Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nadya
I1A008021
Pembimbing :
dr. H. Pribakti Budinurdjaja, Sp.OG(K)
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki dan membandingkan efek
dari berbagai cara persalina terhadap volume sfingter uretra, mobilitas leher kandung
kemih, dan perubahan distensibility hiatus levator menggunakan pencitraan USG.
Penelitian ini merupakan studi kohort observasional prospektif. Tempat dilakukannya
penelitian ini adalah di rumah sakit pendidikan di London. Populasi terdiri dari 156
perempuan yang mana mereka sedang mengalami kehamilan pertama. Wanita
primigravida yang direkrut sebagai sampel adalah ketika umur kehamilan antara 32
minggu sampai aterm. Ultrasound digunakan untuk mengukur ukuran antenatal terhadap
mobilitas levator hiatus dan leher kandung kemih yang dinilai saat istirahat, regangan
maksimum, dan Valsava maksimum diukur menggunakan pencitraan USG transvaginal.
Volume sfingter uretra dihitung menggunakan probe transvaginal tiga dimensi.
Pengukuran kemudian diulangi pada saat 6 minggu dan pada 6 bulan setelah melahirkan.
Yang diukur dalam penelitian ini adalah volume total uretra sfingter, Volume
rhabdosphincter, posisi leher kandung kemih saat istirahat, dan mobilitas rotasi dari
kontraksi maksimum sampai valsava maksimum.
Daerah hiatus levator saat istirahat dan levator hiatus pada saat Valsava dan
pemerasan juga diukur. 156 wanita tersebut diatas menjalani USG antenatal untuk
menilai dasar panggul. Seratus sepuluh wanita (71%) menuntaskan follow-up 6 bulan.
Tidak ada perbedaan volume uretra sfingter
I. PENDAHULUAN
Inkontinensia urin dan prolaps organ panggul adalah kondisi yang sering
ditemui pada wanita. Diperkirakan bahwa ada risiko seumur hidup sebesar 11,1%
kemungkinan menjalani perawatan bedah [1] untuk salah satu atau kedua kondisi di atas.
Melahirkan sering dianggap sebagai faktor etiologi utama dalam perkembangan kedua
kondisi ini [2, 3]. Lamanya kala II persalinan, berat lahir, dan cara persalinan telah
terbukti menjadi faktor risiko obstetrik yang signifikan dalam perkembangan terjadinya
inkontinensia urin setelah melahirkan [4]. Wilson dkk. [5] mendapatkan adanya
penurunan dalam kejadian inkontinensia stres dari awalnya 27% menjadi 5 % setelah
melahirkan melalui operasi caesar, bila dibandingkan dengan kelahiran normal. Efek
perlindungan yang didapat dari operasi caesar itu semakin pada saat persalinan
berikutnya, menunjukkan bahwa kehamilan itu sendiri memiliki efek pada mekanisme
kontinensia terlepas apapun cara persalinannya. Hipotesis ini kemudian didukung oleh
temuan epidemiologi [6, 7] bahwa inkontinensia urin umumnya dimulai pada saat
antenatal dan jarang muncul de novo setelah melahirkan. Perubahan dalam struktur
kolagen selama kehamilan telah dapat dibuktikan [8], menunjukkan bahwa kehamilan
dapat dikaitkan dengan terjadinya penurunan kekuatan tensile jaringan. Lavin et al. [9]
telah meneliti bahwa strain pada uterus yang matur dan perubahan hormonal pada
kehamilan menyebabkan remodeling jaringan ikat dan gangguan fungsi dasar panggul
normal. Mungkin ada juga gangguan tambahan fungsi dasar panggul normal sebagai
akibat dari kerusakan jaringan pada persalinan pervaginam.
Persalinan pervaginam diketahui berkaitan dengan neuropraxia dari saraf
pudenda [10-12] dan dengan terjadinya pelemahan berlanjut dari dasar panggul [13].
