You are on page 1of 23

Neonatus Kurang Bulan dengan Berat Badan

Lahir Rendah dan Respiratory Distress


Syndrom
Diajeng Marta T

102009168

William Wijaya

102010009

Ni Nyoman Yuliadhyatmi

102010059

Rudy Hermawan

102010097

Reyner Sebastian

102010193

Ronald Tirta Saputra

102010279

Ayu Patandean

102010295

Zulhilmi Bin Ismail

102010386

Tiara Sari Irianti

102011418

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Terusan Arjuna Utara no. 6, Jakarta 11510
Email: diajeng_marta@yahoo.com
Pendahuluan
Peralihan dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin memerlukan banyak
perubahan fisiologi dan biokimia. Hilangnya ketergantungan terhadap peredaran darah ibu melalui
plasenta, memerlukan pengaktifan fungsi paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon
dioksida dan fungsi organ lain seperti hati , jantung, ginjal, selain itu juga termasuk sistem
imunologi yang berperan dalam perlindungan terhadap infeksi. Tidak semua bayi dapat
beradaptasi dengan baik bahkan banyak meninggal akibat kegagalan penyesuaian biokimia dan
fisiologi.Kegagalan itu disebabkan oleh keadaan seperti asfiksia, prematuritas, gangguan
persalinan, dan lain-lain. Besarnya angka kesakitan dan kematian neonatus mencerminkan
besarnya masalah kegagalan penyesuaian kehidupan bayi baru lahir. Respiratory Distress
Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat
napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel

dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat
fungsi surfaktan.1

Skenario
Seorang Ibu hamil 33 minggu G1P0A0 berusia 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam. Ibu telah diketahui menderita plasenta previa totalis. Bayi dilahirkan via SC dengan
berat 1200 g dan ketuban jernih. Bayi meringis dengan ekstremitas sedikit fleksi dan tampak biru,
denyut jantung 130x/menit dengan nafas irregular. Setelah di stimulasi, bayi menangis kuat dan
akitf. Satu jam setelah lahir, bayi menangis lemah dengan badan tampak kebiruan, (+)
mendengkur dengan sedikit retraksi dada sehingga bayi harus dirawat.
Pernapasan dan Sirkulasi Neonatus
Terdapat dua kejadian yang sangat penting yang terjadi segera setelah bayi lahir, yaitu
terjadinya pernapasan bayi pertama kali dan putusnya hubungan neonatus dengan plasenta.
Dengan dua kejadian ini maka akan terjadi perubahan sirkulasi pada neonatus secara drastis yang
tidak sama dengan sirkulasi orang dewasa sehingga disebut sirkulasi neonatus. Perubahan
kardiovaskular yang terjadi segera setelah lahir berupa penurunan resistensi vaskular paru,
peningkatan aliran darah paru, peningkatan resistensi sistemik, pengaliran darah melalui duktus
arteriosus dari kiri ke kanan dan penutupan foramen ovale. Setelah proses pernafasan
berlangsung, udara yang masuk ke dalam paru menyebabkan turunnya resistensi pembuluh darah
pulmonal. Dengan adanya perubahan ini, aliran darah ke atrium kiri melalui vena pulmonalis
menjadi meningkat sehingga tekanan dalam atrium kiri lebih tinggi dari atrium kanan dan hal ini
akan menyebabkan penutupan foramen ovale. Jika resistensi pembuluh darah pulmonal turun
sampai rendah dari tekanan pembuluh darah sistemik maka duktus arteriosus akan menutup.
Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10 15 jam setelah lahir dan menutup
permanen pada usia 2 3 minggu.
Segera setelah bayi lahir, terjadi perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi neonatus.
Sirkulasi neonatus adalah darah dari tubuh bagian bawah yang masuk melalui vena kava superior
masuk ke dalam atrium kanan dan melalui katup trikuspidalis masuk ke dalam ventrikel kanan.
Dari ventrikel kanan, darah dengan kandungan CO2 yang tinggi melalui arteri pulmonalis masuk
ke dalam paru paru dan mengalami oksigenasi. Dari paru paru melalui vena pulmonalis darah
yang mengandung oksigen tinggi akan masuk ke atrium kiri dan selanjutnya ke ventrikel kiri
kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh melalui aorta. Setelah membahas tentang sirkulasi
maka penulis akan membahas pernafasan neonatus. Pada saat bayi melewati jalan lahir , dinding
2

dada tertekan sehingga sebagian cairan paru paru akan keluar. Setelah itu terjadi pengembangan
dinding dada, kira kira 40 cc udara akan menggantikan cairan yang keluar. Kemudian pada
sebagian bayi , otot otot glossofaringeus akan berkontraksi dan memasukkan sekitar 5 10 cc
udara ke dalam trakea. Sebelum nafas pertama tekanan intra pleura akan sama dengan tekanan
atmosfir.Hal ini menunjukkan bahwa dada tidak mengembang sampai setelah lahir. Mekanisme
yang pasti terjadinya penambahan volume rongga dada akibat pernafasan pertama tidak
diketahui.Pada waktu pernafasan pertama tekanan intra pleura turun sekitar 40 cm H2O selama
0,5 detik atau lebih. Dengan keluarnya cairan dari saluran nafas, tahanan saluran nafas dan
tekanan intra pleura menurun. Sebagian cairan yang masih tersisa , pada sebagian bayi akan
dibatukkan. Selain mekanisme di atas, pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesarea,
pengeluaran cairan paru paru dilakukan seluruhnya dengan reabsorbsi oleh pembuluh darah dan
limfe.2
Regulasi suhu tubuh
Pengaturan suhu tubuh pada neonatus adalah keseimbangan antara termogenesis dan
termolisis. Termogenesis pada bayi dihasilkan dengan metabolisme asam lemak dan trigliserida.
Termogenesis bayi belum dpat dengan menggigil oleh sebab itu proses termogenesi pada bayi
disebut nonshivering thermogenesis.

