You are on page 1of 55

Asuhan keperawatan gawat darurat trauma abdomen

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral
dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan
dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau
rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga
panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal
dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha membungkus organ yang ada di
abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ
sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen:
komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai
cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu,
dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria);
Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan
dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering beru tindakan beda, misalnya pada
obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat
menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna
sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak
jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau
trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya
menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja
merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka
sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada
daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak
dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan
tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang
ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum:
Mengetahui lebih lanjut tentang perawatan luka yang dimungkinkan karena trauma, luka insisi

bedah, kerusakan integritas jaringan.


2. Tujuan Khusus:
a. Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
b. Mengetahui Etiologi Trauma Abdomen.
c. Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
e. Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
f. Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
1) Mengetahui tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
2) Mengetahui masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan trauma abdomen
3) Memenuhi tugas pembuatan makalah pada mata kuliah dalam program S1 Keperawatan
C. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan penjabaran
masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di
perpustakaan maupun di internet.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari lima bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I: Pendahuluan, terdiri dari : latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II: Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri dari: pengertian
Trauma Abdomen, penyebab Trauma Abdomen, patofisiologi Trauma Abdomen, manifestasi
klinis Trauma Abdomen, penatalaksanaan Trauma Abdomen, pengkajian, diagnosa keperawatan
dan intervensi keperawatan pada pasien dengan Trauma Abdomen
BAB III: asuhan keperawatan pada pasien trauma abdomen kasus
BAB IV: Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas,
penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma
merupakan hasil dari interaksi antara faktorfaktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari
jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari
permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif
terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar
seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada
organ dan pedikel vaskuler.
Patoflow:
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi


Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan
Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit
kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik


(Sumber : Mansjoer, 2001)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
e. Iritasi cairan usus.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian
pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura
lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau
perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal dekat

duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.


4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih
belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat
amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standard).
a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis
b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya
trauma pada hepar dan retro peritoneum.
Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan
dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari
rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit,
merupakan indikasi untuk laparotomi.
2.
Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji
dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal
dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan
bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift
atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat

mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat
dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat,
maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut
kecuali dengan adanya tim medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada
daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan
kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau
bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
b. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks
atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :
1) Fraktur pelvis
2) Traumanon penetrasi
3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine

Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga
untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang
harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan
dubur.
Sumber : (Hudak & Gallo, 2001).
G.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi
Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari
bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :
a. Aktifitas / istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala,nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku / kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara,vertigo

Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan statusmental, kesulitan
dalam menentukan posisi tubuh
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. infeksi tidak terjadi /
terkontrol.
3. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.
Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
3) Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5) Kolaborasi Tranfusi darah
Rasional: menggantikan darah yang keluar.
b. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
Tujuan : Nyeriteratasi
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien.
2) Beri posisi semi fowler.
Rasional: mengurngi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian

4) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


Rasional: analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5) Managemant lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
1) Perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu
Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.
2) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan
penanganan
Rasional: mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3) Jelaskan prosedur dan tindakan dan beripenguatan penjelasan mengenai penyakit
Rasional: apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klienmengerti
dan diharapkan ansietas berkurang
4) Pertahankan lingkungan yang tenang dantanpa stres
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5) Dorong dan dukungan orang terdekat
Rasional: memotifasi klien
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
Rasional: mengidentifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2) Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan kien
3) Berikan latihan gerak aktif pasif
Rasional: melatih otot-otot klien
4) Bantu kebutuhan pasien
Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasarklien
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
Tujuan: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
1) tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi:
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui tingkat kerusakan kulit klien
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

Rasional : mengkaji resiko terjadinya infeksi


3) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : mengontrol tanda-tanda infeksi
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
Rasional : membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka kering dan bersih
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
Rasional : memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat
6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme
7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : membunuh mikroba penyebab infeksi
f. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : mengetahui keadaan umum klien
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional : menjaga agar luka bersih dan kering
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka
Rasional : mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Rasional : memberikan data penunjang tentang resiko infeksi
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : membunuh mikroorganisme penyebab infeksi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT HARAPAN BUNDA JAKARTA TIMUR
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama: Tn. M

