You are on page 1of 3

ANALISIS CERPEN GODLOB KARYA DANARTO

Cerpen Godlob karya Danarto menggambarkan tentang orang-orang yang masih


dikuasai oleh hawa nafsu. Cerita ini mengisahkan seorang ayah yang membunuh anaknya
yang terluka dalam pertempuran supaya anaknya dianggap dan diakui sebagai pahlawan,
karena ayahnya dikuasai oleh nafsu dan keinginan untuk dipuji.

ceritanya di mulai dengan penggambaran latar medan peperang yang seram. Suasana
dalam cerpen ini digambarkan dengan sangat jelas hingga indera pembaca dapat merasakan
kengeriannya. Gagak-gagak hitam bertebahan dari angkasa, sebagai gumpalan-gumpalan batu
yang dilemparkan, kemudian mereka berpusar-pusar, tiap-tiap gerombolan membentuk lingkaran
sendiri-sendiri, besar dan kecilm tidak keruan sebagai benang kusut. Laksana setan maut yang
compang-camping mereka buas dan tidak mempunyai ukuran hingga mereka loncat ke sana loncat
kemari, terbang ke sana terbang kemari, dari bangkai atau mayat yang satu ke gumpalan daging
yang lain. Dan burung-burung ini jelas kurang tekun dan tidak memiliki kesetiaan. Matahari sudah
condong, bulat-bulat tidak membara dan membakar padang gundul yang luas itu, yang diatasnya
berkaparan tubuh-tubuh yang gugur.

Tiap mayat berpuluh-puluh gagak yang berpesta pora bertengger-tengger di atasnya, hingga
padang gundul itu sudah merupakan gundukan-gundukan semak hitam yang bergerak-gerak seolaholah kumpulan kuman-kuman dalam luka yang mengerikan.
Ia meloncat mengambil kaleng itu. Kemudian geronak itu dibiarkannya ja;an di muka, ia

terpukau berdiri. Pandangannya berkeliling. Raut mukanya menyeringai menatap


gerombolan gagak-gagak mengerumuni bangkai-bangkai itu. Puluhan, ratusan, memenuhi
padang itu. Kemudian ia lari dan tertawa-tawa, meloncat ke dalam gerobak. Gagak-gagak
itu berpesta di atas mayat. Gagak yang menyimbolkan keserakahan dan mengambil
keuntungan di atas peperangan itu menyarankan kepada seorang laki-laki tua.

Orang tua itu bernafsu mendapatkan penghargaan atas kematian anaknya yang
dibunuhnya sendiri.
Supaya aku tidak terlalu rugi. Supaya nasibku sedikit lebih baik, aku minta

sumbanganmu.
Apa maksud Ayah sebenarnya?

Anakku. Aku ingin kau jadi pahlawan.


Ayah???http://remajasampit.blogspot.com/
Begitu bukan sajak sang Politikus?
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana, pahlawanku tumbuh mewangi
Betapa lezatnya sajak itu, Anakku. Apakah kau tidak bisa melihat kenikmatan pembunuhan
dalam sajak itu?"

Pembunuhan itu ditentang oleh bekas istrinya. Istrinya ditampilkan sebagai lambang
kejujuran yang berani memusnahkan kebohongan. Ini daia orangnya! Ia adalah suamiku,
namun sejak kugali mayat anakku ini, ia telah kuceraiakn. Semalam ia telah bercerita panjang lebar
tentang garis depan. Akhirnya ia pulang membawa tiupan-tiupan buat kita. Mayat ini sama sekali
bukan pahlawan. Dan seandainya ia sanggup banhun, ia akan berkata kepada kita bahwa ia tdak
ingin jadi pahlawan, aku tahu tabiat anak-anakku. Daialah! Orang laki-laki ini yang membikinnya
jadi pahlawan! Dia membunuhnya! Dia menipu kita!

Tokoh lain ialah beberapa orang politikus yang barangkali melambangkan orang-orang
yang pandai menggunakan kesempatan.
Ada setetes yang tidak beres di kalangan atas, yang mengakibatkan puluhan, ratusan ,ribuan jiwa
manusia hancur. Dan yang setetes itu harus diselidiki betul-betul. Mungkin perkara sepuluh persen
komisi atau membela celana kotor yang cengeng. Atau tentang kebenaran bibir cewek.

Anak orang itu melambangkan orang yang pasrah kepada nasib. Sikap pasrah itu
dihubungkan dengan sikap tentara yang percaya, semuanya kita sudah diatur, Mungkin.
Seratus satu kemungkinan. Tetapi sesuatu yang sudah menjadi bubur, tidak berguna disesali. Yang
terang, aku sudah bekerja sebaik-baiknya,

Dalam cerita ini disisipkan perbandingan antara politikus dan penyair di dalam
menghadapi kesengsaraan orang lain. Kalau ada seorang yang menderita luka datamg kepada
seorang politikus, maka dipukullah luka itu, hingga orang yang punya luka itu akan berteriak
kesakitan dari lari tunggang langgang. Sedangkan kalau ia datang pada seorang penyair, luka itu
akan di elus-elusnya hingga ia merasa seolah-olah lukanya telah tiada. Sehingga tidak seorangpun
dari kedia macam orang itu berusaha mengobati dan menyembuhkan luka itu. Bagaimana
pendapatmu, Anakku?

Untuk mencapai efek tertentu dipakai perbandingan yang hebat-hebat pada awal cerita itu.

Keisengan orang tua itu digambarkan dengan sikapnya pada waktu berbicara di
hadapan anaknya yang hampir mati, ia seperti berdeklamasi, seperti orang gila.
Orang tu itu lalu berdiri, tangannya merentang dan memandang sekeliling:
Oh, bunga penyebar bangkai
Di sana, di sana pahlawanku tumbuh mewangi

Cerita pun berakhir dengan ditembaknya sang ayah oleh istrinya sendiri.
Tiba-tiba perempuan itu mencabut pistol dari pinggangnya dan sejenak menggelegar
bunyinya memenuhi sudut-sudut kota dan sejenak laki-laki tua yang ada di hadapannya itu.
Perlahan perempuan itu berjongkok di depannya. Ait matanya meleleh.
Suaminya menggeliat menoleh kepadanya:
Perang demi perang berlalu, iseng demi iseng berpadu.

Masalah kebatinan yang diungkapkan Danarto dalam kebanyakan cerpennya, tidak selalu
menggambarkan proses perjalanan makhluk menuju persatuan dengan Dzat Ilahi. Misalnya,
dalam cerpen Godlob. Dapat dikatakan sebagai salah satu cerpen yang dihasilkan oleh
Danarto, Godlob jauh dari yang namanya dunia mistik dan dunia kebatinan. Cerpen ini
juga tidak terlalu banyak menyinggung-nyinggung masalah ketuhanan, meskipun begitu
masih disinggung juga tentang kematian.

You might also like