Perubahan di area hiatus levator akibat melahirkan mungkin memiliki signifikansi klinis
pada perkembangan prolaps urogenital selanjutnya. Delancey dan Hurd [14] dan
Athanasiou et al. [15] mengatakan bahwa ukuran hiatus levator berkorelasi dengan
keparahan prolaps urogenital dan keberhasilan operasi korektif untuk prolaps berkaitan
dengan penurunan ukuran hiatus urogenital.
setelah melahirkan dan belum tentu berhubungan secara signifikan dengan kondisi
jangka panjang maupun inkontinensia stres klinis.
Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa beberapa wanita lebih
rentan terhadap inkontinensia stres sebagai akibat dari perubahan yang terjadi pada saat
kehamilan dan persalinan karena tipe kolagen yang diturunkan kepada mereka. Keane
mempelajari wanita nulipara premenopause dengan inkontinensia stres [19]. Para wanita
mengalami penurunan kolagen matur, dengan terjadinya penurunan cross-linking antara
strands jika dibandingkan dengan kontrol. Ini menyimpulkan adanya kecenderungan
genetik dalam perkembangan prolaps dan inkontinensia stres disebabkan penurunan
kekuatan tarik dari jaringan ikat.
Selain untuk memperbaiki posisi anatomis dan sifat biomekanik jaringan ikat,
fungsi intrinsik sfingter uri dalam menjaga penutupan uretra selama menampung urin
berperan penting dalam menjaga kontinensia. Volume sfingter uretra, yang diukur
menggunakan USG transvaginal, telah terbukti berkorelasi dengan penilaian urodinamik
integritas leher kandung kemih yang diukur menggunakan tekanan maksimal penutupan
uretra [20]. Monga dan Stanton [21] telah menunjukkan bahwa tekanan penutupan uretra
maksimal kurang dari 25 mm H2O berkaitan dengan hasil yang lebih buruk untuk
operasi inkontinensia retropubis. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan pada
mekanisme penutupan uretra intrinsik merupakan faktor penting dalam patogenesis
inkontinensia stres, bahkan ketika leher kandung kemih dalam posisi yang benar.
Athanasiou et al. [22] sebelumnya telah menunjukkan adanya penurunan yang konsisten
pada volume sfingter uretra pada wanita dengan stres inkontinensia saat diteliti dengan
menggunakan USG tiga dimensi.
METODE PENELITIAN
Studi ini dilakukan di rumah sakit pendidikan di London, dimana ada 4.200
wanita melahirkan per tahun, ddan sekitar setengahnya adalah nulipara dan memenuhi
syarat untuk diikutsertakan dalam penelitian ini. Persetujuan Komite Etik lokal telah
diperoleh. Wanita yang sedang mengalami kehamilan pertama mereka direkrut dari
departemen USG kebidanan rumah sakit dan klinik antenatal. Perekrutan dan
kesungguhan sampel wanita hamil dalam studi seperti ini cukup sulit. Untuk alasan ini,
diputuskan untuk memberikan waktu kepada calon sampel untuk berpikir tentang
penelitian ini sebelum didaftarkan. Dengan cara ini, walaupun perekrutan sampel
berpotensi menjadi lebih sedikit, kesungguhan sampel untuk para wanita yang akan
kembali akan lebih optimal. Trimester ketiga dipilih karena alasan praktikal dimana
sebagian besar masalah yang berhubungan dengan kehamilan yang akan mempengaruhi
perekrutan dan kesungguhan dapat dihindari. Mereka yang tertarik untuk berpartisipasi
diberi lembar informasi tentang detail penelitian ini diantaranya tujuan, metode, dan
waktu yang diperlukan untuk follow-up. Mereka kemudian dihubungi melalui telepon
untuk mengatur jadwal untuk kembali untuk pemeriksaan USG transvaginal dan
transperineal terhadap sfingter uretra dan dasar panggul pada trimester ketiga kehamilan.
Informed consent diperoleh pada kunjungan tersebut, sebelum melakukan pemeriksaan.
Scan antenatal ini dilakukan untuk memberikan pembanding untuk memperkirakan
perubahan yang terkait dengan metode persalinan. Para wanita dihubungi kembali
sekitar 1 bulan setelah tanggal perkiraan persalinan mereka dan diminta kembali untuk
dilakukan pemeriksaan USG 6 minggu postpartum. Evaluasi ketiga dilakukan pada saat
6 bulan setelah melahirkan.