Pada saat lahir , tekanan oksigen yang rendah akan

menyebabkan asfiksia. Asfiksia akan menyebabkan rangsangan pengeluaran epinefrin dan nor
epinefrin dari medulla adrenal. Pengeluaran epinefrin dan norepinefrin

akan menyebabkan

vasokontriksi yang akan mempertahankan sirkulasi otak. Selain itu, epinefrin akan menyebabkan
rangsangan metabolisme brown fat. Metabolisme brown fat lebih banyak menghasilkan panas
karena metabolisme lemak melewati siklus krebs yang menghasilkan ATP rendah sehingga energi
bebas banyak, energi bebas inilah yang akan, menjadi panas. Termolisis pada bayi sangat
dipengaruhi oleh luas permukaan bayi yang lebih luas dibandingkan dewasa sehingga kehilangan
panas jauh lebih besar. Selain itu, kulit dan jaringan subkutan yang tipis pada bayi meningkatkan
konduksi sehingga kehilangan panas menjadi meningkat dan akhirnya kehilangan cairan tubuh.
Kehilangan cairan tubuh akan menyebabkan penurunan berat badan bayi kira kira 5 10 % pada
2-3 hari pertama. Selain konduksi, neonatus akan kehilangan panas dengan cara evaporasi,
konveksi, dan radiasi. Evaporasi adalah proses kehilangan panas melalui penguapan dari kulit
tubuh yang basah ke udara, karena bayi baru lahir diselimuti oleh air ketuban / cairan amnion.
Proses ini terjadi apabila bayi baru lahir tidak langsung dikeringkan setelah proses persalinan atau
memandikan bayi segera setelah lahir. Pencegahan evaporasi adalah dengan cara pengeringan bayi
segera setelah lahir. Konveksi adalah proses kehilangan panas pada bayi melalui aliran udara di
sekitar bayi yang lebih dingin. Misalnya bayi yang dilahirkan di kamar yang pintu dan jendela
3

terbuka, ada kipas / AC yang dihidupkan. Radiasi

adalah proses kehilangan panas melalui

pemancaran / radiasi dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misalnya suhu
kamar bayi / kamar bersalin dibawah 25 C, terlebih lagi jika dinding kamarnya lebih dingin
karena bahannya dari keramik / marmer.2
Fungsi Hati
Bayi

baru lahir menggunakan sumber energi (KGD 30 40 mmHg/100ml) dari

glikogen yang berasal dari otak, jantung, dan hati. Tetapi setelah beberapa jam , persedian
glikogen akan habis maka proses glukoneogenesis akan diaktivasi. Apabila proses
glukoneogenesis terhambat maka KGD < 20 mg/100ml , akan mengakibatkan gangguan saraf dan
koma atau apnoe dan sianosis. Protein dan lemak tidak melewati plasenta sehingga neonatus harus
memproduksi protein dan lemak sendiri dengan cara mengaktifkan metabolisme asam lemak dan
asam amino. Hati pada neonatus belum dapat melaksanakan fungsi ekskresi bilirubin dan
detoksifikasi dengan baik sehingga dapat terjadi jaundice selama 3 7 hari. Jaundice pada
neonatus pada keadaan ini adalah keadaan yang fisiologis.
Traktus gastrointestinal dan endokrin
Neonatus memiliki waktu pengosongan lambung 3 4 jam dan pH lambung kurang dari
3. Enzim lambung dan HCl membantu pencernaan susu. Enzim intestinal dan empedu pada
neonatus cukup sedangkan amilase pankreas masih rendah. Absopsi zat nutrisi baik kecuali lemak
karena enzim lipase yang rendah pada neonatus. Pada neonatus, filtrasi glomerulus rendah akan
menyebabkan produksi urin rendah, selain itu kapasitas ginjal juga rendah untuk
mengkonsentrasikan urin. Pada saat persalinan, klem tali pusat akan menyebabkan 100 ml darah
ibu masuk ke bayi sehingga pada keadaan anemia sebaiknya dilakukan penundaan klem tali pusat
agar darah yang masuk ke dalam bayi menjadi lebih banyak dan Hb akan menjadi lebih tinggi.
Pertumbuhan pada fetus dirangsang oleh hormon esterogen dan progesteron sedangkan pada
neonatus di rangsang oleh hormon pertumbuhan dan tiroid. Kelenjar tiroid berasal dari
pertumbuhan dari kantung brakial keempat yang akan turun ke leher. Kelenjar tiroid akan
berfungsi pada 10 11 minggu pada fetus dan mencapai kadar T4 darah dewasa pada saat 18 -20
minggu. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid yaitu T3 dan T4. Hormon pertumbuhan
dihasilkan oleh hipofise anterior.1
Sistem saraf
Pertumbuhan sistem saraf sangat meningkat pada trimester pertama dan kedua. Dengan
berat otak saat lahir adalah 400 gram. Neonatus masih mempunyai refleks primitif seperti refleks
moro, suckling, rooting. Fungsi motorik dilaksanakan oleh cortical cerebri.1
Anamnesis
4

