You are on page 1of 11

MANAJEMEN KEGAWATDARURATAN INFARK MIOKARD AKUT

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu masalah kesehatan utama


yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini menjadi
penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2008
diperkirakan

sebanyak

17,3

juta

kematian

disebabkan

oleh

penyakit

kardiovaskuler (Depkes, 2014). Data yang didapatkan dari penelitian yang di


lakukan Direktorat Jenderal Yanmedik Indonesia pada tahun 2007 adalah jumlah
pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia
adalah 239.548 jiwa. Penyakit jantung iskemik merupaka kasus yang banyak
terjadi dengan jumlah 110.183 kasus. Care fatelity rate atau CFR tertinggi terjadi
pada infark mikard akut sebesar 13,49% dan kemudian diikuti oleh gagal jantung
sebesar 13,42% dan penyakit jantung lainnya adalah 13,37%. Kematian yang
disebabkan oleh miokardium, keadaan yang sama juga bisa dialami di Indonesia
khusunya daerah perkotaan dimana pola penyakit infark miokardium sudah sama
dengan pola-pola negara maju (Pradana, 2011 dikutip dari Martana dkk,2012).
Salah satu penyakit kardiovaskuler adalah Infark Miokard Akut atau yang
biasa disingkat IMA. Data dari WHO tahun 2008 menunjukkan bahwa pada tahun
2004 Infark Miokard Akut atau IMA merupakan penyebab kematian utama di
dunia. Terhitung 12,2% kematian di dunia diakibatkan oleh penyakit ini
(WHO,2008 dikutip dari Frayusi,2012). Pada tahun 2008 di Indonesia sendiri
Infark Miokard Akut atau IMA merupakan penyebab kematian pertama dengan
angka mortalitas 2.200.000 atau 14% (Pradana, 2011 dikutip dari Martana
dkk,2012).
Infark Miokard Akut atau IMA terjadi bila ada infark atau nekrosis otot
jantung karena kurangnya suplai oksigen dan darah pada miokard ataupun terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard. Pada
dasarnya otot jantung memerlukan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
untuk menjalankan fungsinya (Stillwell,2011). Oklusi arteri koronaria bisa
menyebabkan Infark Miokard Akut atau IMA, namun trombosis atau perdarahan

ke dalam plak ateroma juga dapat menjadi penyebab. Infark Miokard Akut atau
IMA juga dapat timbul akibat dari spasme arterial atau embolisasi dari bekuan
darah atau material ateroma proksimal dari tempat obstruksi (Eliastam,1998).
Infark

miokard

diakibatkan

oleh

iskemia

pada

mikard

yang

berkepanjangan, yang bersifat irreversibel. Waktu yang diperlukan bagi sel-sel


otot jantung mengalami kerusakan, adalah iskemia selama 15-20 menit. Infark
miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi
fungsi ventrikel kiri: makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya.
Jika dilihat secara fungsional, infark miokard menyebabkan berkurangnya
kontraksi dengan gerak dinding yang abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel
kiri, berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatkan tekanan akhir distole ventrikel kiri. gangguan fungsi tidak hanya
tergantung luasnya infark tetapi dilihat juga dari lokasi terjadinya infark karena
berhubungan dengan pasokan darah (Tambayong,2000).
Fase terjadi infark yaitu yang pertama adalah hiperakut berlangsung
beberapa jam, pola EKG didapatkan ST elevasi tinggi, gelombang T positif tinggi.
Selanjutnya lanjutan atau berkembang penuh berlangsung beberapa jam sampai
dengan hari,pola EKG didapatkan Q patologis. Gelombang T inversi, dan segmen
ST elevasi. Resolusi berlangsung beberapa minggu,pola EKG didapatkan
gelombang T positif normal, dan segmen isoelektris. Stabilisasi kronik didapatkan
Q patologis permanen. Lokasi terjadinya infark bermacam-macam. Adapun lokasi
infark adalah sebagai berikut: sub-endokardial, intramural, transmral dan subepikardial. Luas dan lokasi kerusakan miokard berbeda setiap kasusnya dan
tergantung pada hal-hal berikut ini, antara lain: lokasi dan derajat aterosklerosis,
lokasi, derajat,ada/ tidaknya spasme arteri koronaria, ukuran vaskularisasi yang
terganggu, jauhnya sirkulasi kolateral dan kebutuhan oksigen miokard yang
perfusinya terganggu (Udjianti, 2011).
Gejala utama jika seseorang mengalami Infark Miokard Akut atau IMA
adalah nyeri dada. Nyeri dada ini terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung terus
menerus. Nyeri dada terletak di bagian bawah sternum dan perut atas. Nyeri akan
terasa lebih semakin berat dan dapat tidak tertahankan. Rasa nyeri tersebut bisa

