Professional Documents
Culture Documents
PROVINSI ACEH
September 2014
KATA PENGANTAR
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten merupakan penjabaran dari
RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang
wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola
ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan
pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
Undang-undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH) memuat klausul mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS) sebagai salah satu instrumen dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Di dalam UUPPLH ini diamanatkan bahwa penyusunan KLHS
merupakan hal yang wajib pada setiap penyusunan dokumen perencanaan,
diantaranya dalam penyusunan RTRW. Petunjuk teknis pelaksanaannya saat ini
salah satunya diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH)
No. 09/2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
Dengan dasar hukum yang demikian Pemerintah Kabupaten Gayo Lues
menyelenggarakan penyusunan dokumen KLHS untuk RTRW Kabupaten Gayo
Lues. Proses penyusunan dokumen KLHS ini dimulai sejak bulan Januari tahun
2013 dan pendokumentasian atau penyusunan laporan ini dilakukan pada bulan
Agustus 2014. Penyusunan KLHS ini dimaksudkan tidak saja sebagai memenuhi
prasyarat undang-undang tersebut diatas, melainkan juga sebagai salah satu
bentuk periksa perbaikan proses penyusunan RTRW di Kabupaten Gayo Lues.
Pemerintah Daerah Kabupaten Gayo Lues dalam kesempatan ini mengucapkan
terima kasih, utamanya kepada kepada para pihak yang mendukung
penyelenggaraan penyusunan KLHS ini diantaranya kepada USAID dengan
Programnya Indonesia Forest and Climate Support (IFACS) dan Tim Yayasan
Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) serta pihak lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Blangkejeran,
September 2014
Daftar Isi
KATA PENGANTAR
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Singkatan
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
1.1.
Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
2.1.1
Letak Geografis............................................................................................................. 7
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
Pemerintahan ............................................................................................................. 10
2.1.6
2.2
2.2.1
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
3.6.1
Dokumentasi ............................................................................................................... 28
3.6.2
5.1.
5.2.
5.2.1.
5.2.2.
5.2.3.
Isu strategis : Alih Fungsi Lahan Hutan Menjadi Kawasan Budidaya ... 33
5.2.4.
5.2.5.
5.3.
6.1.1
6.1.2
6.1.3
6.2
Rekomendasi............................................................................................................... 66
7.1.
7.2.
Kesimpulan .................................................................................................................. 78
8.2.
Daftar Pustaka...................................................................................................................... 80
Daftar Lampiran .................................................................................................................. 81
Daftar Tabel
Table 1. Pelaksanaan Tahapan Kegiatan KLHS ........................................................................................4
Table 2. Proses Penetapan Qanun RTRW Kabupaten Gayo Lues 2012 2032 ........................ 11
Table 3. Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Gayo Lues 2013 - 2033 ........................................... 13
Table 4. Kondisi dan Status Jalan Tahun 2012 ...................................................................................... 30
Table 5. Luas Tutupan Lahan Gayo Lues 2000 - 2011 ....................................................................... 34
Table 6. Perubahan Tutupan Lahan 2000 2011................................................................................ 34
Table 7. Data Kepemilikan Jamban di Gayo Lues ................................................................................. 36
Table 8. Rangkuman Identifikasi Muatan RTRW Kabupaten Gayo Lues yang
Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan ........................................................... 40
Table 9. Rekomendasi Mitigasi Terhadap Muatan Rencana Struktur Ruang ............................ 67
Table 10. Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Pola
Ruang ................................................................................................................................................... 70
Table 11. Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Penetapan
Kawasan Strategis Kabupaten ................................................................................................... 72
Daftar Gambar
Gambar 1. Peta Batas Administrasi Kabupaten Gayo Lues ................................................................8
Gambar 2.
Daftar Singkatan
AMDAL
BKIA
BKPRD
BKPRN
DED
Ditjen
: Direktorat Jenderal
DPRD
HP
: Hutan Produksi
HPH
HPT
IFACS
KEL
KLHS
KRP
KSK
LH
: Lingkungan Hidup
MCK
MSF
Permen
: Peraturan Menteri
PKL
PKLp
PLTA
PNS
PTT
RKP
RTRWK
RTRWP
SK
: Surat Keputusan
SKPD/K
SLHD
SPER
TNGL
USAID
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di
satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup
manusia. Tapi di sisi lain tidak jarang program dan proyek pembangunan tanpa
disadari mengakibatkan rusaknya lingkungan. Bencana banjir, kekeringan,
longsor dan kepunahan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh
dari kerusakan lingkungan yang dapat kita lihat saat ini.
Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, menetapkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup akan lebih efektif dicegah
bila sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) telah
dipertimbangkan masalah lingkungan hidup dan ancaman terhadap
keberlanjutannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS dalam
penyusunan atau evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana
rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana
pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
serta kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan
dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
KLHS menurut Undang-Undang No. 32/2009 adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Peraturan Menteri Negera Lingkungan Hidup No. 09/2011 memberikan
Pedoman Umum tentang KLHS, sedangkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.
67/2012 memberikan Pedoman Pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan atau
Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah.
Secara prinsip KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana KRP
yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah
mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pada saat dilakukan KLHS ini, Materi Teknis maupun Rancangan Qanun untuk
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten telah dibuat, dan menunggu
persetujuan DPRK, setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi Gubernur dan
persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum melalui Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN).
Hasil KLHS mengkonfirmasi apakah Rancangan RTRW Kabupaten telah
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain
dalam Rencana Struktur Ruang, Pola Ruang, dan Kawasan Strategis Kabupaten.
Hasil KLHS berupa rekomendasi dan mitigasi bagi penyempurnaan muatan
(KRP) RTRW yang disusun berdasarkan hasil analisis yang partisipatif.
KLHS disusun mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan juga
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Provinsi). Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten akan disajikan untuk konsultasi publik /
pemangku kepentingan untuk disepakati.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dan dirujuk dalam
penyusunan KLHS ini adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
1.2.
1.3.
Pelaksana KLHS
Proses-proses KLHS dilaksanakan oleh Tim KLHS yang dibentuk oleh Pemerintah
Kabupaten. Tim KLHS beranggotakan personil-personil dari Satuan Kerja
Perangkat Kabupaten (SKPK) yang terkait dan anggota-anggota forum lintas
pemangku kepentingan.
1.4.
Jangka waktu pelaksanaan KLHS dimulai sejak bulan Januari 2013 yaitu tahap
pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi
lingkungan hidup di suatu wilayah hingga bulan Januari 2014 telah
menyelesaikan penyusunan dan penyampaian rekomendasi perbaikan untuk
pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Table 1. Pelaksanaan Tahapan Kegiatan KLHS
No
1
Kegiatan
Pelaksanaan
17 Januari 2013
19 Januari 2013
16 17 April 2013
28 Juni 2013
29 Juni 2013
10 11 Oktober 2013
18 19 Desember 2013
18 19 Desember 2013
No
1.5.
