You are on page 1of 46

LAPORAN RESMI

[Type the document subtitle]


NAMA
NIM
PRODI

: RUI BOAVIDA BELO


: 30113118
: D-III AK TIMOR-LESTE

ALX

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan, karena atas berkat rahmat dan hidayat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai sesuai yang diharapkan. Dalam makalah
ini saya membahas Kimia klinik.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai bentuk dan sistem kimia
klinik, sekaligus untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah kimia klinik.

Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada Ibu Dosen Mata Kuliah kimia klinik yang
telah memberikan bimbingan kepada saya, serta semua pihak yang telah membantu penulisan
makalah ini.

Tak ada Gading yang Tak Retak, dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis memohon maaf, kritik dan saran sangat penulis
butuhkan agar penulisan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi. Penulis berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Demikian, atas perhatian pembaca mengucapkan terima kasih.

DAFTAR ISI
Logo -------------------------------------------------------------------------------------------------------- 1
Kata Pengantar --------------------------------------------------------------------------------------------- 2
Daftar Isi ---------------------------------------------------------------------------------------------------- 3
Bab

Pendahuluan --------------------------------------------------------------------------------- 4
1.1

Bab

II

Latar Belakang ----------------------------------------------------------------------- 4

Tinjaun Pustaka ----------------------------------------------------------------------------- 5


2.1

Pengertia Urine ----------------------------------------------------------------------- 5

2.2

Proses Terbentuknya Urine --------------------------------------------------------- 5

2.3

Komposisi Urine --------------------------------------------------------------------- 6

2.4. Fungsi urine --------------------------------------------------------------------------- 6


Bab

Bab

Bab

III Prosedur Kerja ------------------------------------------------------------------------------- 15


3.1

Pra Analitik --------------------------------------------------------------------------- 16

3.2

Analitik -------------------------------------------------------------------------------- 19

IV Hasil Praktikum ----------------------------------------------------------------------------- 20

4.1

Post Analitik -------------------------------------------------------------------------- 20

4.2

Pembahasan --------------------------------------------------------------------------- 30

Penutup -------------------------------------------------------------------------------------- 40
5.1

Kesimpulan --------------------------------------------------------------------------- 41

5.2

Saran ----------------------------------------------------------------------------------- 42

Daftar Pustaka --------------------------------------------------------------------------------------------- 43

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200 ml darah
yang melalui glomeruli per menit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan
mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk satu mili
liter urin per menit. (R. Wirawan, S. Immanuel, R. Dharma, 2008).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urin selain untuk mengetahui kelainanginjal
dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan diberbagai organ tubuh
seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain.
Selama ini dikenal pemeriksaan urin rutin dan lengkap. Yang dimaksud dengan pemeriksaanurin
rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan
protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah
pemeriksaan urin rutin yang dilengkapidengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen,
darah samar dan nitrit.
Pemeriksaan makroskopik meliputi pemeriksaan volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan
pH urin. Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang
berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau
buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri
dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet.
Adanya urin yang berbau busuk dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam
saluran kemih. Pemeriksaan mikroskopik yaitu pemeriksaan sedimen urin. Sedangkan
pemeriksaan kimia urine meliputi pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah,
urobilinogen dan nitrit. (http://labkesehatan.blogspot.com).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MAKROSKOPIS URINE
Pemeriksaan Makroskopis Urine adalah pemeriksaan yang secara melihat oleh mata bukan
menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan. Yang di periksa adalah:

volume urine,
warna urine atau kejernihan urine,
bau urine,
keasaman urine atau pH urine dan
berat jenis urine.

Pengertia Urine :
Urine atau air seni atau air kencing merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal
kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung
kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.
Urine normal biasanya berwarna kuning, berbau khas jika didiamkan berbau ammoniak, pH
berkisar 4,8 8,5 dan biasanya 6 atau 7. Berat jenis urine 1,003 1,035. Volume normal perhari
800 1300 ml.
Proses Terbentuknya Urine :
Penyaringan darah pada ginjal lalu terjadilah urine. Darah masuk ginjal melalui pembuluh nadi
ginjal. Ketika berada di dalam membrane glomenulus, zat-zat yang terdapat dalam darah (air,
gula, asam amino dan urea) merembes keluar dari pembuluh darah kemudian masuk kedalam
simpai/kapsul bowman dan menjadi urine primer. Proses ini disebut filtrasi. Urine primer dari
kapsul bowman mengalir melalui saluran-saluran halus (tubulus kontortokus proksimal). Di
saluran-saluran ini zat-zat yang masih berguna, misalnya gula, akan diserap kembali oleh darah

melalui pembuluh darah yang mengelilingi saluran tersebut sehingga terbentuk urine sekunder.
Proses ini disebut reabsorpsi.
Urine sekunder yang terbentuk kemudian masuk tubulus kotortokus distal dan mengalami
penambahan zat sisa metabolism maupun zat yang tidak mampu disimpan dan akhirnya
terbentuklah urnine sesungguhnya yang dialirkan ke kandung kemih melalui ureter. Proses ini
disebut augmentasi. Apabila kandung kemih telah penuh dengan urine, tekanan urine pada
dinding kandung kamih akan menimbulkan rasa ingin buang air kecil atau kencing.
Banyaknya urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh seseorang yang normal sekitar 5 liter setiap
hari. Faktor yang mempengaruhi pengeluaran urine dari dalam tubuh tergantung dari banyaknya
ar yang diminum dan keadaan suhu apabila suhu udara dingin, pembentukan urine meningkat
sedangkan jika suhu panas, pembentukan urine sedikit.
Pada saat minum banyak air, kelebihan air akan dibuang melalui ginjal. Oleh karena itu jika
banyak minum akan banyak mengeluarkan urine. Warna urine setiap orang berbeda-beda. Warna
urine biasanya dipengaruhi oleh jenis makanan yang dimakan, jenis kegiatan atau dapat pula
disebabkan oleh penyakit. Namun biasanya warna urine normal berkisar dari warna bening
sampai warna kuning pucat.

Komposisi Urine :
Air ( seperti urea )
Garam terlarut
Materi organik
Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine
berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa,
diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung
urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang
akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urine dapat diketahui melalui
urinalisis.
Untuk mendeteksi penyakit yang diderita dapat dengan melakukan analisis urine. Seperti
penyakit Diabetes, Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urine. Urine
seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urine orang
yang sehat.
Fungsi urine :

Fungsi bagi tubuh :


untuk membuang zat sisa metabolisme seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Urine
dapat menjadi penunjuk dehidrasi. Orang yang tidak menderita dehidrasi akan mengeluarkan
urine yang bening seperti air. Penderita dehidrasi akan mengeluarkan urine berwarna kuning
pekat atau cokelat. Juga sebagai pengatur kesetimbangan tubuh seperti tekanan darah.
Fungsi bagi tanaman :
Sebanyak 70% bahan makanan (nutrisi) yang dikonsumsi manusia dikeluarkan dalam bentuk air
seni. Dalam setahun, seseorang dapat mengeluarkan air kencing kira-kira sebesar 500 liter.
Jumlah ini setara dengan 4 kg nitrogen, 0.5 kg fosfor, dan 1 kg potasium. Ketiganya termasuk
unsur penting dalam pertumbuhan tanaman.
MIKROSKOPIS URINE
Pemeriksaan MIkroskopis Urine adalah pemeriksaan yang secara melihat menggunakan
mikroskop untuk pemeriksaan. Yang di periksa adalah:
Sel Organik:
o Leukosit
o Eritrosit
o Sel-sel epitel:
Squamius
Transisional
Bulat/epitel ginjal
o Silinder:
Hyalin
Lilin
Granuler kasar
Leukosit
Eritrosit
Oval fat bodies (OFB)
Sel Anorganik:
o Asam urat
o Calsium sulfat
o Urat amorf
o Phospat amorf
o Calsium carbonat
o Calsium oxalat
o Triple phosphate

