You are on page 1of 27

STEP 7

1. Bagaimana anatomi tengkorak dan organ di dalamnya?

2. Bagaimana histologi dari sistem saraf ?


3. Bagaimana fisiologi dari sistem saraf?
Mekanisme fisiologi otak?
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapatterpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya
melaluiproses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darahke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
puladengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurangdari
20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turunsampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.Pada saat otak mengalami
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhanoksigen melalui proses metabolik
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluhdarah. Pada kontusio berat, hipoksia
atau kerusakan otak akan terjadi penimbunanasam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini
akan menyebabkan asidosismetabolik.Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF)
adalah 50 - 60 ml / menit / 100gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepalameyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical
myocardial,perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikeladalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
ventrikel,takikardia.Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimanapenurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi .Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri danarteriol otak tidak begitu besar.
Sumber : Guyton& hall, Buku ajar fisiologi kedoteran . EGC : Jakarta
Otthorea DS
Kecelakaan mobil, kerusakan tidak hanya disebabkan oleh cedera jaringan setempat pada jaringan
saja tetapi juga pada akselerasi dan deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi
dari dalam tengkorak yang keras bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur permukaan
dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan bila melewati daerah ini maka
akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika bila trauma juga menyebabkan
rotasi tengkorak. Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk cedera adalah anterior lobus
temporal dan frontal, dan posterior lobus occipital, dan bagian tengah mesenfalon
Sumber : Patofisiologi. Sylvia. EGC

1. Battles sign

Battle's sign, also called mastoid ecchymosis : consists of bruising over the mastoid process (just
behind the auricle), as a result of extravasation of blood along the path of the posterior auricular
artery.
It is an indication of fracture of the base of the posterior portion of the skull, and may suggest
underlying brain trauma.
Otorraghia menunjukkan fraktura basilaris melalui piramid petrosus pada tulang temporal, selain
dapat pula terjadi sebagai akibat ruptura traumatik pada membran tympani atau laserasi membran
mukosa tanpa perforasi membran tympani. Adanya darah subkutan di daerah mastoideus (tanda dari
Battle) merupakan petunjuk ke arah fraktura dasar tengkorak

tekanan positif dan negatif


Tengkorak dapat dianggap sebagai kotak yang tertutup dengan tekanan dalamnya yag tidak boleh
berubah-ubah. Tekanan intra kranial itu merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan
otak, volume CCS dan volume darah intra kranial. Tekanan kranial yang merupakan suatu
konstante (hukum Monroe-Kellie) itu, pada waktu-waktu tertentu mengalami lonjakan karena
peningkatan volume salah satu unsur tersebut.
Pada trauma kapitis, lonjakan tekanan intra kranial terjadi dalam milidetik, sehingga mkanisme
kompensasi untuk menurunkan tekanan intrakranial belum sempat bekerja. Maka pada trauma
kapitis bisa terdapat tekanan positif dan negatif setempat. Tekanan positif mengakibatkan
kompresi terhadap jaringan otak, sedangkan tekanan negatif bisa menyedot udara dari darah atau
CCS , sehingga terjadi gelembung-gelembung udara yang mengakibatkan terjadinya lubang
(kavitasi) pada jaringan otak.

Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Faktor gastrointestinal

Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini
akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.

Perbedaan antaar pusing dan nyeri kepala? Apakah nyeri selalu diikuti pusing? Apakah
berhubungan?
Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah, aliran
darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi alkalosis yang
menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra kranial
(TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla oblongata.
Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas
ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium
kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari
adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
PATOFISIOLOGI PERDARAHAN INTRASEREBRUM

Peradarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera
vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus
jauh ke dalam jaringan otak.
Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum paling sering terjadi saat pasien terjaga dan
aktif, sehingga kejadian sering disaksikan oleh orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteriarteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia
yang disebabkan oleh perdarahan ini. Dengan mengingat bahwa ganglia basal memodulasi fungsi
motorik volunteer dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh korteks mengalami
pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu
bagian ini diperkirakan menimbulkan deficit yang sangat merugikan. Biasanya perdarahan di bagian
dalam jaringan otak menyebabkan deficit neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif
dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak
perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapaula interna.
Infark serebrum setelah embolus di suatu arteri otak mungkin terjadi sebagai akibat perdarahan, bukan
sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan
dari arteri, dinding pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari

pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat terjadi kebocoran atau perdarahan
dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena itu, hipertensi perlu dikendalikan untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut pada minggu-minggu pertama setelah stroke embolik.
Perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk dari perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (apabila volume darah sedikit),
karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak. Penurunan tekanan darah
yang terlalu cepat atau terlalu drastic dapat menyebabkan berkurangnya perfusi dan meluasnya
iskemia. Pemantauan dan terapi terhadap peningkatan TIK serta evakuasi bekuan apabila tingkat
kesadaran memburuk merupakan satu-satunya intervensi yang kemungkinan memiliki dampak positif
pada pgognosis. Pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun, perlu dipikirkan pemakaian kokain
sebagai kausa stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebrum. Hubungan pasti antara kokain
dan perdarahan masih controversial, walaupun diketahuai bahwa kokain meningkatkan aktivitas
system saraf simpatis sehingga dapat menyebabkan peningkatan mendadak tekanan darah. Perdarahan
dapat terjadi di pembuluh intraserebrum atau subarachnoid. Pada kasus yang terakhir, biasanya
terdapat suatu aneurisma vascular.
Perdarahan yang terjadi langsung ke dalam ventrikel otak jarang dijumpai. Yang lebih sering adalah
perdarahan di dalam parenkim otak yang menembus ke dalam system ventrikel, sehingga bukti asal
perdarahan menjadi kabur. Seperti pada iskemia, deficit neurologik utama mencerminkan kerusakan
bagian otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi pada perdarahan oksipitalis,
dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks motorik di lobus frontalis.

1. Biomekanik cedera kepala ?


Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer
dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat
langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan
suatu benda keras maupun oleh proses akselarasideselarasi gerakan kepala.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera
primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah
sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan
akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.
Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak
dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi
solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari

muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur


permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup).

Gambar 3. Coup dan contercoup

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema
otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan
perubahan neurokimiawi.
Sumber : Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia,
Jakarta, 1981

Akselerasi dan de-akselerasi


Gerakan cepat yang terjadi secara mendadak dinamakan akselerasi. Penghentian akselerasi secara
mendadak dinamakan de-akselerasi kepala pada trauma kapitis, terdapat akselerasi dan deakselerasi kepala. Kepala yang jatuh mengalami de-akselerasi terjadi pada waktu kepala
terbanting pada tanah atau lantai.
Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2 kejadian, yaitu:
1. Akselerasi tengkorak ke arah dampak
2. Penggeseran otak kearah yang berlawanan dengan arah dampak primer. Penggeseran otak
merupakan hasil akselerasi tengkorak dan kelembaman otak. Apabila akselerasi kepala
disebabkan olej puklan pada oksiput , maka pada tempat dibawah dampak terdapat; tekanan
positif akibat indentasi ditambah dengan tekanan positif yang dihasilkan oleh akselerasi tengkorak
kearah dampak dan penggeseran otak kearah yang berlawanan. Sementara itu, disebrang tempat
dampak terdapat tekanan negatif akibat akselerasi kepala yang ketika itu juga akan ditiadakan
oleh tekanan positif yang diakibatkan oleh penggeseran seluruh otak . Pada trauma kapitis

menimbulkan lesi bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar
dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater dan dinamakan lesi kontusio.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada trauma
kapitis tersebut, autoregulasi pembuluh darah serebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalisis.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat , atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena
pusat vegetatif ikut terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Sumber: neurologi klinis dasar
( Neurologi klinis Dasar )
banyak energi yang diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala, dan tengkorak,
tetapi pada trauma hebat, penyerapan ini tidak cukup untuk melindungi otak. Sisa energi
diteruskan ke otak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang jalan yang akan
dilewati karena jaringan lunak adalah sasaran kekuatan itu. Jika kepala bergerak dan berhenti
dengan mendadak dan kasar, seperti pada kecelakaan mobil, kerusakan tidak hanya
disebabkan oleh cedera jaringan setempat pada jaringan saja tetapi juga pada akselerasi dan
deselerasi. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi dari dalam tengkorak yang
keras bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak
pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan bila melewati daerah ini maka akan
merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat jika bila trauma juga menyebabkan
rotasi tengkorak. Bagian otak yang paling besar kemungkinannya untuk cedera adalah
anterior lobus temporal dan frontal, dan posterior lobus occipital, dan bagian tengah
mesenfalon
Patofisiologi Kerusakan Jaringan Saraf
Pada lokasi lesi, integritas membran mengalami kerusakan sehingga ion metal akan
dilepaskan. Ion metal ini akan mengkatalisasi pembentukan radikal bebas oksigen
yang merusak lapisan lemak pada jaringan saraf. Akibatnya, sebagian besar akson
akan mati atau terganggu. Jika tidak dikendalikan, efek kumulatif kejadian itu akan
berlanjut menjadi degenerasi sekunder dari mikrovaskular dan jaringan saraf.
Pada saat kerusakan sekunder berlangsung, terjadi berbagai proses biokimiawi yang
akan menyebabkan degenerasi mikrovaskular dan jaringan saraf lebih lanjut.
Lamanya kejadian ini dapat berlangsung sampai 24 jam. Proses penting dalam
kejadian ini adalah terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas oksigen.
Peroksidasi lipid ini tidak hanya terjadi pada sel yang luka, tetapi juga akan merembet
ke sel di dekatnya serta merusak komponen membran lain. Reaksi peroksidasi lipid
ini akan mengakibatkan:
- Gangguan pada kolesterol, protein, dan asam lemak tak jenuh yang terdapat
dalam saraf, mielin, dan membran mikrovaskular.
- Menurunkan aliran darah sehingga terjadi degenerasi sekunder akibat hipoksia
pada jaringan

