Professional Documents
Culture Documents
LATAR BELAKANG
Berbicara mengenai kawasan perdagangan bebas ASEAN (Association of
South-East Asia Nations) atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) saat ini bukan
lagi sekedar isu ataupun wacana. AFTA, bagi negara-negara pesertanya, sekarang
adalah sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus dihadapi. Ini karena sejak
tanggal 1 Januari 2002, kesepakatan AFTA tersebut telah resmi diberlakukan,
khususnya di negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia,
Malaysia, Singapura, dan Thailand (di Vietnam mulai diberlakukan pada tahun
2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008, dan Kamboja pada tahun 2010).
Dengan diberlakukannya AFTA ini, maka negara-negara anggota harus
menurunkan pengenaan tarif impor intra-ASEANnya, menjadi hanya 0% - 5%,
bagi barang-barang yang telah dimasukkan ke dalam Daftar Inklusi (Inclusive
List) dan telah memenuhi ketentuan tentang kandungan produk ASEAN. Pada
akhirnya, diharapkan keseluruhan tarif ini akan dihapuskan sama sekali (menjadi
0%), pada tahun 2010 bagi negara ASEAN-6 dan 2015 bagi negara ASEAN-4,
sehingga akan menciptakan kawasan perdagangan regional Asia Tenggara yang
benar-benar bebas.
Pemimpin negara-negara ASEAN ketika ide AFTA ini diluncurkan,
menyadari bahwa masing-masing negara memiliki potensi ekonomi yang sangat
besar, yang jika difasilitasi melalui kerja-sama antar negara yang erat, tentunya
akan membawa kemanfaatan yang besar pula bagi masing-masing negara. Berangkat dari
hal tersebut, maka lahirlah ide untuk menciptakan suatu kawasan
680
KERANGKA ANALISA
Pada dasarnya pembahasan terhadap kebijakan perdagangan luar-negeri Indonesia
dalam menghadapai pemberlakuan AFTA yang terdapat dalam tulisan ini menggunakan
pendekatan yang bersifat analitis-deskriptif. Meski demikian, tulisan ini juga
menggunakan teori yang dikemukakan oleh Judith M. Dean, Seema Desai, dan James
Riedel tentang tingkat orientasi keluar (outward orientation) yang dimliki suatu negara
dalam bidang perdagangan luar-negeri, sebagai salah satu alat analisa utamanya.
Pengukuran terhadap tingkat outward orientation ini sendiri akan menggunakan 2
parameter. Yang pertama adalah parameter kebebasan (liberality), yang diukur melalui
besar-kecilnya tingkat intervensi yang dilakukan pemerintah dalam kegiatan perdagangan
luar-negeri. Dan yang kedua adalah parameter keterbukaan (openess), yang diukur
melalui tinggi-rendahnya (seberapa signifikan) rasio nilai perdagangan luar-negeri
terhadap GDP yang dimiliki oleh suatu negara.
PEMBAHASAN
KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI
INDONESIA Parameter Keterbukaan (Openess)
Kondisi perdagangan luar-negeri Indonesia mulai mengalami perkembangan
pesat ketika rezim orde baru, yang memiliki perhatian besar terhadap masalah
pembangunan ekonomi, mulai berkuasa. Disahkannya UU tentang Penanaman Modal
Asing (tahun 1967) dan UU tentang Penanaman Modal Dalam-Negeri (tahun 1968)
pada awal rezim ini berkuasa, telah mendorong berkembangnya sektor industri
melalui kegiatan penanaman modal. Berkembangnya sektor industri ini sedikit banyak
juga telah mendorong berkembangnya sektor perdagangan luar-negeri Indonesia.