Unsur-unsur Anorganik Abnormal:


o Leusin
o Bilirubin
o Tyrosin
o Cholesterol
Lain-lain:
o Bakteri
o Sel-sel ragi
o Spermatozoa
o Lendir(mucin)

Didalam urine terdapat berbagai macam urine, hal ini terggantung dari jenis makanan, banyak
makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urine. Kristal-kristal yang ditemukan dalam
urine ini sangat lah wajar.
Kristal kristal sedimen urine yang sering ditemukan :
1. Tripel Fosfat (Struvite) :
Kristal-kristal Struvite (magnesium amonium fosfat, fosfat rangkap tiga, Strucomp) biasanya
terlihat tak berwarna, 3-dimensional, ortorombik, kadang mengkilat dengan bias putih dan hijau,
bentuk seperti piramida atau prisma (penutup peti mayat), sering juga menunjukkan suatu warna
polarisasi. Adakalanya, kristal ini menyerupai satu mata pisau cukur bermata dua (bagian dalam
rangka) dan sedikit birefringent.
Kristal ini paling sering terlihat pada urine dari individu secara klinis normal. Meskipun
demikian mereka dapat ditemukan di dalam urine pada pH tertentu, lebih banyak ditemukan
dalam urine yang bersifat alkali dengan nilai pH daripada 6,5. Infeksi/peradangan saluran kemih
dengan bakteri urease positif dapat memicu struvite kristaluria (dan urolithiasis) dengan
peningkatan pH urine dan peningkatan amoniak bebas.
Faktor yang utama terbentuknya formasi kristal tripel fosfat adalah konsentrasi amoniak.
Alkalanisasi suatu spesimen urine dengan amoniak menghasilkan tripel fosfat apabila tidak ada
soda kaustik. Spesimen voided baru secara normal berisi amoniak bebas kecil dan urea yang
tinggi, namun oleh bakteri pemecah urea menguraikannya menjadi amoniak sehingga kadarnya
meningkat. Tripel fosfat biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan bakteri. Pada spesimen pagi
segar yang pertama, ditemukannya Tripel fosfat dapat menandakan adanya infeksi/peradangan

saluran kemih. Namun begitu nilai klinis Tripel fosfat kecil untuk menduga adanya infeksi
saluran kemih tanpa disertai dengan adanya leukosit dan bakteri dalam urine.
Dalam urine yang bersifat maka alkali Struvite akan mengalami presipitasi membentuk batu.
Struvite sering ditemukan batu ginjal pada urine manusia dan kucing. Batu Struvite dapat
menyebabkan infeksi bakteri /peradangan yang disebabkan hidrolisa urea menjadi ammonium
dan terjafi kenaikan pH menjadi netral atau alkali. Urea menyebabkan berkembangnya
organisme-organisme termasuk Pseudomonas, Proteus, Klebsiella, Staphylococcus, dan
Mycoplasma. Akumulasi kristal-kristal struvite di dalam kandung kemih dapat menyebabkan
gangguan saluran kemih, dengan gejala-gejala susah buang buang air kemih (dikira sembelit)
atau hematuria. Tindakan medis termasuk operasi diperlukan untuk menghilangkan kristal ini.

2. Calcium Oxalat :
Kalsium oksalat dihidrat kristalnya pada umumnya terlihat segi empat dengan sudut diagnonal
memotong didalamnya pada lapang pandang yang tampak (mirip dengan amplop). Kristal ini
dapat ditemukan pada semua pH. Kristal-kristal ini ukurannya sangat bervariasi dari yang paling
besar hingga kecil, terlihat memiliki indeks bias biru pada bagian dalam apabila pengamat
memutar mikrometer mikroskop. Dalam beberapa hal, sejumlah besar dari oxalates yang kecil
mungkin tidak berbentuk kristal khas, kecuali jika yang diuji pada magnifikasi yang tinggi.
Urolithiasis karena kalsium oksalat sudah dilaporkan pada anjing dan kucing. Pada beberapa
kasus, gangguan skunder pemakaian kalsium (meningkat) seperti hiperparatiroidisme maka
terjadi gangguan metabolisme dan peningkatan ekskresi kalsium oleh tubuh. Miniatur
Schnauzers menjelaskan bahwa yang dapat mempengaruhi kepada kalsium oksalat urolithiasis
tetapi walaupun begitu disertai juga tanpa kelainan-kelainan dalam ekskresi kalsium dalam urine.
Kristal-kristal Kalsium oksalat dihydrate dapat juga dilihat pada kasus-kasus intoksikasi etilena
glikol. Hal ini dapat dilihat bila dalam urine ditemukan dalam jumlah banyak dengan gagal ginjal
akaut, perlu pertimbangan diagnosis karena keracunan etilena glikol.
3. Asam Urat :
Asam urat mengeristal di dalam sistim orthorombic. Kristal-kristal asam urat dapat muncul
dalam beberapa bentuk. Kristal-kristal yang klasik bersifat pelat-profil belah ketupat tipis dan
yang lain membentuk plat bersudut enam, jarum dan rosette.

Kristal asam urat biasanya mempunyai karakteristik warna kuning. Intensitas warna bergantung
pada ketebalan dari kristal, plat-plat sangat tipis terlihat berwarna kuning muda, sedangkan
kristal yang lebih besar dan tebal mungkin akan berwarna coklat. Di bawah cahaya yang
dipolarisasikan, asam urat menunjukkan suatu warna polarisasi, dan dengan kristal-kristal yang
lebih tebal, satu rangkaian bentuk hitam terpusat. Variasi warna di bawah cahaya yang
dipolarisasikan adalah ciri khas asam urat.
4. Kalsium Fosfat :
Kristal kalsium fosfat juga dinamakan di-calcium fosfat atau hidroksil apatit. Nama mineralnya
adalah brushite. Bentuk kristal merupakan suatu prisma yang panjang pada ujungnya mungkin
terlihat sharped. Kristal ini adalah sedikit birefringent. Kristal kalsium fosfat ditemukan dengan
fosfat-fosfat rangkap tiga yang lainnya dan memiliki arti klinis yang sama. Penyebab utama
kristaluria ini adalah pH yang bersifat alkali bahwa berkurang daya larut kalsium fosfat dan
sehingga secara perlahan terbentuk kristal tersebut. Nilai pH alkali dapat disebabkan oleh diet
(vegetarian, kaya akan fosfat) tetapi dapat juga karena kondisi patologis. Biasanya, kehadiran
kristal ini bukanlah yang penting. Perbedaan antara amorf urates dan amorf fosfat berdasarkan
pH yang urine. Kristal dari kalsium fosfat adalah putih, sedangkan amorf urate merah muda.
5. Biurat :
Kristal Ammonium urate (atau biurate/ammonium asam urates/Ammonium biurates) secara
umum kelihatan sebagai warna coklat atau kuning kecoklatan berbentuk sferis dengan
penonjolan yang tidak beraturan (kecubung). Dapat pula ditemukan dalam bentuk seperti buah
apel dengan lapisan berwarna gelap melingkar. Beberapa kristal diproyeksikan seperti terompet
atau bentuk seperti tanduk lembu jantan dengan ujung meruncung bersifat birefringent.
Ditemukan dalam urine di segala pH, tetapi akan tampak jelas pada pH netral dan alkali karena
merupakan sedimen yang bersifat alkali. Ammonium biurates jarang ditemukan pada spesimen
yang segar. Dapat ditenukan di dalam spesimen-spesimen yang lama yang telah mengalami pH
menjadi alkali. Kristal ini dapat ditemukan pada gangguan vaskuler dengan gangguan
keseimbangan pH darah.
KIMIAWI URINE
Pemeriksaan kimiawi Urine adalah pemeriksaan yang secara melihat menggunakan tabung reaksi
untuk pemeriksaan. Yang di periksa adalah:
Protein yang terkandung dalam urine.
Secara kimiawi kandungan zat dalam urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum,
kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badanketon zat sisa
metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca dan Mg), hormone, zat

toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur
dsb)
PROTEINURIA
Proteinuria yaitu urin manusia yang terdapat protein yang melebihi nilai normalnya yaitu lebih
dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m2.Dalam keadaan normal, protein
didalam
urin
sampai
sejumlah
tertentu
masih
dianggap
fungsional.
Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala, ataupun dapat
menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal yang serius.Walaupun
penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya proteinuria, kebanyakan kasus proteinuria
biasanya bersifat sementara, tidak penting atau merupakan penyakit ginjal yang tidak
progresif.Lagipula protein dikeluarkan urin dalam jumlah yang bervariasi sedikit dan secara
langsung bertanggung jawab untuk metabolisme yang serius.adanya protein di dalam urin
sangatlah penting, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan adanya
penyebab/penyakit dasarnya.Adapun proteinuria yang ditemukan saat pemeriksaan penyaring
rutin pada orang sehat sekitar 3,5%.Jadi proteinuria tidak selalu merupakan manifestasi kelainan
ginjal.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas 200mg/hari.pada beberapa
kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda.Ada yang mengatakan proteinuria persisten jika
protein urin telah menetap selama 3 bulan atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit diatas
nilai normal.Dikatakan proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan
biasanya mayoritas terdiri atas albumin.
Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup besar atau beberapa
gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya sedikit yang muncul didalam urin.Ini
disebabkan 2 faktor utama yang berperan yaitu:
1.Filtrasi glomerulus
2.Reabsorbsi protein tubulus
Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria dapat meningkatkan melalui salah satu cara dari ke-4 jalan yaitu:
1.Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma
normal terutama abumin.
2.Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi.
3.Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal,Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam
jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.

4.Sekresi yang meningkat dari mekuloprotein uroepitel dan sekresi IgA dalam respon untuk
inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas pada ginjal yang
berakibat hilangnya protein.Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus
tetapi tidak memasuki urin.Muatan dan selektivitas dinding glomerulus mencegah transportasi
albumin, globulin dan protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding
glomerulus.Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plasma ke dalam urin (proteinuria
glomerulus).Protein yang lebih kecil (100 kDal) sementara foot processes dari epitel/podosit
akan memungkinkan lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk transpor melalui saluran yang
sempit.Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein yang kaya akan glutamat,aspartat, dan asam
silat yang bermuatan negatif pada pH fisiologis.Muatan negatif akan menghalangi transpor
molekul
anion
seperti
albumin.
Mekanisme lain dari timbulnya proteinuria ketika produksi berlebihan dari proteinuria abnormal
yang melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.Ini biasanya sering dijumpai pada diskrasia sel
plasma (mieloma multipel dan limfoma) yang dihubungkan dengan produksi monoklonal
imunoglobulin rantai pendek.Rantai pendek ini dihasilkan dari kelainan yang disaring oleh
glomerulus dan di reabsorbsi kapasitasnya pada tubulus proksimal.Bila ekskersi protein urin total
melebihi 3,5 gram sehari, sering dihubungkan dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (sindrom nefrotik).
Proteinuria Fisiologis
Proteinuria sebenarnya tidaklah selalu menunjukkan kelainan/penyakit ginjal.Beberapa keadaan
fisiologis pada individu sehat dapat menyebabkan proteinuria.Pada keadaan fisiologis sering
ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya kurang dari 200 mg/hari dan bersifat
sementara.Misalnya, pada keadaaan demam tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang kuat
terutama lari maraton dapat mencapai lebih dari 1 gram/hari, pasien hematuria yang ditemukan
proteinuria masif, yang sebabnya bukan karena kebocoran protein dari glomerulus tetapi karena
banyaknya protein dari eritrosit yang pecah dalam urin akibat hematuri tersebut (positif palsu
proteinuria masif).
Proteinuria Patologis
Sebaliknya, tidak semua penyakit ginjal menunjukkan proteinuria, misalnya pada penyakit ginjal
polikistik, penyakit ginjla obstruksi, penyakit ginjal akibat obat-obatan analgestik dan kelainan
kongenital kista, sering tidak ditemukan proteinuria.Walaupun demikian proteinuria adalah
manifestasi besar penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi ginjal.Baik pada
penyakit
ginjal
diabetes
maupun
pada
penyakit
ginjal
non
diabetes.
Kita mengenal 3 macam proteinuria yang patologis: Proteinuria yang berat, sering kali disebut
masif, terutama pada keadaan nefrotik, yaitu protein didalam urin yang mengnadung lebih dari 3
gram/24 jam pada dewasa atau 40 mg/m2/jam pada anak-anak, biasanya berhubungan secara
bermakna dengan lesi/kebocoran glomerulus.Sering pula dikatakan bila protein di dalam urin
melebihi 3,5 gram/24 jam.

Penyebab proteinuria masif sangat banyak, yang pasti keadaan diabetes melitus yang cukup lama
dengan retinopati dan penyakit glomerulus.Terdapat 3 jenis proteinuria patologis:
1.Proteinuria glomerulus, misalnya: mikroalbuminuria, proteinuria klinis.
2.Proteinuria tubular
3.Overflow proteinuria
1. Proteinuria Glomerulus
Bentuk proteinuria ini tampak pada hampir semua penyakit ginjal dimana albumin adalah jenis
protein yang paling dominan pada urin sedangkan sisanya protein dengan berat molekul rendah
ditemukan hanya sejumlah kecil saja.
Dua faktor utama yang menyebabkan filtrasi glomerulus protein plasma meningkat: 1). Ketika
barier filtrasi diubah oleh penyakit yang dipengaruhi glomerulus, protein plasma, terutama
albumin, mengalami kebocoran pada filtrat glomerulus pada sejumlah kapasitas tubulus yang
berlebihan yang menyebabkan proteinuria. Pada penyakit glomerulus dikenal penyakit
perubahan minimal, albuminuria disebabkan kegagalan selularitas yang berubah.
2). Faktor-faktor hemodinamik menyebabkan proteinuria glomerulus oleh tekanan difus yang
meningkat tanpa perubahan apapun pada permeabilitas intrinsik dinding kapiler glomerulus.
Proteinuria ini terjadi akibat kebocoran glomerulus yang behubungan dengan kenaikan
permeabilitas membran basal glomerulus terhadap protein.
a. Mikroalbuminuria
Pada keadaan normal albumin urin tidak melebihi 30mg/hari. Bila albumin di urin 30300mg/hari atau 30-350 mg/hari disebut mikroalbuminuria. Mikroalbuminuria merupakan
marker untuk proteinuria klinis yang disertai dengan penurunan faal ginjal LFG (laju filtrasi
glomerulus) dan penyakit kardiovaskular sistemik. Pada pasien diabetes mellitus tipe I dan II,
kontrol ketat gula darah, tekanan darah dan mikroalbuminuria sangat penting.
Hipotesis mengapa mikroalbuminuria dihubungkan dengan risiko penyakit kardiovaskular adalah
karena disfungsi endotel yang luas. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan
peranan kegagalan sintesis nitrit oksid pada sel endotel yang berhubungan antara
mikroalbuminuria dengan risiko penyakit kardiovaskular.
b. Proteinuria Klinis
Pemeriksaan ditentukan dengan pemeriksaan semi kuantitatif misalnya dengan uji Esbach dan
Biuret. Proteinuria klinis dapat ditemukan antara 1-5 g/hari.
2. Proteinuria Tubular

