You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Para pakar hidrologi dalam melaksanakan pekerjaannya seringkali
memerlukan informasi besarnya volume presipitasi rata rata untuk suatu daerah
tangkapan air atau daerah aliran sungai (Chay, 1995). Untuk mendapatkan data
curah hujan yang dapat mewakili daerah tangkapan air tersebut diperlukan alat
penakar hujan dalam jumlah yang cukup. Dengan semakin banyaknya alat alat
penakar hujan yang dipasang di lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya
presipitasi rata rata yang akan menunjukan besarnya presipitasi yang terjadi
didaerah tersebut.
Negara Indonesia merupakan suatu daerah kepulauan yang curah hujannya
termasuk yang tertinggi di seluruh dunia (Rismunandi, 1984). Curah hujan daerah
satu dengan daerah yang lainnya berbeda beda tergantung dari kondisi
lingkungannya.
Presipitasi atau Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah
dari tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian
mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas nilai rata-rata.
Angin yang menyebabkan adanya arus udara di sekitar alat ukur presipitasi
yang biasanya mengakibatkan penangkapan hujan yang kurang dari seharusnya.
Kekurangan tangkapan berkisar antara 0 hingga 50 persen, atau lebih, tergantung
pada

jenis

alat

ukur,

kecepatan

angin,

serta

keadaan

lingkungan

setempat.(Rismunandi,1984)
Hasil pengukuran data hujan dari masing masing alat pengukuran hujan
adalah merupakan data hujan suatu titik (point rainfall). Padahal untuk
kepentingan analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal
rainfall). Untuk merata- ratakan curah hujan suatu daerah aliran sungai (DAS) ada
beberapa meetode. yang sering dipakai yaitu metode rata rata hitung (Arithmetic
mean), Thiessen, Isohyet.

1.2. Tujuan
Tujuan dari melakukan Praktikum ini yakni
1. Mengetahui Curah hujan rata rata Daerah Aliran (areal Rainfall)
2. Memahami cara menentukan luas daerah polygon Theissen dan luas daerah
isohyet
3. Mampu membuat kontur hujan isohyet
4. Memahami cara menghitung rata rata curah hujan Daerah Aliran Sungai (DAS)
dengan cara Isohyet, Theissen, dan rata rata Hitung
5. Memahami perbedaan perhitungan rata rata hujan daerah isohyet dengan curah
hujan daerah aliran metode isohyet
6. Mengetahui ketelitian curah hujan dengan menggunakan isohyet, theissen dan
rata rata hitung

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Presipitasi
Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling
penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan
bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan
menjadi faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu
kawasan (DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam
suatu kawasan dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses
yang terjadi didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana proses
terjadinya hujan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana
karakteristik hujannya dan mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada
sutau kawasan dengan berbagai model penghitungan rata-rata hujan.(Bayong,
1999)
2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik
tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS DAS disebelahnya oleh
sutu pembagi (divide), atau punggung bukit/ gunung yang dapat ditelusuri pada
peta tofografi. Semua air permukaan yang berasal dari daerah yang dikelilingi
oleh pembagi tersebut dialirkan melalui titik terendah pembagi, yaitu tepat yang
dilalui oleh sungai utama pada DAS yang bersangkutan. Pada umumnya dianggap
bahwa aliran air tanah sesuai pula dengan pembagi pembagi diatas permukaan
tanah, tetapi anggapan ini tidaklah selalu benar dan nyatanya banyak sekali air
yang diangkut dari DAS yang satu ke DAS yang lainnya sebagai air tanah (Ray,
1994)
2.3. Perhitungan presipitasi (curah hujan)
Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, tahunan pada suatu tempat, ada 3
metode, yaitu metode rata rata hitung (Arithmetic mean), Thiessen, Isohyet.
1. Metode rata- rata hitung

Metode ini merupakan cara mencari rata rata curah hujan di dalam suatu
daerah aliran dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari semua stasiun dan
membaginya dengan jumlah stasiun tersebut, metode ini digunakan pada daerah
datar, pos hujan banyak dan sifat hujannya merata, dengan rumus sebagai berikut :

Dimana Ri = besarnya curah hujan (mm) dan


N = Jumlah pos pengamatan
2.