1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan tampak kebiruan pada badan bayi (seluruh badan atau ujung ekstremitas?)
Adakah suara mendengkur? Apakah badan bayi panas? Apakah bayi tampak Kejang?
4. Riwayat kehamilan
Konsumsi obat-obatan, Asupan makanan, Umur ibu saat hamil, yang diderita selama hamil?
Aktivitas berat saat hamil? Riwayat memelihara binatang seperti kucing dan unggas? Riwayat
ketuban pecah sebelum waktunya?
5. Riwayat persalinan
Lahirnya per vaginam/seksio? Lahir cukup bulan? Berat badan lahir? Panjang badan lahir?
Langsung menangis? Warna kulit saat lahir (ikterus? Sianosis?), riwayat persalinan
sebelumnya?
6. Riwayat pasca persalinan
Apakah bayi langsung mendapat ASI dari ibunya? bayi mau menetek? Gerak bayi aktif atau
tidak?
7. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit orang tua? Apakah anak yang lain memiliki keluhan yang sama?
Pemeriksaan Fisik
Penampilan umum
Pemeriksaan bayi baru lahir harus dilakukan secepat mungkin setelah dilahirkan untuk
menemukan abnormalitas dan melakukan tindakan pemeriksaan berikutnya. Pada persalinan
resiko tinggi, pemeriksaan awal sebaiknya dilakukan di ruang bersalin dan dipusatkan pada
kelainan bawaan dan permasalahan patofisiologik yang mungkin menimbulkan gangguan
kardiovaskuler dan metabolik. Setelah bayi stabil, dilakukan pemeriksaan yanh lebih terperinci
dalam waktu 24 jam pertama kehidupan. Pada bayi yang sehat sebaiknya dilakukan di depan
ibunya, dan pada saat ini variasi anatomik sekecil apapun harus dikatakan pada ibunya. Pada saat
bayi pulang, harus dilakukan pemeriksaan, oleh karena abnormalitas tertentu terutama bising
jantung sering timbul atau menghilang pada periode awal neonatus. Denyut nadi, pernafasan,
panjang badan, berat badan, ukuran lingkar kepala dan ukuran setiap abnormalitas harus dicatat.
Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan terhadap kepala, leher, mulut, dada, abdomen, kelenjar
mammae, genitalia,anus dan rektum, kulit, kelenjar getah bening da ekstremitas.
Kepala, lingkar kepala rata rata bayi cukup bulan adalah 33-38 cm. Kulit kepala
diperiksa untuk melihat adanya erosi, laserasi, bruise yang disebabkan oleh forsep. Kaput
suksedanum harus diperiksa dan sefalhematoma kadang kadang baru terlihat setelah 3 sampai 4
hari setelah lahir. Molding pada tulang kepala dapat menghilang pada hari ke 5. Ukuran fontanella
yang membesar menunjukkan adanya keterlambatan osifikasi tulang dan dihubungkan dengan
keadaan hipotiroid, sindrom trisomi, malnutisi, dan osteogenesis imperfekta. Penampilan muka
5

secara umum harus dilihat dengan kaitannya dengan dismorfik, seperti lipatan epikantus, mata
yang letaknya berjauhan dan telinga agak rendah sering berkaitan dengan sindroma kongenital.
Mata sering terbuka secara spontan jika bayi ditegakkan atau dimiringkan perlahan lahan ke
depan dan ke belakang. Hal ini akibat refleks labirin dan reflek leher. Daun telinga, sering terjadi
skin tag preaurikuler unilateral atau bilateral, jika bertangkai pada dasarnya bisa diikat kuat
sehingga akan terjadi gangren.
Mulut, Pada bayi normal jarang memperlihatkan adanya pembentukan gigi prekok yang
tumbuh pada tempat gigi seri bawah dan gigi ini biasanya tanggal sendiri, tapi dapat juga terjadi
pada sindrom sindrom. Inspeksi juga harus dilakukan pada palatum mole dan durum untuk
menetukan adanya celah tersembunyi. Lidah kelihatan relatif lebih besar. Pemeriksaan
tenggorokan pada neonatus sangat sulit karena lengkungan pada palatum.
Leher, pemeriksaan leher harus dilakukan untuk melihat gerakan, goiter, tirogosal atau
traktus cabang bronkial. Kadang kadang tampak asimetris dengan cekungan yang dalam pada
sisi lain. Agenesis otot paling sering disebabkan posisi janin persisten dengan kepala miring ke
sisi yang lain yang disebut Asyntilism.
Dada,

pada pemeriksaan dada yang kita perhatikan adalah respirasi dan jantung.

Respirasi, frekuensi pernafasan neonatus 40 60 x/menit. Pemeriksaan pada bayi yang normal
dilakukan setiap 3- 4 jam sekali sedangkan pada bayi yang abnormal dilakukan setiap 1 2 jam
sekali. Pada bayi premaur sering terlihat retraksi yang ringan, jika tanpa grunting maka retraksi
disebut normal. Apnea didefinisikan bila tidak bernafas selama 20 detik dengan atau tanpa
bradikardi dan disertai atau tidak sianosis. Jantung, pemeriksaan meliputi frekuensi, ritme,
kualitas, dan ada atau tidaknya murmur. Posisi jantung dapat ditentukan dengan melakukan
palpasi dan auskultasi sehingga dapat dibedakan posisi kiri atau kanan. Frekuensi jantung normal
adalah 120 160 x/menit. Pemeriksaan pada bayi normal 3-4 jam sekali sedangkan pada bayi
yang abnormal 1- 2 jam sekali. Murmur pada neonatus tidak memiliki arti yang signifikan.
Abdomen, pemeriksaan abdomen pada neonatus berbeda dengan anak yang lebih tua.
Organ abdominal anterior seperti hepar, lien, usus, dapat dilihat melalui dinding perut terutama
pada anak yang kurus atau prematur. Pada palpasi pemeriksaan dari kuadran bawah ke atas akan
teraba ujung hepar atau lien. Hati kadang kadang dapat teraba 2 2,5 cm dibawah arkus
kostarum, sedangkan lien biasanya tidak teraba.
Kelenjar mammae, pengaruh hormonal ibunya akan menimbulkan pembesaran dan sekresi
kelenjar mammae pada kedua jenis kelamin.
Genitalia, pada laki laki sering ditemukan adanya fimosis, skrotum sering berukuran
besar, dan kelainan kelainan lain. Panjang dan besar ukuran penis harus diukur, jika kurang
6

