You are on page 1of 17

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA

DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN PANDEGLANG PROPINSI


BANTEN TAHUN ANGGARAN 2009-2011

Chitra Ananda
(Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma)
Ananda_chitra@yahoo.co.id
dan
Dr. Widyatmini, S.E., MM.
(Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma)
widyatmini@staff.gunadarma.ac.id

ABSTRAKSI
Anggaran yaitu suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter yang berlaku dalam jangka waktu
(periode) tertentu yang akan datang. Sedangkan tujuan penulisan ilmiah ini adalah unuk
mengetahui perbandingan antara Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan Realisasinya
dengan menggunakan Analisis Varians dan untuk mengetahui kinerja pengelolaan APBD pada
Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten Tahun Anggaran 2009-2011.
Dalam pengumpulan data-data penulis menggunakan metode penulisan seperti Penelitian
Kepustakaan guna memperoleh literature-literature buku yang mendukung untuk penulisan
ilmiah ini. Data sekunder yang diperoleh di dapatkan dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang
langsung. Serta menggunakan Analisis Varians dan Rasio Keuangan Daerah.
Berdasarkan hasil pembahasan yang penulis uraikan, maka penulis memberikan
kesimpulan bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang dikatakan cukup baik secara garis besar,
namun mempunyai kekurangan yaitu masih bergantung pada pemberian dari Pemerintah Pusat
dan kurang memaksimalkan pendapatan asli daerahnya. Dalam penerapan realisasi belanja
Pemerintah Kabupaten Pandeglang juga sudah cukup baik, hanya saja belanja yang di alokasikan
untuk belanja operasi lebih besar bila dibandingkan dengan belanja modal.
Kata Kunci : Anggaran, Pendapatan, Belanja, Kinerja Keuangan Daerah

PENDAHULUAN
Pergantian kepemimpinan di pemerintahan

Indonesia, sebagian

besar banyak

memberikan perubahan diberbagai bidang. Salah satu perubahan yang terjadi adalah dari
pemerintahan yang berbentuk sentralistik, yaitu pemerintahan yang bertujuan menjadikan bangsa
Indonesia lebih maju dan sejahtera secara pemerintahan terpusat, kemudian diganti dengan
pemerintahan yang desentralistik. Hal ini sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang
pemeritahan daerah, sebagai revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah.
Menurut UU No. 32 tahun 2004 menjelaskan pemerintah daerah ditetapkan bahwa pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan atas asas desentralisasi, asas dekonsentralisasi, dan atas tugas
pembantuan.
Selain itu dikeluarkan juga UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, sebagai revisi atas UU No. 25 tahun 1999 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dari undangundang
tersebut diharapkan lebih mendukung pemberdayaan pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan tugas pemerintahan. Maka dalam rangka desentralisasi dibentuk dan disusun
pemerintah propinsi dan pemerintahan kota. Pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan
mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar yang dimaksud
adalah penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah
(Mardiasmo, 2000). Disamping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi, otonomi
daerah merupakan tuntutan masyarakat daerah sebagai reaksi atas ketidakadilan ekonomi yang
mereka terima selama ini. Pemberian otonomi secara luas kepada pemerintah daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat Dengan mempertahikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi keanekaragaman daerah, secara
nyata diharapkan disintegrasi yang selama ini mengancam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat dapat diminimkan. Otonomi Daerah merupakan pemberdayaan dalam
pengambilan keputusan secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai
dengan kepentingan, prioritas,dan potensi daerah sendiri. Dengan adanya otonomi daerah
kabupaten dan kota, maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah
karena daerah kabupaten atau kota berhubungan langsung dengan masyarakat.

Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah
berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah daerah. Pengukuran kinerja pemerintah
daerah mempunyai banyak tujuan, tujuan tersebut paling tidak untuk meningkatkan kinerja dan
meningkatkan akuntabikitas pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk
mampu membangun ukuran kinerja yang baik. Ukuran kinerja yang disusun tidak dapar hanya
dengan menggunakan satu ukuran, oleh karena itu perlu ukuran yang berbeda untuk tujuan yang
berbeda. Hal inilah yang kadang membuat konflik. Ukuran kinerja mempengaruhi
ketergantungan antar unit kerja yang ada dalam satu unit kerja (Mardiasmo, 2002 : 2009).

Untuk menganalisa kinerja pemerintah daerah dalam memngelola keuangan daerahnya


dapat menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah di tetapkan dan
dilaksanakan. Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang
dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehongga dapat diketahui
bagaimana kecenderungan yang terjadi. Dengan analisa ini pemerintah dapat menilai
kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur
efektifitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana
aktivitas pemerintah dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, dan dapat mengukur
kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah (Abdul
Halim : 2007).

Hal itu semua pada akhirnya menuntut kemampuan manajemen pemerintahan daerah
untuk mengalokasikan sumber daya secara efektif dan efisien. Kemampuan ini memerlukan
informasi akuntansi sebagai salah satu dasar penting dalam pengambilan keputusan alokasi
sumber daya ekonomis. Untuk itu pemerintah daerah memerlukan ahli penyedia informasi
akuntansi untuk memenuhi kebutuhan manajemen dan pengambilan keputusan ekonomi yang
lain agar memungkinkan mereka mengalokaskan berbagai sumber daya ekonomis pemerintahan
daerah secara efektif dan efisien.

LANDASAN TEORI
Pengertian APBD
Pada Permendagri nomer 13 tahun 2006, APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah dalam masa 1(satu) tahun anggaran terhitung tanggal 1 Januari sampai 31 Desember.
Sedangkan, meunrut Bastian (2006:189), APBD merupakan pengejawatahan rencana kerja
pemda dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahunan dan berorientasi pada tujuan
kesejahteraan publik.
Adapun struktur APBD berdasarkan Permendagri nomor 13 tahun 2006 terdiri dari 3
bagian yaitu Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah.
1. Pendapatan Daerah
Penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari
berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu,
pendapatan dapat berupa arus kas aktiva masuk, peningkatan aktiva atau pengurangan
utang yang bukan berasal dari konstribusi ekuitas Pemerintah Daerah.
2. Belanja Daerah
Menurut IASC Framework, penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau deplesi asset atau terjadinya utang yang
mengakibatkan berkurangnya akuitas dana. Menurut Halim (2002 : 52) definisi atau
pengertian Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu
periode Anggaran.
3. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang
dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran atau sebagai alokasi surplus anggaran.
Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD makin inofatif yaitu dapat
memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah.

Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


Menurut Bastian (2006:273), Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapakan, dengan memperhitungkan indikator

masukan (input), keluaran (output), hasil, manfaat, dan dampak. Analisis kinerja dapat dilakukan
dalam 3(tiga) bagian yaitu (Mahmudi, 2007):
1. Analisis Kinerja Pendapatan
Analisis terhadap kinerja pendapatan daerah secara umum terlihat dari realisasi pendapatan
dan anggarannya. Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat dinilai
dengan baik. Penilaian kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup hanya melihat apakah
realisasi pemdapatan daerah telah melampaui target anggaran, namun perlu dilihat lebih lanjut
kompenen pendapatan apa yang paling berpengaruh. Berdasarkan laporan realisasi anggaran, kita
dapat melakukan analisis pendapatan daerah dengan cara:
A. Analisis Varians (Selisih) Anggaran Pendapatan
Analisis Varians anggaran pendapatan dilakukan dengan cara menghitung selisih
antara realisasi pendapatan dengan yang di anggarkan. Biasanya selisih anggaran sudah
di informasikan dalam laporan realisasi anggaran yang sudah disajikan oleh pemerintah
daerah. Informasi selisih anggaran tersebut sangatmembantu pengguna laporan dalam
memahami dan menganalisis kinerja pendapatan.
Pada prinsipnya, anggaran pendapatan merupakan batas minimal jumlah
pendapatan yang ditargetkan harus diperoleh oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah
dikatakan memiliki kinerja pendapatan yang baik apabila mampu memperoleh
pendapatan yang melebihi jumlah yang dianggarkan (target anggaran). Sebaliknya
apabila realisasi pendapatan dibawah jumlah yang dianggarkan, maka hal itu dinilai
kurang baik. Apabila target pendapatan dapat dicapai bahkan terlampaui, maka hal itu
tidak terlalu mengejutkan karena memang seharusnya demikian. Selisih lebih realisasi
pendapatan merupakan selisih yang diharapkan (favourable variance), sedangkan selisih
kurang merupakan selisih yang tidak diharapkan (unfavourable variance).