Metode Theissen
Metode ini ditentukan dengan cara membuat polygon antara pos hujan
pada suatu wilayah DAS, kemudian tinggi hujan rata rata daerah aliran dihitung
dari jumlah perkalian antara tiap tiap luas polygon dan tinggi hujannya dibagi
dengan seluruh DAS.metode ini cocok untuk menentukan tinggi hujan rata rata,
apabila pos hujannya tidak banyak dan tinggi hujannya tidak merata, digunakan
rumus

Dimana : A1 adalah luas pengaruh dari stasiun i.


Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari cara aljabar. Akan
tetapi penentuan titik pengamatan akan mempengaruhi ketellitian hasil yang
didapat. Gambar dibawah ini mendeskripsikan penentuan curah hujan refresentatif
dengan cara polygon thiessen
3. Metode Isohyet
Metode Isohyet ditentukan dengna cara menggunakan peta grafis kontur
kedalam hujan suatu daerah dan kedalaman hujan rata rata antara garis isohyet
dengan luas antara kedua garis isohyet tersebut, dibagi luas DAS. Metode ini
cocok untuk daerah pegunungan dan berbukit bukit
Peta Isohyet (tempat kedudukan yang mempunyai kedalam hujan sama)
digambar pada peta fotografi berdasarkan data curah hujan pada titik titik
pengamatan yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohyet yang
berdekatan diukur dengan planimeteri. Curah hujan daerah itu dapat dihitung
menurut persamaan sebagai berkut :

Dimana :

= Curah hujan rata rata regoinal


R1 = Curah hujan rata rata pada bagian 1
A1 = Luas bagian 1 antara garis isohyet

Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis garis isohyet dapat
digambar secara teliti. Gambar di bawah ini menggambarkan tentang hujan
wilayah cara isohyet
4. Metode Garis potongan antara (Intersection line methode)
Cara ini adalah cara untuk menyederhanakan cara isohyet. Garisi potong
yang merupakan kotak kotak pada gambar peta isohyet . curah hujan pada titik titk perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik itu ke garis garis isohyet
yang terdekat. Harga rata rata aljabar dari curah hujan pada titik titik
perpotongan diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini adalah kurang
dari ketelitian cara isohyet.(Suyono, 1980)
5. Metode dalam-Elevasi (depth elevation methode)
Umpamanya curah hujan itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi.
Dengan demikian, maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara
elevasi tititk pengamatan dan curah hujan. Cara ini cocok untu menentukan curah
hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan bulanan, cyrah hujan
tahunan dan sebagainya. Terkadang keadaan pegunungan dan arah angin,
hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu berbeda beda dari daerah
yang satu ke daerah yang lainnya. Jika terdapat keadaan ini, maka daerah itu harus
dibagi dalam bagian bagian daerah yang kecil, sehingga hubungan antara
dalamnya curah hujan dan elevasi itu dapat diterapkan. Curah hujan pada tiap
tipa bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata- ratakan.
(Suyono,1980)
6. Metode elevasi daerah rata rata (Mean areal elevation methode)
Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi
daerah bersangkutan dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier, curah
hujan Ri pada elevasi h, didaerah itu kira kira dinyatakan dengan persamaan
berikut :

Ri = a + b.hi
Diantara metode perhitungan diatas (rata rata hitung, Theissen, dan
isohyet), cara aritmetik dianggap paling mudah. Pengukuran serempak untuk lama
waktu hujan tertentu dari semua alat penakar hujan dijumlahkan, kemudan dibagi
dengan jumlah alat penakar hujan yang digunakan akan menghasilkan rata rata
curah hujan daerah pengamatan. Disisi lain, hasil penelitian lapangan menunjukan
bahwa cara isohyet lebih teliti, tapi cara perhitungannya memerlukan banyak
waktu karena garis garis isohyet yang baru perlu ditentukan untuk setiap curah
hujan. Metode isohyet terutama berguna untuk mempelajari pengaruh curah hujan
terhadap perilaku aliran air sungai terutama di daerah dengan tipe hujan orografik.
(chay, 1995)

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan

Objek Peta Daerah Aliran Sungai Citanduy

Penggaris

Busur

Alat tulis ( pulpen, pensil, penghapus)

Kalkulator

Kertas Milimeter blok

3.2. Prosedure
a. Rata rata hitung
Hujan wilayah didapat dengan menjumlahkan curah hujan pada semua
tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan
banyaknya tempat pengukuran
b. Thiessen

Stasiun penakar diplot pada sebuah peta.

titik penakar hujan terluar saling dihubungkan.


dari maing-masing stasiun terluar dihubungkan dengan stasiun yang paling dekat.
mencari titik tengah dari tiap garis pengubung antar stasiun, kemudian menarik
garis tegak lurus terhadap garis penghubung pada titik tengah yang diperoleh.

menentukan garis polygon, yaitu garis yang terbetuk dari langkah


Garis Poligon merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh penakar hujan.
hitung luas daerah yang dibatasi oleh polygon dengan menggunakan milimeter
blok

curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan :

c. Isohyet

Menghubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan gais lurus.