Penilaian USG panggul selama penelitian dilakukan oleh satu operator yang
sudah terlatih. Operator USG tidak diberitahu klinis pasien, termasuk cara kelahiran,
pada saat melakukan pemeriksaan untuk mengurangi bias. Peserta diminta untuk tidak
mendiskusikan riwayat medis mereka. Mesin USG yang sama bermerk Kretz
Combison 530 digunakan untuk semua scan yang dilakukan sebagai bagian dari
penelitian ini. Para wanita ditempatkan pada posisi litotomi dimodifikasi dengan
kandung kemih penuh dan dinilai menggunakan probe sektor mekanik 5- dan 7,5-MHz
untuk mencari imej leher kandung kemih, sfingter uretra, dan dasar panggul.
mengukur
perpindahan
leher
kandung
kemih
saat
dilakukan
Valsava
Tulang
Pubis
Mukosa
Uretra dan
Sphincter
Interna
Kandung
Kemih
Otot
Lurik dari
RhabdoSphincter
uretra, rektum, dan vagina divisualisasikan secara simultan. Gambar itu disimpan untuk
analisis lanjutan. Prosedur ini kembali diulang saat kondisi istirahat, excursion
maksimum (Valsava), dan incursion maksimum (pemerasan) dengan cara yang sama
seperti dijelaskan di atas. Sudut probe telah disesuaikan untuk mengkompensasi turun
atau naiknya dasar panggul ketika dilakukan pengkondisian maternal [24] agar bidang
scan selalu dapat memperlihatkan citra keseluruhan panjang sling puborectalis.
Daerah hiatus levator didefinisikan sebagai wilayah yang berbatasan dengan
batas inferior simfisis pubis dan bagian dalam puborectalis dan dihitung dari gambar
yang disimpan tadi pada kondisi istirahat, excursion maksimum (Valsava), dan
incursion maksimum (pemerasan).
dihasilkan kemudian bisa dimanipulasi 360 dari sudut manapun. Jika sfingter uretra
tidak divisualisasikan secara adekuat, scan akan diulang.
Analisis volume sfingter dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh
Khullar et al. [25] dan diverifikasi dengan menghubungkan volume sfingter uretra yang
diperkirakan menggunakan USG dengan pengukuran langsung secara histologis. Batasbatas sfingter uretra proksimal dan distal diidentifikasi sehingga panjang sfingter dapat
dicatat. Daerah cross-sectional dari total sfingter ditandai di setiap penampang dari satu
ujung ke ujung lain. Ketika seluruh sfingter telah ditelusuri sepanjang panjangnya,
volume dihitung secara otomatis melalui computer
Pada gambar cross-sectional sfingter uretra, endotelium uretra dan pleksus
vaskular submukosa muncul seperti inti pusat hyperechogenic. Rhabdosphincter terlihat
seperti batang hypoechogenic mengelilingi sebagian inti pusat ini, dengan sebagian
besar rhabdosphincter terletak di anterior dan lateral di sepertiga tengah uretra. Volume
rhabdosphincter dihitung dengan menelusuri
dari inti
hyperechogenic bagian dalam sfingter dan mengurangkan volume ini dari total volume
sphincter untuk memberikan perkiraan volume rhabdosphincter.
Gambar USG dari setiap subjek yang diperoleh saat antenatal, pada 6 minggu
pascapersalinan dan
distribusi kumulatif dari variabel dengan distribusi teoritis yang spesifik. Delapan
variabel yang diteliti ditemukan terdistribusi secara normal, dan oleh karena itu, uji
statistik parametrik digunakan untuk analisis selanjutnya. Data dibandingkan secara
longitudinal dan dihubungkan dengan cara persalinan menggunakan uji t berpasangan
dan tidak berpasangan.
Tulang Pubis
Uretra
Vagina
Probe Vaginal
Hiatus levator
puborectalis =
area didalam
puborectalis
Hasil Penelitian
Sekitar 600 wanita yang dicoba diminta untuk bergabung dalam studi ini.