dari 2,5 cm adalah abnormal dan harus dilakukan evaluasi. Wanita, kelainan yang sering
ditemukan adalah pembesaran labia mayora. Pemeriksaan labia juga harus dilakukan untuk
melihat adanya kista , himen imperforata.
Anus dan rektum, pengeluaran mekonium akan berlangsung dalam waktu 12 jam pertama
setelah kelahiran. Anus imperforata tidak selalu terlihat dan mungkin memerlukan pemeriksaan
dengan memasukkan jari kelingking secara hati hati ke rektum atau dengan pemeriksaan
radiologis.
Kulit, epidermis pada neonatus khususnya prematur adalah tipis dan berwarna merah.
Kelainan yang sering timbul adalah milia, mongolian spot, eritema toksikum.
Kelenjar getah bening, pada pemeriksaan palpasi, 30 % neonatus ditemukan adanya
pembesaran kelenjar getah bening dengan diameter < 12 mm dan sering terdapat di daerah
inguinal, servikal, dan leher.
Ekstremitas, kelainan yang sering terjadi adalah anomali jari, club feet dan dislokasi
panggul yang memerlukan koreksi.2
Penilaian maturitas fisik
Semua bayi harus dilakukan penilaian usia kehamilan yang lengkap (jika mungkin
dalam 1 jam setelah lahir dan 12 jam ). Tujuan penilaian adalah membandingkan bayi menurut
nilai standar pertumbuhan neonatus berdasar usia kehamilan (dianggap akurat dengan kisaran 2
mgg), verifikasi perkiraan obstetri untuk usia kehamilan, identifikasi bayi kurang bulan, lebih
bulan, besar / kecil untuk usia kehamilan, amati dan rawat terhadap kemungkinan komplikasi.
Tabel 1. Penilaian maturitas fisik.2

Penilaian neuromuskular
7

Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal,
scarf sign dan heel to ear manuver. Postur adalah paling baik saat terlentang dan tenang. Amati
fleksi tangan dan kaki (bandingkan dengan angka yang ada pada lembar kerja). Square window
dengan cara fleksikan pergelangan tangan bayi (sebanyak mungkin namun hati-hati) lalu amati
sudut antara ibu jari dan bagian lengan bawah (bandingkan dengan angka yang ada pada lembar
kerja). Arm recoil dengan cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan
lengan bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan.
Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap terentang / gerakan acak, Skor 1:
fleksi parsial 140-180, Skor 2: fleksi parsial 110-140 , Skor 3: fleksi parsial 90-100 , dan Skor
4: kembali ke fleksi penuh. Sudut popliteal dengan letakkan bayi terlentang, kepala, punggung
dan panggul menempel pada permukaan lalu pegang paha pada posisi fleksi dengan ibu jari dan
telunjuk kiri, dengan telunjuk tangan kanan, luruskan kaki di belakang mata kaki dengan tekanan
lembut dan bandingkan sudut di belakang lutut/sudut popliteal dengan angka pada lembar kerja.
Scarf sign dengan meletakkan bayi terlentang lalu pegang tangan bayi dan tempelkan lengan
melewati leher ke bahu yang berlawanan sejauh mungkin, siku mungkin perlu diangkat melewati
badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan
amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja. Heel-to-earmanuver (manuver tumit telinga) dengan posisi bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu
jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada
permukaan meja periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut
(bandingkan dengan angka pada lembar kerja). Untuk mendapat hasil penilaian usia kehamilan
bisa kita lakukan dengan menjumlahkan seluruh skor tiap kolom lalu cocokkan ke dalam tabel
skor maka akan didapatkan usia kehamilan. Apabila hanya dilakukan penilaian maturitas fisik
maka hasil skor dikalikan dua lalu dicocokkan ke dalam tabel skor untuk mendapat kan usia
kehamilan.3

Tabel
bayi.

2.

Penilaian

neuromuskular

Bayi badan lahir rendah (BBLR) dan prematur


Bayi BBLR adalah neonatus dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir.
Bayi dengan berat badan lahir ada dua kelompok yaitu bayi yang lahir dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu ( preterm) yang disebut berat badan rendah prematur dan bayi yang lahir
dengan usia kehamilan besar 37 minggu yang disebut pertumbuhan janin terhambat (IUGR).
Penyebab prematur dengan berat badan rendah dibagi atas empat faktor yaitu faktor maternal,
fetal, medicak dan iatrogenik. Faktor maternal adalah penyakit yang dialami ibu selama
mengandung, komplikasi persalinan seperti plasenta previa, dan perdarahan, serviks inkompeten,
dan infeksi maternal. Faktor fetal adalah kehamilan ganda dan malformasi kongenital. Faktor
medical adalah proses kelahiran yang harus dilakukan sebelum waktunya oleh karena ibunya
diabetes, penyakit jantung yang parah, hipertensi, hipoksia fetus, hidrops fetalis.4
Kriteria Bayi Baru Lahir Normal
Bayi yang lahir dengan presentasi kepala melalui vagina tanpa menggunakan alat, pada usia
kehamilan 37- 42 minggu, dengan berat badan 2500-<4000 gram, dengan nilai APGAR 7 tanpa
cacat bawaan. Secara rinci dapat di jelaskan sebagai berikut :

Berat badan 2500 4000 gram


Usia Kehamilan37-42 minggu
Menangis pada saat lahir (Skor Apgar 7)
Tidak terdapat kelainan/cacat kongenital
Panjang badan lahir 48 52 cm
Lingkar dada 30 38 cm, Lingkar kepala 33 35 cm

Gambar

1.