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Umur: 50 tahun
Jenis Kelamin: laki-laki
No. RM: 098834-1023456
Pendidikan: SMA
Pekerjaan: Karyawan swasta
Agama: Islam
Alamat: Jl. Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2
Tanggal masuk: 17 November 2013
Jam Masuk: pukul 20.00 WIB
Tanggal&Jam Pengkajian: 17 November 2013 jam 21.00 WIB
2. Type rujukan: datang sendiri, tidak memakai ambulance. Diantar anak klien.
3. Jenis kasus: kecelakaan. Tidak perlu visum.
4. Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Tn. E
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Jl.Raya Bogor. Gg.Suci RT 09/02 No.2
Hubungan dengan klien : anak
5. Diagnosa Medis: ruptur limfa e.c trauma tembus abdomen
6. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kiri.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk Rumah Sakit 1,5 jam yang lalu ( pukul 20.00 WIB). Kronologis klien: ketika
sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien ditabrak
mobil angkot yang ada di belakangnya saat pulang kerja dan melaju di Jalan Raya Pondok Gede.
Klien terjatuh membentur aspal, tertancap paku 10 cm dan sempat pingsan. Klien langsung
dibawa ke rumah sakit dengan dijemput anaknya. Klien merasa perut sebelah kiri sakit, mual.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Umum:
TD: 140/80 mmHg
N: 82 x/ menit
S: 37o C
RR: 24 x/ menit
Keadaan umum: baik, kesadaran: Compos mentis.
Perdarahan: minimal di abdomen kiri atas.
b. Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala
arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
c. Leher
Tidak ada kaku kuduk.
d. Paru
1) Inspeksi
: bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
2) Palpasi
: fremitus vokal kanan dan kiri sama

3) Perkusi
: sonor
4) Auskultasi : vesikuler
e. Abdomen
1) Inspeksi
: terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
2) Auskultasi : peristaltik usus 5x/menit
3) Palpasi
: ada pembesaran hati
4) Perkusi
: pekak
f. Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan
bawah dalam batas normal.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium tanggal 17-11-2013 pukul 09.30 WIB:
1) Hemoglobin
: 10,5 g/dl
(n : 14-17,5 g/dl)
2) Eritrosit
: 5,00 105/ul
(n : 4,5-5,9 106/ul)
3) Leukosit
: 12,5 104/ul
(n : 4,0-11,3 103/ul)
4) Hematokrit
: 41,8%
(n : 40-52%)
5) Trombosit
: 208
6) Gol darah
:A
7) HBSAG
: - (negatif)
b. Hasil USG Abdomen tanggal 17-11-2013 pukul 09.45 WIB:
Gambaran: ruptur dan perdarahan pada limfa anterior. terdapat luka tembus namun tidak
mengenai organ dalam abdomen.
9. Primary Survay
a. Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret.
b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 4 liter/ menit
Frekuensi napas: 24 x/ menit, pernafasan reguler.
c. Circulasi
TD : 140/ 80 mmHg
N : 82 x/ menit
Capillary reffil: < 3 detik
d. Disability
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E= 4, M= 5, V= 6
e. Exposure
Terdapat luka tembus disertai sedikit perdarahan, jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kiri
atas.
10. Secondary Survay
1) AMPLE
a) Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan.
b) Medicasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengkonsumsi obat sakit kepala.
c) Pastillnes :
Klien pernah di rawat di Rumah Sakit Harapan Bunda.

d) Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
e) Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya dan perkotaan yang penuh kesibukan (Jakarta
Timur).
B. Analisis Data
No.
Data (Sign & Symptom)
Etiologi
Problem
1.
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan perut sebelah kanan sakit
b. P : bila bergerak dan bernafas
c. Q : seperti tertusuk-tusuk
d. R : perut sebelah kanan
e. S : 7
f. T : hilang timbul
Data Objektif :
a. Klien tampak mengerang-erang menahan sakit.
b. Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
c. Trauma abdomen
d. Nyeri akut Adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen. Nyeri
2.
Data Subjektif : Data Objektif :
a. Terdapat luka lecet pada perut kanan
b. Terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
c. Hb : 10,5 g/dl
d. Leukosit : 12,5 104/ul
e. Luka non-penetrasi abdomen
Kontaminasi bakteri, luka tembus abdomen Resiko tinggi infeksi
3. Data Subjektif: Data Objektif:
a. Hasil USG: Terdapat ruptur dan perdarahan pada limfa anterior
b. Konjungtiva anemis
c. Kulit pucat
d. Turgor kulit elastis Perdarahan intra abdomen Defisit volume cairan dan elektrolit

C. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.
2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen.

3.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen

D. Intervensi dan Rasional


1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, volume cairan seimbang.
Kriteria hasil:
a. Turgor elastis
b. Konjungtiva tidak anemis
c. Hasil lab normal (HB)
d. Tidak ada perdarahan lanjutan
Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
1) Kaji tanda-tanda vital
2) Kaji tetesan infus

3) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.


4) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
5) Kolaborasi Tranfusi darah
6)
2)
3)
4)
5)
6)

Kolaborasi tindakan pembedahan 1) Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan


Awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
Mengidentifikasi keadaan perdarahan
Cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh.
Menggantikan darah yang keluar dan memperbaiki Hemostasis.
Memperbaiki kondisi hepar dan menghentikan perdarahan

2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen.


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x10 menit, nyeri teratasi
Kriteria Hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
b. Klien tenang tidak mengerang-erang kesakitan
c. Skala nyeri 1-3
Intervensi:
Rencana keperawatan Rasional
1) Kaji intensitas nyeri
2) Jelaskan penyebab nyeri
3) Beri posisi nyaman
4) Ajarkan teknik relaksasi
5) Kolaborasi pemberian analgetik

1) Untuk menentukan intervensi yang tepat.


2) Untuk menenangkan klien dan keluarga.
3) Meningkatkan kenyamanan klien.
4) Mengurangi ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri.
5) Analgetik berfungsi menghilangkan nyeri
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 20 menit, tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi
b. Tidak ada perdarahan
c. Suhu tubuh normal : 36-37oC
d. Tidak terjadi tetanus
Rencana keperawatan Rasional
1) Monitoring tanda-tanda infeksi
2) Anjurkan perawatan luka dengan prinsip aseptik
3) Monitor hasil laboratorium terutama Hb, leukosit
4) Kolaborasi pemberian antibiotik
5) Kolaborasi pemberian suntik anti tetanus (TT)
1) Mengetahui tanda infeksi pada pasien
2) Mencegah infeksi karena port de entry kuman.
3) Mengetahui perkembangan klien
4) Mencegah infeksi
5) Mencegah infeksi tetanus akibat luka tembus.
E. Catatan Perawatan Dan Perkembangan
No. Diagnosa Keperawatan
Tanggal dan Jam
Implementasi
Evaluasi
Paraf dan nama jelas
1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen.
November 2013
Jam: 21.00 WIB a. Kaji tanda-tanda vital
b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Kaji tetesan infus
d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
e. Kolaborasi Tranfusi darah
f. Kolaborasi pembedahan Subjektif: Objektif:
a. turgor elastik
b. konjungtiva anemis
c. TD: 120/70 mmHg
d. Nadi: 72x/ menit
d. Hb : 9,5 g/dl

17

Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal syukron
2. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen. 17 November
2013
Jam: 21.00 WIB a. Mengkaji tingkat nyeri
b. Memberikan injeksi ketorolak 2ml
c. Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul
Subjektif:
klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
Objektif:
klien masih gelisah
klien masih tampak merintih kesakitan
Analisa:
masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
syukron
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen
17 November 2013
Jam: 21.00 WIB a. Memasang kateter
b. Memasang NGT
c. Mengambil sample darah
d. Memasang trail tempat tidur
e. Memonitor NGT
f. Memberikan injeksi cefotaxim 1g Subjektif: Objektif:
a. urine jernih tidak ada perdarahan.
b. Volume urine 200cc
c. Keluaran NGT cairan bersih
d. Hb : 9,5 g/dl
Analisa :
Masalah teratasi sebagian
Perencanaan:
lanjutkan intervensi di bangsal
syukron

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja.
Prioritas keperawatan tertuju pada menghentikan perdarahan, menghilangkan/ mengurangi nyeri,
menghilangkan cemas pasien, mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang penyakit
dan kebutuhan pasien. Prinsipprinsip pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan A
(Airway), B (Breathing), C (Circulation).
Pada kasus di atas Tn. M mengalami Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam
rongga peritonium) akibat luka akibat tusukan. Masalah keperawatan yang timbul pada klien
antara lain: defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan intra abdomen;
nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka tembus abdomen; resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan luka tembus abdomen.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah masi
terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam
pengonsepan materi. Utnuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa khususnya,
untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced Trauma Life Support
Seventh Edition. Indonesia: Ikabi
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC
Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott Williams
Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC
ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core Curiculum, 5th. USA:
W.B. Saunders Company

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara


Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media

Aesculapius

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC


Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006,
Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika
Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
Jakarta: EGC.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:

EGC

Testa,A.Paul. 2008. Abdominal Trauma. Internet:


(http://emedicine.medscape.com/article/overview). Diakses pada tanggal 28 Juli 2008
Training. 2009. Primary trauma care. Internet: (http://primarytraumacare.org/ptcman/training).
Diakses pada tanggal 12 September 2011
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
TRAUMA ABDOMEN DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT
HARAPAN BUNDA
JAKARTA TIMUR

KATA PENGANTAR
Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah Keperawatan Gawat Darurat yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Klien Trauma
Abdomen. Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang tinjauan teoritis klien dengan trauma
Abdomen. Makalah ini bisa terbentuk karena dibimbing oleh Ibu Ns. Demak Agustina, S.Kep
sebagai dosen Mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, harap dimaklumi
karena kami juga seorang mahasiswa yang sedang belajar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi pembaca.