Garis isohyet dibuat dengan cara menginterpolasi garis penghubung antar stasiun
sesuai isohyt yang dibuat sehingga diperoleh titik-titik interpolasi yang
merupakan titik dengan ketinggian hujan tertentu.
Menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempuyai ketinggian hujan yang
sama.
Menghitung luas antara dua isohyt yang berurutan dengan milimeter blok
Menghitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang berurutan.
Menghitung curah hujan wilayah dengan persamaan :

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1. Data curah hujan tahunan di DAS citanduy
1

St.

St.

St.

St.

St.

St.

St.

St.

Pada

Gn

Langensari

Rawa

Ciamis

Cimulu

Subang

Panjalu

herang

Putri

Onom

Kota

1989

3178,62

3249,26

2966,71

3107,98

3319,89

3390,53

3037,35

3531,80

1990

2606,82

2664,75

2433,03

2548,89

2722,68

2780,60

2490,96

2896,46

1991

2693,16

2753,01

2513,62

2633,32

2812,86

2872,71

2573,47

2992,40

1992

3102,75

3171,70

2895,90

3033,80

3240,65

3309,60

2964,85

3447,50

1993

2698,83

2758,80

2518,91

2638,86

2818,78

2878,75

2578,88

2998,70

1994

2490,93

2546,28

2325,29

2436,02

2602,11

2655,55

2380,65

2768,20

1995

3650,22

3731,34

3406,87

3569,10

3812,45

3893,57

3487,99

4055,80

1996

2639,99

2698,66

2463,99

2581,32

2757,32

2815,99

2522,66

2933,32

1997

1334,88

1364,54

1246,31

1302,58

1394,21

1423,87

1273,40

1483,70

1998

2246,94

2296,87

2097,14

2197,01

2346,80

2396,74

2147,08

2496,60

1999

2187,27

2235,88

2041,45

2138,66

2284,48

2333,09

2090,06

2430,30

2000

1736,68

1775,27

1620,90

1698,09

1813,86

1852,46

1659,49

1929,64

2001

2433,33

2487,40

2271,11

2379,26

2541,48

2595,55

2325,18

2703,70

2002

1392,37

1423,32

1299,55

1361,43

1454,26

1485,20

1330,49

1547,08

2003

1851,95

1893,10

1728,48

1810,79

1934,26

1975,41

1769,64

2057,72

2004

2521,10

2577,13

2353,03

2465,08

2633,15

2689,18

2409,05

2801,22

2005

3223,10

3294,73

3008,23

3151,48

3366,35

3437,97

3079,85

3581,22

2006

2008,48

2053,12

1873,74

1963,85

2096,81

2142,38

1914,06

2231,65

Rata-

2444,3

2498,62

2281,35

2389,86

2552,91

2607,175

2335,28

2715,95

Tahun

rata

Tabel 2. Tabel Stasiun pengamat


No Stasiun Pengamat Hujan (mm)
1

St. Langensari

2230

St.Subang

2330

St.Rawa Onom

2390

St.Padaherang

2450

St.Gn Putri

2490

St.Ciamis Kota

2550

St.Cimulu

2600

St.Panjalu

2700

1. Hitung Curah hujan tahunan rata rata di masing masing stasiun pengamat
a.

Untuk Stasiun Padaherang

b. Untuk Stasiun Gn Putri

c.

Untuk Stasiun Langensari

d. Untuk Stasiun Rawa Onom

e.

Untuk Stasiun Ciamis Kota

f.

Untuk Stasiun Cimulu

g. Untuk Stasiun Subang

h. Untuk Stasiun Panjalu

2. Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode rata rata hitung

3. Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode thiessen


a.

Tentukan daerah polygon thiessen (lihat Gambar 3)

b.