Awalnya, sekitar 300 pasien menyatakan beminat untuk berpartisipasi, dan 156
perempuan akhirnya direkrut dan menjalani penilaian USG antara 32 minggu sampai
aterm. Tujuh puluh persen (110) ini berlanjut sampai follow up postpartum. Analisis dari
30% yang tidak kembali untuk evaluasi postpartum menunjukkan tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam demografi atau hasil kehamilan dibandingkan dengan kelompok
yang sampai selesai dievaluasi. Para wanita direkrut rata-rata umurnya adalah 30.2
tahun (SD 4.7) dengan berat 76 kg (SD 12,4). Sembilan puluh persen merupakan orang
Kaukasia daa 8% lainnya didominasi Afro-Karibia dan Cina.
Tiga puluh tujuh dari 110 perempuan (34%) yang termasuk dalam studi ini
bersalin melalui operasi caesar (SC). Hali ini tidak sesuai tingkat operasi caesar di
institusi tempat penelitian yang hanya 26% persalinan SC untuk wanita primipara.
Indikasi yang paling sering digunakan untuk operasi caesar adalah kegagalan kemajuan
persalinan pada kala I.
Sisanya 73 perempuan termasuk dalam studi ini bersalin melalui persalinan pervagina. 50 perempuan dari 73 tersebut bersalin secara per-vaginam secara normal (45%),
sedangkan 23 perempuan (21%) menjalani persalinan per-vagina menggunakan
instrument. Untuk keperluan analisis, tidak ada perbedaan yang dibuat antara kedua jenis
persalinan pervaginam karena setiap metode persalinan dengan intrumen yang
dihasilkan jumlahnya terlalu sedikit (Tabel 1).
Persalinan vagina
Persalinan SC
Trimester 3
6 Minggu Post-Partum
6 Bulan Post-Partum
Valsava
55.5 (23.1)
Valsava
40.1 (22.4)
Valsava
53.5 (27.3)
Istirahat
92.5 (19.2)
Istirahat
84.0 (22.6)
Istirahat
92.3 (22.1)
Peremasan
109.7 (15.8)
Peremasan
102.7 (22.6)
Peremasan
109.9 (27.4)
Rotation
54.7 (22.3)
Rotation
61.4 (27.6)
Rotation
56.0 (27.6)
Valsava
72.0 (21.0)
Valsava
72.9 (21.0)
Valsava
69.3 (19.1)
Istirahat
96.6 (14.0)
Istirahat
96.3 (15.3)
Istirahat
97.4 (14.6)
Peremasan
111.2 (12.5)
Peremasan
113.6 (14.0)
Peremasan
116.7 (12.6)
Rotation
39.3 (19.0)
Rotation
39.5 (19.5)
Rotation
46.5 (18.9)
73
37
Nilai rata-rata (SD) dari sudut leher kandung kemih saat istirahat, peramasan, dan
Valsava relatif terhadap sumbu panjang simfisis pubis (0 ) di margin inferoposterior
(dalam derajat) .
Rotation : rotasi sudut dari posisi di maksimal kontraksi dasar panggul dari excursion
maksimal saat Valsava.
Posisi normal leher kandung kemih saat istirahat pada trimester ketiga berada di
belakang batas inferior simfisis pubis, dengan keseluruhan sudut rata-rata 94 dari
permukaaan melalui sumbu simfisis. Persalinan pervaginam berkaitan dengan perubahan
posisi leher kandung kemih, tercermin dari perubahan posisi antara 93 sampai 84 saat
6 minggu pascapersalinan. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran posisi ke bawah dari
posisi antenatal yang normal di belakang simfisis pubis. Leher kandung kemih
tampaknya akan kembali ke posisi antenatal saat 6 bulan post partum. Para wanita yang
melahirkan melalui operasi caesar didapati memiliki sedikit perubahan posisi leher
kandung kemih saat postpartum. Tidak ada dari kedua kelompok ini yang menunjukkan
adanya pergeseran posisi istirahat ke arah manapun. Posisi istirahat dari leher kandung
kemih secara konsisten terlihat lebih tinggi dan mobilitas rotasi lebih rendah pada wanita
yang melahirkan melalui operasi caesar jika dibandingkan dengan kelompok persalinan
pervaginam. Hal ini terlihat baik saat pengukuran antenatal maupun postnatal.