Kegiatan
Pelaksanaan
Pendokumentasian
12 Juni 2014
Muatan KLHS
target pembangunan. Tujuan dari strategi pembangunan emisi rendah ini adalah:
1) mengurangi emisi GRK melalui penyusunan kembali rencana tata ruang; 2)
fokus pada pembangunan dan rencana pada area yang rusak dan karbon rendah;
3) menggunakan energi terbarukan untuk pertumbuhan ekonomi. Pendekatan
dan metode yang disebutkan diatas, memiliki catatan sebagai berikut:
Penghitungan proyeksi emisi GRK di masa yang akan datang dapat dilakukan
dengan 2 cara yaitu: 1) ekstrapolasi berdasarkan perubahan emisi di masa lalu;
2) perubahan emisi sebagai dampak dari implementasi RTRW.
Dengan adanya SPER, diharapkan dapat menjadi pertimbangan kemungkinan
emisi GRK yang akan muncul dalam melaksanakan program perencanaan
pembangunan yang termuat dalam RTRW dengan memperhatikan hasil yang
termuat dalam dokumen KLHS ini.
BAB II
PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN
TATA RUANG
2.1
Daerah Gayo Lues mencakup 57 persen dari wilayah lama Aceh Tenggara yang
terdiri dari 11 kecamatan, 25 kemukiman dan 144 desa/Kampung. Luas Gayo
Lues adalah 5.719,58 km2. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan
Blangkejeren dengan luas 1139,88 km2 atau 19.92 % dari luas Gayo Lues
sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Putri
Betung dengan luas wilayah 139 km2 atau 2.43 % dari luas wilayah Kabupaten
Gayo Lues (Gambar 1.)
2.1.2 Topografi dan Morfologi Wilayah
Kabupaten Gayo Lues terletak pada ketinggan rata-rata 400 1.200 meter di atas
permukaan laut. Ketinggian tempat paling dominan adalah pada ketinggian
1.500-2.000 dpl atau 29,21%, sedangkan luasan terkecil berada pada ketinggian
> 3.000 yaitu 6.023 Ha atau sekitar 1,05%. Sedang berdasarkan dari
kelerengannya, sebagian besar wilayah Kabupaten Gayo Lues memiliki
kemiringan di atas 40%.
Luas wilayah yang memiliki kelerengan di atas 40% meliputi 43,93% dari
wilayah kabupaten atau seluas 251.240 Ha. Sedang wilayah yanag memiliki
lahan dengan kelerengan di bawah 15% hanya meliputi 15,95% (Gambar 2 di
atas). Kondisi ini membawa konsekuensi besarnya luas wilayah Kabupaten Gayo
Lues yang dapat dikembangkan sebagai kawasan budidaya relatif terbatas.
2.1.3 Geologi dan Jenis Tanah
Wilayah Kabupaten Gayo Lues tersusun dari berbagai jenis formasi batuan.
Susunan batuan di sebelah tengan dan utara terdiri dari Farmasi Batu Gamping.
Sedangkan susunan Batu Ganit letaknya menyebar. Susunan yang mendominasi
adalah Formasi Rampong. Pada bagian selatan tersusun oleh Formasi Alas, dan
Formasi Leuser.
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues terdiri dari tanah alluvial
hidromof, hidromof kelabu, podsolik merah kuning, latosol dan podsolik coklat.
Di lahan-lahan yang dijadikan persawahan didominasi oleh jenis tanah alluvial
hidromof dan hidromof kelabu, sedangkan pada daerah pergunungan jenis tanah
pada umumnya adalah latosol, podsolik merah kuning dan kambisol. Jenis tanah
podsolik merah kuning adalah jenis tanah yang paling dominan di Kabupaten
Gayo Lues yaitu mencapai 401.242 hektar atau 70,15 % dari luas wilayah
Kabupaten Gayo Lues, sedangkan hidromof kelabu adalah yang terkecil
luasannya yaitu 6.760 hektar atau 1,18 %.
2.1.4 Iklim dan Cuaca
Wilayah Kabupaten Gayo Lues termasuk type iklim Muson, dengan klasifikasi
menurut Mohr, Schmidt dan Ferguson termasuk Iklim B (basah). Iklim
Kabupaten Gayo Lues lebih basah jika dibandingkan dengan bagian utara
Provinsi Aceh. Hal ini akibat pengaruh letak Kabupaten Gayo Lues di daerah
medium sampai tinggi, dimana daerah ini mempunyai curah hujan yang tinggi
(rata > 3.500 mm per tahun). Rata-rata suhu udara bulanan di Kabupaten Gayo
Lues adalah 27o C. Bulan terpanas terjadi pada Bulan Maret Mei yaitu berkisar
30o C, sedangkan Bulan September Desember merupakan bulan-bulan dengan
suhu terendah yaitu sekitar 25o C. Kelembaban udara di Kabupaten Gayo Lues
cukup tinggi yaitu berkisar 84 89%.
Pada tahun 2009 rata-rata curah hujan tahunan di kabupaten ini berkisar 182,6
mm/bulan, dengan rata-rata hari hujan 14 hari per bulan. Pada Bulan Maret
mempunyai curah hujan bulanan mencapai puncak yaitu dengan curah hujan
tertinggi 447,5 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 24 hari/bulan. Sedangkan
curah hujan paling rendah terjadi pada Bulan Juli dengan rata-rata curah hujan
43,5 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 6 hari/bulan.
2.1.5 Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang berlaku di Gayo Lues sama seperti wilayah lainnya di
Provinsi Aceh yakni menganut 2 (dua) sistem pemerintahan yaitu sistem
Pemerintahan Lokal (Aceh) dan Sistem Pemerintahan Nasional (Indonesia).
Berdasarkan penjenjangannya, perbedaan adalah adanya Pemerintahan Mukim
di antara kecamatan dan Kampung. Kabupaten Gayo Lues membawahi 11
Kecamatan yaitu sebagai berikut:
7. Pining
1. Kuta Panjang
8. Rikib Gaib
2. Blang Jerango
9. Pantan Cuaca
3. Blangkejeren
10. Terangun
4. Putri Betung
11. Tripe Jaya
5. Dabun Gelang
6. Blang Pegayon
Kecamatan adalah suatu wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang terdiri
atas beberapa kemukiman dan dibagi atas beberapa Mukim. Mukim adalah
kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan
beberapa Kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh
Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.
Mukim dibagi atas kelurahan dan Kampung. Kelurahan dibentuk di wilayah
kecamatan dengan Qanun Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Lurah yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Kelurahan
di Provinsi Aceh dihapus secara bertahap menjadi Kampung atau nama lain atau
nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan
dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan
rumah tangga sendiri.
Pada saat ini Kabupaten Gayo Lues yang terdiri atas 11 kecamatan dan 144 desa
atau Kampung dipimpin oleh Bupati terpilih untuk periode tahun 2012 s/d 2017
yaitu Ibnu Hasyim S.sos MM dan Adam SE, MAP sebagai Wakil Bupati.
2.1.6 Sosial dan Budaya
Perkembangan penduduk Kabupaten Gayo Lues dalam kurun waktu delapan
tahun terakhir memperlihatkan angka yang terus meningkat. Pada Tahun 2004,
penduduk di kabupaten ini adalah sebesar 69.146 jiwa. Jumlah ini terus
10
meningkat secara signifikan menjadi 72045 jiwa pada Tahun 2005 dan
seterusnya. Pada Tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues
diperkirakan telah mencapai 81.382 jiwa. Jumlah penduduk terbesar berada di
Kecamatan Blangkejeren yang merupakan Ibukota Kabupaten Gayo Lues
sebanyak 24.994 jiwa atau 30,71 %. Sedangkan jumlah penduduk terkecil
berada di Kecamatan Pantan Cuaca sebanyak 3.561 jiwa atau 4,38 %.
