakukan rentang gerak (ROM) aktif dan pasif sesuai indikasi.
R/ menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan
mobilisasi sendi.
5. Bantu sebagian / seluruh ADL pasien.
R/ mencegah kelelahan akibat aktifitas.
6. Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL pasien.
R/ meningkatkan peran serta keluarga dalam perawatan.

g. Resiko tinggi perluasan infeksi b.d imunodefisiensi.


Goal: klien tidak akan mengalami perluasan infeksi selama dalam perawatan.
Objektif: dalam waktu 3-6 x 24 jam, tidak terjadi perluasan infeksi pada organ
tubuh yang lain.
Intervensi:
1. Lakukan teknik isolasi untuk infeksi enterik dan pernapasan sesuai

2.
3.
4.
5.

kebijakan RS.
R/ mencegah transmisi virus ke orang lain.
Lakukan cuci tangan efektif.
R/ mencegah transmisi virus.
Batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ resiko komplikasi sekunder akibat terpajan infeksi kontak.
Jelaskan prosedur isolasi pada pasien/ orang terdekat.
R/ mengurangi perasaan akibat isolasi dan untuk perlindungan diri.
Kolaborasi/ atur pemberian obat sesuai indikasi seperti zidovudine
(azidothymidine / AZT), didanosine (dideoxynosine/ddl), zalcitabine
(dideoxycytidine/ddC).
R/ mencegah infeksi sekunder.

h. Resiko tinggi infeksi silang b.d adanya kuman HIV dalam darah.
Goal: tidak akan terjadi infeksi kontak selama dalam perawatan.
Objektif: dalam waktu 1 x 24 jam perawatan,tidak akan terjadi infeksi kontak
pada petugas atau keluarga pasien lainnya.
Intervensi:
1. Gunakan universal precaution saat melakukan tindakan pada pasien.
R/ mencegah transmisi virus.
2. Ajarkan mencuci tangan yang benar.
R/ mencegah transmisi virus.
3. Jelaskan pentingnya personal hygiene
R/ personal hygiene yang kurang merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan kuman.
4. Pelaksanaan
Dilaksanakan sesuai intervensi.

5. Evaluasi
Melihat apakah objektif/ criteria tercapai sebagian, seluruh atau tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J (2001): Buku Saku Diagnosa Keperawatan, vol. 8, EGC,Jakarta.

Doenges, M.E, dkk (2000): Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.3, EGC, Jakarta,
hal 826-858.
Grimes,D (1991): infectious Disease , Mosby Year Book, St. Louis,p.155-184.
Long, B.C (1996): Perawatan Medical Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, vol. 3, Yayasan IAPK Pajajaran, Bandung, hal. 572-579.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G (2002): Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed.8.
Vol. 3 EGC, Jakarta, hal 1714-1752.

You might also like