Jakarta, 18 November 2013

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG1
B. TUJUAN PENULISAN.3
C. METODE PENULISAN3
D. SISTEMATIKA PENULISAN..4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI.. 5
B. ETIOLOGI 6
D. PATOFISIOLOGI.6
E. MANIFESTASI KLINIS. 8
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK..10

H. PENATALAKSANAAN11
I. KOMPLIKASI15
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI ..15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN24
B. ANALISA DATA...27
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN ..29
D. INTERVENSI DAN RASIONAL ... 29
E. CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN..32
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN...35
B. SARAN35
DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Gawat Darurat


by : Ikrima Rahmasari

Beranda
trauma thorax
cedera kepala
trauma abdomen

serosis hepatis
download

trauma abdomen

DEFINISI
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1998).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Trauma

pada

abdomen

dapat

di

bagi

A. Trauma penetrasi
1. Luka tembak
2. Luka tusuk
B. Trauma non-penetrasi
1. Kompres
2. Hancur akibat kecelakaan
3. Sabuk pengaman
4. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :

menjadi

dua

jenis,

yaitu

1.

Kontusio

dinding

abdomen

disebabkan

trauma

non-penetrasi

Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan


terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus

di

eksplorasi.

Atau

terjadi

karena

trauma

penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan
imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri
dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding
abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan
hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).
ETIOLOGI
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen,
umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang

menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada
abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
PATOFISIOLOGI
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan
intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang
disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok
hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tandatanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi
nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi
peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu
tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada
fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang
luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan diagnostik
1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2. Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan
cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase

yang meninggi

menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus.


Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3. Plain abdomen foto tegak

Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal


dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
4. Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang
jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
o Trauma pada bagian bawah dari dada
o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
o Patah tulang pelvis
2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
o Hamil
o Pernah operasi abdominal
o Operator tidak berpengalaman
o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan

Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan


disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
B. Pemeriksaan khusus
1. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya
perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam
larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml
larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.
2. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan

bila

ada

akut

abdomen

untuk

mengetahui

langsung

sumber

penyebabnya.
3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
C. Penatalaksanaan Medis
1. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk
laparotomi.
2. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
3. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
4. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
5. Laparotomi
PENANGANAN PRE HOSPITAL DAN HOSPITAL
A. Pre Hospital

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka
harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika
korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1. Airway
Dengan

kontrol

tulang

belakang.

Membuka

jalan

napas

menggunakan

teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa
adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas
atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan,
ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)

1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut
dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
B. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang
berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya
luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang
berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

d. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada :
o fraktur pelvis
o trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit :
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah
lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin
berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara
bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).

PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen

(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan
dan eloktrolit

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik


(Sumber : Mansjoer,2001)
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh

dari

bagian

kepala

Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :


1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas

ke

ujung

kaki.

Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera


(trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data

Subyektif :

Mual,

muntah,

dan

mengalami

perubahan

selera

makan.

Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen


6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit

Volume

cairan

dan

elektrolit

berhubungan

dengan

perdarahan

Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan.


Intervensi

1. Kaji tanda-tanda vital


R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
3. Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan.
4. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh.
5. Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar.
Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen.
Tujuan : Nyeri teratasi
Intervensi :
1. Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien.
2. Beri posisi semi fowler.
R/ mengurngi kontraksi abdomen
3. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian

4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.


R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri.
5. Managemant lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya
pertahanan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini.
2. Kaji keadaan luka
R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi.
3. Kaji tanda-tanda vital
R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi.
4. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi
R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan
Tujuan : Ansietas teratasi
Intervensi :
1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu
R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien.

2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan
berikan penanganan
R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk
memberikan penjelasan kepada klien.
3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit
R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien
mengerti dan diharapkan ansietas berkurang
4.

Pertahankan

lingkungan

yang

tenang

dan

tanpa

stres

R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi
5. Dorong dan dukungan orang terdekat
R/ memotifasi klien
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Dapat bergerak bebas
Intervensi

1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak


R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi
2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan kien
3. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4. Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC


Doenges.

2000.