Kemiskinan di Kabupaten Gayo Lues diindentifikasikan sebagai kemiskinan
struktural yakni kemiskinan yang disebabkan oleh kurang kondusifnya
lingkungan dan daya dukungan lingkungan terhadap peningkatan ekonomi
masyarakat. Faktor tersebut antara lain terbatasnya lahan pertanian yang subur,
sarana dan prasaran transportasi serta berbagai perilaku miskin, konsumtif,
serta kurangnya pembentukan modal lainnya sehingga jumlah penduduk miskin
di Kabupaten Gayo Lues sangat besar. Angka kemiskinan di Kabupaten Gayo Lues
pada tahun 2006 tercatat 17.886 orang dari jumlah penduduk 73.003 orang atau
24,5 %. Jumlah penduduk miskin terlihat menurun dari tahun 2006-2011 di
Kabupaten Gayo Lues. Tahun 2011 jumlah penduduk miskin sebanyak 15.544
orang dari jumlah penduduk 81.382 orang atau 19,1 % dari total jumlah
penduduk.
komunikasi dan informasi, tingkat pendapatan, jumlah konsumsi protein dan lain
lain. Kesejahteraan masyarakat Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada jenis
rumah dan atap yang digunakan, penggunaan WC serta sumber air minum yang
digunakan serta jenis penerangan yang digunakan.
2.2
Sesuai dengan tahapan penetapan Qanun tersebut, saat ini RTRW Kabupaten
Gayo Lues telah sampai pada tahap pembahasan materi RTRW Kabupaten Gayo
Lues dengan DPRD Kabupaten Gayo Lues untuk mendapat kesepakatan antara
pihak eksekutif (Bupati) dengan pihak legislatif (DPRD).
Adapun uraian proses yang telah dilakukan dalam penetapan Qanun sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku disarikan pada Tabel 2.4. Ditinjau
dari tahapan proses penetapan Qanun RTRW Kabupaten Gayo Lues, dari mulai
penyusunan materi teknis hingga proses persetujuan substansi, terdapat jeda
10
waktu yang cukup panjang dari sejak disusunnya Materi Teknis RTRW
Kabupaten Gayo Lues serta Rancangan Qanun-nya hingga ke tahap pemberian
Rekomendasi Gubernur Aceh terhadap substansi RTRW Kabupaten Gayo Lues.
Hal ini disebabkan pada tahun 2011 Gubernur Aceh tidak memberikan
Rekomendasi bagi semua RTRW Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi
Aceh terkait dengan belum selesainya kesepakatan luasan kawasan hutan.
Table 2. Proses Penetapan Qanun RTRW Kabupaten Gayo Lues 2012 2032
No.
Tahapan
Keterangan
1.
2.
3.
4.
6.
24 Desember 2013
7.
Penetapan Qanun
11
12
1.
mewujudkan Kabupaten Gayo Lues sebagai simpul pertumbuhan ekonomi wilayah di Bagian
Hulu Aceh melalui pengembangan agrobisnis, agroforestry dan ekowisata
Tujuan penataan ruang Kab. Gayo Lues diterjemahkan dalam 12 kebijakan dan 53 strategi
penataan ruang. Masing-masing kebijakan diterjemahkan dalam strategi penataan ruang.
Kebijakan penataan ruang tersebut adalah:
13
No
2.
Terdiri dari:
Meliputi:
3.
PKL Blankejeren
PKLp Terangun dan Pining
PPK Kuta Panjang, Ampakolak, Buntui Gemunyang, CintaMau, Badak Bur Jempe,
Gumpang, Kenyaran, Rerebe
PPL Pantan Antara, Air Jernih, Sangir, Pintu Rime Gayo, Goh Lemi, Pasir Antara,
Marpunge
14
No
a. Kawasan Lindung
Meliputi penetapan:
b. Kawasan Budidaya
15
No
4.
5.
KSK Blangkejeren;
KSK Terangun;
KSK Pining;
KSK Agropolitan Pantan Cuaca
Menetapkan indikasi program pemanfataan ruang dalam rangka perwujudan rencana struktur
dan pola ruang.
Indikasi program ditetapkan dalam bentuk matriks indikasi program pemanfaatan ruang yang
memuat uraian mengenai program, sumber pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dan
tahapan pelaksanaan program.
6.
Meliputi:
16
17
18
19
20
21
22
23
BAB III
PROSES DAN METODOLOGI
3.1. Persiapan Pelaksanaan KLHS
Persiapan pelaksanaan KLHS, dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang
dihadiri beberapa SKPD terkait, perwakilan masyarakat dan pihak lain yang
mendukung kegiatan penyusunan KLHS. Pertemuan ini dilakukan pada tanggal
17 Januari 2013.
Pertemuan tanggal 17 Januari 2013 ini membicarakan beberapa hal penting
yang, yaitu :
1.
2.
3.
Pembahasan rencana kerja, peran dan tanggung jawab para pihak yang
akan berpartisipasi di dalam proses KLHS.
4.
5.
24
25
Analisis data dasar untuk setiap isu startegis memuat deskripsi sebagai berikut:
1) Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi/fakta
dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor penyebab isu yang
terkait dan implikasi masalah dimaksud.
2) Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses yang
muncul dan berkembangnya masalah yang dimaksud semenjak 5 tahun
yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang mengalami
kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah dimaksud sudah
mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung meningkat, apakah
karena pembiaran?
3) Perkiraan kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan
untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila masalah
tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian (finansial dan
lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang mengalami kerugian;
apakah memang masalah dimaksud tidak dapat dicegah dan/atau
ditanggulangi dan/atau dipulihkan?.
4) Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan
5) Analisis kecenderungan didukung dengan data tabuler, grafik, peta, grafik
dsb.
Pada proses selanjutnya, dilakkukan konsultasi publik untuk memperoleh
tanggapan dan masukan daari publik yang lebih luas terkait dengan isu-isu
strategis ini.
26
27
28
BAB V
ISU STRATEGIS, ANALISIS DATA DASAR dan MUATAN RTRW
5.1. Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan
Isu strategis yang dihasilkan dari proses pelingkupan untuk Kabupaten Gayo
Lues adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
29
Kondisi Jalan
Kondisi
Jalan
Status Jalan
Jalan Negara
(Km)
Jalan Provinsi
(Km)
Jalan Kabupaten
(Km)
Aspal
142
80,61
218,58
Kerikil
50,9
140,32
Tanah
13,9
258,82
Tidak Rinci
153,70
Jumlah
142
145,41
771,42
Baik
102
80,61
417,80
Sedang
40
50,9
154,78
Rusak
13,9
34,61
Rusak Berat
11,30
Tidak Rinci
153,70
Jumlah
142
145,41
772,19
30
Total panjang jalan di Kabupaten Gayo Lues sebesar 1059,85 km, terdiri dari 142
km jalan negara; 145,41 jalan provinsi; dan 772,19 km jalan kabupaten.