B. Analisis Rasio Keuangan


Menurut Djarwanto (2001:123), Rasio adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan
antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam Laporan Keuangan. Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah yang lainnya, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat

memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
koperasi (Munawir, 2001:64)
1. Rasio Derajat Desentralisasi
Rasio ini menunjukan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Semakin
tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraa desentralisasi.
2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio ini menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah
membayar pajak dan retribusi sebagai bsumber pendapatan yang diperlukan daerah.
Semakin tinggi angka rasio ini menunjukan pemerintah daerah semakin tinggi
kemandirian keuangan daerahnya.
3. Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah
Rasio efektivitas daerah menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam
mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah yang
ditargetkan. Rasio efektivitas pajak daerah dianggap baik apabila rasio ini mencapai
angka minimal 1 atau 100%. Sama halnya dengan analisis efisiensi PAD, untuk
menghitung rasio efisiensi pajak daerah diperlukan data tentang biaya pemungutan
pajak.

1. Analisis Kinerja Belanja


Analisis belanja daerah sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi apakah pemerintah
daerah telah menggunakan APBD secara ekonomis, efisien, dan efektif (value for money).
Sejauh mana pemerintah daerah telah melakukan efisiensi anggaran, menghindari pengeluaran
yang tidak perlu dan pengeluaran yang tidak tepat sasaran. Kinerja anggaran belanja daerah di
nilai baik apabila realisasi lebih rendah dari jumlah yang di anggarkan, yang hal itu menunjukan
adanya efisiensi anggaran. Dalam hal belanja daerah penting juga dianalisis keserasian belanja
karena hal ini terkait dengan fungsi anggaran sebagai alat distribusi, alokasi, dan stabilisasi.
Berdasarkan informasi pada laporan realisasi anggaran kita dapat melakukan analisis
anggaran belanja dengan cara:

A. Analisis Varians Belanja


Analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi
dengan anggaran. Berdasarkan laporan realisasi anggaran yang disajikan, pembaca
laporan dapat mengetahui secara langsung besarnya varians anggaran belanja dengan
realisasinya yang biasa dinyatakan dalam bentuk nilai nominalnya atau persentasenya.
Kinerja pemerintah daerah dinilai baik apabila jika realisasi belanja lebih rendah dari
yang dianggarkan, jika realisasi belanja lebih besar dari jumlah yang dianggarkan maka
hal itu mengindikasikan adanya kinerja anggaran yang kurang baik.
B. Analisis Keserasian Belanja
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memperioritaskan alokasi
dananya pada belanja secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang di alokasikan
untuk belanja yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat cenderung semakin kecil. Analisis keserasian belanja antara lain berupa:
1. Analisis Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan terhadap Total Belanja
2. Analisis Belanja Operasi dan Belanja Modal terhadap Total Belanja
3. Analisis Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung

C. Analisis Efisiensi Belanja


Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran
yang dilakukan pemerintah. Angka yang dihasilkan dari rasio efisiensi ini tidak bersifat
absolute, tetapi relative. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio
ini. Kita hanya dapat mengatakan bahwa tahun ini belanja pemerintah daerah lebih
efisien dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah daerah di nilai telah melakukan efisiensi
anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika melebihi 100% maka
mengindikasikan terjadinya pemborosan anggaran.

2. Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan dilakukan untuk pola anggaran pemerintah daerah. Selain itu juga dapat
digunakan untuk membaca kebijakan anggaran pemerintah daerah. Salah satu pos yang paling
urgent dalam pembiayaan ini adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Makin besarnya

SILPA yangdiperolah dari suatu anggaran dapat dijadikan salah satu indicator kurang tepatnya
penyajiaan suatu rencana anggaran.
Dengan melihat kinerja pendapatan, kinerja belanja dan kinerja pembiayaan maka dapat
dinilai kinerja (APBD) secara umum.jika semua kinerja tersebut menunjukan pencapaian angka
yang sudah ditargetkan, maka dikatakan kinerja anggaran (APBD) adalah baik.

PEMBAHASAN

1. Pendapatan
A. Analisis Varians (Selisih) Anggaran Pendapatan
Tabel 4.1
Laporan Perhitungan Pendapatan
APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011
Tahun

Anggaran

Realisasi

Persentase

2009

822.184.412.797

821.800.000.026

99,95

2010

955.636.179.816

936.272.493.147

97,97

2011

1.227.145.600.178,32

1.220.626.366.292

99,42

Dari tabel diatas berdasarkan analisis Varians, secara umum dapat dilihat bahwa kinerja
pendapatan Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan sangat baik (Mahmudi 2007) walaupun tidak
ada yang mampu melampaui dari yang telah di anggarkan. Hal ini di tunjukkan dengan target
anggaran pendapatan dari tahun 2009-2011 yang mencapai rata-rata 99,11%. Persentase paling
rendah terdapat pada tahun 2010 yaitu sebesar 97,97%.
Dari sisi komponen pendapatan daerah kabupaten pandeglang, realisasi pendapatan asli
daerah masih sangat jauh dari apa yang telah di anggarkan. Pada ketiga tahun tersebut
persentasenya adalah 62,19% , 69,91% , 82,60%. Satu hal positif yang bisa diambil adalah
terjadinya kenaikkan dari tahun 2009 sampai 2011, hal tersebut menandakan adnya kemampuan
dari Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk meningkatkan terus pendapatan asli daerahnya.
Komponen PAD yang realisasinya selalu memenuhi target adalah Pendapatan Hasil Pengelolaan

Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan yaitu dengan persentase sebesar 100,86% , 101,54% ,
100,96%. Sedangkan dari komponen Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan realisasi dari
ketiga tahun tersebut pada tahun 2009 dan 2011 tercapai dari apa yang telah di anggarkan yaitu
sebesar 100% dan 100,41% hanya pada tahun 2010 realisasi kurang memenuhi dari yang telah di
anggarkan yaitu sebesar 99,38%. Pada komponen lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
realisasinya selalu mencapai dari apa yang telah di anggarkan yaitu sebesar 157,52% , 101,21% ,
100%.
B. Analisis Rasio Keuangan
Hasil yang di dapatkan pada Rasio Keuangan, semua yang nilainya kurang ataupun baik
di dapatkan berdasarkan Skala Interval Kemampuan Daerah yang di keluarkan oleh YPAPI
tahun 2004.