Perkembangan sektor perdagangan luar-negeri Indonesia ini kemudian mendapat
tambahan energi ketika pada dekade 1980an investasi asing di sektor industri masuk secara
besar-besaran ke Indonesia. Industri yang didirikan tersebut umumnya merupakan hasil
relokasi dari negara-negara industri maju (misalnya Jepang, Amerika Serikat, dan negaranegara Eropa Barat) dan negara-negara industri baru (misalnya Korea Selatan dan Taiwan),
dalam rangka mencari lokasi produksi baru yang lebih kompetitif. Mengalir derasnya investasi
asing di sektor
681
Ekspor
Impor
Total
Perdagangan
GDP
Rasio Total
Perdagangan
Terhadap
GDP
(%)
(US$
(US$
(US$ juta)
(US$
juta)
juta)
juta)
2000
62.124,0 33.514,8
95.638,8 165.494,0
57,8
2001
56.317,6 30.962,1
87.279,7 164.805,0
53,0
2002
57.158,8 31.288,9
88.447,7 204.499,4
43,3
2003
61.058,2 32.550,7
93.608,9 237,663.0
39.4
2004
71.584,6 46.524,5
118.109,1 251,647.2
46.9
2005
85.660,0 57.700,9
143.360,8 280.265,2
51,2
2006
100.798,6 61.065,5
161.864,1 364.258,8
44,4
Sumber: Diolah dari data yang terdapat dalam buku ASEAN Statistical Yearbook
2005, serta laporan Intra- and Extra- ASEAN Trade 2005, Extra- and IntraASEAN Trade 2006, Gross Domestic Product in ASEAN 2007, dan Selected Basic
ASEAN Indicators 2006.
Selain itu, khusus untuk perdagangan dengan ASEAN, pangsa perdagangan
Indonesia dengan ASEAN sampai saat ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
pangsa perdagangan intra-ASEAN secara umum. Sampai tahun 2006 pangsa perdagangan
Indonesia dengan ASEAN tercatat sebesar 23,4%, sedangkan pangsa perdagangan intraASEAN secara umum tercatat sebesar 25,1%. Dengan kondisi ini kita dapat mengatakan
bahwa sampai saat ini orientasi perdagangan Indonesia dengan kawasan ASEAN masih lebih
rendah jika dibandingkan dengan rata-rata orientasi perdagangan intra-ASEAN secara umum.
682
UPAYA PEMERINTAH
Meski tingkat outward orietation yang dimiliki Indonesia masih rendah,
namun kita tidak bisa begitu saja mengatakan bahwa langkah dan kebijakan yang
diambil Indonesia selama ini tidak siap untuk menghadapi pemberlakuan AFTA
tersebut. Bagaimanapun harus diakui bahwa pemerintah selama ini telah
mengambil berbagai kebijakan untuk melaksanakan isi kesepakatan AFTA
tersebut, dan juga telah melakukan langkah-langkah guna menghadapi
pemberlakuan AFTA tersebut.
683
1.
2.
P.T. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan kantor cabangnya di Jakarta, yaitu untuk
barang-barang yang diproduksi di kawasan berikat tersebut.
684
3.
4.
5.
Lembaga Tembakau cabang Medan dan Surakarta, serta Balai Pengujian Sertifikasi
Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember, yaitu untuk
ekspor produk tembakau dan produk-produk turunannya.
Terdesentralisasinya kewenangan untuk mengeluarkan SKA ini sangat
memudahkan produsen/ eksportir yang ingin memperoleh SKA tersebut, sebagai syarat
untuk bisa memperoleh kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam kesepakatan AFTA.
Selain itu, terdesentralisasinya kewenangan mengeluarkan SKA ini juga mendorong
semakin berkembangnya kegiatan ekspor ke daerah-daerah sehingga tidak terpusat hanya
di satu kawasan tertentu saja.
Gambar 4.1:
Model Konseptual ASEAN Single Window
686
Gambar 4.4:
Entitas Pendukung Yang Terlibat Dalam Pelaksanaan
Uji-coba Sistem INSW di Tanjung Priok
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN LAPORAN
ASEAN Secretariat, ASEAN Statistical Yearbook 2005, Jakarta: ASEAN
Secretariat, 2005.
Departemen Perdagangan RI, Laporan Perdagangan AFTA 1993, Jakarta:
Departemen Perdagangan RI, 1991.
Ditjen Kerjasama ASEAN - Departemen Luar Negeri RI, Peningkatan Kesiapan
Dan Prospek Sektor Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan Indonesia
Dalam Perdagangan Bebas ASEAN, Jakarta: Ditjen Kerjasama ASEAN,
2002.
Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan
Perdagangan RI, AFTA dan Implementasinya, Jakarta: Ditjen Kerjasama Industri
dan Perdagangan Internasional, 2002.
Ditjen Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional - Departemen Perindustrian dan
Perdagangan RI, Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerjasama Industri dan
Perdagangan Internasional Periode Desember 2003, Jakarta: Ditjen Kerjasama
Industri dan Perdagangan, 2003.
Jurnal Ilmiah Abdi Ilmu
688
689