Berdasarkan data Kab. Gayo Lues Dalam Angka 2013, seluruh jalan negara
merupakan jalan aspal; sedang jalan provinsi yang beraspal baru mencapai 80,61
km dan sisanya berupa jalan kerikil dan jalan tanah. Sedang jalan kabupaten
terdiri dari 218,58 km jalan aspal; jalan kerikil sepanjang 140,32 km; jalan tanah
sepanjang 258,82 km; dan sisanya 153,70 km belum dirinci.
Aspal
Kerikil
Tanah
20%
34%
Tidak Dirinci
28%
18%
Dari panjang jalan sebesar 1059,85 km tersebut sebanyak 54% dalam kondisi
baik. Sisanya sebesar 20% dalam kondisi sedang dan 5% rusak, serta 21%
dalam kondisi rusak berat. Sebagian jalan rusak dan rusak berat merupakan
jalan provinsi dan jalan kabupaten. Dari 145,41 km jalan provinsi, sebanyak 13,9
km dalam kondisi rusak dan 50,9 km dalam kondisi sedang. Sedangkan dari
772,19 km jalan kabupaten, sebanyak 417,80 km dalam kondisi baik, 154,78 km
dalam kondisi sedang, 34,61 km dalam kondisi rusak dan 11,30 km rusak berat.
20%
5%
20%
21%
54%
1%
Ba i k
S e d a n g
R u s a k
Rusak Berat
Tidak Dirinci*
31
32
Curah hujan yang relative tinggi (rata-rata > 3.500 mm per tahun)
Drainase yang buruk atau bahkan ada yang tidak memiliki drainase
33
Pada tabel diatas secara jelas terlihat bagaimana perubahan lahan terjadi sejak
tahun 2000 - 2011, setidaknya terdapat 3 perubahan lahan yang signifikan yaitu
perubahan pada hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering campur
dan semak belukar.
34
Pertanian lahan kering campur bertambah luasanya lebih dari 100% yaitu
dari 11.197 ha menjadi 22.493 ha
Semak belukar bertambah luasanya sekitar 0,6% yaitu dari 51.862 ha
menjadi 55.718 ha.
Peningkatan alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan budidaya juga ditandai
dengan peningkatan lahan kritis yang terjadi di Kabupaten Gayo Lues. Lahan
kritis yang dimaksudkan disini adalah lahan yang terbuka dengan tingkat
kesuburan yang sangat rendah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai lahan
pertanian. Di kabupaten Gayo Lues. lahan kritis terjadi karena erosi tanah yang
biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan dan daerah yang miring.
Lahan kritis juga terjadi karena pengelolaan tanah yang kurang memperhatikan
aspek kelestarian lingkungan.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Gayo Lues (Kab. Gayo Lues
Dalam Angka 2010), luas lahan di kawasan hutan yang dikategorikan sebagai
lahan kritis dan sangat kritis mencapai 37.647,54 Ha (6,59%). Sedang lahan di
kawasan hutan yang berpotensial kritis mencapai 292.862,89 Ha (51,20%).
Lahan di kawasan hutan yang dikategorikan tidak kritis hanya sebesar 68.571,92
Ha (11,95%). Untuk kawasan non hutan, yang dikategorikan sebagai lahan kritis
seluas 26.726,82 Ha (4,67%) dan yang dikategorikan sebagai lahan tidak kritis
sebesar 37.936,86 Ha (6,63%).
Memperhatikan hal tersebut diatas, dapat dicermati bahwa faktor pendorong
terjadinya alih fungsi kawasan hutan diantaranya:
Kurangnya lahan pertanian di kawasan budidaya
Pola berkebun masyarakat Gayo Lues yang sebagian masih berkebun dengan
berpindah.
Gayo Lues terkenal dengan kualitas sereh wanginya yang bagus. Masyarakat
melakukan pengolahan sereh wangi dengan cara tradisional yang mana pada
proses penyulingannya menggunakan bahan bakar kayu pinus. Hal ini
ditengarai juga menjadi pendorong perambahan dan alih fungsi lahan hutan.
Masyarakat tidak mengetahui batas jelas dari hutan lindung dan TNGL
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budidaya cenderung akan berlanjut dan
bertambah luas dengan semakin terbukanya dan berkembangnya wilayah
kabupaten Gayo Lues.
Diperkirakan dengan menggunakan permodelan
sederhana yang didasarkan pada pola perubahan lahan pada sepuluh tahun
35
terakhir, maka pada tahun 2020 diperkirakan hutan lahan kerng sekunder akan
berkurang seluas 11.079 Ha dibandingkan tahun 2011 (279.565 Ha) dan pada
tahun 2030 diperkirakan hutan lahan kering sekunder akan terus berkurang
seluas 23.389 Ha dibanding tahun 2011.
5.2.4. Isu Strategis : Penyediaan Fasilitas Sanitasi Lingkungan Masih relatif
Terbatas
Fasilitas sanitasi lingkungan yang relatif masih terbatas di kabupaten Gayo Lues
utamanya berupa fasilitas MCK perumahan yang kurang. Data dari Dinas
Kesehatan dan Lingkungan di Gayo Lues, menyebutkan bahwa 70% masyarakat
di Gayo Lues masih memanfaatkan sungai sebagai MCK, sebagaimana terlihat
pada Gambar 9.
Hal lainnya, kualitas pelayanan kesehatan belum optimal disebabkan kurang dan
masih belum meratanya tenaga kesehatan, penyebaran sarana dan prasarana
kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk sebesar 81.382 jiwa ditambah
lagi dengan rendahnya kualitas dan mutu kesehatan, hingga saat ini Kabupaten
Gayo Lues telah memiliki 1 Rumah Sakit Umum Daerah, ditambah dengan 12
Puskesmas, 34 Puskesmas pembantu, 144 Posyandu, 9 Puskesmas keliling dan
belum ada sarana Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Sedangkan jumlah
tenaga kesehatan juga masih belum memadai, Jumlah tenaga medis yang tersedia
saat ini adalah 21 orang Dokter umum (artinya setiap satu tenaga dokter umum
menangani 3.788 jiwa), 5 tenaga dokter spesialis (artinya setiap satu orang
dokter spesialis menangani 15.912 jiwa ), 2 orang tenaga dokter gigi, 140
perawat kesehatan, 117 tenaga bidan PNS, 63 tenaga bidan PTT dan 36 orang
tenaga kesehatan lainnya ( tenaga kesmas, tenaga sanitasi, tenaga analisis lab dan
tenaga gizi) (Sumber : Gayo Lues Dalam Angka 2012).
Table 7. Data Kepemilikan Jamban di Gayo Lues
Jamban
Sendiri
Jamban
Bersama/Umum
Tidak Ada
Kuta Panjang
66
395
144
Blang Jerango
21
179
452
Blangkejeren
75
107
1293
Putri Betung
170
1027
36
Dabun Gelang
159
290
Blang Pegayon
213
256
Pining
14
731
Rikib Gaib
21
289
144
Pantan Cuaca
29
210
244
Terangun
16
296
773
Tripe Jaya
196
312
264
2228
5666
Jumlah
Sumber: Bappeda Gayo Lues 2012
37
Data Dinas Pertanian mencatat luas sawah menurun dari 8.584,1 Ha pada tahun
2008 menjadi 8.404,86 Ha pada tahun 2009, dan kembali menurun di tahun 2011
dengan luas lahan sawah sebesar 8.380,46 Ha. Artinya dalam kurun waktu empat
tahun terjadi penurunan luas lahan sawah sebesar 203,63 Ha.