- Peradangan
- Kematian sel dan hilangnya fungsi saraf permanen.
Dr. Budi Riyanto W. UPF Mental Organik, Rumah Sakit Jiwa Bogor, Bogor
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992

Neurologi Klinis Dasar. Prof.DR.Mahar M. Dian Rakyat

Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. J.G. Chusid. UGM Press.

4. Mengapa pasien merasa penglihatannya silau dan rasa mengantuk terus-terusan setelah
kecelakaan?
Ngantuk
Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak,cairan serebro-spinal dan darah
yang masing-masing tidak dapat diperas.Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama
yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari
serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. Fenomena otoregolasi cenderung
mempertahankan aliran darah otak (ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk
pasiennormotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dansebaliknya). Dibawah 50 mmHg
ADO berkurang bertahap, dan diatas 160mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat
peninggian tekanan intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otakdengan akibat ADO
tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut, sangat penting untuk
mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah pasien sebelum cedera). Volume total
intrakranial harus tetap konstan ( Doktrin Monro-Kellie : K =V otak + V css + V darah + V massa ).
Kompensasi atas terbentuknya lessi intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas
kompensasi, untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam.Pada lesi yang membesar
cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan
intracranial meningkat. Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yangmeninggikan TIK seperti
batuk, membungkuk dan terlentang, kemudianmulaimengantuk. Kompresi atau pergeseran batang
otak berakibat peninggian tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi
massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisi kontralateral massa. Selanjutnya pasien jadi tidak
responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi, serta refleks batang otak hilang. Akhirnyafungsi batang
otak berhenti, tekanan darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya
berhenti. Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK mempengaruhi ADO akibat
kompresi arterial, regangan atau robekan arteria dan vena batang otak serta gangguan perfusi. ADO
konstan 50 ml/100 gr/menit pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah
arterial, tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau kompresi pembuluh
darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya, banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah
akibat pergeseran otak dibanding tingkat TIK sendiri. Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun
akan meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat edema sehingga
merupakan lingkaran setan. TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak. Triad klasik nyeri kepala,

edema papil dan muntah ditemukan pada dua pertiga pasien.Sisanya hanya dua gejala. Tidak satupun
khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun memerlukan waktu yang lama untuk
timbulnya. Simtom lebih banyak tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi
konsisten antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak.
Dua jenis cedera otak yaitu cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang
otak disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat kesadaran.
Trauma Kepala, Diakses dari http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Kepalateks.html

5. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri kepala hebat setelah kecelakaan 1 hari yang lalu?
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal.
Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra
kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan
normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat
meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan
unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal ( sekitar 75 ml),
dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra
kranial (Lombardo,2003 ).
Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari
ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini
terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal.
Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis
dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme
kompensasi yangberpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak
dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme
terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan
menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan
kematian neuronal (Lombardo, 2003).