Hitung luas daerah polygon


AN = A per kotak x Jumlah kotak x skala
A1 = 0,000025 x 41,5 x 250000 = 259.375 m2
A2 = 0,000025 x 61x 250000 = 381.25 m2
A3 = 0,000025 x 39.5 x 250000 = 246.875 m2
A4 = 0,000025 x 28.5 x 250000 = 178.125 m2
A5 = 0,000025 x 29.5 x 250000 = 184.375 m2
A6 = 0,000025 x 30 x 250000 = 187.5 m2
A7 = 0,000025 x 21.5 x 250000 = 134.375 m2
A8 = 0,000025 x 11 x 250000 = 68.75 m2
Jadi, Luas daerah poligon adalah
Atotal = A1+A2+A3+A4+A5+A6+A7+A8
= 259.375+381.25+246.875+178.125+184.375+187.5+134.375+68.75
= 1640.625 m2

c.

Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode theissen

4. Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyets


a.

Buat kontur hujan isohyets (lihat gambar 4)

b.

Hitung luas daerah isohyets


An = Luas per kotak x jumlah kotak x skala
A1 = 45 x 0,000025 x 250000 = 281.25 m2
A2 = 65 x 0,000025 x 250000 = 406.25 m2
A3 = 69 x 0,000025 x 250000 = 431.25 m2
A4= 35 x 0,000025 x 250000 = 218.75 m2
A5 = 15 x 0,000025 x 250000 = 93.75 m2
A6 = 27.5 x 0,000025 x 250000 = 171.875 m2
A7 = 20.5 x 0,000025 x 250000 = 128.125 m2
A8 = 11 x 0,000025 x 250000 = 68.75 m2

Jadi, Luas daerah isohyetnya adalah


Atotal

= A1+A2+...+A8
= 281.25+406.25+...+68.75
= 1800 m2

c.

Hitung rata- rata hujan daerah isohyet


1=R1/A1=(2.23)/(281.25) = 7.93 mm

5=R5/A5=(2.49)/(93.75)= 26.56 mm

2=R2/A2=(2.33)/(406.25)= 5.74 mm

6=R6/A6=(2.55)/(171.875)=14.84mm

3=R3/A3=(2.39)/(431.25)= 5.54 mm

7=R7/A7=(2.6)/(128.125)=20.29 mm

4=R4/A4 =(2.45)/(218.75)=11.2 mm

8=R8/A8=(2.7)/(68.75)=39.27 mm

d. Hitung curah hujan daerah aliran dengan metode isohyet

Pembahasan
Dalam praktikum ini praktikan diminta untuk menghitung jumlah curah
hujan wilayah yang mewakili wilayah yang luas (Citanduy). Metode yang
digunakan antara lain metode rata-rata hitung, metode Polygon Thiessen, dan
metode garis Isohyet. Ketiganya mempunyai cara yang berbeda dalam
menentukan jumlah curah hujan suatu wilayah. Pada metode rata-rata rata rata
hitung, curah hujan diperoleh dengan menjumlahkan curah hujan dari masingmasing stasiun kemudian dibagi dengan banyaknya jumlah stasiun penangkar
hujan.
Dari ketiga metode pengukur curah hujan wilayah, metode rata-rata hitung
merupakan cara yang paling sederhana dan mudah digunakan. Namun, tingkat
ketelitian dari metode ini sangat rendah. Metode rata-rata hitung pada umunya
hanya dipergunakan untuk daerah dengan variasi hujan yang sekecil mungkin.
Dari hasil pengamatan sebanyak 18 stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah
hujan adalah 2478.18 mm. Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata
hitung ini hampir sama dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup
banyak dan tersebar. merata di seluruh wilayah. Keuntungan perhitungan dengan
cara ini adalah lebih obyektif.

Metode yang kedua adalah Polygon Thiessen. Langkahnya adalah


menghubungkan tiga stasiun penakar terdekat dengan pola segitiga, kemudian
diambil garis tegak lurus terhadap masing-masing sisi kemidian garis tegak lurus
tersebut dihubungkan dengan garis lainnya sehingga membentuk sebuah pola
wilayah yang masing-masing mempunyai satu stasiun penakar hujan. Untuk
menghitung luas digunakan kertas millimeter blok agar lebih mudah. Setelah luas
diperoleh maka dicari besarnya curah hujan tiap poligon dengan besarnya curah
hujan yang ada pada masing-masing poligon. Kemudian hasilnya dijumlah dan
dibagi dengan total luas wilayah. Dari hasil perhitungan diperoleh curah hujan
wilayah 2420 mm.
Metode poligon Thiessen dapat dilakukan pada daerah yang memiliki
distribusi