Seiring dengan penurunan luas lahan sawah, demikian pula halnya dengan
kontribusi pertanian pada PDRB Gayo Lues. PDRB sektor pertanian Gayo Lues
pada tahun 2005 mencapai 61% dan menurun menjadi 58,73% pada tahun 2008.
Selain itu laju pertumbuhan sektor ini juga terus menurun dari 3,64% pada tahun
2005-2006 menjadi 2.32% pada tahun 2007-2008.
Faktor pendorong yang menyebabkan produktifitas pertanian menurun
diantaranya sebagai berikut:
kemampuan pasokan air irigasi yang kurang karena jaringan irigasi yang
terbatas
pertambahan jumlah penduduk menyebabkan alih fungsi lahan pertanian
menjadi permukiman dan peternakan
pupuk non subsidi yang mahal menyebabkan penduduk mengubah
lahannya menjadi peruntukan lain
38
39
Muatan RTRWK
A.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
Isu Strategis
1
40
No.
Muatan RTRWK
Isu Strategis
1
3.
C.
1.
2.
3.
Kajian atau telaah dampak untuk tiap muatan sebagaimana pada tabel diatas
akan dibahas pada bagian selanjutnya. Tabel ringkasan Muatan RTRW yang
disertai dengan pernyataan dampak terhadap isu strategis dapat dilihat pada
lampiran.
41
BAB VI
PENGKAJIAN PENGARUH
Pada bagian berikut akan dijelaskan secara berjenjang (tiering) implikasi rencana
tata ruang (rencana struktur ruang dan rencana pola ruang) dan implikasi
program perwujudan ruang. Implikasi rencana tata ruang dimaksud, utamanya
dikaitkan dengan isu strategis KLHS, dimana dalam telaahnya juga membahas
potensi implikasi terhadap Kawasan Ekosistem Leuser dan TNGL sebagai sistem
penopang kehidupan yang sangat penting bagi Kabupaten Gayo Lues. Beberapa
jasa lingkungan yang nyata seperti sebagai pencegah banjir dan erosi, penyuplai
air untuk pertanian, industri, kebutuhan sehari-hari masyarakat dan keindahan
alam (dapat dikembangakan untuk pariwisata). Selain itu, Ekosistem Leuser juga
memiliki fungsi penting dalam pengaturan iklim lokal yang berkontribusi pada
pencegahan pemasan global, karena diperkirakan sekitar 1,5 milyar ton karbon
terkandung di hutan ini.
6.1
42
Gambaran lokasi dari muatan rencana struktur ruang tersebut diatas dapat dilhat
pada Gambar 11 berikut ini:
Gambar 11. Peta Identifikasi Rencana Struktur Ruang Terkait Isu Strategis
43
44
45
46
47
Pengembangan agroforestry
Pengembangan kawasan perkotaan yang terbatas dan efisien Berdasarkan perhitungan kebutuhan lahan untuk pertambahan
penduduk dan aktivitasnya 20 tahun ke depan, luas lahan perkotaan
yang dibutuhkan tidak terlampau besar.
Untuk menghindari
pengembangan kawasan terbangun ke arah kawasan hutan produksi,
maka pada saat penyusunan rencana rinci kawasan perkotaan Pining
perlu dilakukan delineasi kawaasan perkotaan yang terbatas serta
mengembangkan strategi pengembangan kota yang efisien. Dengan
demikian potensi pengembangan kawasan terbangun ke arah hutan
produksi dapat dibatasi.
48
tempat di Indonesia, pohon ini ditanam untuk kayu bakar dan hijauan
ternak, konservasi dan perbaikan kualitas tanah, serta sebagai pohon
peneduh bagi jenis tumbuhan lainnya.
3) Mitigasi terhadap penurunan produksi pertanian:
Pengembangan
intensifikasi
pertanian
untuk
meningkatkan
produktivitas pertanian tanaman pangan agar produksi pertanian
tanaman pangan tetap terjaga. Pengembangan intensifikasi dilakukan
dengan pengembangan teknologi pertanian;
49
Pencetakan lahan sawah baru sebagai pengganti lahan sawah yang berada
di pusat kawasan. Pencetakan lahan sawah baru dikembangkan di
kawasan lain di sekitar pusat pelayanan yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan arahan rencana pola ruang yang ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten Gayo Lues.
Pencetakan lahan sawah baru ini
dimaksudkan untuk mempertahankan produksi pertanian tanaman
pangan agar dapat memenuhi kebutuhan pangan lokal;
50
51
Trase jalan ruas Pining Lesten batas Pulo Tiga melintasi kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi (HP) dan hutan produksi terbatas
(HPT). Pengembangan ruas jalan tersebut diperkirakan dapat memberikan
implikasi terhadap isu strategis alih fungsi lahan hutan. Pengembangan jaringan
jalan yang melintasi kawasan hutan dapat berpotensi mendorong
berkembangnya kegiatan budidaya di sekitar jaringan jalan yang dibangun untuk
kawasan budidaya apabila tidak dilakukan pengawasan dan pengendalian yang
efektif. Pengembangan kawasan budidaya di kawasan hutan mengalih fungsi
kawasan hutan yang ada.
Trase jalan ruas Pining Lesten batas Pulo Tiga juga berada pada kawasan
perbukitan dengan tingkat kelerengan yang cukup tinggi. Pembangunan jalan
pada kawasan dengan tingkat kelerengan yang cukup tinggi dapat berpotensi
meningkatkan ancaman longsor dan banjir akibat pembukaan lahan untuk
pembangunan jalan maupun pengembangan kawasan budidaya lainnya di sekitar
jaringan jalan yang dibangun.
Pengembangan jaringan jalan yang menghubungkan Pining Lestten hingga Pulo
Tiga dipandang sangat penting untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk ke
arah Timur.
Peningkatan aksesibilitas diharapkan dapat meningkatkan
perekonomian wilayah dan juga peningkatan kesejahteraan penduduk. Oleh
karenanya, pembangunan jaringan jalan baru tersebut tetap perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa upaya mitigasi agar implikasi terhadap isu
strategis dapat diminimalisasi.