Grafik

terhadap usia gestasi.

berat

badan

Bunyi jantung dalam menit menit pertama kira kira 180x/menit, kemudian menurun

sampai 120 140x/menit


Pernafasan pada menit menit pertama cepat kira kira 80x/menit kemudian menurun
setelah tenang kira kira 40 x/menit.

Klasifikasi bayi berdasarkan berat lahir :


- Berat Lahir Rendah : < 2500 gram
- Berat Lahir cukup/normal : > 2500 4000 gram
- Berat Lahir lebih : > 4000 gram
- Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) : berat lahir
1500-2500 gram
- Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) :
berat lahir < 1500 gram
- Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) :
berat lahir < 1000 gram
Klasifikasi bayi berdasarkan usia gestasi :
- Bayi kurang bulan : < 37 minggu
- Bayi cukup Bulan : 37-42 minggu
- Bayi lebih bulan > 42 minggu
- Bayi kecil untuk masa kehamilan : berat lahir <
10 persentil menurut grafik Lubchenco
- Bayi besar untuk masa kehamilan : berat lahir >
10 persentil menurut grafik Lubchenco
APGAR Score
Merupakan metode untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel
(pernafasan, frekuensi denyut Jantung, warna kulit, tonus otot & iritabilitas reflek). Dilakukan
pada :

Menit ke 1 kelahiran
untuk mengetahui bayi asfiksia /tidak dan memberi kesempatan pd bayi untuk memulai
perubahan
Menit ke-5
untuk mengetahui prognosis bayi
Menit ke-10
penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang rendah & perlu tindakan resusitasi.
Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yang
rendah berhubungan dengan kondisi neurologis.
Tabel 3. Skor APGAR.4

10

Interpretasi :

Preosedur penilaian APGAR


Pastikan pencahayaan baik
Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dg cepat & simultan.
Jumlahkan hasilnya
Lakukan tindakan dg cepat & tepat sesuai dg hasilnya
Ulangi pada menit kelima
Ulangi pada menit kesepuluh
Dokumentasikan hasil & lakukan tindakan yg sesuai.
Penilaian: Setiap variabel dinilai : 0, 1 dan 2. Nilai tertinggi adalah 10.4
Pemeriksaan Penunjang
Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah Tes Kematangan
Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah
terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut diklasifikasikan sebagai
tes biokimia dan biofisika.
Tes Biokimia (Lesithin - Sfingomyelin rasio)
11

Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion,


maka jumlah fosfolipid dalam cairan amnion dapat untuk
menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan
paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan
sfingomielin

dari

cairan

amnion.

Tes

ini

pertamakali

diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971, merupakan salah


satu test yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes
dibandingkan

dengan

tes

yang

lain.

Rasio

Lesithin

dibandingkan Sfingomyelin ditentukan dengan

thinlayer

chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan

Gambar 2. Gambaran foto


thoraks
pasien
respiratory
distress syndrome.3

dipisahkan dengan pelarut organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid
dapat dilihat dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung
rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organic dari lesithin dan
sfingomyelin. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara relatif merupakan
komponen non spesifik dari cairan amnion. Rasio L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi 32 minggu.
Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris disebutkan bahwa Neonatal
RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2. Beberapa penulis telah melakukan
pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama. Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi
harga absolut rasio L/S bayi immatur dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut
dimana rasio L/S merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan
pernapasan. Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara rasio L/S
dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan. Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil
interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah menemukan bahwa mekonium tidak
mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi
yang susunannya mirip lesithin, sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.
Test Biofisika :
Shake test diperkenalkan pertamakali oleh Clement pada tahun 1972. Test ini bardasarkan
sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga agar gelembung tetap stabil.
Dengan mengocok cairan amnion yang dicampur ethanol akan terjadi hambatan pembentukan
gelembung oleh unsur yang lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam
lemak bebas. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam saline dengan 1 ml ethanol
95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2
kali (cairan amnion : ethanol) merupakan indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal,
12

mempunyai nilai prediksi positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal
RDS.3
Radiografi Thoraks
Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran groundglass bilateral, difus, air bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air
bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yang terisi udara didepan alveoli yang
kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar. Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh
asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus (PDA), kemungkinan kelainan
jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan dini dan ventilasi mekanik
yang adekuat.2,3
Pemeriksaan Darah Tepi
Hemoglobin, Hematokrit, Lekosit, Trombosit, Hitung jenis, Glukosa darah sewaktu, Morfologi
darah tepi Eritrosit, Lekosit, Trombosit.3
Working diagnosis
Kriteria RDS bila didapatkan sesak napas berat (dyspnea ), frekuensi napas meningkat
(tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,
adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti
vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi. Sedangkan
pendapat lain disebut RDS bila ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak
langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi
organ non pulmonar. Definisi bila onset akut, ada infiltrat bilateral pada foto thorak, tekanan arteri
pulmonal = 18 mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya hipertensi atrium kiri, adanya
kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 300, adanya sindrom gawat
napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau sama dengan 200, menyokong suatu RDS.
Diferensial diagnosis
1. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN)
TTN adalah penyebab paling umum dari gangguan pernapasan neonatal, yang merupakan
lebih dari 40 persen kasus. Hal itu terjadi ketika cairan paru residu tetap dalam jaringan paruparu janin setelah kelahiran. Prostaglandin yang dihasilkan setelah kelahiran melebarkan
pembuluh limfatik untuk mengeluarkan cairan paru-paru dengan meningkatnya sirkulasi paruparu melalui proses bernapas. Ketika cairan terus menetap meskipun terjadi mekanisme ini,
dapat berakibat timbulnya TTN. Faktor risiko termasuk asma ibu, bayi laki-laki, makrosomia,
diabetes ibu, dan persalinan sesar. Gambaran klinis termasuk tachypnea segera setelah lahir
atau dalam waktu dua jam, dengan tanda-tanda gangguan pernapasan lain. Gejala dapat
13