menyebar ke bahu dan bahu. Lengan yang biasanya terasa nyeri adalah lengan
bagian kiri. Nyeri juga dapat menjalar ke dagu dan leher,namun itu hanya terjadi
pada beberapa kasus.
Nyeri yang dirasa penderita Infark Miokard Akut atau IMA berbeda
dengan nyeri yang dirasakan penderita angina. Nyeri pada Infark Miokard Akut
atau IMA muncul secara spontan dan menetap selama beberapa jam bahkan
beberapa hari meski telah beristirahat ataupun telah meminum obat. Nyeri muncul
secara spontan disini dimaksudkan nyeri ini muncul bukan karena bekerja berat
atau gangguan emosi. Gejala yang dirasakan penderita Infark Miokard Akut atau
IMA selain nyeri adalah napas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan
kepala ringan, dan mual serta muntah. Penderita diabetes mellitus tidak
merasakan nyeri berat jika menderita Infark Miokard Akut atau IMA karena
neuropati yang menyertai diabetes mempengaruhi neuroreseptor, sehingga nyeri
tidak terasa karena ditumpulkan (Smeltzer,2001).
Orang yang beresiko menderita Infark Miokard Akut atau IMA adalah
orang yang merokok, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes, obesitas, gaya hidup
banyak duduk, dan stres. Jika dilihat dari jenis kelamin, pria yang berusia lebih
dari 50 tahun, cenderung akan mengalami Infark Miokard Akut atau IMA seperti
wanita yang telah mengalami menopause atau pascamenopause. Infark Miokard
Akut atau IMA juga dapat terjadi pada orang yang memiliki anggota keluarga
dengan penyakit kardiovaskuler (Stillwell,2011). Dari penelitian diperoleh
sebanyak 38 (88,4%) orang laki-laki dan 5 (11,6%) orang perempuan menderita
infark miokard. Penderita Infark Miokard Akut atau IMA paling banyak berada
pada usia 50-59 tahun, yaitu sebanyak 14 (32,6) pasien (Yasmin,2010). Beberapa
faktor resiko yang dapat diubah terbagi menjadi 2, yaitu mayor dan minor. adapun
yang termasuk ke dalam kelompok mayor yaitu hiperlipidemia, hipertensi,
merokok, diabetes mellitus, diet tinggi lemak jenuh dan kalori, sedangkan yang
termasuk ke dalam kelompok minor adalah inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe
A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif),
berlebihan (Amin,2013).

dan juga stress psikologis

Terdapat beberapa studi diagnostik yang dilakukan dan didapatkan pada


Infark Miokard Akut atau IMA. Studi diagnostik itu antara lain yang pertama
adalah hasil dari sel darah putih adalah sekitar (10.000 20.000 mm3) yang
muncul pada hari kedua setelah serangan infark karena inflamasi atau biasa
disebut leukositosis. Sedimentasi meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan
yang menunjukkan adanya inflamasi. Kardiak iso-enzim menunjukkan pola
keusakan yang khas, untuk membedakan kerusakan otot jantung dengan otot
jantung lain. Tes fungsi ginjal menunjukkan peningkatan kadar BUN ( Blood
Urea Nitrogen ) dan kreatinin karena penurunan laju filtrasi glomerulus (
glomerulo filtrasi rate/GFR) terjadi akibat penurunan curah jantung. Analisis Gas
Darah ( Blood Gas Analysis,BGA) menilai oksigenasi jaringan (hipoksia)
danperubahan

keseimbangan

asam-basa

darah.