Usulan upaya mitigasi terkait pembangunan ruas jalan Pining Lesten Pulo
Tiga adalah sebagai berikut:
1)
52
2)
53
54
55
Gambar 12. Peta Identifikasi Rencana Pola Ruang Terkait Isu Strategis
56
3) Kec. Rikit Gaib, (+ 7.681,45 Ha) Desa Lukup Baru, Pinang Rugub,
Penomon Jaya, Tungel Baru, Tungel, Rempelam, Cane Uken, Cane Toa,
Padang Pasir, dan Kuning;
4) Kec. Putri Betung, (+ 2.877,38 Ha) Desa Uning Pune, Gumpang
Lempuh, Gumpang Pekan, Marpunge Pintu Gayo, Marpunge, Jeret
Onom, dan Kute Lengat Sepakat;
5) Kec. Pining, (+ 7.251,35 Ha) Desa Gajah, Urin, Pepelah, Ekan, Pintu
Rime, Pertik, Pining, Pasir Putih, dan Lesten;
6) Kec. Pantan Cuaca, (+ 9.801,63 Ha) Desa Tetinggi, Remukut, Uning
Kurnia, Seneren, Pantan Cuaca, dan Cane Baru;,
7) Kec. Kuta Panjang, (+ 731,62 Ha) di Desa Kong Palu;
8) Kec. Dabun Gelang, (+ 6.369,50 Ha) Desa Blangtemung, Uning
Gelung, Badak, Uning Sepakat, Kendawi;
9) Kec. Blangpegayon, (+ 1.040,68 Ha) di Desa Tetinggi;
10)Kec. Blangkejeren, (+ 4.627,36 Ha) Desa Agusen, Palok, Cempa,
Bacang; dan
11)Kec. Blangjerango, (+ 9.550,84 Ha) Desa Penosan seakat, Peparik
Gaib, Tingkem, Akul, Sekuelen, Ketukah;
Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat yang berbatasan dengan
kawasan hutan lindung diidentifikasi dapat memberikan implikasi terhadap isu
strategis alih fungsi lahan hutan menjadi kawasan budidaya jika tidak dilakukan
pengawasan dan pengendalian yang efektif serta belum jelasnya tata batas
kawasan hutan lindung.
Rencana pengembangan kawasan untuk perkebunan rakyat yang berpotensi
mengalih fungsi lahan hutan oleh karena lokasinya yang berbatasan dengan
lahan hutan lindung tersebar di Kecamatan Blangkejeren, Rikit Gaib, Pantan
Cuaca, Kuta Panjang, Blang Pegayon, Blang Jerango, Terangun, dan Dabun
Gelang, terutama pada kawasan-kawasan perkebunan yang berada pada desadesa yang berada di daerah hutan lindung. Selain itu berdasarkan informasi
daerah dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) diketahui bahwa utamanya di
Kecamatan Terangun merupakan area dengan NKT 1 khususnya daerah habitat
Gajah.
Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat, terutama yang
berbatasan dengan kawasan hutan lindung dapat mendorong alih fungsi lahan
kawasan hutan. Untuk mengurangi implikasi terhadap alih fungsi lahan hutan
57
58
Kuning dan Ampakolak); Kecamatan Pining (Desa Pining, Pintu Rime, dan Uring);
Kecamatan Terangun (Desa Soyo); dan Kecamatan Blangjerango (Desa Ketukah).
Kegiatan pembangunan pertambangan pasir batu dialokasikan pada kawasan
yang memiliki potensi pasir batu sebagaimana disebutkan di atas. Pengambilan
pasit batu (sirtu) di Kabupaten Gayo Lues biasanya dilakukan dengan menggali
pasir di sungai-sungai. Penambangan dilakukan baik oleh perusahaan maupun
masyarakat perorangan. Penambangan pasir batu (sirtu) yang dilakukan oleh
masyarakat perorangan umumnya dilakukan dengan kurang memperhatikan
kelestarian lingkungan, sehingga dapat mengakibatkan meningkatkan potensi
ancaman bencana alam terutama longsor tebing sungai.
Oleh karenanya rencana pengembangan pasir batu (sirtu) yang dilakukan dengan
tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan dampak
terhadap isi strategis potensi ancaman bencana alam, terutama longsor.
Pengembangan kawasan peruntukan pertambangan pasir batu dapat
memberikan implikasi terhadap peningkatan ancaman bencana longsor tebing
sungai. Beberapa usulan mitigasi yang diperlukan untuk mengurangi implikasi
pengembangan tersebut adalah:
59
Pengembangan
intensifikasi
pertanian
untuk
meningkatkan
produktivitas pertanian tanaman pangan - Intensifikasi pertanian perlu
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanaman
pangan. Dengan demikian, meskipun lahan sawah berkurang karena
beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, namun produksi pertanian
60
61
Gambar 13. Peta Identifikasi Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Terkait Isu
Strategis
62
63
Pengembangan
intensifikasi
pertanian
untuk
meningkatkan
produktivitas pertanian tanaman pangan - Intensifikasi pertanian perlu
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanaman
pangan. Dengan demikian, meskipun lahan sawah berkurang karena
beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, namun produksi pertanian
tanaman pangan diharapkan tetap dapat terjaga untuk menjamin
ketahanan pangan lokal.
64
65
Untuk meminimalisasi implikasi terhadap potensi alih fungsi lahan hutan, maka
usulan mitigasi/alternatif pengembangan yang perlu dilakukan adalah:
6.2
Rekomendasi
Secara umum rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan
kawasan strategis kabupaten di Kabupaten Gayo Lues telah dilakukan secara
66
seksama. Namun demikian, dalam telaah dampak yang dilakukan melalui KLHS,
ditemukan bahwa sebagian dari rencana tata ruang, dipandang memiliki potensi
yang memberikan implikasi terhadap isu strategis. Oleh karenanya implikasi
terhadap isu strategis yang dapat mungkin timbul dari pelaksanaan sejumlah
rencana tata ruang tersebut dapat diminimalisasi melalui sejumlah tindakan
mitigasi.
Rencana tindakan mitigasi yanag direkomendasikan bagi pelaksanaan rencana
tata ruang Kabupaten Gayo Lues dilakukan berdasarkan pertimbangan prinsip
pembangunan berkelanjutan agar pembangunan yang dilakukan dapat tetap
menjamin berlangsungan kehidupan di masa datang. Pertimbangan yang
digunakan adalah prinsip keseimbangan antara kepentingan lingkungan,
ekonomi, dan sosial; prinsip keterkaitan antar-sektor dan antar-wilayah; serta
prinsip keadilan untuk memberikan akses bagi masyarakat terhadap pengelolaan
sumberdaya alam di wilayah Kabupaten Gayo Lues.
Tabel berikut menguraikan rekomendasi mitigasi/alternatif terhadap
pelaksanaan muatan RTRW Kabupaten Gayo Lues agar pembangunan tetap dapat
berjalan secara berkelanjutan.
Table 9. Rekomendasi Mitigasi Terhadap Muatan Rencana Struktur Ruang
No.
Usulan Mitigasi
1.
1.1
a.
b.
Rekomendasi Mitigasi
2.
2.1
a.
Peningkatan upaya reboisasi terhadap lahanlahan yang sudah terbuka dan lahan kritis di
kawasan bantaran sungai dan kawasan
perbukitan
67
No.
Usulan Mitigasi
b.
Pengembangan agroforestry
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.2
a.
b.
c.
d.
e.
Pengembangan agroforestry
2.3
Rekomendasi Mitigasi
kritis serta pengembangan sistem drainase dalam
pengembangan kawasan perkotaan yang baik.
a.
b.
68
No.
Usulan Mitigasi
c.
d.
3.
3.1
Rekomendasi Mitigasi
Dalam pelaksanaan pembangunannya, peran serta
masyarakat perlu dilibatkan.
a.
b.
c.
d.
4.
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Ruas Pining Lesten Pulo Tiga (Kab. Aceh
Tamiang)
4.1
a.
b,
c.
4.2
a.
b.
c.
69
No.
Usulan Mitigasi
pemanfaatan ruang
Rekomendasi Mitigasi
pembangunan di sekitar jaringan jalan yang akan
dibangun melalui peningkatan kapasitas institusi
maupun pembentukan Satker Gabungan yang
dibentuk melalui SK Bupati.
d.
e.