1. Derajat Desentralisasi

Pendapatan Asli Daerah


Derajat Desentralisasi =

x 100 %
Total Pendapatan Daerah

Tabel 4.2
Derajat Desentralisasi
APBD Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011
Tahun

PAD

Pendapatan Daerah

Rasio Derajat
Desentralisasi

2009

31.921.009.780

821.800.000.026

3,88%

2010

31.897.321.594

936.272.493.147

3,40%

2011

56.189.197.538

1.220.626.366.292

4,60%

Rata-rata

3,96%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa Derajat Desentralisasi Kabupaten Pandeglang
berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI dapat
dikatakan kurang baik, rata-rata tingkat derajat desentralisasi dari tahun 2009-2011 yaitu hanya
sebesar 3,96%. Ini berarti kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan oleh Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk menggali dan mengelola masih sangat
rendah. Untuk itu kedepannya Pemerintah Kabupaten Pandeglang harus lebih berupaya untuk
meningkatkan PAD nya baik dengan menggali baru ataupun dengan mengembangkan potensipotensi yang sudah ada.
2. Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Daerah

Pendapatan Asli Daerah


Rasio Kemandirian =

x 100 %
Bantuan Pemerintah pusat dan pinjaman

Tabel 4.3
Rasio Kemandirian Daerah
Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011
Tahun

PAD

Bantuan Pemerintah

Rasio

Pusat/Provinsi

Kemandirian

2009

31.921.009.780

789.878.990.246

4,04%

2010

31.897.321.594

904.375.171.553

3,52%

2011

56.189.197.538

1.162.437.168.754

4,83%

Rata-rata

4,13%

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dilihat bahwa tingkat kemandirian dari Kabupaten
Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh
YPAPI dapat di katakan kurang baik, itu di tunjukkan dengan rata-rata Rasio Kemandirian
Daerah yang hanya mencapai 4,13%. Ini berarti pemerintah Kabupaten Pandeglang masih sangat
bergantung kepada bantuan pemerintah pusat/provinsi. Untuk itu diperlukan usaha lebih besar
lagi dari Pemerintah daerah unyuk dapat mengurangi ketergantungan atas sumber dana ekstern

dan meminta kewenangan untuk dapat mengelola sumber pendapatan lain yang sampai saat ini
masih dikelola oleh pemerintah pusat seperti pajak kendaraan bermotor.
3. Efektivitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rasio Efektivitas.

Realisasi Pajak Daerah


Rasio efektivitas =

x 100%
Target Pajak Daerah

Tabel 4.4
Rasio Efektivitas
Kabupaten Pandeglang tahun 2009-2011
Tahun

Pajak Daerah

Rasio
Efektivitas

Anggaran

Realisasi

2009

5.098.404.595

4.649.629.051

91,20%

2010

5.098.450.000

4.597.906.407

90,18%

2011

5.929.866.987

6.620.546.907

111,65%

Rata-rata

97,67%

Dari tabel perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Pandeglang berdasarkan Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh
YPAPI sudah cukup baik/efektif dalam merealisasikan pajak daerah yang sudah di rencanakan,
terlihat dari rata-rata ketiga tahun tersebut yang mencapai persentase sebesar 97,67%. Hal ini
menggambarkan kinerja yang baik.

2. Belanja
A. Analisis Varians Anggaran Belanja
Tabel 4.5
Laporan Perhitungan Belanja
APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011
Tahun

Anggaran

Realisasi

Persentase

2009

726.106.653.409

726.569.164.940

100,06%

2010

993.881.992.402,40

932.929.185.723

93,87%

2011

1.267.132.503.610,72

1.177.381.267.188

92,92%

Beradasarkan analisis Varians secara umum kinerja belanja Kabupaten Pandeglang dapat
dikatakan sudah cukup baik (Mahmudi 2007), walaupun di tahun 2009 realisasinya melebihi dari
apa yang telah di anggarkan. Hal ini menandakan pemerintah daerah melakukan pengawasan
yang cukup ketat sehingga tidak terjadi kelebihan realisasi dari yang sudah di anggarkan pada
tahun 2010 dan 2011.
Terjadinya kelebihan realisasi dari yang telah dianggarkan pada tahun 2009 di karenakan
pada pos Belanja Tidak Langsung realisasinya melebihi dari yang telah di anggarkan, yaitu
sebesar 101,05%. Dari 6 komponen yang terdapat pada pos Belanja Tidak Langsung terdapat 3
pos yang persentasenya lebih dari atau sama dengan 100%, yaitu pada Belanja Pegawai, Belanja
Bunga, dan Belanja Hibah. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya kelebihan realisasi
dibandingkan anggarannya pada tahun 2009.

B. Analisis Keserasian Belanja


Rasio Belanja Modal

Total Belanja Modal


Rasio Belanja Modal =

x 100%
Total Belanja

Rasio Belanja Operasi

Total Belanja Operasi


Rasio Belanja Operasi =

x 100%
Total Belanja

Tabel 4.6
Rasio Belanja Operasi dan Modal (Tidak Langsung dan Langsung)
APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011
Tahun

2009

2010

2011

Rasio Belanja Operasi

Rasio Belanja Modal

Persentase

(Tidak Langsung)

(Langsung)

Rasio

520.637.133.091

205.932.031.849

71,6% 18,4%

726.569.164.940

726.569.164.940

857.483.269.511

75.207.041.212

932.929.105.723

932.929.105.723

1.000.426.605.717

168.365.343.540

1.177.381.267.188

1.177.381.267.188

91,9% 8,1%

84,9% 14,2%

Berdasarkan tabel perhitungan diatas dapat diketahui bahwa dari ketiga tahun tersebut,
Pemerintah Kabupaten Pandeglang sangat memperioritaskan belanjanya untuk belanja operasi
atau belanja tidak langsung. Dengan persentase masing-masing adalah 71,6% , 91,9% , 84,9%
sedangkan untuk belanja modal atau belanja langsung hanya sebesar masing-masing 18,4% ,
8,1% , 14,2% Dalam arti bahwa Pemerintah Kabupaten Pandeglang lebih memperioritaskan
untuk pelaksanaan jalannya pemerintahan, sedangkan untuk pembangunan darahnya masih
sangat kecil sekali. Hal tersebut sangatlah tidak baik, dikarenakan harusnya pemerintah
Kabupaten Pandeglang lebih mementingkan untuk pembangunan didaerahnya atau setidaknya
seimbang antara kedua belanja tersebut.

C. Rasio Efisiensi Belanja


Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran
yang dilakukan pemerintah. Angka yang dihasilkan dari rasio efisiensi ini tidak bersifat absolute,

tetapi relative. Artinya tidak ada standar baku yang dianggap baik untuk rasio ini. Kita hanya
dapat mengatakan bahwa tahun ini belanja pemerintah daerah lebih efisien dibanding tahun
sebelumnya. Pemerintah daerah di nilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio
efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika melebihi 100% maka mengindikasikan terjadinya
pemborosan anggaran.

Rasio Efisiensi Belanja


Realisasi Belanja
Rasio Efisiensi Belanja =

x 100%
Anggaran Belanja

Tabel 4.7
Rasio Efisiensi Belanja Daerah
APBD Kabupaten Pandeglang Tahun 2009-2011
Tahun

Anggaran

Realisasi

Persentase

2009

726.106.653.409

726.569.164.940

100,06%

2010

993.881.992.402,40

932.929.185.723

93,87%

2011

1.267.132.503.610,72

1.177.381.267.188

92,92%

Rata-rata

95,61%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pemerintah Kabupaten Pandeglang berdasarkan
Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah yang dikeluarkan oleh YPAPI dapat dikatakan
sudah sangat baik/efisien dalam melakukan realisasi belanjanya, terbukti dengan rata-rata rasio
yang sebesar 95,61%. Walapun pada tahun 2009 di nilai kurang efisien karena persentasenya
yang melebihi 100%. Tetapi hal terssebut berhasil di perbaiki pada tahun 2010 dan 2011 yang
realisasinya tidak melebihi dari yang sudah di anggarkan.