Kadar

elektrolit

menilai

abnormalitas kadar natrium, kalium atau kalsium yang membahayakan kontraksi


otot jantung. Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigeliserida dapat
meningkatkan risiko arteriosklerosis ( Coronary Artery Disease ). Kultur darah
mengesampingkan septikemia yang mungkin menyerang otot jantung. Level obat
dilakukan untuk menilai derajat toksisitas obat tertentu (seperti digoxin). Hasil
interpretasi EKG menunjukkan segmen ST elevasi abnormaol menunjukkan
adanya injuri miokard, gelombang T inversi (arrow head) menunjukkan adanya
iskemia miokard dan Q patologis menunjukkan adanya nekrosis miokard.
Radiologi yang dilakukan adalah thorax rontgen, echocardiogram, dan
radioactive isotope. Thorax rontgen untuk menilai kardiomegali karena gagal
jantung kongestif. Echocardiogram untuk menilai struktur dan fungsi abnormal
otot dan katup jantung. Radioactive isotope untuk menilai area iskemia serta nonperfusi koroner dan miokard (Udjianti,2011).
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari
3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiograf (EKG)
dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan
tidak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan yang telah dilakukan. Hasil dari
EKG yang khas adalah timbulnya elevasi segmen ST dan inversi gelombang T
(Pradana, 2011 dikutip dari Martana dkk,2012).

Berdasarkan EKG 12 sandapan Infark Miokard Akut atau IMA


diklasifikasikan menjadi 2, yaitu Infark Miokard Akut ST-elevasi (STEMI) dan
Infark Miokard Akut non ST-elevasi (NSTEMI). Infark Miokard Akut STEMI
(ST-elevasi) yaitu oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark
yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
elevasi segmen ST pada EKG. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI)
maeruapakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh
ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG
(Sudoyo,2010).
Beberapa komplikasi yang disebabkan oleh Infark Miokard Akut atau
IMA, yaitu disfungsi ventrikular, gangguan hemodinamik, syok kardiogenik,
infark ventrikel kanan, aritmia pasca STEMI, ekstrasistol ventrikel, takikardia dan
fibrilasi ventrikel, fibrilasi atrium, aritmia supraventrikular, asistol ventrikel,
bradiaritmia dan blok dan juga komplikasi mekanik. Pada disfungsi ventrikular,
ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Syok kardiogenik dapat
terjadi jika penderita juga mempunyai penyakit arteri koroner multivesel. Syok
kardiogenik ini ditemukan 10 % pada saat masuk dan 90% saat masa perawatan
(Sudoyo,2010). Angka mortalitas dan morbiditas komplikasi yang terjadi pada
Infark Miokard Akut atau IMA yang masih tinggi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut ini seperi keterlambatan mencari pengobatan, kecepatan
serta ketepatan diagnosis dan penanganan dokter. Kecepatan penanganan dinilai
dari time window (kurang dari 6 jam) antara onset nyeri dada sampai tiba di
rumah sakit dan mendapat penanganan di rumah sakit. Apabila time window
berperan dalam kejadian komplikasi, maka perlu dikaji apa saja yang menjadi
faktor keterlambatannya. Ketepatan dinilai dari modalitas terapi yang dipilih oleh
dokter yang menangani. Evaluasi tentang kecepatan dan ketepatan penanganan
terhadap pasien Infark Miokard Akut atau IMA diperlukan untuk mencegah
timbulnya komplikasi (Farissa dkk,2012)
Penatalaksanaan Infark Miokard Akut atau IMA perlu dilakukan sebelum
di rumah sakit dan di rumah sakit. Tatalaksana sebelum di rumah sakit perlu

dilakukan karena hal tersebut sebagai pertolongan pertama. Kematian penderita


Infark Miokard Akut atau IMA STEMI sebagian besar diakibatkan adanya
fibrilasi ventrikel mendadak. Tatalaksana di rumah sakit dilakukan di Instalasi
Gawat Darurat dan juga ICCU. Tujuan tatalaksana di Instalasi Gawat Darurat
adalah untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat
penderita Infark Miokard Akut atau IMA yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase untuk menentukan ruangan yang tepat di rumah sakit, dan
juga menghindari pasien STEMI untuk pulang cepat. Jika penderita Infark
Miokard Akut atau IMA sedang berada di ruang

ICCU maka yang perlu

diperhatikan diantaranya adalah pasien harus istirahat pada 12 jam pertama.


Pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam karena
beresiko untuk muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan peride inaktivitas
dengan penenang dan juga dianjurkan penggunaan kursi komod di samping
tempat tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringan secara rutin untuk
pasien yang mengalami konstipasi yang diakibatkan oleh istirahat di tempat tidur
dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri (Farissa
dkk,2012).
Ketika pasien dengan kemungkinan Infark Miokard Akut atau IMA tiba di
unit kedaruratan, diagnosis dan penatalaksanaan awal pasien harus cepat karena
manfaat terapi reperfusi akan bermanfaat paling besar jika dimulai dengan cepat.
Idealnya evaluasi dilakukan dalam 10 menit pertama setelah kedatangan, namun
pasti dilakukan dalam 20 menit pertama. Riwayat pasien dan hasil EKG adalah
metode primer dalam mengdiagnosis Infark Miokard Akut atau IMA. Hasil dari
EKG untuk mengetahui adanya elevasi pada segmen ST 1 mm atau lebih dan
memberi bukti bahwa adalah oklusi arteri koronari trombotik.
Jika penapisan awal menunjukkan Infark Miokard Akut atau IMA, maka
perlu dilakukan beberapa penatalaksanaan awal pasien dengan Infark Miokardium
yang dicurigai. penatalaksanaan tersebut seperti pemberian aspirin, memasang
monitor jantung pada pasien dan dapatkan EKG serial,memberikan oksigen

melalui kanula nasal, memberikan nitrogliserin subligual, dan memberikan


analgesia yang adekuat dengan morfin sulfat.
Pada pasien Infark Miokard Akut atau IMA yang mendapat terapi aspirin,
dilakukannya monitoring terhadap terapi aspirin. Aspirin dapat digunakan sebagai
terapi pencegahan primer maupun sekunder terjadinya trombus pada penyakit
kardiovaskul. Aspirin memiliki efek samping yang terkadang dirasakan pasien
Infark Miokard Akut atau IMA. Efek samping itu berpengaruh pada
gastrointestinal. Namun efek ini dapat menurun jika dosis aspirin yang dugunakan
untuk terapi dalam keadaan dosis yang rendah. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Dyah A dkk tidak ditemukan efek samping gastrointestinal pada pasien
Infark Miokard Akut atau IMA (Perwitasari, 2010)
Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan agar
tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kekurangan suplai
oksigen (Hararap,2004 dikutip dari Widiyanto & Yasmin, 2014). Pada pasien
Infark Miokard Akut atau IMA terjadi penyumbatan ataupun penyempitan arteri
koroner secara mendadak yang menyebakan jaringan miokard mengalami
iskemik, maka dengan pemberian terapi oksigen dapat mempengaruhi tonus otot
arteri sehingga menyebabkan vasodilatasi dari arteri koroner ( sebagaimana
kondisi hipoksia dapat menyebabkan vasokontriksi arteri koroner ), sehingga
suplai darah dan oksigen ke jaringan miokard yang mengalami iskemik dapat
kembali baik yang pada akhirnya dapat mempertahankan fungsi pompa ventrikel
dan fungsi sistem kardiovaskuler secara umum sebagai salah satu sistem
trasportasi oksigen yang menentukan saturasi oksigen. Saturasi oksigen adalah
kemampuan hemoglobin mengikat oksigen (Rupii,2005 dikutip dari Widiyanto &
Yasmin,2014) . Saturasi oksigen dipengaruhi beberapa faktor, antara lain jumlah
oksigen yang masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi dan kapasitas
hemoglobin dalam membawa oksigen (Potter & Perry,2006 dikutip dari
Widiyanto & Yasmin,2014). Sebelum diberikan terapi oksigen penderita Infark
Miokard Akut atau IMA mengalami hipoksia dengan nilai SAO2 90 - < 95% dan
kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Setelah dilakukan terapi oksigen dengan
binasal kanul, terjadi peningkatan saturasi oksigen. Saturasi oksigen menjadi