5.1
a.
b.
c.
Dalam
proses
pengendalian
tersebut
dikembangkan
mekanisme
perizinan
dan
penegakan hukum yang jelas serta sosialisasi pada
masyarakat terkait larangan pengembangan
kawasan terbangun di kanan kiri jalan.
Usulan Mitigasi
Rekomendasi Mitigasi
1.
1.1
a.
b.
c.
d.
e.
70
No.
Usulan Mitigasi
Rekomendasi Mitigasi
2.1
a.
b.
c.
d.
3.
3.1
a.
b.
71
No.
Usulan Mitigasi
pengganti lahan sawah yang berada di pusat
kawasan
Rekomendasi Mitigasi
terbangun melalui penyiapan rencana rinci dan
peraturan zonasi.
c.
d.
e.
Usulan Mitigasi
1.
1.1
a.
b.
Rekomendasi Mitigasi
2.
2.1
a.
b.
c.
72
No.
Usulan Mitigasi
d.
3.
3.1
a.
Reboisasi
terbuka
b.
c.
d.
pada
lahan-lahan
yang
sudah
e.
f.
g.
3.2
Rekomendasi Mitigasi
pertanian,
maka
pengembangan
kawasan
Terangun perlu pula diimbangi dengan upaya
intensifikasi pertanian, pencetakan lahan baru di
kawasan perdesaan di sekitarnya serta penetapan
kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
a.
b.
c.
d.
73
BAB VII
STRATEGI PEMBANGUNAN EMISI RENDAH
Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER) merupakan kerangka strategis yang
menggambarkan aksi konkret, kebijakan, program dan rencana implementasi
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan
pemenuhan target pembangunan. Pada KLHS RTRW Kabupaten Gayo Lues ini,
Tim KLHS juga melakukan analisa emisi pada rencana pola ruang RTRW. Hal ini
dimaksudkan memberikan dukungan pada upaya-upaya mitigasi yang disusun
atau dihasilkan dari proses KLHS ini. Sehingga dengan demikian KLHS ini sudah
mengintegrasikan pertimbangan emisi didalamnya.
Pendekatan dan tahapan yang dilakukan dalam penyusunan SPER ini adalah
sebagai berikut:
Mengetahui kondisi yang berlaku saat ini pada tiap kabupaten. Hal ini
dilakukan dengan mempelajari profil daerah.
Melakukan analisis tutupan lahan
Menghitung emisi exisiting sebagai baseline (business as usual)
menggunakan metode historical based melalui tutupan lahan sejak tahun
2000 2011.
Menghitung perubahan emisi menggunakan metode forward looking non
parametric, yaitu metode untuk memprediksi emisi berdasarkan scenario
yang didasarkan pada rencana tata ruang wilayah setempat
Identifikasi aksi mitigasi
penyusunan strategi
74
7.1.
Kabupaten Gayo lues sebagian besar atau 78% wilayahnya memiliki tutupan
lahan hutan, untuk itu kegiatan yang berpotensi menimbulkan emisi adalah
kegiatan manusia yang menimbulkan perubahan penggunaan lahan hutan
menjadi bukan hutan (deforestasi ataupun degradasi hutan). Berdasarkan hasil
pelingkupan oleh beberapa pemangku lintas kepentingan (stakeholders) maka
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihitung adalah Emisi GRK berasal dari
kegiatan manusia dalam bidang Land Use, Land Use Change and Forestry
(LULUCF). Selama kurun waktu kurang lebih sepuluh tahun terakhir, penurunan
tutupan lahan hutan sebagian besar (11.317 ha) berubah menjadi pertanian
lahan kering campur dan 3.995 ha berubah menjadi semak belukar. Ada pula
semak belukar yang berubah menjadi hutan lahan kering sekunder sebesar 138
ha. Berikut ini ringkasan perhitungan emisi di Gayo Lues:
1. Dari hasil perhitungan emisi CO2e, di Kabupaten Gayo Lues dari tahun
2000 sampai dengan tahun 2011 dihasilkan emisi total sebesar 8.793.491
ton. Emisi sekuestrasi sebesar 145.613 ton. Luas Kabupaten Gayo Lues
sebesar 549.385 ha, sehingga emisi yang menyebabkan gas rumah kaca
sebesar 16 ton/ha, atau 1,48 ton/ha/tahun dalam kurun waktu 11 tahun.
Emisi CO2e ini diakibatkan oleh perubahan penggunaan lahan dari hutan
menjadi belukar, tanah terbuka, dan pertanian lahan kering sebagian
besar terdapat di Kecamatan Tripe Jaya seluas 43712 ha.
2. Berdasarkan hasil perhitungan emisi ini, kemudian dilakukan pendugaan
emisi hingga tahun 2030 berdasarkan scenario Business as Ussual dan
hasilnya adalah sekuestrasi sebesar -23.6 ton/ha.
3. Perhitungan emisi berdasarkan rencana pola ruang RTRWK di Kabupaten
Gayo Lues diharapkan mampu menurunkan emisi CO2e dari baseline yang
sudah ditetapkan sebelumnya (16 ton/ha). Hasil analisis penurunan emisi
CO2e terhadap pemanfaatan ruang sampai dengan tahun 2032 di
Kabupaten Gayo Lues menyatakan bahwa rencana pemanfaatan ruang
tahun 2012 - 2032 mampu mensekuestrasi emisi CO2e sebesar -100.9
ton/ha, hasil ini bernilai positif dari pendugaan emisi CO2e berdasarkan
baseline yang ditetapkan yaitu sebesar -23.6 ton/ha.
4. Pemanfaatan ruang pada RTRW Kabupaten Gayo Lues, memberikan
sekuestrasi emisi melalui ruang untuk hutan lindung dan taman nasional,
75
serta pemanfaatan semak belukar dan padang rumput sebagai area untuk
pengembangan perkebunan rakyat.
5. Memahami implementasi dari suatu rencana yang seringkali terjadi
penyimpangan, yang bisa saja terjadi karena beberapa hal diantaranya
pengawasan dan penegakan hukum yang kurang memadai, pola berkebun
masyarakat yang sulit berubah, atau hal lainnya terkait dengan lahan
hutan, maka dilakukan pendugaan suatu kondisi dimana terjadi
penyimpangan pada implementasi RTRW ini. Pendugaan penyimpangan
diperkirakan berdasarkan kondisi tutupan lahan di tahun 2011 dimana
diduga akan terjadi semakin meluasnya daerah yang terbuka di kawasan
sepanjang kanan kiri jalan di Taman Nasional Gunung Leuser, Hutan
Lindung dan dan Hutan produksi, dan Hutan produksi terbatas
(perubahan tutupan lahan). Pendugaan Emisi CO2e dilakukan dengan
menghitung luasan area semak belukar dan tanah kosong di kawasan
sepanjang kanan kiri jalan di Taman Nasional Gunung Leuser, Hutan
Lindung dan dan Hutan produksi (dan diproyeksikan dalam 20 tahun ke
depan), sedangkan untuk kawasan lain pemanfaatan ruang sesuai dengan
RTRWK. Hasil pendugaan emisi untuk kondisi semacam ini adalah bahwa
pada dua puluh tahun ke depan bila kondisi penyimpangan seperti ini
yang terjadi maka Kabupaten Gayo Lues hanya akan mampu
mensekuestrasi emisi sebesar 69,51 ton/ha. Angka sekuestrasi emisi ini
lebih rendah dari sekuestrasi emisi berdasarkan rencana pemanfaatan
ruang. Namun walaupun demikian yang perlu mendapat perhatian adalah
dugaan berkurangnya jumlah luasan hutan kering sekunder seluas 23.389
Ha yang diperkirakan akan berubah menjadi pertanian lahan kering.