Rencana

Asuhan

Keperawatan:

Pedoman

untuk

perencanaan

Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC


Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/
10,17,2009,13.10am

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. T DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN
DI RUANG BEDAH MINOR RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama

: Tn. T

Umur

: 65 tahun

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Tepurejo RT 3/2 Sumber Banjarsari Surakarta

Tangga&Jam Pengkajian

: 15 Oktober 2009

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama

: Tn. W

Umur

: 41 tahun

Alamat

: Sumber Banjarsari Surakarta

Hubungan dengan klien

: Anak

dan

3. Riwayat Penyakit
a.

Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda motor,
klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien
terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa
pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien
merasa perut sebelah kanan ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di
antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
4. Primary Survay
a.

Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret

b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit
R : 26x/menit, pernafasan reguler
c.

Circulasi
TD : 120/80 mmHg
N : 88x/menit
Capillary reffil : < 2 detik

d. Disability
GCS : E4M5V6
Kesadaran : Compos Mentis
e.

Exposure
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

5. Secondary Survay
a.

AMPLE

o Alergi :
Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan.

o Medicasi :
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
o Pastillnes :
Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Moewardi Surakarta dengan penyakit paru-paru.
o Lastmeal :
Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
o Environment
Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya.
b. Pemeriksaan Head To Toe
o Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala
arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada
secret.
o Leher
Tidak ada kaku kuduk
o Paru
Inspeksi

: bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama

Palpasi

: fremitus vokal kanan dan kiri sama

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler

o Abdomen
Inspeksi

: terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan

Auskultasi

: peristaltik usus 7x/menit

Palpasi

: tidak ada pembesaran hati

Perkusi

: pekak

o Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan
bawah dalam batas normal.
6. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009
Hemoglobin

: 14,5 g/dl

(n : 14-17,5 g/dl)

Eritrosit

: 5,05 106/ul

(n : 4,5-5,9 106/ul)

Leukosit

: 12,1 103/ul

(n : 4,0-11,3 103/ul)

Hematokrit

: 43,8%

(n : 40-52%)

Trombosit

: 204

Gol darah

:O

HBSAG

:-

ANALISA DATA
No
1.

Data (Sign & Symptom)

Etiologi

Problem

DS :

Penurunan

Pola nafas tidak

Klien mengatakan sesak nafas

ekspansi paru

efektif

Trauma

Nyeri akut

Klien mengatakan perut sebelah kanan


terasa ampeg
DO :
Klien gelisah
R : 26x/menit
2.

DS :

Klien mengatakan perut sebelah kanan abdomen


sakit
P : bila bergerak dan bernafas
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : perut sebelah kanan
S :7
T : hilang timbul
DO :
Klien tampak mengerang-erang menahan
sakit.
Terdapat luka lecet dan jejas pada
abdomen sebelah kanan
3.

DS : -

Luka

DO :

penetrasi

non- Resiko infeksi

Terdapat luka lecet pada perut kanan


Terdapat

jejas

dan

hematoma

abdomen
pada

abdomen sebelah kanan


Hb : 14,5 g/dl
Leukosit : 12,1 103/ul

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma abdomen.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka non-penetrasi abdomen.

NURSING CARE PLAN


No

Tujuan/Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Dx
1.

Setelah dilakukan

Kaji pola nafas

Untuk menentukan

tindakan keperawatan

Kaji tanda vital

intervensi yang tepat

selama 1x15 menit,

Posisikan klien semi fowler

Mengetahui

pola nafas efektif

Beri oksigen sesuai indikasi

perkembangan klien

Dengan KH :

Mengurangi sesak

Klien mengatakan

nafas

sesak nafas berkurang

Mengurangi sesak

Klien rileks

nafas

Pernafasan normal :
20-24 x/ menit
2.

Setelah dilakukan

Kaji intensitas nyeri

Untuk menentukan

tindakan keperawatan

Jelaskan penyebab nyeri

intervensi yang tepat.

1x10 menit, nyeri

Beri posisi nyaman

Untuk menenangkan

teratasi

Ajarkan teknik relaksasi

klien dan keluarga.

Dengan KH :

Kolaborasi pemberian

Meningkatkan

Klien mengatakan

analgetik

kenyamanan klien.

nyeri

Mengurangi

3.

berkurang/hilang

ketegangan otot

Klien tenang tidak

sehingga mengurangi

mengerang-erang

nyeri.

kesakitan

Analgetik berfungsi

Skala nyeri 1-3

menghilangkan nyeri

Setelah dilakukan

Pasang kateter

Untuk mengurangi

tindakan keperawatan

Pasang NGT

aktivitas klien.