Jenis proteinuria ini mempunyai berat molekul yang rendah antara 100-150 mg/hari, terdiri atas
-2 mikroglobulin dengan berat molekul 14000 dalton. Penyakit yang biasanya menimbulkan
proteinuria tubular adalah: renal tubular acidosis (RTA), sarkoidosis, sindrom Faankoni,
pielonefritis kronik dan akibat cangkok ginjal.
3. Overflow Proteinuria
Diskrasia sel plasma (pada mieloma multipel) berhubungan dengan sejumlah besar ekskresi
rantai pendek/protein berat molekul rendah (kurang dari 4000 dalton) berupa Light Chain
Imunoglobulin, yang tidak dapat di deteksi dengan pemeriksaan dipstik/ yang umumnya
mendeteksi albumin/ pemeriksaan rutin biasa , tetapi harus pemeriksaan khusus. Protein jenis ini
disebut protein Bence Jonespenyakit lain yang dapat menimbulkan protein Bence Jones adalah
amiloidosis dan makroglobulinemia.
4. Proteinuria Isolasi
Adalah sejumlah protein yang ditemukan dalam urin tanpa gejala pada pasien sehat yang tidak
mengalami gangguan fungsi ginjal atau penyakit sistemik.proteinuria ini hampir ditemukan
secara kebetulan dapat menetap/persisten, dapat pula hanya sementara, yang mungkin saja
timbul karena posisi lordotik tubuh pasien. Proteinuria terisolasi dibagi dalam 2 kategori:
1) jinak dan
2) yang lebih serius lagi adalah yang mungkin tidak ortostatik dan timbul secara persisten.
a. Proteinuria Isolasi Jinak
1. Proteinuria fungsional
Ini adalah bentuk umum proteinuria yang sering terlihat pada pasien yang dirawat di rumah sakit
karena berbagai penyakit. Proteinuria tersebut adalah jenis glomerulus yang diyakini disebabkan
oleh perubahan hemodinamik ginjal yang meningkatkan filtrasi glomerulus protein plasma.
2. Proteinuria transien idiopatik
Merupakan kategori proteinuria yang umum pada anak-anak dan dewasa muda, yang ditandai
dengan proteinuria yang timbul selama pemeriksaan urin rutin orang sehat tetapi hilang kembali
setelah pemeriksaan urin dilakukan kembali.
3. Proteinuria intermitten
Terdapat pada lebih dari separuh contoh urin pasien yang tidak mempunyai bukti penyebab
proteinuria. Prognosis pada kebanyakan pasien adalah baik dan proteinuria kadang-kadang
menghilang setelah beberapa tahun.
4. Proteinuria ortostatik (postural)

Pada semua pasien dengan ekskresi protein massif, proteinuria meningkat pada posisi tegak
dibandingkan posisi berbaring. Perubahan ortostatik pada ekskresi protein tampaknya tidak
mempunyai kepentingan diagnosis dan prognosis. Proteinuria sering terjadi pada usia dewasa
muda,
jarang
terdapat
pada
usia
di
atas
30
tahun.
Patofosiologi proteinuria ortostatik tidaklah diketahui. Walaupun biasanya prognosis proteinuria
ortostatik baik, persisten (non-ortostatik) proteinuria berkembang pada segelintir orang.
b. Proteinuria Terisolasi yang Persisten/Menetap
Anamnesis secara lengkap dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencari penyakit
ginjal/sistemik yang menjadi penyebabnya.
Cara Mengukur Protein di Dalam Urin
Metode yang dipakai untuk mengukur proteinuria saat ini sangat bervariasi dan
bermakna.Metode dipstik mendeteksi sebagian besar albumin dan memberikan hasil positif palsu
bila pH >7,0 dan bila urin sangat pekat atau terkontaminasi darah.Urin yang sangat encer
menutupi proteinuria pada pemeriksaan dipstik.Jika proteinuria yang tidak mengndung albumin
dalam jumlah cukup banyak akan menjadi negatif palsu.Ini terutama sangat penting untuk
menentukan proteinBence Jones pada urin pasien dengan multipelk mieloma.Tes untuk
mengukur konsentrasi urin total secara benar seperti pada presipitasi dengan asam sulfosalisilat
atau asam triklorasetat.Sekarang ini, dipstik yang sangat sensitif tersedia di pasaran dengan
kemampuan mengukur mikroalbuminuria (30-300 mg/hari) dan merupakan petanda awal dari
penyakit glomerulus yang terlihat untuk memprediksi jejas glomerulus pada nefropati diabetik
dini.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung dari mekanisme jejas pada ginjal
yang berakibat hilangnya protein.Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler
glomerulus, tetapi tidak memasuki urin.Muatan dan selektifitas dinding glomerulus mencegah
transportasi albumin, globulin, dan protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus
dinding glomerulus.Akan tetapi, jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plsama ke
dalam urin (proteinuria glomerulus).Protein yang lebih kecil (100kDal) sementara foot processes
dari epitel atau podosit akan memungkinkan lewatnya air dan solut kecil untuk transport melalui
saluran yang sempit.Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein yang kaya akan glutamat, asam
partat, asam sialat yang bermuatan negatif pada pH fisiologis.Muatan negatif ini akan
menghalangi transport molekul anion seperti albumin.
REDUKSI URINE
Pemeriksaan Reduksi Urine adalah pemeriksaan yang secara melihat menggunakan tabung reaksi
untuk pemeriksaan. Yang di periksa adalah:
Glukosa yang terkandung dalam urine.

Glukosa, suatu gula monosakarida adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan
sebagai sumber tenaga bagi hewa dan tumbuhan. Glukosa merupakan salah satu hasil utama
fotosintesis dan awal bagi respirasi.

Glukosa merupakan sumber tenaga yang terdapat dimana-mana dalam biologi. Kita dapat
menduga alasan mengapa glukosa, dan bukan monosakarida lain seperti fruktosa, begitu banyak
digunakan. Glukosa dapat dibentuk dari formaldehida dalam keadaan abiotik sehingga mudah
tersedia bagi sistem biokimia primitif. Rendahnya glikosilasi ini dikarenakan glukosa yang
kebanyakan berada dalam isomer siklik yang kurang relatif. Meski begitu komplikasi akut
seperti diabetes, kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf periferal, kemungkinan disebabkan
oleh glikosilasi protein.

Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada tidaknya glukosa
pada urine. Pemeriksaan ini termasuk penyaringan dalam urinalisis.

Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan mengendap dalam
bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau keton bebas akan
memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat) berguna
untuk mencegah pengendapan Cu++ . Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak
mempunyai gugusan aktif (aldehid/ke ton bebas).

Glukosa dalam urin ditentukan dengan reaksi reduksi menggunakan reagen Benedict (terbaik),
Fehling dan Nylander. Cara lainnya adalah menggunakan carik celup.Reaksi benedict sensitive
karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan,
sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, hingga praktis lebih mudah
mengenalnya. Hanya terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena
benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan berbagai kadar
glukosa memberikan warna yang berlainan.

Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130
mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui (kadar glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya
reabsorbsi tubulus yang menurun.

Tes glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa
dalam urine. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan penyaring dalam urinalisis.

Pemeriksaan glukosa urine dengan tes reduksi atau menggunakan benedict ini memanfaatkan
sifat glukosa sebagai pereduksi. Zat yang paling sering digunakan untuk menyatakan adanya
reduksi adalah yang mengandung garam cupri. Reagen terbaik yang mengandung garam cupri
adalah larutan Benedict.

Prinsip dari tes Benedict = glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict)
menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi,
bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang
dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi
dan warna dari benedict tidak akan berubah.

*Perhatian* = tes reduksi ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat
pereduksi seperti monosakarida (galaktosa, fruktosa, pentosa), disakarida (laktosa), dan beberapa
zat bukan gula (asam homogentisat, formalin, salisilat kadar tinggi, vitamin C).

UROBILIN, BILIRUBIN DAN UROBILINOGEN


Pemeriksaan Urine adalah pemeriksaan yang secara melihat menggunakan tabung reaksi untuk
pemeriksaan. Yang di periksa adalah:
Bilirubin, uribilin dan urobilinogen yang terkandung dalam urine.
Pemeriksaan bilirubin dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin
dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari
p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam
sulfo salisilat.

Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan
kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat
mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi
bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium.

Bilirubin adalah produk perombakan hemoglobin oleh sel-sel retikuloendotel yang tersebar
diseluruh tubuh. Bilirubin bersifat tidak larut air, kemudiandikonjugasi oleh hati sehingga dapat
larut air. Bilirubin akan dirubah oleh bakteri dalam usus halus menjadi urobilinogen. Karena
proses oksidasi urobilinogen akan berubah menjadi urobilin, yaitu zat yang memberi warna khas
pada urine (kiana, 2013).

Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam jumlah yang sangat
sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi melalui pemeriksaan rutin. Billirubin terbentuk
dari penguraian hemoglobin dan ditranspor menuju hati, tempat billirubin berkonjugasi dan
diekskresi dalam bentuk empedu. Billirubin tak terkonjugasi atau tak langsung bersifat larut
dalm lemak, serta tidak dapat diekskresikan ke dalam urine.
Billirubinuria mengindikasikan kerusakan hati atau obstruksi empedu dan kadarnya yang
besar ditandai dengan warna kuning.
Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning. Empedu,
yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat
bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang
di faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses
ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Ketika urin kental, urobilin dapat membuat tampilan warna oranye-kemerahan yang
intensitasnya bervariasi dengan derajat oksidasi, dan kadang-kadang menyebabkan kencing
terlihat merah atau berdarah. Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam.
Ekskresi mencapai kadar puncak antara jam 14.00 16.00, oleh karena itu dianjurkan
pengambilan sampel dilakukan pada jam-jam tersebut.
Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin dalam urin karena merupakan
zat penting dalam metabolisme/ produksi urin. Tingkat urobilin dapat memberikan wawasan
tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Urobilinogen adalah larut dalam air dan transparan
produk yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin dilakukan oleh interstinal bakteri .
Hal ini dibentuk oleh pemecahan hemoglobin. Sementara setengah dari Urobilinogen beredar
kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika ada
kerusakan hati, kelebihan itu akan dibuang keluar melalui ginjal. Siklus ini dikenal sebagai
Urobilinogen enterohepatik siklus . Terdapat berbagai faktor yang dapat menghambat siklus ini .
Salah satu alasan menjadi gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis) karena malfungsi hati
berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi, Urobilinogen lebih diproduksi dan
diekskresikan dalam urin. Pada saat seseorang menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh
warna kulit yang sedikit kuning dan warna kuning dari urin.Namun bila ada obstruksi pada
saluran empedu, hal itu akan menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih sedikit
urobilin dalam urin. Lebih rendah jumlah urobilin Sof dapat disebabkan oleh hilangnya flora
bakteri usus yang berperan dalam sintesa produk HTI. Untuk mendeteksi jenis kerusakan di hati,
tes Urobilinogen dilakukan dengan mengukur kadar uribilinogen dalam urin.
Pemeriksaan urobilinogen dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar
urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen
urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang
berlebihan di dalam tubuh.

Tingkat Urobilinogen dalam urin


Dalam urin: kisaran Urobilinogen normal adalah kurang dari 17 umol / L (<1mg/dl). Kisaran
Urobilinogenukur adalah 0 8 mg / dl. Nilai Urobilinogen abnormal dapat menampilkan
meningkat serta nilai-nilai rendah.
Peningkatan nilai adalah indikasi dari kerusakan RBC secara berlebihan, membebani hati,
produksi Urobilinogen berlebih, hati yang berfungsi dalam batasan, hematoma, keracunan,
sirosis hati, fungsi hati.
Nilai-nilai rendah adalah indikasi penyumbatan di bileducts dan kegagalan empedu produksi.
ZAT KETON
Apakah sebenarnya benda keton itu? Pengertian benda keton atau definisi benda keton
sebenarnya berasal dari kata keton yang berarti suatu kadar dalam darah yang dijadikan sebagai
acuan untuk menentukan tingginya kadar keton yang dapat mempengaruhi kadar gula sehingga
menyebabkan gangguan sakit diabetes.
Lalu apa penyebab kadar keton meningkat atau kapan benda keton diproduksi dalam darah?
Benda keton akan diproduksi apabila zat karbohidrat dalam tubuh gagal untuk menghasilkan
energi yang disebabkan oleh gangguan fungsi metabolisme karbohidrat yang tidak dapat
dikontrol sebagai, contohnya pada gangguan diabetes mellitus.
Untuk mengetahui seberapa tinggi kadar keton biasanya dilakukan dengan cara test urine.
Itulah sedikit ulasan menganai benda keton
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam -hidroksibutirat,
yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton
diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan
oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol),
kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak rendah
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan
mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.
Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan
cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada
ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.
Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan
kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton
dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton
dan asam asetoasetat.

BAB III
PROSEDUR KERJA

A. PRA ANALITIK
a. Alat:

Tabung reaksi
Rak tabung reaksi
Botol penampung
Coronggelas arloji
Pipet tetes
Kertas lakmus
Indikator universal
Urinometer
Temperatur
Gelas ukur 50 ml
Mikroskop
Centrifuge
Object glass
Cover glass
Tabung venojek
Lampu espiritus

b. Reagen:

Asam sulfosalicyl 20%


Asam asata 6%
HNO3 pekat
Larutan benedict
Fehling A
Fehling B
Larutan BaCl 10%
Fouchet
Shlesinger
Ehrlich
Rothera
Reagen Sulkowitch
HCL 25%

c. sampel:

Urine 24 jam
Urine sewaktu
Urine segar
40 ml urine segar
Urine patologis

d. Probandus:

Nama
: Nendi
Umur
: 25
Jenis kelamin : laki-laki

B. ANALITIK
MIKROSKOPIS URINE
a. Prinsip
i. Volume urine
Banyaknya urine yang dikeluarkan ginjal dalam 24 jam itu tergantung
beberapa faktor.
ii. Warna urine dan kejernihan urine
Untuk menggambarkan rupa urine harus dilakukan secepatnya setelah
urine dikeluarkan, dengan cahaya tembus urine yang urine yang mana,
yang dinyatakan dengan kuning muda, kuning tua, coklat dan tak
berwarna serta urine itu dinyatakan jernih atau keruh pada waktu
dikeluarkan.

iii. Bau urine


Adanya bau yang semula ada, cukup bermakna dalam mambanttu suatu
diagnosa.
iv. Keasaman urine atau pH
Celupkan kertas indikator ke dalam urine, dimana warna yang terjadi
menunjukan pHnya. Kertas itu kemudian dibandingkan. Dengan standar
yang memberi warna persamaanyasesuai dengan pHnya, atau terjadi
perubahan warna dari indikator universal yang sesuai dengan warna dari
standar pH.
v. Berat jenis urine
Berat jenis urine diukur menggunakan urinometer yang mempunyai skala
1,000-1,060 (berat jenis aquadest=1,000 pada temperatur 20 oC), dimana
temperatur urine harus diperhatikan koreksinya terhadap hasil yang
diperoleh.
MIKROSKOPIS

Untuk melihat adanya elemen-elemen (sel, kristal dan sebagainya) dalam


urine maka dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop. Hal ini
dikerjakan dengan pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu
sehingga elemen tersebut terpisah dan supertnatannya.
PROTEIN
1. Protein urine kualitatif
Adanya protein urine akan bereaksi dengan HNO3 pekat
membentuk cincin putih.
2. Protein urine semikuantitatif
Untuk menyatakan adanya protein dalam urine yang ditunjukan
dengan timbulnya kekeruhan dengan cara menembahkan suatu
asam pada urine akan mendekatkan ke titik isoelektris dari uirne.
REDUKSI
Zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu
dalam larutan basa seperti Cu, Bi, Hg, Fe.
Dalam test benedict dan fehling glukosa dan bahan-bahan
pereduksi dalam urine akan mereduksi cupri sulfat yang berwarna
biru akan menjadi endapan cupro oksida yang berwaarna merah
dalam suasana alkali.
UROBILIN, BILIRUBIM DAN UROBILINOGEN
1. Bilirubun
Adanya bilirubin dalam urine akan dioksidasi oleh reagen fouchet
yang berwarna hijau, dimana sebelumnya bilirubin diendapkan
oleh barium chloride.
2. Urobilin
Reaksi antara urobilin dengan reagen shlesinger membentuk warna
fluorescence hijau terang. Dimana penambahan lugol pada
pemeriksaan ini adalah mengoksidasi urobilinogen karena urine
segar tidak ada urobilin.
3. Urobilinogen
Adanya urobilinogen dalam urine akan dioksidasi oleh reagen.
ZAT KETON

Dimana sodium nitropriside yang ditambahkan ke dlam urine akan


bereaksi dengan keton bodies.

b. Tujuan
MAKROSKOPIS
i. Volume urine
Untuk mengetahui volume urine dari pasien dalam 24 jam dan bermanfaat
untuk mengetahui adanya gangguan pada ginjal.
ii. Warna urine dan kejernihan urine
Untuk mengetahui kelainan urine yang berarti untuk klinik dan untuk
mengetahui apakah urine itu keruh atau jernih.
iii. Bau urine
Untuk mengetahui kelainan urine yang berarti untuk klinik.
iv. Keasaman urine atau pH
Untuk mengetahui pH dalam urine dan dapat juga memberikan petunjuk
kearah etiologi pada infeksi saluran kencing.
v. Berat jenis urine
Untuk mengetahui Berat jenis urine yang akan diperiksa.
MIKROSKPIS
Untuk mengetahui sedimen urine secara mikroskopis.
PROTEIN
1. Protein urine kualitatif
Untuk mengetahui adanya protein dalam urine secara kualitatif.
2. Protein urine semikuantitatif
Untuk mengetahui
semikuantitatif.

adanya

protein

dalam

urine

secara

REDUKSI
Untuk mengetahui kadar glukosa dalam urine.
UROBILIN, BILIRUBIN DAN UROBILINOGEN
1. Bilirubun
Untuk mengetahui ada tidaknya bilirubin dalam urine
2. Urobilin
Untuk mengetaui urobilin dengan adanya fluorescence hijau
terang.
3. Urobilinogen
Untuk mengetahui ekskresi urobilinogen dalam urine
ZAT KETON
Untuk mengetahui zat keton dalam urine
c. Prosedur Kerja
MAKROSKOPIS
i. Volume urine
Pada jam/waktu tertentu pada hari pertama, pasien kencing dan spesimen
ini dibuang, waktu dia kencing tersebut dicatat/ditulis pada tempat
penampungan urine tersebut.
Semua spesimen sesudah dikumpulkan dengan hati-hati di dalam suatu
wadah selama 24 jam berikutnya.
Spesimen yang terakhir tapat 24 jam sesudah kencing yang pertama kali
ditampung.
Ukurlah volume urine dengan menggunakan gelas ukur.
ii. Warna urine dan kejernihan urine
Isilah tabung reaksi dengan segar.
Amatilah pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya yang tembus dalam
sikap corong.
iii. Bau urine
Isilah tabung reaksi dengan segar.
Baulah.
iv. Keasaman urine atau pH
Letakkan kertas indikator pada gelas arloji.

Teteskan sedikit urine yang masih segar di atas kertas indikator tersebut.
Bandingkan kertas indikator tersebut dengan warna yang sesuai dengan
warna standar.
Bacalah pHnya pada warna standar yang sesuai kertas indikator tersebut.
Apabila urine asam maka kertas pH akan berwarna kuning dan jika uirne
alkalis maka kertas pH akan berwarna hijau.
v. Berat jenis urine
Tuanglah urine 40 ml ke dalam gelas ukur.
Lepaskan pelan-pelan urinometer ke dalam gelas ukur sehingga bebas dari
dinding.
Putarlah urinometer untuk melepaskan dari dinding dengan menggunakan
ibu jari da jari tekunjuk.
Setelah urinometer terapung ditengah-tengah bacalah berat jenisnya tanpa
parallax pada meniscus bawah.

MIKROSKOPIS

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kocoklah urine secara perlahan-lahan


Masukan urine kedalam tabung centrifuge tabung
Centrifuge selama 5 menit pada 1500-2000 rpm
Tuangkan urine (supertnatannya) dengan membalikan tabung
centrifuge secara cepat dan tanpa getaran
Kocoklah tabung untuk mensuspensi sedimen
Dengan menggunakan pipet tetes tarulah 2 tetes sedimen terpisah
keatas objek glass dan tutuplah dengan cover glass
Turunkan kondensor dan kecilkan diafragma kemudian periksa
sedimen dengan objektif kecil (10x)
Periksa kemudian itu dengan objektif besar (45x)

PROTEIN

1.
2.
3.
4.

Protein urine kualitatif


1-3 ml HNO3 pekat dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambahkan urine melalui dinding tabung pelan-pelan
amati adanya cincin putih di perbatasan antara HNO3 dengan
Urine
5. Hasil (+) : adanya cincin putih
2. Asam sulfosalicyl 20%

1. Disediakan 2 tabung reaksi berisi 5 ml urine, masing-masing untuk


kontrol dan test
2. Ditambahkan pada tabung test kira-kira 8 tetes asam sulfosalisilat
20%
3. Diamati kekerukan yang terjadi, bandingkan dengan kontrol
4. Bila timbul kekeruhan panaskan dan awasi kekeruhan
a. Jika kekeruhan tetap ada pada waktu pemanasan dan tetap ada juga
setelah dingin kembali, test terhadap protein adalah positif. Protein itu
mungkin albumin, mungkin globulin, mungkin kedua-duanya.
b. Jika kekeruhan hilang pada waktu pemanasan, tetapi muncul lagi
setelah dingin mungkin disebabkan protein Bence Jones dan perlu
sedikit lebih lanjut.

3. asam asetat 6%
1. Disiapkan semua alat yang diperlukan
2. 2 ml urine dimasukkan dalam tabung, satu tabung sebagai tes dan
satu tabung sebagai kontrol
3. Tabung dimiringkan dan panaskan permukaan urine di atas api
sampai mendidih
4. Dibandingkan kekeruhan yang tampak pada bagian yang dipanasi
dengan bagian bawah yang tidak dipanasi
a. Bila terjadi kekeruhan ditetesi 3-5 tetes asam asetat 6% dan
perhatikan kekeruhan tetap ada atau menghilang
b. Evaluasi kekeruhan yang tampak dengan dasar/latar belakang
warna hitam dan bandingkan dengan sampelnya.
5.
Tabung di panaskan lagi sampai mendidih, kemudian baca
hasilnya.
REDUKSI

1. Test Benedict
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Masukkan larutan benedict ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 cc.
3. Campurkan urin patologis 5 8 tetes ke dalam tabung yang telah berisi benedict.

4. Panaskan tabung di atas spritus/Bunsen dan sambil dikocok perlahan sampai


mendidih.
5. Dinginkan dan amati terjadi perubahan warna atau tidak.

2. Dengan Larutan Fehling

- Siapkan dua buah tabung reaksi . Tabung I nanti akan digunakan untuk kontrol (diisi
dengan urine saja)
- Tabung II diisi 2 ml Fehling A + 2 ml Fehling B ditambahkan 1 ml urin
- Panaskan tabung diamati adanya kekeruhan

BILIRUBIN, UROBILIN DAN UROBILINOGEN

1)
2)
3)
4)
5)

1. Bilirubin
Memasukkan urine sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi
Menambahkan 2,5 ml larutan BaCl2 10% dan menghomogenkan.
Menyaring larutan tersebut pada kertas saring
Filtrate yang di dapat, ditambah dengan larutan fauchet 2-3 tetes
Mengamatinya pada cahaya matahari dengan latar belakang hitam.

1)
2)
3)
4)
5)

2. Urobilin
Memasukkan urine sebanyak 5 ml ke dalam tabung reaksi
Menambahkan 10 ml pereaksi Schlesinger ke dalam tabung, lalu kocok kuat
Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring
Filtrate yang di dapat, ditambah dengan larutan tictura iodine 2-3 tetes
Mengamatinya pada cahaya matahari dengan latar belakang hitam

3. Urobilinogen
1) Dipipet 5 ml urine dimasukan ke dalam tabung reaksi
2) Ditambah 0,5 ml reagen ehrlich dibiarkan selama 5 menit kemudian dibacaa
hasilnya.
3) Positif apabila terjadi warna merah yang dilihat dari atas tabung.
ZAT KETON

1.
2.

5ml urine ditambahkan 1gr reagen Rothera, kocok sampai larut


Tambahkan 1-2 ml NH4OH pekat melalui dinding tabung keatas
amonium hidroksida jenuh 6% . harus membentuk lapisan.

3.

Tegakkan tabung dan baca hasilnya setelah 3 menit


(+) warna ungu kemerah-merahan
(-) warna coklat

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. POST ANALITIK
MAKROSKOPIS
a. Harga normal:
i. Volume urine
800 ml-1300 ml dalam 24 jam
ii. Warna urine dan kejernihan urine
Kuning muda sampai kuning tua
iii. Bau urine
Berbau khas
iv. Keasaman urine atau pH
pH urine 4,6-8,5
v. Berat jenis urine
Bj urine antara 1,016-1,022 pada urine 24 jam sedangkan urine
sewaktu 1,003-1,030.

b. Hasil pemeriksaan didapatkan:


i. Volume urine
40 ml
ii. Warna urine dan kejernihan urine
Warna
: kuning muda
Kejerniahn : jernih
iii. Bau urine
Bau khas
iv. Keasaman urine atau pH
pH 7
v. Berat jenis urine
Bjs : 1,012

MIKROSKOPIS
c. Hasil Organik didapatkan:
No
Sel/LP
1 Eritrosit
2 Leukosit
3 Epitel
a. Squamius
b. Transisional
c. Ginjal
4 Silinder
a. Hyalin
b. Lilin
c. G. Kasar
d. G. Halus
e. Eritrosit
f. Leukosit
g. Epitel
5 OFB

1
-

2
-

3
-

4
-

5
-

6
-

7
-

8
-

9
-

10
-

Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Rata-rata
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

PROTEIN
4. Protein urine kualitatif
------5. Protein urine semikuantitatif
d. Test asam sulfosalicyl 20%
Sampel

:---------

e. Test asam asetat 6%


Sampel

: ++

Interpretasi Hasil:
(-)
(+1)
(+2)
(+3)
(+4)

: Tetap jernih
: Ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01-0,05 g/dl)
: Kekeruhan mudah dapat dilihat dan tampak butir-butir (0,05-0,2 g/dl)
: Urine jelas keruh dan kekerihan itu jelas berkeping-keping (0,2-0,5 g/dl)
: Urine sangat keruh dan bergumpal (lebih dari 0,5 g/dl)

REDUKSI
f. Test Benedict
Sampel

:-

Sampel

:+

g. Test Fehling

Interpretasi Hasil:
Negatif (-)

: Tetap biru atau sedikit kehijau-hijauan

Positif (+)

: Hijau kekuning-kuningan dan keruh (0,5-1% glukosa)

Positif (++)

: Kuning keruh (1-1,5% glukosa)

Positif (+++)

: Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Positif (++++) : Merah keruh ( > dari 3,5 % glukosa)

UROBILIN, BILIRUBIN, UROBILINOGEN


h. Test bilirubin
Negatif tidak terjadi warna hijau empedu
i. Test urobilin
Positif adanya fluorescence hijau terang.
j. Test urobilinogen
Positif terjadi warna merah
ZAT KETON
k. Zat keton

Negatif tidak terbentuk cincin ungu kemerahan

l. Dokumentasi
Volume urine

i. Bau urine

ii. Berat jenis urine

Warna urine dan kejernihan urine


ph urine

MIKROSKOPIS

PROTEIN URINE ASAM ASETAT

REDUKSI URINE TEST BENEDICK

TEST FEHLING

BILIRUBIN

UROBILINOGEN

UROBILIN

ZAT KETON

B. PEMBAHASAN
MAKROSKOPIS
a. Volume urine
Volume urine yang didapatkan adalah 40 ml karena sampel tersebut
menggunakan urine sewaktu. Urine normal seseorang dalam waktu 24 jam
adalah 800 ml sampai 1300 ml. Jika urine tidak sampai nilai normal maka ia
mungkin mengalami gangguan ginjal.
b. Warna urine dan kejernihan urine
Warna normal urine kuning muda-kuning tua yang disebabkan oleh
urobilin dan urochrom.
Warna abnormal urine:
Hijau
: obat-obatan dan kuman-kuman
Merah
: hemoblobin, porfirin, porfobilin
Coklat
: bilirubin, hematin, porfobilin
Seperto susu
: zat-zat lemak, pus, getah prostat
Sebab urine menjadi keruh dari mula-mula:
Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah yang besar
Unsur sedimen dalam jumlah yang besar
Chylus dan lemak

Benda-benda koloid
Bakteri-bakteri
c. Bau urine
Urine normal berbau khas yang disebabkan oleh sebagian asam-asam organik
yang mudah menguap.
Bau amoniak disebabkan oleh perombakan bakteri dari ureum, biasanya
terjadi bila urine dibiarkan tanpa pengawet.
d. Keasaman urine atau pH
Normal keasaman urine adalah 4,6-8,5. Apabila urine asam maka kertas pH
akan berwarna kuning dan jika uirne alkalis maka kertas pH akan berwarna
hijau.
e. Berat jenis urine
Urinometer yang dipakai hendaklah dilihat dahulu teranya biasanya pada
suhu antara 15 oC-20 oC.
Urinometer yang dipakai hendaklah yang ditera pada satu suhu antara 27
o
C-32 oC.
Perhitungan:
Bj t
= 1,011
Sk
= 25 oC
St
= 20 oC
Bj S = Bj t + [(

= 1,011 + [(

= 1,011 + [(

= 1,011 + [( )
= 1,011 + 0,001
= 1,012
MIKROSKPIS

Dari percobaan pemeriksaan sedimen urine yang dilihat dengan menggunakan


mikroskop, didapat beberapa sel organik seperti leukosit, squamus, epitel ginjal, dan
OFB. Hal ini tidak begitu menjadi suatu kasus besar dalam keadaan tubuh urine
percobaan.
Kristal dalam urin tidak ada hubungan langsung dengan batu di dalam saluran kemih.
Kristal asam urat, kalsium carbonat, dan sel-sel ragi merupakan kristal yang sering
ditemukan dalam sedimen dan tidak mempunyai arti, karena kristal-kristal itu merupakan
hasil metabolisme yang normal.
Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis makanan, banyak makanan, kecepatan
metabolisme dan kepekatan urin. Di samping itu mungkin didapatkan kristal lain yang
berasal dari obat-obatan atau kristal-kristal lain seperti kristal tirosin, kristal leucin.
Tapi dalam hal Batu ginjal biasanya terdiri dari tipe kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam
urea, struvite, dan cystine.
PROTEIN

Fungsi ginjal merupakan membuang sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh dan
mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit tubuh. Setiap saat, secara teratur, darah yang
beredar di tubuh kita akan melewati ginjal untuk menjalani proses filtrasi di ginjal. Proses filtrasi
tersebut akan menghasilkan urin yang membawa serta sisa metabolisme tubuh yang tidak
diperlukan lagi. Sedangkan zat-zat yang berguna bagi tubuh, seperti protein, tidak terfiltrasi dan
tidak keluar di urin.
Proses metabolisme protein di dalam sistem pencernaan akan menghasilkan asam amino yang
kemudian ikut dalam peredaran darah. Di dalam sel akan disintesa dan sebagai hasil akhir adalah
asam urat. Asam urat merupakan suatu zat racun jika ada di dalam tubuh maka hepar akan
dirombak sedikit demi sedikit menjadi urea dan dikeluarkan ginjal. Jika urine mengandung
protein biasanya berupa asam amino. Keadaan demikian merupakan kelainan pada hepar ginjal.
Urine yang terdapat atau ditemukan protein disebut proteinuria. Proteinuria ini ditandai dengan
adanya kekeruhan setelah diuji dengan suatu metode. Proteinuria ditentukan dengan berbagai
cara yaitu: asam sulfosalisilat, pemanasan dengan asam asetat, dan metode Heller.
Pada prktikum ini kita melakukan dengan metode Heller, pemanasan asam sulfosalisilat, dan
pemanasan asam asetat .
Pada metode pemanasan dengan asam asetat dan pemanasan asam sulfosalisilat ini terbentuknya
protein disebabkan sifat asam atau suasana asam.
REDUKSI

Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa
seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis
cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, dan
akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa
sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk
urin berasal dari darah atau cairan interstisial (Chernecky and Berger, 2008).

Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh,
misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa
mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi
racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui
melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik
untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos Dari urin kita
bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. (Chernecky and Berger, 2008).

Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita
diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring. Untuk
menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda- beda. Cara
yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah
sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling
yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri. Sedangkan
pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa
oxidase (Prasetya, 2011).

Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan dengan
menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis
pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan
metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif
(Subawa.2010). Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B. Fehling A
adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium
natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga
diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion Cu2+ terdapat
sebagai ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Anonim, 2010).

Pada praktikum ini menunjukkan hasil positif terkandungnya glukosa dalam sampel urine.
Dalam suasana alkali, glukosa mereduksi kupri menjadi kupro kemudian membentuk Cu2O yang
mengendap dan berwarna merah. Perbedaan intensitas warna merah dari tiap tabung tersebut
secara kasar menunjukkan kadar glukosa dalam urine yang diperiksa. Berdasarkan hasil
pengamatan diketahui bahwa sampel mengandung glukosa yang ditunjukkan dengan terjadinya
perubahan warna dari biru tua menjadi kuning kemerahan dengan terdapat endapan kuning
merah. Hal ini telah sesuai secara teoritis, dimana sampel yang digunakan pada tabung ketiga
merupakan sampel urine normal, sehingga tidak terjadi perubahan warna pada uji fehling yang
menunjukkan tidak adanya glukosa dalam sampel tersebut. Berikut ini adalah reaksi antara
aldehid dengan fehling yang menghasilkan endapan merah bata :

Cu2O + Glukosa -----> CuO endapan merah bata.

Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi karena
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk
mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis,
sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi
(Wirawan dkk, tt).

Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat
menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa,
formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C. Oleh karena
itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung
dalam sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan
keberadaan penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan
cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan
pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan
normal adalah 160-180 mg % (Wirawan dkk, tt).

UROBILIN, BILIRUBIN, UROBILINOGEN

Dalam keadaan normal, selalu terdapat flourescensi hijau yang amat ringan.

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan
hepar untuk melakukan rekskresi.
Pada percobaan ini dilakukan pemeriksaan kandungan bilirubin dan urobilinogen dalam
urine. Percobaan ini dilakukan dengan metode kualitatif sehingga dibutuhkan ketajaman
penglihatan untuk mengamati hasil percobaan.
Percobaan untuk mengetahui adanya bilirubin dalam urine dilakukan dengan melakukan
pengocokan pada 5ml urine hingga muncul buih dandiamati warnanya. Jika buih yang dihasilkan
dari pengocokan tersebut berwarna kuning, maka urine dinyatakan positif menganding bilirubin.
Jika buih yang dihasilkan dari pengocokan tersebut berwarna putih atau tidak berwarna, maka
urine dinyatakan negatif menganding bilirubin.
Pada sampel urine kelompok kami, setelah dilakukan pengocokan buih yang dihasilkan
berwarna putih, maka sampel urine dapat dinyatakan tidak mengandung bilirubin.
Percobaan untuk menyatakan adanya urobilinogen dalam urine dilakukan dengan
penambahan reagen ehlich sebanyak 5 tetes dalam 5 ml sampel urine sambil dibolak-balik ketika
melakukanpenambahan reagen dan kemudian didiamkan selama 5 menit. Jika setelah 5 menit
didapati perubahan warna menjadi merah, maka sampel urine dapat dinyatakan positif
mengandung urobilinogen. Jika setelah 5 menit tidak ada perubahan warna, maka sampel urine
dinyatakan negatif mengandung urobilinogen.
Urobilinogen sering didapat dalam urine karena urobilinogen merupakan suatu zat hasil
perombakan hemoglobin yang digunakan untuk memberi warna urine. Kadar eksresi
urobilinogen normal dalam urine adalah 1-4mg/24jam. Jika didapati kadar urobilinogen lebih
dari kadar normal, maka kemungkinan terdapat kerusakan hati atau berlebihnya Hb yang
dirombak oleh hati (kiana, 2103)
Sampel urine kelompok kami setelah ditambah reagen dan didiamkan selama 5 menit
didapati perubahan warna, sehingga warna sampel menjadi merah dan dinyatakan mengandung
urobilinogen.
Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau
anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik,
obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh
kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati
yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah,
kolelitiasis, diare yang berat.
ZAT KETON

Berdasarkan hasil adalah negatif.


- Normal keton dalam urine = 1mg/24 jam
- Syarat utama pemeriksaan keton adalah pemeriksaan harus cepat dan menggunakan
urine segar
- Metode pemeriksaan keton = Rothera dan Gerharl
- Positif palsu dapat terjadi akibat NaHCO3, Fenol,Salicylat dan Antiphirin
Masalah Klinis
Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau
malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian
janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida,
piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).
Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium

Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu.
Obat tertentu (Lihat pengaruh obat)
Urin disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
hasil uji negaif palsu
Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat
Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi dalam pemeriksaan urine lengkap didapatkan hasil:

volume urine
warna urine atau kejernihan urine
bau urine
keasaman urine atau pH urine
berat jenis urine
berarti pasien tersebut normal.

: 100 ml
: warna kuning muda, kejernihan jernih
: bau khas
:7
: 1,013

MIKROSKOPIS
No
Sel/LP
1 Eritrosit
2 Leukosit
3 Epitel
d. Squamius
e. Transisional
f. Ginjal
4 Silinder
h. Hyalin
i. Lilin
j. G. Kasar
k. G. Halus
l. Eritrosit
m. Leukosit
n. Epitel
5 OFB

1
-

2
-

3
-

4
-

5
-

6
-

7
-

8
-

9
-

10
-

Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Rata-rata
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

PROTEIN
Test asam asetat 6%
Sampel

: ++

Sampel

:-

Sampel

:+

REDUKSI
f. Test Benedict

g. Test Fehling

UROBILIN, BILIRUBIN, UROBILINOGEN


h. Test bilirubin
Negatif tidak terjadi warna hijau empedu
i. Test urobilin
Positif adanya fluorescence hijau terang.
j. Test urobilinogen
Positif terjadi warna merah
ZAT KETON
k. Zat keton

Negatif tidak terbentuk cincin ungu kemerahan

SARAN
Tubuh manusia merupakan media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri yang
paling baik. karena hal tersebut, tubuh manusia menjadi sumber penularan penyakit yang
paling besar.
Pada proses praktek bakteri frekuensi untuk terinfeksi dengan bakteri sangat tinggi. Oleh
karena itu, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, handscond, dan jas
laboratorium sangat dianjurkan. Selain itu, kebersihan dalam proses identifikasi juga
sangat diperlukan sehingga bakteri yang diisolasi bisa tumbuh dengan baik.

Oleh karena itu, sepatutnya lah kita menjaga kebersihan dan kesehatan diri kita dan
lingkungan. Dengan melakukan hal-hal tersebut, frekuensi terserang penyakit bisa
ditanggulangi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku praktikum kimia klinik


PEMERIKSAAN URINE SECARA MAKROSKOPIS & PEMERIKSAAN
SEDIMEN URINE
(http://labkesehatan.blogspot.com).
Frances K. Widmann,1995 Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: Panerbit Buku Kedokteran EGC.

Evelin C. Pearce, 2006. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Klinik I. Yogyakarta:


Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta.

Gjandasoebrata R . 1986, Penuntun Laboratorium Klinik . Jakarta . Dian Rakyat


Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2000. Obat - Obat Penting. Jakarta : PT
Elex Media Kompotindo
Ganiswarna, Sulistia. 2007. Farmakoloi dan Terapi, edisi V. Jakarta : FK UI
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia adisi IV .Jakarta :Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

You might also like