Perbedaan pada posisi leher kandung kemih antenatal saat istirahat (93 vs 97 )
antara perempuan yang bersalin denga berbagai cara persalinan secara statistik tidak
signifikan, karena ada range biologis yang besar pada variasi posisi anatomi leher
kandung kemih, bahkan pada populasi nulipara ini. Namun, ketika anatomi dinamis
leher kandung kemih dinilai dengan cara menghitung gerakan rotasi leher kandung
kemih dari posisinya saat kondisi kontraksi maksimum dasar panggul sampai excursion
maksimum pada saat Valsava, didapatkan perbedaan yang signifikan secara statistik
antara kedua kelompok wanita saat sebelum melahirkan (55 vs 40 ; p <0,01) yang
menunjukkan perbedaan yang melekat secara genetic saat antenatal antara dua cara
persalinan (Tabel 2).
Tabel 2. Area Levator Hiatus
Nilai rata-rata (SD) dari area levator hiatus yang diukur setinggi pubococcygeus
(dalam cm2)
Kelompok data ini menunjukkan perbedaan yang paling mencolok pada anatomi
fungsional dari semua variabel yang dievaluasi sebagai bagian dari studi prospektif ini.
Ada perbedaan signifikan yang didapatkan di antara kedua kelompok perempuan dalam
karena proses kehamilan seperti retensi cairan dan efek hormone ( yang tidak dibahas
pada penelitian ini; tabel 5; gambar 3).
Tabel 3. Volume Sphincter Uretra
Nilai rata-rata (SD) dari pengukuran volume rhabdosphincter dan volume total sphincter
uretra (dalam cm3)
Tabel 4. Perbandingan perubahan longitudinal postpartum dari saat nilai antenatal
baseline, saat 6 minggu dan 6 bulan
Dianalisis berdasarkan cara persalinan. Perhatikan perubahan nilai observasi area levator
hiatus saat istirahat, valsava, dan peremasan pelvis dari saat antenatal sampai postpartum
terlihat dalam arah berlawanan antara kedua kelompok cara persalinan yang berbeda
Tabel 5. Perbedaan dalam hal dasar pelvis dan sphincter uretra yang bervariasi
antarawanita yang bersalin secara per-vaginam dan yang bersalin secara SC saat 6
minggu dan 6 bulan.
Meskipun dengan adanya keterbatasan scan awal yang dipilih pada trimester
ketiga, salah satu temuan yang paling mencolok adalah bahwa wanita yang melahirkan
melalui operasi caesar memiliki dasar panggul yang kurang bisa berdistensi dan, sebagai
hasilnya, perpindahan leher kandung kemih antenatal yang lebih sedikit. Hasil
pengamatan ini menunjukkan bahwa mungkin ada perbedaan yang diturunkan secra
genetik pada jaringan perempuan yang berkaitan terhadap salah satu cara persalinan atau
yang lain. Data ini tentu sesuai dengan literatur bahwa gejala gangguan kencing
terutama dimulai dari kehamilan dan jarang setelah itu. Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Van Geelan tentang perubahan dalam profil tekanan antenatal pada pasien
wanita yang gejalanya terus bertahan sampai fase postnatal [26].
Sulit untuk membandingkan hasilyang didapatkan penulis dengan yang pernah
dilakukan oleh King dan Freeman [18], dimana penilaian USG antenatal mobilitas leher
kandung kemih pada penelitian ini diukur menggunakan batas inferior simfisis pubis
bebrbeda dengan sistem intersect yang dipakai oleh penulis lain [23, 27] serta waktu
penyelidikan yang berbeda, dan karenanya, tidak tertutup kemungkinan bahwa
perubahan awal dalam gerakan mobilitas leher kandung kemih yang mungkin hilang
karena efek tekanan oleh uterus gravid, dan dengan demikian, pengukuran antenatal
yang dicatat sebagai bagian dari penelitian ini mungkin lebih mencerminkan perubahan
kehamilan di fase akhir dan cenderung kurang representatif untuk fase nulipara sebelum
hamil. Hal ini akan mengurangi validitas penggunaan penilaian antenatal dari anatomi
uretra
dan
dasar
panggul
sebagai
pengganti
variabel
pra-hamil,
ketika
levator oleh karena efek tekanan kehamilan pada kelompok caesar dan efek distensi
akibat persalinan pervaginam yang menyiratkan kerusakan atau perubahan jaringan.
