Professional Documents
Culture Documents
c.
bulan.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d.
e.
2. Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b.
Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang
bulan.
c.
d.
e.
f.
C. ETIOLOGI
1.
2.
Metabolisme
bilirubin
yang
terganggu.
Misalnya: premature,
Cepalenhepar
belum
matang,
hiperprotein/albumin.
3.
4.
Peningkatan produksi bilirubin dan sirkulasi enterohepatik, penurunan ambilan bilirubin ke dalam hepar.
5.
Asal etnik, mereka yang berasal dari Korea, Cina, serta Jepang dan Indian Amerika memiliki kadar bilirubin yang
lebih tinggi.
6.
7.
a.
Isoimunisasi (Kehamilan dan Pelahiran Risiko Tinggi, inkompatibilitas ABO atau RH): periksalah golongan
darah dan RH bayi, Coombs, hitung darah lengkap, serta hitung retikulosit untuk menentukan adanya penyakit
hemilitik.
b.
Defek metabolisme SDM: Defek enzim SDM menganggu fungsi eritrosit dan memperpendek rentang hidup SDM
(misal : definisi G6PD, defisiensi piruvat kinase, defisiensi heksokinase, serta porfiria eritropoietik kongenital).
c.
Abnormalitas struktur SDM : eritrosit berbentuk abnormal tak dapat bersirkulasi dengan baik dan dianggap
asing oleh limpayang mengakibatkan peningkatan destruksi (misal : sferositosis infantil).
d.
Hemoglobinopati : sekelompok penyakit yang mengenai eritrosit akibat adanya satu atau lebih molekul
hemoglobin yang berbentuk abnormal (misal anemia sel sabit dan talasemia).
8.
Infeksi
9.
Sekuestrasi, hiperbilirubinemia terjadi ketika tubuh memetabolis kumpulan darah yang banyak. Etiologinya
meliputi trauma kelahiran (miasl memar, sefalohematoma, dan hematomasubdural atau subgaleal) serta
hemangioma besar (misal sindrom Kasabach-Merritt).
10. Polisitemia sekunder akibat dari diabetes militus, pemerahan tali pusat, transfusi maternal-fetal, dan hipoksia
janin.
11. Gangguan konjungasi bilirubin
a.
b.
c.
d.
Hipotiroidisme
Crigler-Najjar tipe I dan II yaitu, gangguan yang disebabkan oleh defek strukur atau inaktiviitas enzim
UDPGT.
Sindrom Gilbert yaitu defek ambilan bilirubin hepar dan penurunan fungsi UDPGT.
Sindrom Lucey-Driscoll yaitu gangguan yang disebabkan oleh inhibitor glukoronil tranferase yang tak
teridentifikasi mengakibatkan hiperbilirubinemia tak terkonjungasi nonhemolitik berat.
b.
Obstruksi usus, kelambatan penyaluran feses, struuktural (stenosis atau atresia) atau mekanis (sumbatan
ileus atau mekonium), stenosis pilorus, penyakit Hirschprung dan fibrosis kistik.
Ikterus ASI terjadi setelah hari kelima kehidupan dan memuncak pada 3 minggu kehidupan. Diperkirakan
sebagai akibat peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin tak terkonjungasi sekunder akibat faktor dalam ASI
yang belum diketahui.
D. PATOFISIOLOGI
1.
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksidase,
biliverdin reduktase dan agen pereduksi nonenzimatik dalam sistem retikuloendotelial.
2.
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler Y protein dalam
hati. Pengambilan tergantung pada alairan darah hepatik dan adanya ikatan protein.
3.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah (terkonjugasi) oleh enzim asam uridin disfosfoglukuronat
(UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid). Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida
yang polar larut dalam air (bereaksi direk)
4.
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin
masuk dalam empedu melalui membran kanalikular.
5.
Akhirnya dapat masuk ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam
tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik
6.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut lemak, tak terkonjugasi, non-polar
(bereaksi indirek)
7.
Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil
transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein hepatik sejalan
dengan penurunan aliran darah hepatik
8.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan kerja glukoronil transferase oleh
pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir. Dimana
terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai
minggu ke-3. Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
9.
Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berangsur-angsur dan dapat menetap selama
3 sampai 10 minggu pada kadar yang lebih rendah.
10. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat., biasanya mencapai normal
dalam beberapa hari.
11. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan formula menfakibatkan penurunan bilirubin
serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali ke kadar
yang tinggi seperti sebelumnya.
12. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24 jam pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi
dengan ikterus fisiologis, muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
(Suriadi, 2001).
E. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala neonatus dengan hiperbilirubinemia adalah sebagai berikut :
1.
2.
Sklera ikterik.
3.
Peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5mg% pada neonatus
yang kurang bula.
4.
Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori.
5.
Asfiksia.
6.
Hipoksia.
7.
8.
9.
Peses berwarna seperti dempul dan pemerikasaan neurologist dapat ditemukan adanya kejang.
KOMPLIKASI
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1.
2.
Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara lambat, tidak ada
koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
(Suriadi, 2001).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
a.
b.
antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis.
Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c.
2.
3.
Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu memebedakan hepatitis dari atresia biliary.
(Suriadi, 2001).