normal dengan nilai 95-100%. Namun beberapa pasien Infark Miokard Akut atau
IMA tetap mengalami hipoksia. Hipoksia yang dialami adalah hipoksia ringan
dengan nilai SaO2 sebesar 90-95% (Widiyanto & Yasmin,2014).
Diagnosa Infark Miokard Akut atau IMA dapat ditegakkan dengan salah
satunya

melihat hasil EKG atau elektrokardiogram. Elektrogram merupakan

metode

pemeriksaan

noninvasif

yang

mudah

didapatkan.

EKG

atau

elektrokardiogram membantu menegakkan diagnosis sebelum peningkatan enzim


kerusakan jantung terdeteksi. Lokasi dan luas infark dapat ditentukan dari
rekaman EKG berupa elevasi segmen ST, gelombang T pada standar precordial
lead (Chung, 2007 dikutip dari Martana,2012). Dari penelitian yang dilakukan
Putu Martana maka dapat disimpulkan bahwa pada gelombang P dari hasil
pemeriksaan EKG atau elektrokardiograf pada Infark Miokard Akut atau IMA
tidak terjadi perubahan karakteristik. Pada segmen ST terjadi perubahan
karakteristik. Perubahan ini terlihat bahwa terjadi elevasi pada segmen ST.
Perubahan karakteristik juga terjadi pada gelombang dan pada beberapa lead
mengikuti elevasi segmen ST dari hasil perekaman EKG atau elektrokardiograf
pasien Infark Miokard Akut atau IMA ( Martana,2012).
Program perawatan kesehatan di rumah untuk pasien dengan Infark
Miokard Akut atau IMA terbagi menjadi 3 program yaitu pasien menyesuaikan
kegiatannya selama masa penyembuhan sampai benar-benar sembuh, pasien
menjalani program yang teratur dalam meningkatkan aktivitas dan latihan untuk
rehabilitasi jangka panjang dan menangani timbulnya gejala. Pada masa
penyembuhan sampai benar-benar sembuh, diperlukannya penyesuaian gaya
hidup, adaptasi terhadap serangan. Bentuk penyesuaian gaya hidup yang dapat
dilakukan seperti menghindari aktivitas yang menyebabkan nyeri dada atau pun
kelelahan, menghindari panas atau dingin yang berlebihan dan berjalan melawan
angin, menurunkan berat badan bila perlu, berhenti merokok dan lainnya. masa
penyembuhan setiap pasien berbeda-neda, biasanya 6 sampai 8 minggu. Pada
masa rehabilitasi pasien perlu melakukan penyesuaian fisik dengan aktifitas yang
bertahap seperti berjalan-jalan setiap hari dengan meningkatkan jarak dan waktu
sesuai yang dianjurkan, memantau denyut nadi, menghindari kegiatan yang