Tekanan intra kranial itu merupakan jumlah total dari tekanan volume jaringan otak, volume
CCS dan volume darah intra kranial. Tekanan kranial yang merupakan suatu konstante
(hukum Monroe-Kellie) itu, pada waktu-waktu tertentu mengalami lonjakan karena
peningkatan volume salah satu unsur tersebut.
Sumber: neurologi klinis dasar
Jika ada tambahan massa (tumor, perdarahan, kista), sebagai kompensasi nya volume darah
(vena) dan LCS dikurangi --> jika massa bertambah besar --> TIK meningkat
Jika TIK sampa disuatu titik tertinggi (tidak bisa mengkompensasi lagi) --> herniasi
(penekanan batang otak) --> kematian
Tanda-tanda TIK meningkat:
1. Papil edem (ophtalmoskop)

2. Muntah proyektil (tanpa mual)


3. Cephalki atau sakit kepala
Pada fase lanjut --> trias cushing (tekanan sistolik meningkat, bradikardi, bradipneu)
NYERI
Keluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka nyeri yang ada di dalam
kepala. Bangunan-bangunan yang peka nyeri ialah sebagai berikut : (1) semua struktur
ekstrakranial terutama arteri, (2) sinus-sinus vena besar dan percabangan dari permukaan
otak, (3) bagian duramater pada dasar otak, (4) arteri meningeal dan arteri serebral besar pada
dasar otak dan (5) saraf kranial V, IX, X dan 3 saraf servikal atas. Sementara kranium,
parenkim otak, sebagian duramater, hampir semua piaarakhnoid, dan ependimal yang
melapisi ventrikel dan pleksus khoroideus tidak sensitif terhadap stimuli mekanis, termal,
elektrikal, atau kimiawi. Delessio membuat tabel sebagai berikut;
1. Jaringan kranial peka nyeri :
Intrakranial :
Sinus kranial dan vena aferen
Arteri-arteri duramater
Arteri dasar otak dan cabang-cabang besarnya
Bagian-bagian duramater (sekitar pembuluh darah besar)
Ekstrakranial :
Kulit, kulit kepala, fasia, otot-otot
Mukosa
Arteri (vena: kurang sensitif)
Saraf :
Trigeminal, fasial, glossofaringeal, vagal
Saraf servikal II dan III
2. Bangunan tidak peka nyeri :
Parenkim otak
Ependimal, pleksus khoroideus
Piamater, membran arakhnoid, bagian-bagian lain duramater
Tulang kepala (periosteum: sedikit peka)
Stimulasi struktur peka nyeri pada atau diatas permukaan superior tentorium serebeli
menimbulkan nyeri pada bagian kepala sebelah depan garis yang ditarik dari telinga
menyilang puncak kepala, sedangkan stimulasi struktur pada atau dibawah permukaan
inferior tentorium serebeli biasanya menimbulkan nyeri dibelakang garis tersebut diatas,
tetapi lokasi tertentu dapat berproyeksi pada kening atau belakang mata. Telah diketahui
bahwa nosisepsi dari struktur supratentorial diperantarai oleh saraf trigeminus, sementara
impuls nosiseptif dari stimulasi struktur infra tentorial dihantarkan oleh serabut aferen saraf
kranial V, IX, X dan tiga saraf servikal atas (Wibowo, 2003).
Pada gegar otak, kehilangan kesadaran dan riwayat cedera mendominasi gambaran klinik.
Kebanyakan orang yang menderita cedera kepala akan merasakan nyeri setempat atau nyeri
tekan setempat pada lokasi benturan selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari setelah
kejadian tersebut. Nyeri kepala pasca trauma ini sering disebabkan oleh cedera jaringan
setempat ekstrakranial dan kontraksi terus menerus otot kulit kepala serta leher. Keadaan ini
bisa terjadi akibat torsi vetebra servikalis serta otot-otot yang melekat pada tulang vertebra
tersebut, dan lazim ditemukan setelah seseorang menderita whiplash injury. Peristiwa