1x20 menit, tidak

Pasang trail pada tempat tidur

Untuk mengetahui

terjadi infeksi

klien

adanya perdarahan

Dengan KH :

Ajurkan keluarga untuk

dalam.

Tidak ada tanda-tanda menemani klien

Menurunkan resiko

infeksi

Monitor hasil laboratorium

cidera.

Tidak ada perdarahan

terutama Hb

Memenuhi kebutuhan

Suhu tubuh normal :

Kolaborasi pemberian

klien.

36-37

antibiotik

Mengetahui
perkembangan klien
Mencegah infeksi

CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN


No

Tgl&Jam

Implementasi

Evaluasi

TTD

Dx
1.

15 Okt 09

Mengkaji pola nafas klien

S :

11.10

Memposisikan klien semi

klien mengatakan sesak

fowler

nafas berkurang

Memberikan nasal kanul

klien mengatkan lebih

2L/menit

nyaman

Rima

R : 24x/menit
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2.

11.25

Mengkaji tingkat nyeri

S:

Memberikan injeksi ketorolak

klien mengatakan nyeri

Rima

2ml

sedikit berkurang

Mengajarkan nafas dalam bila

O:

nyeri timbul

klien masih gelisah


klien masih tampak merintih
kesakitan
A:
masalah teratasi sebagian
P:
lanjutkan intervensi di
bangsal

3.

11.45

Memasang kateter

S :-

Memasang NGT

O:

Mengambil sample darah

urine jernih tidak ada

Memasang trail tempat tidur

perdarahan.

Memonitor NGT

Volume urine 200cc

Memberikan injeksi cefotaxim

Keluaran NGT cairan bersih

1g

Hb : 14,5 g/dl
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
lanjutkan intervensi di
bangsal

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Rima

PADA PASIEN DENGAN


TRAUMA ABDOMEN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT


DENGAN TRAUMA ABDOMEN

DARURAT

PADA

PASIEN

1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI

Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
( Dorland, 2002 : 2111 )
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,

2001 : 2476 )

1. 2. ETIOLOGI / FAKTOR PENYEBAB


Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Trauma tumpul
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush
injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ
berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi
(misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury
yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun
komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada
suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan
yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti
rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ
yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen.
Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang
paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai
tambahan, 15% nya mengalami hematoma retroperitoneal.
b) Trauma tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan
adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%),
usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan

kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan
berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ
tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus
halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 145)
1. 3. TANDA DAN GEJALA
- Laserasi, memar,ekimosis
- Hipotensi
- Tidak adanya bising usus
- Hemoperitoneum
- Mual dan muntah
- Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd
arteri karotis),
- Nyeri
- Pendarahan
- Penurunan kesadaran
- Sesak
- Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
- Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
- Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal .
- Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
- Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
(Scheets, 2002 : 277-278)
1. 4. PATOFISIOLOGI DAN POHON MASALAH
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu
lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan
tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan
kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan
karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh
juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh

gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
1. 5. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanismenya, yaitu :
a) Trauma tumpul
- Biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor.
- Faktor lainnya seperti jatuh dan trauma secara mendadak
- Hasil dari crush injury dan trauma deselerasi mengenai organ padat (karena
perdarahan) atau usus (karena perforasi dan peritonitis)
- Limfe dan hati adalah organ yang paling sering dilibatkan
b) Trauma tajam
- Biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
Mungkin dihubungkan dengan dada, diafragma dan cedera pada system
retroperitoneal.
- Hati dan usus kecil adalah organ yang paling tersering mengalami kerusakan.
- Luka tusukan mungkin akan menenbus dinding peritoneum dan seringkali merusak
secara konservatif, bagaimanapun luka akibat tembakan senapan selalu membutuhkan
pembedahan dan penyelidikan lebih awal untuk mengendalikan cedera intraperitoneal.
1. 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan Diagnostik

a) Trauma Tumpul
1. 1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna merubah
rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan
intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma
tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila dijumpai :

1. Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obatobatan.


2. Perubahan sensasi trauma spinal
3. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
4. Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
5. Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu yang agak
lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama
misalnya Angiografi
6. Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai dijumpai hal
seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu
kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi.
Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid
obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik
terbuka atau tertutup (Seldinger ) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada
pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk
mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang
membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun
empedu yang keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang
abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10
cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat (pada anakanak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun melakukan
rogg-oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat isi
gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American College of Surgeon Committee
of Trauma, 2004 : 149-150)
Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada
aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+)
untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml
atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah 5000/mm 3
atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
1. 2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk mendeteksi adanya
hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di tangan mereka yang
berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk
meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen
Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan murah untuk
mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan
sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan
pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi
pemakaiannya sama dengan indikasi DPL. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 150)

