You are on page 1of 11

BAB III

DATA BANGUNAN & PERENCANAAN

Untuk melakukan analisa terhadap bangunan diperlukan data-data yang lengkap,


data tersebut dapat berupa gambar denah bangunan, data umum bangunan, ukuranukuran elemen struktur yang digunakan, beban yang bekerja, dll. Seluruh data bangunan
yang diperlukan akan disajikan pada bab ini. Disamping itu pada bab ini akan dilakukan
perencanaan-perencanaan awal pada komponen struktur yang akan digunakan pada
bangunan yang akan ditinjau.

3.1

Geometri Bangunan
Bangunan yang akan dianalisa ada 3 (tiga) model denah bangunan yang berbeda.

Pada setiap model akan dianalisa untuk dinding geser kantilever dan untuk dinding
geser dengan balok perangkai, dengan ukuran panjang dinding (lw) yang bervariasi yaitu
1,5 m; 2 m; 2,5 m; 3 m; 3,5 m dan 4 m. Denah bangunan tersebut dapat dilihat pada
gambar 3.1-3.3 berikut ini.

Gambar 3.1. Denah tipikal bangunan model 1


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 26

Gambar 3.2. Denah tipikal bangunan model 2

Gambar 3.3. Denah tipikal bangunan model 3


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 27

3.2

Data Umum Bangunan


Bangunan-bangunan yang akan dianalisa pada karya tulis ini memiliki data

umum sebagai berikut :

Kategori bangunan

: Bangunan bertingkat tinggi

Fungsi bangunan

: Kantor dan apartemen

Letak bangunan

: Jakarta

Jenis tanah

: Tanah lunak

Jumlah lantai

: 10 lantai

Tinggi antar lantai

: 4m

Mutu beton yang digunakan

Mutu baja tulangan yang digunakan fy : 4000 kg/cm2

Berat Jenis Beton

Kategori struktur bangunan beraturan

Sistem struktur yang digunakan adalah sistem struktur ganda yakni dinding

fc : 400 kg/cm2

: 2400 kg/m3

geser beton bertulang dengan sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
beton bertulang.

3.3

Pembebanan dan Kombinasi beban


Bangunan-bangunan yang didisain ditujukan untuk dapat menahan beban mati

dan beban hidup yang besarnya ditentukan dari kegunaan bangunan, selain itu bangunan
juga harus dapat menahan beban lateral terutamanya akibat beban gempa. Pada
bangunan-bangunan yang didisain beban-beban yang bekerja yaitu :
o Beban Mati

= 150 kg/m2

o Beban Hidup = 250 kg/m2

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 28

Untuk mencari pengaruh antara beban satu dengan yang lainnya, pada setiap
beban dilakukan kombinasi. Pada umumnya yang diketahui kombinasi adalah
mengalikan beban dengan faktor beban, kemudian dijumlahkan dengan beban
berikutnya yang juga diberi faktor beban yang sesuai.
Kombinasi pembebanan yang digunakan adalah :

1,4 DL

1,2 DL + 1,6 LL

0,9 DL + Ex

0,9 DL - Ex

0,9 DL + Ey

0,9 DL - Ey

1,05 DL + 1,05 LL + 1,05 Ex + 0,315 Ey

1,05 DL + 1,05 LL + 1,05 Ex 0,315 Ey

1,05 DL + 1,05 LL 1,05 Ex + 0,315 Ey

1,05 DL + 1,05 LL 1,05 Ex 0,315 Ey

1,05 DL + 1,05 LL + 0,315 Ex + 1,05 Ey

1,05 DL + 1,05 LL + 0,315 Ex 1,05 Ey

1,05 DL + 1,05 LL 0,315 Ex 1,05 Ey

1,05 DL + 1,05 LL 0,315 Ex + 1,05 Ey

3.4

Preliminary Ukuran Balok, Kolom, Pelat dan Dinding Geser


Ukuran-ukuran komponen struktur seperti balok, kolom, pelat dan dinding geser

yang akan digunakan pada bangunan harus diperkirakan lebih dulu sebelum beban mati
dapat dihitung atau struktur dapat dianalisa. Ukuran-ukuran komponen struktur tersebut
ditentukan dengan preliminary disain menggunakan perhitungan yang sederhana.
3.4.1

Balok
Ukuran tinggi balok (h) yang digunakan diambil sebesar 1/10 dari bentang balok

(l) tersebut sedangkan lebar balok (b) diambil sebesar dari tinggi balok. Ukuran balok
yang digunakan pada setiap model bangunan dapat dilihat pada tabel 3.1
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 29