H. PENATALAKSANAAN
1.
Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).
2.
Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa furokolin.
3.
4.
Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis
hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen
dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
5.
6.
7.
Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
(Suriadi, 2001).
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Dalam melakukan pengkajian pada anak dengan gangguan hiperbilirubin adalah dilakukan sebagai berikut;
1.
a.
Pemeriksaan umum
Aktivitas/istirahat : letargi, malas
b.
c.
d.
e.
f.
1). Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan
trauma kelahiran.
2). Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
3). Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4). Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas kejang.
g. Pernafasan : krekels (oedema pleura), bercak merah muda.
h.
Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque, perdarahan intrakranial,
dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
i.
Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan letardasio pert umbuhan intra
uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada
bayi pria daripada bayi wanita.
2.
Pemeriksaan fokus
a.
Pemeriksaan fisik, Inspeksi; warna sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine dan tinja.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
B. DIAGNOSA
1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada
2.
3.
4.
regulasi tubuh.
Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan prosedur invasif, profil
5.
darah abnormal.
Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan
Dx. 1
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan integritas kulit kembali baik/
b.
normal.
Kriteria Hasil
1)
2)
3)
c.
1)
2)
darah tinggi
Monitor keadaan bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
3)
R : Kadar bilirubin indirek merupakan indikator berat ringan joundice yang diderita.
Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi lakukan
massage dan monitor keadaan kulit
R : Menghindari adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya dekubitus atau
4)
2.
a.
Dx. 2
Tujuan
b.
1)
2)
3)
4)
c.
suhu ( 36,5-37,5 C )
Intervensi
1)
2)
normal
N:
120-160
x/menit,
RR
35
x/menit
Pantau masukan dan haluan cairan, timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
R : Bayi dapat tidur lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
pemberian makan yang sering tidak di pertahankan.
Perhatikan tanda- tanda dehidrasi (mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering
dengan turgor buruk, dan mata cekung).
R : Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
3)
4)
Tingkatkan masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air diantara
menyusui atau memberi susu botol.
R : Meningkatkan input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer sehingga mengurangi risiko
bayi kekurangan cairan.
5)
6)
bayi.
Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi
3.
a.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh.
b.
Kriteria Hasil
1)
2)
3)
c.
1)
Mandiri
Pantau kulit neonatus dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai stabil ( mis : suhu aksila). Atur suhu
incubator dengan tepat.
R : Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
2)
3)
4)
5)
6)
4.
a.
Dx. 4
Tujuan
b.
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar.
Kriteria Hasil
1)
2)
c.
Intervensi
Mandiri
1)
Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical digunakan. Bila tali pusat kering, berikan
pencucian salin selama 30-60 menit sebelum prosedur.
R : Pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum transfuse untuk akses I.
V dan memudahkan pasase kateter umbilical.
2)
3)
4)
Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah penyebar hangat
dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan dengan menempatkan di dalam incubator,
hangatkan baskom berisi air atau penghangat darah.
R : Membantu mencegah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi ventrikel, dan menurunkan
5)
vikositas darah
Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan darah dan factor Rh darah untuk
ditukar.
R : Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas Rh.
6)
7)
Pantau nadi, warna dan frekuensi pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah transfuse. Lakukan
pengisapan jika diperlukan.
R : Membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil ( mis : apnea atau disritmia/henti
8)
9)
Pantau tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan apnea; hiperefleksia,;
bradikardia; atau diare ).
R : Hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar
10) Kaji bayi terhadap perdarahan bedlebihan dari lokasi IV setelah transfuse.
R : Penginfusan darah yang diberi heparin mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah transfuse tukar dan
dapat mengakibatkan perdarahan.
Kolaborasi
11) Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
Kadar Hb/Ht sebelum dan setelah transfuse.
R : Bila Ht kurang dari 40 % sebelum transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan dapat mendahului
pertukaran penuh. Penurunan kadar setelah transfusi menadakan kebutuhan terhadap transfuse kedua.
Kadar bilirubin serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam.
R : Kadar bilirubin dapat menurun sampai setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan
cepat setelahnya, memerlukan pengulangan transfuse.
Protein serum total
R : Mengalikan kadar dengan 3,7 menetukan derajat peningkatan bilirubin yang memerlukan transfuse tukar
Kalsium dan kalium serum
R : Darah mengandung sitrat sebagai anti koagulan yang mengikat kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium
serum. Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan kalium, menciptakan risiko
hiperkalemia dan henti jantung.
Glukosa
R : Kadar glukosa rendah mungkin dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor.
Tindakan segera perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan SSP.
Kadar pH serum
R : pH serum dari darah donor secara khas 6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi jika darah segar tidak
digunakan dan hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau bila darah donor
melanjutkan glikolisis anaerobik dengan produksi asam metabolit.
Berikan albumin sebelum transfuse bila diindikasikan
R : Meskipun masih kontroversial, pemberian albumin dapat meningkatkan ketersediaan albumin untuk
berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar bilirubin serum sikulasi yang bebas.
12) Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Kalsium glukonat 5 %
R : Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk
memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.
Natrium bikarbonat
R : Memperbaiki asidosis
Protamin sulfat
R : Mengimbangi efek-efek antikoagulan dari darah yang diberi heparin.