penakar

hujan

yang

tidak

merata

atau

seragam

dengan

mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar. Pada


metode ini dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai pada daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon
Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rata-rata
aljabar, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian
akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk
menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan
oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah
pengamatan.
Metode yang ketiga adalah Isohyet (garis ketinggian hujan yang
sama). Metode ini dipandang lebih baik tetapi bersifat subyektif dan tergantung
pada keahlian, pengalaman dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan
di wilayah setempat. Perhitungan dilakukan dengan menghitung luas wilayah
yang dibatasi garis isohyet melalui millimeter blok. Curah hujan wilayah dihitung
berdasarkan jumlah perkalian antara luas masing-masing bagian isohyet dengan
curah hujan dari setiap wilayah yang bersangkutan kemudian dibagi luas total
daerah tangkapan air Caranya adalah mencari interpolasi bagi jarak yang tidak
sama sehingga akan didapat titik-titik yang akan mempunyai curah hujan yang
sama. Kemudian titik-titik tersebut dihubungkan dan pada akhirnya akan
membentuk garis-garis yang memilah masing-masing ketinggian. Untuk mencari

luasannya sama dengan metode Poligon Thiessen yaitu melalui kertas millimeter
blok. Setelah itu didapat hasil perhitungan curah hujan yaitu sebesar 2406 mm.
Metode ini dapat menjadi tidak akurat jika garis isohyet tidak teliti dalam
membuatnya dan pengukuran luas di millimeter pun kurang telliti. Hasil yang
bebeda dengan data yang sama diperoleh dari ketiga metode tesebut. Untuk
metode rata-rata hitung dan metode Isohyt selisih hasilnya cukup tipis, sedangkan
dengan hasil dari metode Polygon Thiessen diperoloeh selisih hasil yang cukup
banyak.
Dari sini kita dapat mengetahui adanya kesalahan dalam penghitungan
ketiga metode tersebut. Dalam menentukan luas dengan millimeter blok sering
kali terjadi kesalahan karena banyak yang menentukan luasnya dengan kira kira
sehingga akan mempengaruhi perhitungan. Selain itu, kesalahan bisa terjadi saat
menggambar polygon, saat menentukan garis-garis isohyet dan polygon pada saat
menentukan banyaknya luasan pada gambar sketsa.

BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Hasil perhitungan dengan metode rata rata hitung sebesar 2478.18 mm.
2. Hasil perhitungan dengan metode poligon Thiessen sebesar 2420 mm.
3.

Hasil perhitungan dengan metode Isohyet sebesar 2406 mm.

4. Metode Isohyet merupakan metode yang mempunyai hasil yang paling valid.
Dalam metode ini besarnya luas daerah yang mempunyai tebal curah hujan yang
sama sangat diperhitungkan sehingga hasil yang diperoleh lebih teliti.
5. Metode rata-rata hitung mempunyai tingkat ketelitian yang paling rendah. Metode
ini cocok untuk daerah yang curah hujannya merata dan mempunyai perbedaan
curah hujan yang kecil.
6. Pada metode Polygon Thiessen lebih teliti jika dibandingkan dengan metode ratarata hitung karena perhitungan hujan wilayah memperhatikan luas area tangkapan
hujan pada masing-masing stasiun sehingga hujan wilayah yang didapat meruakan
rata-rata hujan wilayah per luas area tangkapan.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Asdak,

Chay.

1995. Hidrologi

dan

pengelolaan

daerah

aliran

sungai. Gajah Mada University Press : Yogyakarta


(2) Linsley, Ray K, Joseph B.Franzini, dan Ir. Djoko Sasongko. M.Sc. 1994. Teknik
Sumber Daya Air ( Jilid 1.Edisi 3).Erlangga : Jakarta
(3) Rasimunandar. 1984. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Sinar
Baru Bandung : 1984
(4) Sosrodarsono, Suyono, Ir. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradyna Paramita :
Jakarta
(5) Bayong,
http://Mayong%20Personal%20Site%20%C2%BB%204.Presipitasi.htm

1999.
diakses

pada tanggal 18 oktober 2009


(6) Anonim. 2008. Panduan Praktikum Agroklimatologi. Laboratorium Teknik Sumber
Daya Alam Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

You might also like