berlangsung dari beberapa jam sampai dua hari. Radiografi dada menunjukkan infiltrat
parenkim difus, "siluet basah" di sekitar jantung, atau akumulasi cairan intralobar.
2. Mekonium Aspiration Syndrome (MAS)
Cairan ketuban bercampur mekonium terjadi pada sekitar 15 persen dari kelahiran,
menyebabkan sindrom aspirasi mekonium pada bayi dalam 10 sampai 15 persen dari kasus
tersebut, biasanya dalam jangka panjang. Mekonium terdiri dari sel-sel deskuamasi, sekret,
lanugo, air, pigmen empedu, enzim pankreas, dan cairan ketuban. Meskipun steril, mekonium
menyebabkan iritasi lokal, obstruksi, dan media untuk pertumbuhan bakteri. Adanya
mekonium dapat mewakili hipoksia atau distress janin di dalam rahim. Gejala yang sama
dapat

terjadi

setelah

aspirasi

darah

atau

cairan

ketuban

jernih.

Sindrom aspirasi mekonium menyebabkan gangguan pernapasan yang signifikan segera


setelah lahir. Hipoksia terjadi karena aspirasi yang terjadi di dalam rahim. Radiografi dada
menunjukkan atelektasis merata atau konsolidasi.
3. Infeksi
Infeksi bakteri merupakan kemungkinan penyebab lain gangguan pernapasan neonatal.
Patogen umum termasuk grup B streptokokus (GBS), Staphylococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, dan batang enterik gram negatif. Pneumonia dan sepsis memiliki berbagai
manifestasi, termasuk tanda-tanda khas gangguan serta ketidakstabilan suhu. Berbeda dengan
TTN, RDS, dan MAS, infeksi bakteri membutuhkan waktu untuk berkembang, dengan
konsekuensi gangguan pernapasan terjadi beberapa jam sampai hari setelah lahir.
Faktor risiko pneumonia termasuk ketuban pecah dini lama, prematuritas, dan demam ibu.
Pencegahan infeksi GBS melalui skrining universal dan pengobatan antepartum mengurangi
penyakit

tingkat

awal,

termasuk

pneumonia

dan

sepsis,

sebanyak

80

percent.

Radiografi dada membantu dalam diagnosis, dengan infiltrat bilateral menunjukkan infeksi
rahim. Efusi pleura terjadi pada dua pertiga dari kasus. Kultur darah serial dapat diperoleh
untuk kemudian mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. begitu neonatus lahir ada
baiknya langsung diberikan antibiotik ampicillin dan gentamicin atau cefotaxime sampai
kultur darah atau cairan serebrospinal menunjukkan hasil infeksi negatif.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, RDS diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir tiap
tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonates yang
lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami RDS, dan kurang dari 30 % neonatus
premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini.
Pada satu laporan, angka kejadian RDS sekitar 42% pada infant 501-1500g, dengan 71%
dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang berat
14

badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. RDS lebih jarang ditemukan di Negara
berkembang dibanding lainnya, terutama karena kebanyakan infant premature yang kecil untuk
masa kehamilan mengalami stress di dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan,
juga dikarenakan pada wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga
pencatatatannya buruk.
Faktor Risiko Respiratory Distress Syndrome
1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih imatur
dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.
2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium,
pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri
yang membawa darah keluar dari paru.
3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetesterjadi keterlambatn
pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi
4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar,berapa pun usia
gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of
Newborn).
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi pneumonia
bakterialis atau sepsis.
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi mekonium.3
Etiologi
Pada bayi premature, respiratory distress syndrome terjadi karena gangguan sintesis dan
sekresi surfaktan yang menyebabkan terjadinya atelektasis, ketidakseimbangannya ventilasiperfusi, dan hipoventilasi yang mengakibatkan hipoksemia. Analisis gas darah menunjukkan
asidosis metabolik dan respiratorik yang mengakibatkan vasokonstriksi pulmonum, kerusakan
endotel dan integritas epithelial dan terbentuknya eksudat protein dan terbentuknya formasi
membrane hialin.
Defisiensi relative dari surfaktan menurunkan daya kompliens paru dan kapasitas residu
fungsional, dengan meningkatkan deadspace. Hipoksia, asidosis, hipotermia dan hipotensi akan
merusak produksi dan sekresi surfaktan. Evaluasi makroskopik, menunjukkan bahwa paru terlihat
merah seperti hati dan tidak berudara (seperti gambaran hati). Sedangkan atelektasis dan distensi
difus di bagian distal saluran napas

diobservasi secara mikroskopik. Atelektasis progresif,

barotruma atau volutrauma dan toksisitas oksigenasi merusak sel endotel dan sel epitel
mengakibatkan eksudasi matriks fibrin dari darah. Membrane hialin di alveoli terbentuk dalam
waktu setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi premature, epitel mulai menyembuh saat 36-72
jam setelah kelahiran, dan sintesis surfaktan dimulai. Fase penyembuhan ditandai dengan
regenerasi sel alveolar, termasuk sel tipe II, menghasilkan peningkatan aktivitas surfaktan.
15

Patofisiologi
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh
alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein, lipoprotein
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati.
Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang.
Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem
interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli
type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan
ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas
oksigen, menyebabkan kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang
meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek;
pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).1
Gejala klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan
selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi
surfaktan. Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi prematur segera setelah
lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung, grunting, retraksi
dinding dada,dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 1

: Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara

Stadium 2

: Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran

airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
16

Stadium 3

: Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat

lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4

: Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Gejala klinis yang progresif dari RDS:


a.
b.
c.
d.
e.