3. Computed Tomography (CT)


Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami kerusakan
dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal
maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
b) Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan struktur
abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang,
thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
1. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada luka
tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri
akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah
pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
2. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple
contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan fisik
serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan
diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi
simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel
maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)

Pemeriksaan Radiologi

1. 1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul


Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP
dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga
posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya
udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum, yang
kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal
1. 2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan pemeriksaan
X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera
thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang

hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari suatu
luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara
retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
1. 3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
2. Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi sebelum
pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra. Pemeriksaan
urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,52cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan. Dilakukan
pengambilan foto dengan projeksi oblik dengan sedikit tarikan pada pelvis.
1. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan
kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm diatas
pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1) aliran
terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil
foto rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT
Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan informasi
tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya. (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 148)
1. CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria dan
hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT
Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada
fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi bolus 100 cc larutan
Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50
cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh
visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah
agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma
yang mengalami kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan
lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal;
yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
1. Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal (duodenum, colon
ascendens, colon descendens) tidak akan menyebabkan peritonitis dan bisa tidak
terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan

kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper GI Track ataupun GI tract bagian
bawah dengan kontras harus dilakukan.
(American College of Surgeon Committee of Trauma,2004:149)

Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
o Penurunan hematokrit/hemoglobin
o Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
o Koagulasi : PT,PTT
o MRI
o Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
o CT Scan
o Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
o Scan limfa
o Ultrasonogram
o Peningkatan serum atau amylase urine
o Peningkatan glucose serum
o Peningkatan lipase serum
o DPL (+) untuk amylase
o Penigkatan WBC
o Peningkatan amylase serum
o Elektrolit serum
o AGD

(ENA,2000:49-55)
1. 7. KOMPLIKASI

Trombosis Vena
Emboli Pulmonar
Stress Ulserasi dan perdarahan
Pneumonia
Tekanan ulserasi
Atelektasis
Sepsis

(Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)

Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan


perdarahan.
Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis,
dan syok.
Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.

Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)

(Catherino, 2003 : 251-253)


1. 8.
PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN

KEGAWATDARURATAN

DAN

TERAPI

- Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air,
evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
- Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
- Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
- Pemberian O2 sesuai indikasi
- Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
- Trauma penetrasi :
Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan
(Catherino, 2003 : 251)
1. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. 1. PENGKAJIAN
1) Data subyektif
1. Riwayat penyakit sekarang :
a) Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada hati)
b) Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa
c) Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada
cedera pancreas
d) Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus
e) Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam
1. Riwayat medis :
- Kecenderungan terjadi pendarahan

- Alergi
- Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
2) Data objektif
Data Primer
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan) : Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan
napas cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipotensi, perdarahan , adanya tanda Bruit (bunyi
abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda Cullen,
tanda Grey-Turner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis
D : Disability (ketidakmampuan ) : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr
Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma
F : Five intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang monitor
jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :

Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
Koagulasi : PT,PTT
MRI
Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
CT Scan
Radiograf dada
mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.
Scan limfa
Ultrasonogram
Peningkatan serum atau amylase urine
Peningkatan glucose serum
Peningkatan lipase serum
DPL (+) untuk amylase
Penigkatan WBC
Peningkatan amylase serum
Elektrolit serum
AGD

G : Give comfort (PQRST) :


a) Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik( cedera pada hati),
b) Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ) ,Tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri atas yang
menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa

c) Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik kecuali
terdapat peritonitis,tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada
cedera pancreas
d) Nyeri pada abdomen
Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak bisa diakibatkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam.
H : Head to toe :
Inspeksi :
- Adanya ekimosis
- Adanya hematom
Auskultasi :
- Menurun/tidak adanya suara bising usus
Palpasi :
- Pembengkakan pada abdomen
- Adanya spasme pada abdomen
- Adanya masa pada abdomen
- Nyeri tekan
Perkusi :
- Suara dullness
I : Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada bagian
punggung (spinal)
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PK Perdarahan
2. PK: Syok Hipovolemik
3. Nyeri akut b/d agen cedera fisik( Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan
keluhan nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
4. Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah, takut, gugup,
gemetar, wajah tegang
5. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cupung hidung
6. Kerusakan integritas kulit b/d trauma tajam/tumpul ditandai dengan adanya
hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen
7. Risiko infeksi b/d invasi bakteri
1. RENCANA KEPERAWATAN /EMERGENCY INTERVENSION
Dx 1 : PK Perdarahan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 4 jam diharapkan
perdarahan dapat dihentikan/teratasi
Kriteria hasil :

Tanda-tanda perdarahan (-)

TTV normal ( Nadi = 60-100 x/menit ; TD = 110-140/70-90 mmHg ; Suhu = 36,


5 37, 50 C ; dan RR = 16-24 x/menit)
CRT < 2 detik
Akral hangat

Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau TTV

Mengidentifikasi kondisi pasien.