menegangkan otot, menghindari lantihan fisik setelah makan dan perlunya


berpartisipasi dalam program latihan harian yang dapat dilanjutkan dengan latihan
teratur selama hiudp. Selain itu diperlukannya pula pengetahuan untuk menangani
saat gejala timbul seperti melaporkan diri ke fasilitas darurat jika terasa nyeri
lebih dari 15 menit. Menghubungi dokter jika terjadi hal berikut ini, seperti napas
pendek, pingsan, denyut jantung vepat atau lambat dan juga ada bengkak pada
kaki atau tumit (Smeltzer,2001).
Infark miokardium terjadi bila adanya infark karena kurangnya suplai
oksigen atau ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen di miokard.
Salah satu tanda atau gejala yang timbul jika seseorang terkena Infark Miokard
Akut atau IMA adalah nyeri dada. Nyeri dada ini terjadi secara spontan dan
berlangsung secara menerus-menerus (dari berjam-jam hingga berhari-hari). Nyeri
ini tidak akan hilang walaupun telah beristirahat. Nyeri yang dirasakan sangat
berat. Namun nyeri yang sangat berat ini tidak dirasakan oleh penderita diabetes,
karena neuropati yang menyertai diabetes mempengaruhi neuroreseptor, sehingga
nyeri tidak terasa karena ditumpulkan. Orang yang beresiko mengalami Infark
Miokard Akut atau

IMA adalah orang yang merokok, memiliki hipertensi,

menderita diabetes mellitus,dan lainnya. dari penelitian terdahulu yang telah


dilakukan, didapatkan data bahwa pria lebih beresiko dibandingkan wanita.
Infark Miokard Akut atau IMA dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu Infark
Miokard Akut ST-elevasi atau STEMI dan Infark Miokard Akut Non ST-elevasi
(NSTEMI). Penanganan Infark Miokard Akut atau IMA dilakukan terapi oksigen,
pemberian morfin, penanganan nyeri,pemberian aspirin, pembatasan aktifitas dan
juga pemantauan hasil EKG. Infark Miokard Akut atau IMA dapat menyebabkan
komplikasi

yang

diantaranya

adalah

disfungsi

ventrikular,

gangguan

hemodinamik, syok kardiogenik, infark ventrikel kanan, aritmia pasca STEMI dan
lainnya. Perlunya penanganan yang cepat dan tepat agar tidak terjadi komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Eliastam,Michael. 1998. Penuntun kedaruratan medis. Jakarta:EGC.


Farissa, Inne Pratiwi dkk. 2012. Komplikasi pada Pasien Infark Miokard Akut
ST-Elevasi (STEMI) yang Mendapat maupun Tidak Mendapat Terapi
Reperfusi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Frayusi, Anif. 2012. Pengaruh Pemberian Terapi Wewangian Bunga Lavender
(Lavandula Angustifolia) Secara Oles Terhadap Skala Nyeri Pada klien
Infark Miokardium di CVCU RSUP DR M Djamil Padang Tahun 2011.
Padang: Universitas Andalas.
Harahap, Ahmad I. (2004). Terapi Oksigen dalam Asuhan Keperawatan. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
Martana, Putu dkk. 2012. Karakteristik Elektrokardiogram (Ekg) Pada Pasien
Infark Miokard Akut Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (Igd) Rsup Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin
Makassar.
Perwitasari, Dyah Aryani. 2010. Monitoring Efek Samping Penggunaan
Antitrombotik Pada Pasien Infark Miokard Akut. Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan.
Pradana, Ardyan. 2011. Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan
Kardiovaskuler Infark Miokard Akut di Bangsal Cempaka RSUD
Sukoharjo,

(online),(http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/04/infark-

miokardakut.html, diakses 07 april 2011).


Rupii. (2005). Kumpulan makalah PPGD bagi perawat. RSUP Dr Kariadi
Semarang.
Siregar, Yasmin F. 2010. Hubungan Antara Luas Infark Miokard Berdasarkan
Hasil Ekg Dengan Kadar Troponin T Pada Penderita Infark Miokard Akut
Stemi Dan Non Stemi Di Rsup H. Adam Malik Medan Dari 01 Januari 2008
31 Desember 2009. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Smeltzer, S. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Vol 1 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman keperawatan kritis. Jakarta: EGC.


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
Tambayong, Jan. 2000. Patofiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC
Udjianti, Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika.
Widiyanto, Budi dan Yasmin, L.S. Terapi Oksigen Terhadap Perubahan
Saturasi Oksigen Melalui Pemeriksaan Oksimetri Pada Pasien Infark
Miokard Akut (Ima). Prosiding Konferensi Nasional Ii Ppni Jawa Tengah
2014, 138-143.

You might also like