Takipnea diatas 60x/menit


Grunting ekspiratoar
Subcostal dan interkostal retraksi
Cyanosis
Nasal flaring
Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat berlanjut

apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan tampak kembali
dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap pada 24-36 jam
pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik dalam 60-72 jam. Dan
sembuh pada akhir minggu pertama. Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan
menggunakan skor Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai
digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan
skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada
semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam
untuk menilai progresivitasnya. 2
Tabel 4. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes.2
Pemeriksaan
Frekuensi napas
Retraksi
Sianosis
Air entry
Merintih

Skor
0
1
< 60 /menit
60-80 /menit
Tidak ada retraksi
Retraksi ringan
Tidak ada sianosis
Sianosis hilang dengan
02
Udara masuk
Penurunan ringan udara
masuk
Tidak merintih
Dapat didengar dengan
stetoskop
Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

2
> 80/menit
Retraksi berat
Sianosis
menetap
walaupun diberi O2
Tidak ada udara masuk
Dapat didengar tanpa
alat bantu

Penatalaksanaan
Terapi respiratory distress syndrome ditujukan untuk mencegah komplikasi dan
memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia
dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami
gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus (NICU), bila tidak
tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk

17

atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk
mencapai keberhasilan perawatan.
Penatalaksanaan Non Respiratorik
Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang mengalami
distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari. Temperatur bayi harus
dijaga dalam rentang 36,537,5oC.
Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang berat,
dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia.
Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya
dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10% atau
dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat
ditambahkan pada infus cairan yang diberikan. Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai sejak
hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari 3
g/kgBB/hari. Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas
sering tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti sepsis perlu
dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai sampai
hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah ampisillin dan
gentamisin.5
Penatalaksanaan Respiratorik
Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan dari
lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan
pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan
menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan
ventilasi. Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus
mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah
dihangatkan.5
Tabel 5. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri.5
> 95%
88-94%
85-92%

Bayi aterm
Bayi pre term (28-34 minggu)
< 28 minggu

Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan pertukaran gas dan
sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan
menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas. Indikasi untuk memulai ventilasi mekanis pada
pasien yang mengalami gagal nafas biasanya didasari atas menetap atau memburuknya keadan
klinis akibat proses pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.
18

Penatalaksanaan di ruang NICU


Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus (NICU)
saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled
nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal
nafas pada neonatus (misalnya dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane
oxygenation), 25-30% penderita yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 613% mengalami cerebral palsy, 6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah
banyak yang mengalami gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.
Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai efek pada
sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan
optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang
minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang minimal. Derajat distress pernafasan, derajat
abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas kardiopulmonal serta
keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan dalam memutuskan untuk memulai
penggunaan ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik dapat ditentukan oleh
parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik pernafasan mekanis yang
diinginkan.
Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged apnea, (2) PaO2
kurang dari 50 mmHg atau FiO 2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung bawaan
tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi yang
menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi mekanis
antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda kesulitan
nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.3
Surfaktan
Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi mengalami
respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2 jam (umumnya
4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan tambahan oksigen 30%
atau lebih.
Tabel 6. Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.2
Nama Produk
Galfactant

Dosis Awal
3 ml/KgBB

Beractant

4 ml/KgBB

Colfosceril

5 ml/KgBB diberikan dalam 4 menit

Dosis Tambahan
Dapat diulang sampai 3 kali pemberian
dengan interval tiap 12 jam
Dapat diulang setelah 6 jam, sampai total
4 dosis dalam 48 jam
Dapat diulang setelah 12 dan 24 jam
19

Porcine

2,5 ml/KgBB

Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan tiap


12 jam

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan
nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang
lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping yang
dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan menggunakan
nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan postural drainage,
tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan cara ini kurang efektif
karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit.

Komplikasi yang

mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain, bradikardi, hipoksemia, hipo atau
hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada endotracheal tube (ETT)
dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan perfusi serebral dapat terjadi
pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang mendadak dari aliran darah paru kedalam
sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat diatasi dengan menghentikan pemberian
surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan ventilasi.2
High Frequency Ventilation
High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang menggunakan volume
tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan HFV adalah dapat memberikan gas
yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi kejadian
barotrauma.
High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma volume dan
atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko barotrauma yang kecil pada paruparu. HFV telah digunakan pada bayi dengan respiratory distress syndrome (RDS) yang
memerlukan bantuan nafas lebih lanjut. HVF mengurangi kejadian barotrauma pada bayi dengan
berat badan rendah. Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena komplikasi
yang lebih sedikit. Penggunaan klinis HFV lebih menguntungkan dibandingkan ventilator biasa.
Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien RDS yang menggunakan ventilator HFV
memperlihatkan penurunan kejadian lung injuries. Penggunaan HFV ini dapat menyediakan
ventilasi yang adekuat dengan airway pressure (tekanan jalan nafas) yang rendah, sehingga
penggunaannya dapat dipertimbangkan pada pneumotoraks, hipoplasia paru, sindroma aspirasi
mekonium, pneumonia dengan atelektasis.
Inhaled Nitric Oxide
Pengunaan Inhaled nitric oxide (iNO) berdasar kepada kemampuannya sebagai vasodilator di
paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan iNO dipertimbangkan karena
memiliki kemampuan selektif menurunkan pulmonary vascular resistance (PVR).
20

Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida merupakan salah
satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk memelihara tekanan darah dalam batas
normal. Nitrat oksida akan berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos pembuluh darah
dimana akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari cGMP, cGMP kemudian
akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein kinase dependent cGMP, yang secara tidak
langsung akan menyebabkan defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi otot polos. Sirkulasi
paru janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida endogen secara fisiologis
penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat oksida menyebabkan angiogenesis,
pembentukan alveolar dan pertumbuhan paru normal. Terapi iNo pada bayi baru lahir telah
diteliti pada bayi preterm dan aterm. Nitrat oksida eksogen yang dihantarkan melalui ventilator
akan menyebabkan vasodilatasi paru. Terapi iNO memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping
jangka pendek seperti perdarahan paru, perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi prematur
dengan gagal napas.1
Prognosis
Tergantung prematuritas dan berat ringannya penyakit. Bila penyakitnya ringan penyembuhan
dapat terjadi pada hari ke 3-7. Namun dengan perawatan yang intensif, mortalitasnya dapat
menurun. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang seperti bayi
prematur lain yang tidak mengalami Respiratory Distress Syndrome.