Tabel 3.1 Ukuran balok yang digunakan

Panjang Tinggi Lebar Ukuran balok


bentang balok balok yang digunakan
Model
(l)
(h)
(b)
(b/h)
cm
cm
cm
cm
300
30
15
20/30
1
600
60
30
30/60
800
80
40
40/80
300
30
15
20/30
2
600
60
30
30/60
800
80
40
40/80
500
50
25
25/50
3
600
60
30
30/60
600
60
30
30/60
4
800
80
40
40/80
3.4.2

Pelat
Tebal pelat yang digunakan, berdasarkan ACI 2005 bagian 9.5.3.3, tidak
boleh kurang dari 90 mm atau kurang dari

fy

ln 0,8 +

1400

h =
36 + 9. .
Dimana :
h = tebal pelat
ln = panjang bentang dari pelat
= rasio bentang panjang dari pelat terhadap bentang pendek dari
pelat.
Tabel 3.2 Tebal pelat yang digunakan

Model

1
2
3
4

Bentang Bentang
panjang pendek
(cm)
(cm)
800
600
800
600
600
500
800
800

1,3
1,3
1,2
1

Tebal
pelat
(cm)
14
14
12
20

Tebal pelat yang


digunakan
(cm)
15
15
12
20

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 30

3.4.3

Kolom

Ukuran penampang kolom yang dibutuhkan ditentukan dari besarnya beban


axial yang akan diterima oleh kolom tersebut. Ukuran kolom yang digunakan dihitung
dengan persamaan :

0,3. =

P
A

Dimana :
= fc = kuat tekan beton
P = beban vertikal yang akan dipikul oleh kolom
A = luas penampang kolom
Tabel 3.3 Ukuran kolom yang digunakan

Model

Tributary
area

Beban
balok

Beban
pelat

Beban
mati yg
bekerja

Beban
hidup

Total
beban
(P)

kg

kg

kg

kg

kg

cm2

1
2
3
4

m
6x6
8x6
6x5
8x8

Ukuran
kolom
yang
digunakan
cm

88320
107520
47520
69120

118800
172800
108000
307200

49500
72000
45000
96000

82500
120000
75000
160000

339120
472320
275520
632320

2826
3936
2296
5269

55x55
65x65
50x50
75x75

3.4.4

Dinding Geser

Pada perencanaan awal tebal dinding struktur biasanya ditentukan 1/10 dari
tinggi tingkat pertama. Berdasarkan ACI-318-2005 bagian 14.5.3 tebal minimum
dinding penahan tidak boleh lebih kecil dari 1/25 dari tinggi (h) atau panjang (l) bagian
dinding yang ditopang secara lateral, diambil yang terkecil dan juga tidak kurang dari
100 mm.

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 31

Tabel 3.4 Tebal dinding geser yang digunakan

Tinggi Panjang
1
.h
dinding dinding Tebal =
25
(h)
(l)
Cm
cm
cm
400
150
16
400
200
16
400
250
16
400
300
16
400
350
16
400
400
16

Tebal =

1
.l
25

cm
6
8
10
12
14
16

Tebal =

cm
40
40
40
40
40
40

1
.h
10

Tebal dinding
yang dipakai
cm
40
40
40
40
40
40

3.5

Analisa Beban Gempa Rencana

3.5.1

Ragam Getaran (Mode shape) dan Waktu Getar Alami (Time Period)
Bangunan
Ragam getaran (Mode shape) pertama dan kedua bangunan tidak boleh berupa

rotasi tetapi haruslah translasi dan jumlah partisipasi massa dalam menghasilkan respon
total harus mencapai sekurang-kurangnya 90%. Waktu getar alami bangunan pada
ragam getaran (mode shape) pertama dan kedua tidak boleh lebih besar dari waktu getar
alami yang sudah ditetapkan oleh SNI 03-1726-2002.
Koefisien yang membatasi waktu getar alami fundamental ( ) ditentukan
berdasarkan wilayah gempa bangunan. Bangunan yang ditinjau berada pada wilayah
Jakarta berarti bangunan tersebut berada dalam wilayah gempa 3 berarti sebesar
0,18. Maka, besarnya waktu getar alami yang diijinkan untuk bangunan bertingkat 10
lantai adalah :
Tijin = 0,18 . 10 = 1,8 detik
Apabila pada saat analisis awal, periode alami dan mode shape bangunan tidak
memenuhi syarat maka perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap struktur bangunan.
Ragam getaran (mode shape) dan waktu getar alami (time period) bangunan untuk
model 1 3 dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel Modal Participation Mass Ratio.
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 32