Kemungkinan volume sfingter uretra meningkat pada kehamilan sebagai akibat dari
retensi cairan dan perubahan hormonal (mungkin disebabkan hipertrofi otot), dan
penurunan volume postpartum yang diamati dalam penelitian ini merepresentasikan
kembalinya keadaan ke fase baseline pra-hamil.
Namun, meskipun ini, penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan secara statistik pada distensibilitas hiatus levator dan aspek mobilitas leher
kandung kemih yang berkaitan dengan cara persalinan yang berbeda. Penelitian yang
meneliti peningkatan mobilitas leher kandung kemih yang dikaitkan dengan persalinan
pervaginam sudah pernah dilakukan sebelumnya [28]. Dietz et al. [29] melaporkan efek
negatif pada kekuatan fasia dari ketiga kompartemen panggul dikarenakan persalinan
pervaginam jika dibandingkan dengan persalinan melalui operasi caesar. Efek ini
semakin jelas terlihat pada wanita yang melahirkan dengan persalinan forceps. Diduga
perbedaan ini disebabkan oleh berbagai tingkat "kerusakan" yang memang melekat pada
berbagai cara persalinan. Penjelasan untuk patogenesis traumatis pada perubahan sifat
mekanik jaringan panggul antara lain meliputi perubahan dalam matriks jaringan ikat [9]
dan kerusakan pada fascia pelvis. Kemungkinan juga ada berkurangnya kontraktilitas
kompleks levator ani. Hal ini mungkin timbul sebagai akibat baik dari kerusakan otot
oleh karena distensi, trauma obstetrik, atau neuropraxia saraf pudenda [3, 11]. Efek ini
mungkin masih terjadi pada kelompok caesar tetapi kemungkinan akan lebih kurang.
Gambar 3. Grafik yang menunjukkan rata-rata perubahan variabel ultrasound dari nilai
baseline saat 6 minggu dan 6 bulan postpartum.
diajukan oleh Delancey dan Hurd [14] yang menyiratkan bahwa hiatus levator yang
lebih besar dan lebih dapat berdistensi mungkin menjadi faktor risiko yang signifikan
untuk perkembangan terjadinya prolaps organ panggul.
Perubahan signifikan yang diamati dalam penelitian ini sampai dengan adaanya
anatomi variasi dasar panggul perempuan sebelum dan sesudah persalinan sebagai
akibat dari proses persalinan menambah bukti untuk hipotesis yang menyatakan bahwa
ada variasi jaringan antara berbagai kelompok perempuan dan bahwa persalinan
pervaginam memiliki hubungan dengan berkurangnya kekuatan support organ
panggul. Hal ini pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan
prolaps dan inkontinensia stres di kemudian hari. Namun, hasil data penelitian ini, sesuai
dengan hasil penelitian lain yang telah melihat efek dari persalinan pada dasar panggul,
yang bukan merupakan hubungan sebab-akibat. Memang, ada dugaan bahwa
distensibilitas mekanik dari berbagai jaringan yang membentuk dasar panggul secara
fundamental berbeda dengan sebelum proses persalinan, dan bahwa sifat biomekanik
yang beragam ini mungkin memainkan peran dalam menentukan proses persalinan.
Penelitian lebih lanjut tentu sangat perlu dalam meneliti hubungan yang kompleks antara
"kualitas" dari jaringan ikat yang mendukung visera panggul, pengaruhnya terhadap
kemajuan persalinan, dan efek negatif berbagai cara persalinan pada dasar panggul dan
fungsi konsekuensinya. Percobaan intervensi tentang masalah di area ini cukup sulit
karena kendala etika, tetapi sampai ada data pengamatan lebih baik, kesimpulan yang
valid tidak dapat ditarik mengenai kontribusi etiologi relatif cara persalinan dan
predisposisi
konstitusional
urogineckologi.
pada
perkembangan
selanjutnya
berbagai
masalah
Daftar Pustaka
1. Olsen AL, Smith VJ, Bergstrom JO, Colling JC, Clark AL (1997) Epidemiology of
surgically managed pelvic organ prolapse and urinary incontinence. Obstet Gynecol
89:501506
2. Foldspang A, Mommsen S, Lam GW, Elving L (1992) Parity as a correlate of adult
urinary incontinence prevalence. J Epidemiol Soc Med 46:595600
3. Gilpin SA, Gosling JA, Smith AR, Warrell DW (1989) The pathogenesis of
genitourinary prolapse and stress incontinence of urine. A histopathological and
histochemical study. Br J Obstet Gynaecol 96:1523
4. Dimpfl T, Hesses U, Schussler B (1992) Incidence and cause of postpartum stress
incontinence. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 43:2933
5. Wilson PD, Herbison RM, Herbison GP (1996) Obstetric practice and the prevalence
of urinary incontinence three months after delivery. Br J Obstet Gynaecol 103L:154
161
6. Francis WJA (1960) The onset of stress incontinence. J Obstet Gynecol Br Empire
67:899903
7. Stanton SL, Kerr-Wilson R, Harris GV (1980) The incidence of urological symptoms
in normal pregnancy. Br J Obstet Gynaecol 87:897900
8. Landon CR, Crofts CE, Smith ARB, Trowbridge EA (1990) Mechanical properties of
fascia during pregnancy: a possible factor for the development of stress incontinence
of urine. Contemp Rev Obstet Gynecol 2:4046
18. King J, Freeman R (1998) Is antenatal bladder neck mobility a risk factor for
postpartum stress incontinence? Br J Obstet Gynaecol 105:13001307
19. Keane DP, Sims TJ, Abrams P, Bailey AJ (1997) Analysis of collagen status in
premenopausal nulliparous women with genuine stress incontinence. Br J Obstet
Gynaecol 104:994998
20. Toozs-Hobson P, Athanasiou S, Anders K, Hextall A, Boos K, Cardozo L (1997)
Changes in the urethral sphincter in relationship to childbirth and the development of
stress incontinence. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 8:59
21. Monga A, Stanton SL (1997) Predicting outcome of colposuspension a
prospective evaluation. Neurourol Urodyn 16:354 355
22. Athanasiou S, Boos K, Khullar V, Anders K, Cardozo L (1996) Pathogenesis of
genuine stress incontinence and urogenital prolapse. Neurourol Urodyn 15:339340
23. Peschers U, Schaer GN, DeLancey JO, Schussler B (1997) Levator ani function
before and after childbirth. Br J Obstet Gynaecol 104:10041008
24. Bo K, Lilleas F, Talseth T (1997) Dynamic MRI of the pelvic floor and cocygeal
movement during pelvic floor contraction and straining. Neurourol Urodyn 12:409
410
25. Khullar V, Athanasiou S, Cardozo L, Boos K, Salvatore S, Young M (1996)
Histological correlates of the urethral sphincter and surrounding structures with
ultrasound imaging. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 7:59
26. Van Gleelan JM, Lemmens WA, Eskes TK, Martin CB (1982) The urethral pressure
profile in pregnancy and after delivery in healthy nulliparous women. Am J Obstet
Gynecol 144:636649
27. Creigthon SM, Pearce JM, Stanton SL (1992) Perineal videoultrasonography in the
assessment of vaginal prolapse. Br J Obstet Gynaecol 99:310313
28. Meyer S, Bachelard O, De Grandi P (1998) Do bladder neck mobility and urethral
sphincter function differ during pregnancy compared with during the non-pregnant
state. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct 9:397404
29. Dietz HP, Steensma AB, Moore KH (2002) The effect of childbirth on pelvic organ
mobility. Neurourol Urodyn 21:361
30. Norton PA, Baker JE, Sharp HC, Warenski JC (1995) Genitourinary prolapse and
joint hypermobility in women. Obstet Gynecol 85:225228
31. Jackson S, Avery N, Eckford S, Sheperd A, Bailey A (1997) Connective tissue
analysis in genitourinary prolapse. Neurourol Urodyn 16:412414
32. Dietz HP, Clarke B, Herbison P (2002) Bladder neck mobility and urethral closure
pressure as predictors of genuine stress incontinence. Int Urogynaecol J Pelvic Floor
Dysfuct 15:289293