Professional Documents
Culture Documents
GLAUKOMA
Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001
GLAUKOMA
A. Latar Belakang
Glaukoma merupakan salah satu penyakit mata yang diakibatkan karena kenaikan
tekanan bola mata dan menimbulkan kerusakan saraf penglihatan. Keruskan fungsi saraf
akan mengganggu fungsinya dalam meneruskan bayangan yang dilihat dari mata ke otak dan
digabungkan dipusat penglihatan dan membentuk benda (vision). Gangguan tersebut berupa
rasa sakit (pusing) pada kepala secara terus-menerus, pandangan kabur dan bergoyang,
terutama pada tempat yang luas.
Glaukoma adalah penyebab kebutaan nomor 2 di Indonesia setelah katarak, biasanya
terjadi pada usia lanjut. Penduduk yang berusia diatas 40 tahun di beberapa negara, 2%
diantaranya menderita Glaukoma. Di Indonesia, glaukoma merupakan kebutaan yang tidak
dapat dipulihkan.
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO) dengan segala
akibatnya.Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi
pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus, mentebabkan atrofi saraf optik dan
hilangnya pandangan perifer. Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan
hilangnya pandangan ireversibel tanpa timbulnya tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau
dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat
peningkatan TIO yang mampu menyebabkan kerusakan organik bervariasi. Beberapa orang
dapat menoleransi tekanan yang mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan.
B. Definisi
Beberapa pengertian menurut para ahli mengenai Glaukoma, yaitu :
1) Long Barbara (1996)
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan
tekanan intra okuler.
2) Chandler & Grant (1977)
Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola
mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang
pandangan.
3) Arif (1999)
Suatu keadaan tekanan intra oculer / tekanan dalam bola mata cukup besar untuk
menyebabkan kerusakan pupil, saraf optik dan kelainan lapang pandang.
4) Sidarta Ilyas (2000)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peningkatan tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandangan mata.
C. Etiologi
Penyebab glaukoma antara lain :
1. Primer terdiri dari :
a. Akut
D. Patofisiologi
Patofisiologi glaukoma dapat dijelaskan berdasarkan klasifikasi di bawah ini :
1. Glaukoma Sudut Terbuka
Glaukoma yang sering ditemukan adalah glaukoma sudut terbuka. Glaukoma sudut
terbuka terjadi karena pembendungan terhadap aliran keluar aqueous humor, sehingga
menyebabkan penimbunan. Hal ini dapat memicu proses degenerasi trabecular
meshwork, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam anyaman dan di bawah
lapisan endotel kanalis Schlemm (Salmon, 2009).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan
tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan
bahwa adanya perubahan-perubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya
tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh
darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teori lainnya memperkirakan
terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanski, 2007). Kelainan kromosom
1q-GLC1A (mengekspresikan myocilin) juga menjadi faktor predisposisi (Kwon et al,
2009).
2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi apabila terbentuk sumbatan sudut kamera anterior
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran aqueous humor dan tekanan intraokular
meningkat dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan penglihatan yang
kabur. Serangan akut sering dipresipitasi oleh dilatasi pupil, yang terjadi spontan di
malam hari, saat pencahayaan kurang (Salmon, 2009).
3. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Pada glaukoma sudut tertutup akut terjadi peningkatan tekanan bola mata dengan tibatiba akibat penutupan pengaliran keluar aqueous humor secara mendadak. Ini
menyebabkan rasa sakit hebat, mata merah, kornea keruh dan edematus, penglihatan
kabur disertai halo (pelangi disekitar lampu). Glaukoma sudut tertutup akut merupakan
suatu keadaan darurat (Salmon, 2009).
4. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis.
Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar tanpa
gejala yang nyata, akibat terbentuknya jaringan parut antara iris dan jalur keluar aqueous
humor. Glaukoma sudut tertutup biasanya bersifat herediter dan lebih sering pada
hipermetropia. Pada pemeriksaan didapatkan bilik mata depan dangkal dan pada
gonioskopi terlihat iris menempel pada tepi kornea (Salmon, 2009).
5. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma ini
disebabkan oleh kelainan perkembangan struktur anatomi mata yang menghalangi aliran
keluar aqueous humor. Kelainan tersebut antara lain anomali perkembangan segmen
anterior dan aniridia (iris yang tidak berkembang). Anomali perkembangan segmen
anterior dapat berupa sindrom Rieger / disgenesis iridotrabekula, anomali Peters/
trabekulodisgenesis iridokornea, dan sindrom Axenfeld (Salmon, 2009).
6. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat adanya penyakit mata
yang mendahuluinya. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain glaukoma
pigmentasi, pseudoeksfoliasi, dislokasi lensa, intumesensi lensa, fakolitik, uveitis,
melanoma traktus uvealis, neovaskular, steroid, trauma dan peningkatan tekanan
episklera (Salmon, 2009).
7. Glaukoma Tekanan-Normal
Beberapa pasien dapat mengalami glaukoma tanpa mengalami peningkatan tekanan
intraokuli, atau tetap dibawah 21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan
yang abnormal terhadap tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di
kaput nervus optikus, atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma jenis ini
sering terjadi di Jepang. Secara genetik, keluarga yang memiliki glaukoma tekanannormal memiliki kelainan pada gen optineurin kromosom 10. Sering pula dijumpai
adanya perdarahan diskus, yang menandakan progresivitas penurunan lapangan pandang
(Salmon, 2009).
Pandangan kabur
Sakit kepala
Mual, muntah
Kedinginan
Glaukoma sekunder
-
b. Glaukoma kongenital
Gangguan penglihatan
F. Klasifikasi
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka menahun
Glaukoma sudut terbuka Primer adalah tipe yang yang paling umum dijumpai.
Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi bila ada riwayat dalam
keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun.Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi
kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen.
Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan penanganan dini.
Glaukoma sudut terbuka primer biasanya membutuhkan pengobatan seumur hidup
untuk menurunkan tekanan dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
b. Glaukoma sudut tertutup akut
Pada glaukoma ini ditandai dengan serangan akut meningginya tekanan
intraokuler selama beberapa jam.Tekanan ini biasanya bisa berlipat tiga, 4 kali dari
tekanan normal. Bila bola mata ditekan akan terasa empuk, tetapi pada saat terjadi
serangan maka bola mata teraba keras seperti batu dan aliran cairan mata terhambat
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan glaukoma adalah:
1.
2.
3.
Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya
meningkat ringan.
4.
Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus
macula dan pembuluh darah retina.
5.
8.
9.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi :
1.
Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat sistemik
(obat yang mempengaruhi seluruh tubuh)
2.
Terapi obat-obatan
Terapi ini tidak diberikan pada kasus yang sudah lanjut.Terapi awal yang diberikan
adalah penyekat beta (timolol, betaxolol, levobunolol, carteolol, dan metipranolol) atau
simpatomimetik (adrenalin dan depriverin).Untuk mencegah efek samping obat diberikan
dengan dosis terendah dan frekuensi pemberiannya tidak boleh terlalu sering.Miotikum
(pilocarpine dan carbachol) meski merupakan antiglaukoma yang baik tidak boleh
digunakan karena efek sampingnya.
a. obat sistemik
-
Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat minum adalah
glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk intravena adalah manitol. Obat
ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika acetazolamide sudah tidak efektif
lagi.
Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol, levobunolol,
carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan
TIO.
3.
Terapi Bedah
a. Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata belakang dan
depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran aqueus humor. Hal ini hanya
dapat dilakukan jika sudut yang tertutup sebanyak 50%.
b.
Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50%
atau gagal dengan iridektomi.
J. Pengkajian
1. Data demografi :
a. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur kurang lebih 40 tahun
b. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan paling sedikit 5 kali dibandingkan kulit putih
c. Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata
2. Aktivitas/istirahat
Perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
3. Makanan/cairan
Mual, muntah (glaukoma akut)
4. Nyeri/kenyamanan
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis). Nyeri tiba-tiba/berat, menetap
atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut)
5. Neurosensori
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotofobia (glaukoma akut)
6. Riwayat keluarga
Apakah terdapat keluarga yang juga mengalami glaukoma atau diabetes mellitus
7. Riwayat pasien
Mengalami trauma atau pembedahan mata atau pernah mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang. Apakah ada riwayat pengguanaan obat, misalkan antidepresan trisiklik,
antihistamin, (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat mengakibatkan glaukoma
sudut tertutup primer), fenotiasin, inhibitor monoamine oksidase (MAO), antikolinergik,
antispasmotik dan antiparkinson.