3. Pembiayaan Daerah
Salah satu pos yang paling urgent untuk dianalisis dalam pembiayaan ini adalah Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SILPA). Makin besar SILPA yang diperoleh dari suatu anggaran dapat
dijadikan salah satu indikator kurang tepatnya penyajian suatu rencana anggaran.
Berdasarkan laporan realisasi anggaran, kinerja pemerintah Kabupaten Pandeglang secara
umum sudah cukup baik terlihat dari SILPA yang bersaldo positif yang berarti pemerintah
Kabupaten Pandeglang sudah tepat dalam penyajian suatu rencana anggaran atau dengan kata
lain realisasi SILPA tidak melebihi dari yang sudah dianggarkan. Walaupun pada tahun 2011
persentasenya mencapai 100%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian , maka dapat disimpulkan:
A. Hasil dari analisis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan realisasinya pada
Pemerintah Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten tahun anggaran 2009-2011 dengan
menggunakan Analisis Varians yaitu:
1. Kinerja pendapatan pemerintah Kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis
Varians, secara umum dapat dikatakan sudah baik.
2. Kinerja belanja Kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis Varians secara umum
kinerja pemerintah Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan sudah baik.
3. Kinerja Pemerintah kabupaten Pandeglang dilihat dari analisis pembiayaan secara
umum sudah baik.
B. Hasil dari analisis kinerja pengelolaan APBD pada Pendapatan dan belanja APBD pada
Pemerintah Kabupaten Pandeglang Propinsi Banten pada tahun anggaran 2009-2011
dengan menggunakan Analisis Rasio Keuangan yaitu Rasio Derajat Desentralisasi, Rasio
Kemandirian Daerah, Rasio Efektivitas dan Efisiensi Pajak Daerah, Analisis Keserasian
Belanja, Analisis Efisiensi Belanja yaitu:
1. Rasio Derajat Desentralisasi Kabupaten Pandeglang dapat dikatakan kurang baik
2. Rasio Kemandirian Daerah keuangan kabupaten Pandeglang pun kurang baik

3. Pemerintah Kabupaten Pandeglang dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah cukup
baik/efektif dalam merealisasikan pajak daerah yang direncanakan.
4. Rasio Keserasian Belanja kinerja Pemerintah Kabupaten Pandeglang berdasarkan
Rasio Belanja Modal dan Belanja Operasi, pemerintah Kabupaten Pandeglang
lebih mengalokasikan sebagian besar belanjanya untuk Belanja Operasi daripada
Belanja Modalnya.
5. Berdasarkan Rasio Efisiensi Belanja Pemerintah Kabupaten Pandeglang sudah
sangat baik/efisien.
Saran
Berdasarkan hasil penulisan ini, penulis mencoba memberikan saran sebagai berikut:
a. Pemerintah Kabupaten Pandeglang perlu lebih berusaha lagi untuk dapat
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penggalian potensi-potensi
daerah dan pengembangan potensi daerah baik dengan melakukan intensifikasi
maupun ekstensifikasi.
b. Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan investasi dengan memberikan intensif
bagi investor yang akan menginvestasikan modalnya di Kabupaten Pandeglang
seperti dengan memberikan keamanan dalam berinvestasi, bunga yang tinggi dan
lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, Mohammad. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah dan Kaitannya dengan
Perekonomian Daerah di Kabupaten Sorolangun. (Thesis S2). Universitas Negeri Jambi.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga. Jakarta.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Salemba Empat. Jakarta
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UUP STIM YKPN. Yogyakarta.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta.
Marizka, Addina. 2009. Analisis Kinerja Pengelolaan anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah Pemerintah Kota Medan (Skripsi S1). Universitas Sumatera Utara.
Nordiawan, Dedy. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta.
Rosalina, Eka. 2008. Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (Studi Kasus di Propinsi Sumatera Barat). (Thesis S2). Universitas Gajah
Mada.
www.pandeglangkab.go.id

You might also like