2) Pantau tanda-tanda perdarahan.

Mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang


tepat.
3) Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi ke jaringan perifer (CRT dan sianosis).

Mengetahui keadekuatan aliran darah.

Kolaborasi :
1) Pantau hasil laboratorium (trombosit).
Trombosit sebagai indicator pembekuan darah.
2) Kolaborasi pemberian cairan IV (cairan kristaloid NS/RL) sesuai indikasi.

Membantu pemenuhan cairan dalam tubuh.

3) Berikan obat antikoagulan, ex : LMWH ( Low Molecul With Heparin).

Mencegah perdarahan lebih lanjut.


4) Berikan transfusi darah.

Membantu memenuhi kebutuhan darah dalam tubuh.

5) Lakukan tindakan pembedahan jika diperlukan sesuai indikasi

Membantu untuk menghentikan perdarahan dengan menutup area luka

Dx 2 : Nyeri akut b/d agen cedera fisik ( Trauma tumpul / tajam) ditandai
dengan keluhan nyeri, diaporesis, dispnea, takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol
Kriteria hasil :

Pasien melaporkan nyeri berkurang


Pasien tampak rileks
TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR :
16-24 x/menit, suhu 36, 5 37, 50 C)
Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik untuk menangani nyeri.

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
qualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.

Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi.

1. Evaluasi peningkatan iritabilitas, tegangan otot, gelisah, perubahan tanda-tanda


vital.

Petunjuk non-verbal dari nyeri atau ketidaknyaman memerlukan intervensi.


1. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya perubahan posisi, masase.

Tindakan alternative untuk mengontrol nyeri


1. Ajarkan menggunakan teknik non-analgetik (relaksasi progresif, latihan napas
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan terapeutik, akupresure)

Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan


kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
1. Berikan lingkungan yang nyaman

Menurunkan stimulus nyeri.


Kolaborasi :

1. Berikan obat sesuai indikasi : relaksan otot, misalnya : dantren; analgesik

Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot.

Dx 3 : Cemas b/d prosedur pembedahan ditandai dengan pasien gelisah,


takut, gugup, gemetar, wajah tegang
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 10 menit diharapkan
cemas pasien berkurang
Kriteria hasil :

Gelisah pasien berkurang


Mengatakan takut dan gugup berkurang
Tidak nampak gemetar

Intervensi :
Mandiri :
1. Indetifikasi tingkat kecemasan dan persepsi klien seperti takut dan cemas serta
rasa kekhawatirannya.
2. Kaji tingkat pengetahuan klien terhadap musibah yang dihadapi dan pengobatan
pembedahan yang akan dilakukan.
3. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
4. Berikan perhatian dan menjawab semua pertanyaan klien untuk membantu
mengungkapkan perasaannya.
5. Observasi tanda tanda kecemasan baik verbal dan non verbal.

6. Berikan penjelasan setiap tindakan persiapan pembedahan sesuai dengan


prosedur.
7. Berikan dorongan moral dan sentuhan therapeutic.
8. Berikan penjelasan dengan menggunakan bahasa yang sederhana tentang
pengobatan pembedahan dan tujuan tindakan tersebut kepada klien beserta
keluarga.
Dx 4 : Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak,
dispnea, penggunaan otot bantu napas, napas cuping hidung
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 10 menit diharapkan pola nafas pasien
kembali efektif
Kriteria hasil :

Pasien melaporkan sesak berkurang


Dispnea (-)
Penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Napas cuping hidung (-)

Intervensi :
Mandiri :
1. Pantau adanya sesak atau dispnea

Untuk mengetahui keadaan breathing pasien


1. Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan, napas
cuping dan penggunaan otot bantu pernapasan

Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan intervensi yang
tepat
1. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi

Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada


1. Ajarkan klien napas dalam

Untuk meningkatkan kenyamanan


Kolaborasi

1. Berikan O2 sesuai indikasi

Untuk memenuhi kebutuhan O2

1. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan pemasangan


ventilator sesuai indikasi

Untuk membantu pernapasan adekuat

4. EVALUASI
Dx 1 : Perdarahan dapat dihentikan/teratasi
Dx 2 : Nyeri pasien terkontrol
Dx 3 : Cemas pasien berkurang
Dx 4 : Pola napas pasien kembali efektif

You might also like