terakhir ini sering terkadi pada kecelakaan lalu-lintas dimana gaya dorong ke muka dan tubuh
yang tertahan pada kursi mobil dapat mengakibatkan regangan ligamentum atau persendian
intervertebralis servikal, cedera memar pada cabang oksipitalis mayor dari nervus servikalis
kedua, fraktur pada tulang vertebra atau protrusio diskus intervertebralis. Nyeri kepala hebat
yang mulai timbul beberapa jam atau beberapa hari setelah gegar otak, harus dipikirkan pula
sebagai suatu pertanda penting adanya perdarahan epidural (Mattingly, 1996).
Kebanyakan orang menderita nyeri kepala sekali waktu. Rasa nyeri di dalam kepala, seperti
halnya nyeri di bagian lain, akan dihantarkan ke korteks serebri oleh serabut-serabut saraf
sensorik: nyeri kepala dapat mempunyai distribusi permukaan yang terlokalisasi atau terasa
menyeluruh (difus) di dalam kepala sebagai suatu kesatuan. Nervus yang terutama terlibat
adalah:
Nervus trigeminus atau vervus kranialis ke lima yang mempersarafi wajah dan bangunan di
bawahnya, bagian dua per tiga anterior kulit kepala dan periosteum di bawahnya di luar
tulang tengkorak. Di dalam tengkorak, nervus ini mempersarafi duramater dan pembuluh
darah pada fosa anterior dan media di depan tentorium serebeli.
Tiga nervus servikalis pertama yang mempersarafi bagian sepertiga posterior kulit kepala serta
periosteum dan muskulus trapezeus di luar tengkorak. Di dalam tengkorak, ketiga saraf ini
mempersarafi duramater di sebelah posterior tentorium dan pembuluh-pembuluh darah pada fosa
posterior (Mattingly, 1996).
Mattingly D., 1996, Bedside diagnosis, edisi 13, Cetakan 2 Gadjah Mada university Press
yogyakarta, Hal : 307-317

6. Bagaimana interpretasi kesadaran GCS E3M6V4 dan derajat berapa cedera tersebut?
Skor Skala Koma Glasgow
Glasgow Coma Scale, yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran
seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi.
Ada tiga aspek yang dinilai, yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara
(verbal respons), dan reaksi gerakan lengan serta tungkai (motor respons)1,3.
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi:
Cedera kepala ringan, bila GCS 13 15
Cedera kepala sedang, bila GCS 9 12
Cedera kepala berat, bila GCS 3 8
Glasgow Coma Scale
I.

Reaksi membuka mata


4 Buka mata spontan

3 Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara


2 Buka mata bila dirangsang nyeri
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
II.

Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

III.

Reaksi gerakan lengan/tungkai


6 Mengikuti perintah
5 Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan
4 Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
3 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
2 Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
1 Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi.
Penderita yang sadar baik (composmentis) dengan reaksi membuka mata spontan, mematuhi
perintah, dan berorientasi baik, mempunyai nilai GCS total sebesar 15. Sedang pada keadaan
koma yang dalam, dengan keseluruhan otot-otot ekstremitas flaksid dan tidak ada respons
membuka mata sama sekali, nilai GCS-nya adalah 31
Komponen Mata

Komponen Motorik

Komponen Verbal

Sumber : R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
GCS turun
Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi otak masih dapat
dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood flow, dan volume likuor serebro
spinal. Untuk setiap penambahan 1 cc volume intra kranial tekanan intra kranial akan
meningkat 10-15 mmHg.
Jadi pada awalnya tidak terjadi penurunan kesadaran, tapi seiring dengan peningkatan oedem
tersebut terjadi dekompensasi yang berakibat penurunan kesadaran.
Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran
edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

7. Apa hubungan dari didapatkannya kaku kuduk positif dengan keadaan pasien?
8. Apa hubungan pemeriksaan N.cranialis dan motorik dengan kecelakaan pada pasien?
9. Apa saja macam-macam trauma kapitis?
10. Bagaimana pemeriksaan N.cranialis dan motorik?
11. Apa itu cedera primer dan sekunder? Bagaimana, kapan dan mekanismenya seperti apa?Cari
video!
12. Bagaimana hubungan peningkatan TIK dan kasus trauma kapitis??
13. Bagaimana proses penurunan kesadaran?
14. Apa DD dari kasus tersebut?
A. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di
rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamarmandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan
kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-kadang tak mengetahui
pasti urutan kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum
jatuh.
Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :
1.

Sifat kecelakaan.

2.

Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit.

3.

Ada tidaknya benturan kepala langsung.

4.

Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa. Bila
si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan, sampai saat tibadi rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya
amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien
tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan
bingung/disorientasi (kesadaran berubah).

B. Indikasi Perawatan
Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala atau tanda sebagai berikut :
1.

Perubahan kesadaran saat diperiksa.

2.

Fraktur tulang tengkorak.

3.

Terdapat defisit neurologik.

4.

Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak-anak, riwayat minum alkohol,
pasien tidak kooperatif.

5.

Adanya faktor sosial seperti :


i. Kurangnyapengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan.
ii. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.
iii. Sulitnya transportasi ke rumah sakit.