Pencegahan
Salah satu strategi yang selama ini digunakan adalah dengan pemberian obat-obatan untuk
menghentikan kontraksi rahim dengan pemberian obat-obat tokolitik. Hal ini penting karena
dengan adanya kontraksi awal akan merangsang proses lanjutan terjadinya mekanisme kontraksi
sebenarnya. Salah satu obat yang dianjurkan

sesuai dengan anjuran Food and drug

Administration (FDA) adalah ritodrin. Sekitar 80 persen wanita dengan kontraksi prematur yang
diterapi dengan ritodrin kehamilannya bisa dipertahankan sampai 24-48 jam. Usaha lain yang
dilakukan di samping menunda proses kontraksi rahim tadi adalah dengan pemberian hormon
kortikosteroid, yang bertujuan mengurangi risiko sindroma gawat nafas bayi saat lahir,
pencegahan perdarahan intraventrikel, radang usus dan keadaan lain yang meningkatkan risiko
kematian bayi. Umumnya efek suntikan akan terjadi setelah 18 jam disuntik dengan dosis
pertama, dan pengaruh maksimal akan terjadi dalam 48 jam pascasuntikan. Selain itu, penting
sekali diperhatikan kerja sama yang baik dengan tim perinatologis (dokter anak) untuk persiapan
21

pertolongan bayi segera setelah lahir. Karena tanpa perawatan yang baik pascalahir akan sia-sia
saja upaya pemberian obat-obatan tadi. Selain obat ritodrin juga dipakai obat yang bisa
menghambat perangsang kontraksi rahim, seperti magnesiumsulfat, calsium chanel blockers, dan
prostaglandin sinthesis inhibitor. Secara teoritis obat yang diberikan akan membuat otot rahim
relaksasi dengan mengikat reseptor adrenergiknya sehingga akan meningkatkan kadar protein
kinase yang akan menekan reaksi awal kontraksi (myosin-light chain kinase). Penelitian
menunjukkan bahwa insidensi bayi lahir prematur setelah pemberian obat ini menurun sangat
signifikan. Obat lain yang bisa dipakai untuk mencegah kontraksi prematur adalah nitrik oksida
(N20) dengan tujuan menstabilkan tonus otot polos rahim dengan pemberian transdermal glyceryl
trinitrat. Selain itu juga bisa dengan pemakaian magnesium sulfat (MgSO4), dengan harapan
terjadi hyperpolarisasi yang menghambat myosin light chain kinase dan kompetisi dengan
kalsium intraselular. Obat calsium beta bloker juga bisa digunakan untuk mencegah kontraksi
prematur. Obat ini sering digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi. Pemberian calsium
bloker bertujuan menghambat influks kadar calsium intrasel, sehingga otot rahim tetap dalam
relaksasi.

Obat

antiprostaglandin

bisa

juga

digunakan,

obat

anti-Cyclooxygenase

(COX)/prostglandin sintetase seperti indometasin sering juga dipakai untuk mencegah kontraksi
prematur. Sangat perlu diperhatikan oleh ibu hamil adalah mencegah terjadinya kontraksi
prematur terutama bagi kelompok berisiko, misalnya dengan kehamilan ganda. Selain itu, bagi
kelompok yang mempunyai riwayat kelahiran prematur, sebaiknya mengurangi frekuensi
berhubungan badan saat usia kehamilan di atas 28 minggu, demi menghindari dampak relatif
prostaglandin dari cairan sperma.1
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi:
1. Ruptur alveoli: Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum,
pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba2 memburuk
dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler terjadi
pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi
mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS
terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

22

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam
paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi:
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan
pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan
tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.1
Kesimpulan
Syndrome gawat nafas (respiratory distress syndrome) merupakan istilah dari disfungsi
pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keerlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini biasanya juga di kenal denga nama
hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit membrane hyaline, karena pada penyakit ini
selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. RDS sering ditemukan pada bayi
premature. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin
muda usia kehamilan ibu semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya, semakin
tua usia kehamilan semakin rendah kejadian RDS.
Daftar Pustaka
1. Honrubia D, Stark AR. Respiratory distress syndrome. Dalam : Cloherthy J, Eichenwald
EC, Stark AR. editor. Manual of neonatal care. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins;2004.h.341-61.
2. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory distress syndrome. Dalam: Rennie JM, Roberton
NRC. A manual of neonatal intensive care, Edisi Ke-4. London: Marcell Dekker Inc;
2002.h.128-78.
3. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, editor. Hyaline membran disease (respiratory
distress syndrome). Dalam: Neonatology-management, procedures, on-call problems,
diseases, and drugs. Edisi ke-5. London: McGraw-Hill;2004.h.539-43.
4. Damanik MS, Harianto A, Etika R. Masalah perawatan pada bayi prematur. Dalam:
Damanik MS, Harianto A, Etika R. Perawatan neonatologi. Edisi ke-1; 2004.h.1-12.
5. Indarso F. Kegawatan nafas pada bayi baru lahir, respiratory distress syndrome. Dalam:
Indarso F. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-1;2003.h.1-16.

23

You might also like