7.2.
Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis emisi di Kabupaten Gayo Lues, dapat
diketahui bahwa rencana pola ruang dari RTRWK Gayo Lues bila dilaksanakan
dengan baik, memenuhi seluruh rencana yang dibuat dan tidak ada
penyimpangan yang terjadi maka Kabupaten Gayo Lues dalam 20 tahun ke depan
akan mampu melakukan sekuestrasi emisi sebesar -100.9 ton/ha. Untuk itu
terdapat beberapa strategi yang menjadi masukan bagi KLHS yaitu:
1. Mengembangkan kawasan perkotaan yang efisien melalui arahan deliniasi
kawasan perkotaan. Strategi ini menjadi penting untuk menghindari
pembukaan lahan berlebihan yang kemudian akan berdampak tidak saja
76
pada emisi yang meningkat tetapi juga pada berbagai isu strategis
pembangunan berkelanjutan.
2. Melakukan reboisasi dan penghijauan untuk lahan kritis dan terbuka di
kawasan hutan dan non hutan. Data tutupan lahan tahun 2000 2011
memperlihatkan bahwa, dalam kurun waktu sekitar 10 tahun, di Gayo
Lues hutan kering sekunder mengalami penurunan luas sekitar 15.356 Ha.
Perubahan ini sebagian besar menjadi pertanian lahan kering campur
yaitu seluas 11.317 Ha, sebagian lainnya menjadi semak belukar seluas
3.995 Ha dan sisanya menjadi lahan terbuka. Jumlah luasan ini merupakan
jumlah luasan yang cukup signifikan. Apalagi bila dilakukan perhitungan
proyeksi dengan pola yang sama hingga 20 tahun yang akan datang, maka
penurunan luasan area hutan kering sekunder akan bertambah luas
menjadi sekitar 23.389 Ha.
3. Mengembangkan intensifikasi pertanian. Dengan luas kawasan budidaya
diluar hutan produksi yang hanya sekitar 21,2% maka pilihan intensifikasi
pertanian menjadi alternatif tunggal. Intensifikasi pertanian yang
didukung oleh teknologi pertanian yang tepat.
4. Pencetakan sawah baru dengan memperhatikan arahan RTRW untuk
mempertahankan produksi pertanian dan tanaman pangan. Terkait
dengan rencana pengembangan kawasan peruntukan pertanian tanaman
pangan lahan basah, terdapat lebih kurang 7.800 Ha lahan yang
ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Gayo Lues sebagai kawasan
peruntukan lahan pertanian lahan basah. Tambahan luas dari lahan yang
sudah ada saat ini lebih kurang 1.400 Ha. Dengan demikian, diharapkan
produksi pertanian tanaman pangan tetap dapat terpenuhi untuk
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kabupaten Gayo Lues
5. Peningkatan pengawasan, pengendalian dan penegakan hukum dalam
implementasi RTRW. Hal ini diperlukan untuk mengurangi alih fungsi
lahan hutan menjadi lahan budidaya, mengurangi bencana banjir dan
longsor, serta mempertahankan tutupan lahan untuk menjaga
kemampuan sekuestrasi emisi yang ada.
77
BAB VIII
KESIMPULAN, SARAN dan TINDAK LANJUT
8.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang dipaparkan pada bab V dan VI dapat disimpulkan
bahwa secara umum rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan penetapan
kawasan strategis kabupaten di Kabupaten Gayo Lues telah dilakukan secara
seksama. Namun demikian, dalam telaah dampak yang dilakukan melalui KLHS,
ditemukan bahwa sebagian kecil dari rencana tata ruang, yang dinilai memiliki
potensi memberikan implikasi terhadap isu strategis, walaupun tidak secara
signifikan. Oleh karenanya implikasi terhadap isu strategis yang mungkin timbul
dari pelaksanaan sejumlah rencana tata ruang tersebut dapat diminimalisasi
melalui sejumlah tindakan mitigasi.
Isu strategis yang diidentifikasi dan dilakukan analisis terhadapnya didalam
kajian ini adalah terisolasinya daerah dengan aksesibilitas yang rendah, potensi
bencana alam terutama banjir dan longsor, alih fungsi lahan hutan menjadi
kawasan budidaya, fasilitas sanitasi lingkungan yang terbatas, dan penurunan
luas lahan sawah.
Sementara itu muatan RTRW yang dinilai memiliki dampak pengaruh terhadap
isu strategis tersebut adalah rencana pengembangan PKL Blangkejeren,
pengembangan PKLp Pining, pengembangan jaringan jalan ruas yang
menghubungkan Pining Lesten Pulo Tiga, pembangunan PLTA Lesten,
rencana pengembangan kawasan perkebunan rakyat, rencana pengembangan
kawasan peruntukan pertambangan pasir dan batu, dan rencana pengembangan
kawasan permukiman perkotaan.
Sejumlah rangkaian mitigasi telah disusun dan direkomendasikan untuk setiap
rencana tersebut diatas. Rencana tindakan mitigasi yang direkomendasikan
tersebut disusun berdasarkan pertimbangan prinsip pembangunan
berkelanjutan agar pembangunan yang dilakukan dapat tetap menjamin
keberlangsungan kehidupan di masa datang. Pertimbangan yang digunakan
adalah prinsip keseimbangan antara kepentingan lingkungan, ekonomi, dan
sosial; prinsip keterkaitan antar-sektor dan antar-wilayah; serta prinsip keadilan
untuk memberikan akses bagi masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya
alam di wilayah Kabupaten Gayo Lues.
78
79
Daftar Pustaka
Gayo Lues dalam Angka Tahun 2013, 2012, 2011, 2010, 2009, 2008
Murtilaksono, Kukuh; Siregar, ES; Sutarta, W.; Darmosarkoro, Hidayat 2009. Upaya
Peningkatan Produksi Kelapa Sawit melalui Penerapan Teknik KOnservasi Tanah dan
Air. Jurnal Tanah Tropika 14 (2) : 135-142
Rauf, A. 2011. Kajian Sistem dan Optimasi Penggunaan Lahan Agroforestry di Kawasan
Penyangga Taman Nasional gunung Leuser. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor
Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Gayo Lues Tahun 2012
Yuwono, S.B. 2011. Pengembangan Sumberdaya Air Berkelanjutan DAS Way Betung Kota
Bandarlampung. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor
80
Daftar Lampiran
Lampiran 1 :
Lampiran 2 :
Lampiran 3 :
Lampiran 4 :
Lampiran 5 :
Lampiran 6 :
Lampiran 7 :
Lampiran 8 :
81
Lampiran 1.
Surat Keputusan Bupati Gayo Lues Nomor 050/581/ 2013 Tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Pengendalian Lingkungan (POKJA PL)
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Kabupaten Gayo Lues