8. Pemeriksaan fisik dan penunjang
a. Pemeriksaan dengan oftalmoskop : mengkaji kerusakan saraf optikus, untuk
mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. diskus optikus menjadi lebih
luas dan dalam pada glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, aqueus humor
keruh dan pembuluh darah dan menjalar keluar dari iris.
b. Pemeriksaan lapang pandang perifer
Pada kedaan akut, lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan kedaan
kronik akan menurun secara bertahap.
c. Pemeriksaan melalui inspeksi
Untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi
pupil dan gagal bereaksi terhadap cahaya.
d. Pengukuran tonografi
Mengkaji TIO, normal11-21 mmHg
e. Pengukuran genioskopi
Membantu membedakan glaukoma sudut tertutup atau terbuka.
f. Tes provokatif
Digunakan alam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat
ringan.
g. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya diabetes mellitus (Suddarth, 2001).
K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul selama pada penderita glaukoma antara lain :
1. Nyeri b.d agen injuri biologis (peningkatan tekanan intraokuler (TIO))
L. Fokus Intervensi
1. Nyeri hilang atau berkurang
2. Penggunaan penglihatan yang optimal
3. Cemas hilang atau berkurang
H. Perencanaan keperawatan
Diagnosa
Nyeri b.d agen
injuri fisik
(luka insisi
post operasi
appendiktomi)
1.
2.
3.
4.
5.
Tujuan
Intervensi
Setelah
dilakukan
asuhan Pain Management
keperawatan diharapkan nyeri - Lakukan pengkajian nyeri secara
yang
dirasakan
pasien
komprehensif
termasuk
lokasi,
berkurang dengan kriteria hasil:
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari
Pain Level,
ketidaknyamanan
Pain control,
- Kaji kultur yang mempengaruhi
Comfort level
respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri masa
Kriteria Hasil :
lampau
Indikator
- Kontrol lingkungan yang dapat
Mampu
mengontrol
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri (tahu penyebab
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
nyeri,
mampu
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan teknik
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nonfarmakologi untuk
(farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi
nyeri,
inter personal)
mencari bantuan)
- Ajarkan
tentang
teknik
non
Melaporkan
bahwa
farmakologi
nyeri
berkurang
- Berikan analgetik untuk mengurangi
dengan menggunakan
nyeri
manajemen nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Mampu
mengenali
- Tingkatkan istirahat
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi
Analgesic Administration
dan tanda nyeri)
- Tentukan
lokasi,
karakteristik,
Menyatakan
rasa
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
nyaman setelah nyeri
pemberian obat
berkurang
- Cek instruksi dokter tentang jenis
Tanda vital dalam
obat, dosis, dan frekuensi
rentang normal
- Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Keterangan :
- Monitor vital sign sebelum dan
Keluhan ekstrim
sesudah pemberian analgesik pertama
Keluhan berat
kali
Keluhan sedang
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
Keluhan ringan
dan gejala (efek samping)
Tidak ada keluhan
Setelah
dilakukan
asuhan Self Care assistane : ADLs
keperawatan
diharapkan - Monitor kemampuan klien untuk
perawatan diri pasien membaik
perawatan diri yang mandiri.
dengan kriteria hasil:
- Monitor kebutuhan klien untuk alatalat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
Self care : Activity of Daily
makan.
Living (ADLs)
- Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
Indikator
- Dorong klien untuk melakukan
Klien terbebas dari
aktivitas sehari-hari yang normal
bau badan
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Menyatakan
- Dorong untuk melakukan secara
kenyamanan terhadap
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
kemampuan
untuk
tidak mampu melakukannya.
melakukan ADLs
- Ajarkan klien/ keluarga untuk
Dapat
melakukan
mendorong
kemandirian,
untuk
ADLS
dengan
memberikan bantuan hanya jika
bantuan
pasien
tidak
mampu
untuk
melakukannya.
- Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
- Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA