You are on page 1of 3

Vulnus Perforatum (Luka Tembus)

Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena panah, tombak
atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput serosa/epithel organ jaringan.

KOMPLIKASI LUKA
1.

Penyuli dini seperti : hematoma, seroma, infeksi

2.

Penyulit lanjut seperti : keloid dan parut hipertrifik dan kontraktur

DIAGNOSIS
Pada kasus vulnus diagnosis pertama dilakukan secara teliti untuk memastikan apakah ada
pendarahan yang harus dihentikan. Kemudian ditentukan jenis trauma apakah trauma tajam
atau trauma tumpul, banyaknya kematian jaringan, besarnya kontaminasi dan berat jaringan
luka.

PRINSIP PENATAKELOLAAN LUKA


Setelah mendapatkan diagnosis deskriptif yang jelas tentang suatu luka, maka
tahapan berikutnya adalah melakukan tata kelola yang tepat terhadap luka
tersebut. Adapun prinsip penatakelolaan luka adalah sebagai berikut:
Primum non nocere: do no more harm = jangan menambah morbiditas
pada luka.
Berikan kondisi suci hama, dalam hal ini lakukan prosedur antisepsis dan
asepsis.
Pencucian luka, dengan prinsip pengenceran dan pengaliran.
Pembersihan luka.
Penutupan luka.
Pembalutan.
Pemberian obat-obat pascatindakan: analgetika merupakan obat yang
lazim digunakan. Antibiotika tidak diharuskan bila luka tanpa infeksi
penyulit dan kita yakin akan tingkat sterilitas prosedur penatakelolaan luka
yang kita lakukan.
TINDAKAN ANTISEPSIS DAN ASEPSIS
Tindakan Antisepsis, adalah setiap tindakan yang bertujuan membebaskan
daerah anatomi menjadi kondisi suci hama (steril). Antisepsis berlaku untuk
dokter operator dan juga untuk daerah luka yang akan dilakukan prosedur.
Tindakan antisepsis untuk operator berupa pencucian tangan, sementara untuk
luka berupa pencucian luka. Keduanya menggunakan preparat kimiawi yang
disebut antiseptikum.
Sementara tindakan asepsis adalah setiap tindakan yang bertujuan
mempertahankan daerah tetap dalam kondisi suci hama (steril); tindakan
asepsis merupakan proses yang melibatkan proses fisis/mekanis. Tindakan asepsis
untuk operator berupa pemakaian baju operasi dan sarung tangan steril, sementara
untuk luka berupa pemasangan kain (doek) steril.
Beberapa preparat antiseptikum:

1) Alkohol 70-90%, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2


menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Povidon Yodium (Contoh produk: Betadine, Isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone; merupakan
antiseptik sangat kuat, berspektrum luas dan juga mampu
membunuh spora. Povidon Yodium meninggalkan warna kuning
kecoklatan bersemu ungu, namun mudah dicuci karena larut
dalam air. Povidon Yodium stabil karena tidak menguap. Tidak
merangsang kulit dan mukosa dan agak perih bila mengenai luka.
b) Klorheksidin (Contoh produk: Hibiscrub, Savlon), merupakan
senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak
Muarif/G1A212097/FK UNSOED
22
berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid poten dan fungisida
agak lemah, memiliki mekanisme kerja berdasarkan sifat
oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan
kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman anaerob. Tidak
dianjurkan untuk prosedur bedah plastik karena sifatnya yang
dapat mencederai jaringan sehat.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat
pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan jamur (fungistatik).
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak.
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (Contoh produk: pHisohex), berkhasiat untuk
mencuci tangan.
5) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (Contoh produk:
Rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna
kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
PENCUCIAN LUKA
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah
berikan cairan pencuci sebanyak-banyaknya sebagai pengenceran (dilusi).
Dilution is the best solution for pollution. Pencucian akan membuat jumlah
tertentu koloni kuman di dalam luka mengalami prinsip pengenceran, konsentrasi
kuman mengecil, dan risiko invasi dan infeksi menjadi jauh berkurang. Prinsip
kedua dalam pencucian luka adalah pengaliran (irigasi). Dalam pencucian luka
akan lebih baik jika cairan diberikan dalam bentuk penyemprotan dan di saat
bersamaan dari daerah yang dicuci segera dihisap keluar (dengan suction). Tidak
perlu mencuci luka dengan cairan-cairan yang mengandung substansi khusus

tertentu, tuntutan terpenting untuk cairan pencuci luka adalah cairan harus steril.
Karena itu pencucian dengan larutan NaCl 0,9% merupakan pilihan yang ideal,
karena selain kandungannya menyerupai cairan fisiologis tubuh, larutan ini tidak
mahal dan mudah didapat. Hal ini menjadi penting karena seringkali dibutuhkan
cairan pencuci luka dalam volume yang sangat banyak untuk memberikan sifat
dilusi pada luka.
KATA KUNCI: (1) CAIRAN STERIL (2) PENGENCERAN (3) PENGALIRAN
Muarif/G1A212097/FK UNSOED
23
PEMBERSIHAN LUKA
Prinsip pembersihan luka adalah sebagai berikut:
1) Hilangkan semua benda asing (debridement) dan eksisi semua
jaringan mati (nekrotomi).
2) Pertahankan jaringan vital sehemat mungkin
3) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi lokal
PENUTUPAN LUKA
Luka dengan kedalaman sebatas epidermis berpotensi untuk dapat
menutup spontan. Tetapi untuk luka yang lebih dalam, epitelialisasi spontan hanya
dapat berlangsung bila luas luka tidak lebih dari diameter 2 cm. Dan untuk
mencapai epitelialisasi menutup luka secara spontan tentunya membutuhkan
waktu yang cukup lama. Karena itu biasanya dilakukan prosedur penjahitan luka.
Penutupan luka tetaplah bergantung kepada proses penyembuhan luka nya,
bukan kepada kualitas penjahitannya. Penjahitan luka hanya sebagai fiksasi yang
mepertahankan kondisi pertautan kedua tepi luka. Karena itu, luka hanya dijahit
bila telah mengalami dikondisikan secara optimal untuk ditutup. Mengkondisikan
luka secara optimal dilanjutkan dengan penjahitan luka seperti tersebut di atas
disebut primary healing of the wound atau healing by primary intention.
Sementara untuk luka yang setelah dikondisikan optimal hanya dibiarkan
menyembuh spontan melalui proses epitelialisasi tanpa intervensi tindakan
penutupan luka disebut secondary healing of the wound. Sementara luka yang
terkontaminasi berat, dan setelah dilakukan pencucian dan pembersihan luka
dibiarkan terbuka dalam jangka waktu tertentu (ada penundaan) sebelum
dilakukan penutupan disebut tertiary healing of the wound.
PEMBALUTAN LUKA
Pertimbangan dalam membalut luka sangat tergantung pada penilaian
kondisi luka. Yang harus diingat adalah pembalutan harus memberikan (1) kondisi
lembab yang baik untuk penyembuhan luka, (2) menghindarkan kolonisasi
kuman. Pada kondisi tertentu, pembalutan luka berfungsi (3) memberi efek fisis
penekanan dan (4) imobilisasi untuk membantu membuat bekas luka yang halus
dan mengendalikan pembentukan jaringan parut. Perlu dipertimbangkan pula
metode pembalutan yang akan memberi pengalaman nyeri minimal pada saat
mengganti balutan.
Muarif/G1A212097/FK UNSOED

You might also like