Pasien yang diperbolehkan pulang hanis dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila timbul
gejala sebagai berikut :
a. Mengantuk, sulit dibangunkan.
b. Disorientasi, kacau.
c. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
d. Rasa lemah, kelumpuhan, penglihatan kabur.
e. Kejang, pingsan.
f.

Keluar darah/cairan dari hidung, telinga

A. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini tiaras
dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
a. Jalan nafas airway

b. Pernafasan breathing
c. Nadi clan tekanan darah cireulation
Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang
pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhati-hati bila ada
riwayat/dugaan trauma servikal (whiplash injury), jamb dengan kepala di bawah atau trauma tengkuk.
Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa :
o

Pernafasan Cheyne Stokes.

Pernafasan Biot/hiperventilasi.

Pernafasan ataksik. yang menggambarkan makin memburuknya tingkat kesadaran.

Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila terdapat
juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu
peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi dapat merupakan gejala
awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma
epidural.

2. Status kesadaran

Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cedera kepala sudah
mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; istilah apatik, somnolen, sopor, coma, sebaiknya
dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif, terutama dalam keadaan yang
memerlukan penilaian/perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang luas digunakan ialah
dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostik sehingga dapat
digunakan balk oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula, perkembangan/perubahan
kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat (Gambar 1).
Skala Koma Glasgow
Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu :
a.Buka mata.
b.Respon motorik terbaik.
c.Respon verbal terbaik.
3. Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama ditujukan
untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam
hal ini perdarahan intrakranial.
Tanda fokal tersebut ialah :
o

Anisokori. ( pupil membesar )

Paresis/parahisis.

Reties patologik sesisi.

4. Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, hams diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain; trauma thorax,
trauma abdomen,fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat
mungkin.
B. Pemeriksaan Tambahan
Peranan foto R6 tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun beberapa rumah sakit
melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto R6 tengkorak dapat dilakukan atas dasar
indikasi legal/hukum. Foto R tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan pada keadaan :

Defisit neurologik fokal.

Liquorrhoe.

Dugaan trauma tembus/fraktur impresi.

Hematoma luas di daerah kepala. Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti proyeksi
tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur basis dan proyeksi khusus
lain pada dugaan fraktur tulang wajah. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi melalui pemeriksaan
arterografi karotis atau CT Sean kepala
yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih akurat.
Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. Selain indikasi
tersebut di atas, CT Sean kepala dapat dilakukan pada keadaan :
o

perburukan kesadaran.

dugaan fraktur basis cranii.

kejang

1. Penatalaksanaan
PENGOBATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran
udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang
terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan peO2darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu
suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat

mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2dipertahankan > 100 mmHg dan
paCO2di antara 2530 mmHg.
b.Cairan hiperosmole
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke
dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek
yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya
diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.
Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus
dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah
beberapa jam atau keesokan harinya.
c.Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat
akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus
cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah
otak.Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis
sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah
digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d.Barbiturat
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin,
akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih
terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini
hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.
e.Cara lain
Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar tidak
memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan
leher) yang diangkat 30 akan menurunkan tekanan intrakranial.Posisi tidur yang dianjurkan, terutama
pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher diangkat 30.sendi lutut diganjal,
membentuk sudut 150.telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90 dengan tungkai bawah.
3. Obat-obat Nootropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan metabolisme
otak, termasuk pada keadaan koma.

a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi
metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan dalam
dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya asam
sehingga mengiritasi vena.
b.Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan
dalam dosis 4-12 gram/hari intravena.
c.Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis
membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10Q500 mg/hari intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang pasien
trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika diberikan bila
terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat
menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan lokal.Hemostatik
tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat dengan fungsi pembekuan normal.
Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan hemostatik.Antikonvulsan diberikan bila
pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral
yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit
diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per
oral atau intravena. Diazepam 10 mg ivdiberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan
karena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.