3.5.2

Beban Gempa Rencana

3.5.2.1 Analisa Statik Ekuivalen


Pada analisa statik ekuivalen pembebanan gempa nominal akibat pengaruh
gempa rencana ditampilkan sebagai beban-beban gempa nominal statik ekuivalen (F)
yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai tingkat. Beban gempa nominal statik
ekuivalen (F) merupakan distribusi dari beban geser dasar nominal statik ekuivalen (V).
Beban geser dasar (V) diperoleh dari persamaan (2-1) sedangkan beban gempa nominal
statik ekuivalen (F) diperoleh dari persamaan (2-2).
Berdasarkan data bangunan maka dapat ditentukan :

Faktor keutamaan (I) = 1

Wilayah gempa yang digunakan wilayah gempa 3

Ragam spektrum respon yang digunakan adalah digunakan ragam spektrum respon
gempa rencana wilayah 3 dengan jenis tanah adalah tanah lunak

Faktor reduksi gempa (R) = 8,5


Perhitungan distribusi gaya geser dasar nominal untuk tiap-tiap lantai pada

setiap model bangunan dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel Analisis Statik Ekuivalen.
Hasil analisis statik ekuivalen ini bukan merupakan gaya gempa final yang akan
dikerjakan pada bangunan, tetapi hasilnya akan dibandingkan dengan hasil analisa
ragam spektrum respon.

3.5.2.2 Analisa Ragam Spektrum respon


Analisis ragam respons spektrum bertujuan untuk mengetahui besarnya
distribusi story shear pada masing-masing lantai dan pada masing-masing arah (UX dan
UY) berdasarkan kurva respons spektrum yang dikerjakan pada bangunan. Analisis
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 33

ragam spectrum respon dilakukan dengan menggunakan software program ETABS


versi 9.14.
Analisis ini menghasilkan distribusi beban gempa pada masing-masing lantai
yang dinyatakan oleh tabel story shear seperti diperlihatkan pada Lampiran B, Tabel
Analisa Ragam Spektrum Respon. Nilai-nilai gaya gempa rencana pada tiap tingkat ini
kemudian akan dibandingkan dengan nilai hasil analisis statik ekuivalen.

3.5.2.3 Gaya Gempa Statik Ekuivalen VS Ragam Spektrum respon


Gaya geser dasar dari analisa spektrum respons harus lebih besar atau sama
dengan 80% dari nilai gaya geser dasar yang diperoleh menurut cara analisa statik
ekivalen. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka gaya geser tingkat hasil analisis
ragam spektrum respon dalam suatu arah tertentu, harus dikalikan nilainya dengan suatu
faktor skala (FS) :

Faktor Skala =

0,8 Vstatik
Vdynamik

Dimana :
Vstatik

= gaya geser dasar nominal dari analisa statik ekuivalen

Vdynamik = gaya geser dasar nominal dari analisa ragam respon spektrum

Gaya geser tingkat yang didapatkan dari analisa ragam spektrum respon yang
telah diskalakan kemudian dibandingkan dengan gaya geser tingkat hasil analisa statik
ekuivalen lalu dienvelope antara kedua nilai tersebut. Hasil envelope inilah yang akan
digunakan sebagai beban gempa yang bekerja pada pusat massa (center of mass)
bangunan setelah memperhitungankan eksentrisitas rencana. Hasil perhitungannya dapat

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 34

dilihat pada Lampiran B, Tabel Analisa Statik Ekuivalen vs Analisa Ragam Spektrum
Respon.

3.5.3

Eksentrisitas Rencana

Setelah mendapatkan gaya gempa rencana untuk masing-masing lantai, maka


tahapan selanjutnya adalah menentukan koordinat titik tangkap beban-beban gempa
tersebut. Umumnya beban gempa bekerja pada pusat massa bangunan yang sudah
memperhitungkan eksentrisitas rencana. Jarak antara pusat massa dan pusat kekakuan
tidak boleh lebih besar dari eksentrisitas rencana. Perhitungan eksentrisitas rencana
bangunan dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel Eksentrisitas.

3.5.4

Kinerja Batas Layan dan Batas Ultimit

3.5.4.1 Kinerja Batas Layan

Menurut ketentuan SNI 03-1726-2002, untuk memenuhi kinerja batas layan, jika
drift s antar tingkat tidak boleh lebih besar dari:
o batas 1 =

0.03
R

h =

0,03
8,5

4000 = 14,1176 mm

atau
o batas 2 =

30 mm

Drift antar tingkat dari hasil analisa ETABS dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel
Kinerja Batas Layan.

3.5.4.2 Kinerja Batas Ultimit

Selanjutnya untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang


akan membawa korban jiwa manusia dengan membatasi nilai drift m (m= s) antar
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 35

tingkat tidak boleh melampaui 0.02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan. Dimana nilai
untuk struktur gedung tidak beraturan adalah :

0,7 R
Faktor Skala

Perhitungan kinerja batas ultmit dapat dilihat pada Lampiran B, Tabel Kinerja Batas
Ultimit.

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 36

You might also like