1. klasifikasi cedera kepala


i. Berdasarkan Patofisiologi
1. Komosio serebri: Pada keadaan ini tidak ada jaringan otak yang rusak
tapi hanya kehilangan fungsi otak sesaat, berupa pingsan kurang dari
10 menit atau amnesia pasca trauma.
2. Kontusio serebri: Kerusakan jaringan otak dengan defisit neurologik
yang timbul setara dengan kerusakan otak tersebut, minimal pingsan
> 10 menit dan atau lesi neurologik yang jelas.
3. Laserasi serebri: Kerusakan otak yang luas dan jaringan otak robek
yang umumnya disertai fraktur tengkorak terbuka.
ii. Lokasi lesi

1. Lesi difus: Kerusakan akibat proses trauma akselerasi/deselerasi yang


merusak sebagian besar akson di susunan saraf pusat akibat
regangan.
2. Lesi kerusakan vaskular otak, disebabkan oleh lesi sekunder iskemik
terutama akibat hipoperfusi dan hipoksia yang dapat terjadi pada
waktu selama perjalanan ke rumah sakit atau selama perawatan.
3. Lesi fokal:
a. Kontusio dan laserasi serebri: Disebut kontusio bila piasubarachnoid masih utuh dan jika robek dianggap laserasi.
b. Hematoma intrakranial
i. Hematoma ekstradural (hematoma epidural)/EDH
ii. Hematoma subdural/SDH
iii. Hematoma
intradural
:
Hematoma
subarakhnoid/SAH
iv. Hematoma intraserebral/ICH
v. Hematoma intraserebelar
2. Tatalaksana ?
A. Tindakan darurat:

Atasi shock kalau terjadi, pemberian cairan dan darah secara parenteral

Mempertahankan jalannya pernafasan yang baik dan ventilasi pulmonal merupakan


tindakan yang vital

B. Tindakan umum :

Selama fase akut atau fase initial, kegelisahan dapat menjadi salah satu faktor.
Perawatan yang khusus dan tranquilizer dapat dibutuhkan. Hindarkan pemakaian
morphin krna efek depresentnya pd medulla oblongata. Kateterisasi vesica urinaria
yang penuh untuk meredakan kegelisahan. Punksi lumbal dan pengeluaran sejumlah
kecil LCS yg berdarah dpt jga meredakan agitasi

Pengobatan antibiotika
J.G, Chusid. Neurotomi korelatif & neurologi fungsional bag 2. UGM

Pd semua pasien dgn cedera kepala, lakukan foto tlg belakang servikal
Pd semua pasien dgn cedera kepala sedang & berat, lakukan prosedur :
Pasang jalur intravena dgn larutan NaCl 0,9% atau RL

Lakukan px : hematokrit, periksa darah perifer lengkap, skrinning toksikologi, & kadar
alcohol
Lakukan CT-scan
Pasien yg koma (GCS <8), lakukan tindakan :
Elevasi kepala 30o
Hiperventilasi : intubasi & berikan ventilasi mandarotik intermiten dgn kecepatan 1620x/menit dgn volume tidal 10-12 mL/kg
Berikan manitol 20% 1g/kg i.v. dlm wkt 20-30 menit
Pasang kateter Foley
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk RS memiliki nilai prognostic
yang besar :
Skor pasien 3 4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi
vegatatif
Sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal tau
vegetative hanya 5 10%
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
1.CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanyainfark/iskemia
jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri
2.MRIDigunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.Cerebral AngiographyMenunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan
otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4.EEG (Elektroencepalograf)Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5.X-RayMendeteksi

perubahan

struktur

tulang

(fraktur),

perubahan

struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.


6.BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.PETMendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.CSF, Lumbal PungsiDapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan
untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9.ABGsMendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial
10.Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatantekanan intrkranial
11.Screen

ToxicologiUntuk

mendeteksi

pengaruh

obat

sehingga

menyebabkan

penurunankesadaran
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.

15. Bagaimana hasil radiologi yang mungkin pada kasus tersebut?


1. Apa pemeriksaan fisik lain dan penunjang yang diusulkan?
2. 1.CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanyainfark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri
3. 2.MRIDigunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. 3.Cerebral AngiographyMenunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
5. 4.EEG (Elektroencepalograf)Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6. 5.X-RayMendeteksi

perubahan

struktur

tulang

(fraktur),

perubahan

struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.


7. 6.BAER Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
8. 7.PETMendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
9.

8.CSF, Lumbal PungsiDapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid


dan untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.

10. 9.ABGsMendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika


terjadi peningkatan tekanan intrakranial

11. 10.Kadar Elektrolit


12. Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatantekanan
intrkranial
13. 11.Screen ToxicologiUntuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunankesadaran
14. Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal
3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.
16. Bagaimana prognosis dan penatalaksanaan kasus tersebut?

Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk RS memiliki nilai prognostic
yang besar :
Skor pasien 3 4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi
vegatatif
Sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal tau
vegetative hanya 5 10%
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

You might also like