You are on page 1of 6

MOTIF BERPRESTASI

PADA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

RINAWATI RAFIAH
PENDIDIKAN LUAS SEKOLAH
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Motif Berprestasi

1. Latar Belakang
Kebanyakan orang Indonesia memilki sikap pemalas, mereka lebih menyukai sesuatu
yang instan. Tidak perlu bekerja keras tapi bisa hidup enak, tidak perlu belajar tapi bisa pintar,
tidak perlu mengerjakan kewajibannya tapi haknya harus terpenuhi, dll. Lalu bagaimana
caranya kita bisa mendapatkan keinginan kita tanpa kita berusaha mendapatkannya? hanya
mengharapkan keajaiban dari Tuhan pada kita. Itu hal yang mustahil.
Untuk bisa mendapatkan keinginan/cita-cita kita, diantaranya kita memerlukan
motif/motivasi yang tinggi. Dimana setiap tindakan kita selalu mengarah pada pencapaian
keinginan/cita-cita kita. Misalnya dalam hal memilih buku yang akan kita baca dan pergaulan
kita. Kita akan memilih buku yang memang bisa mempermudah mencapai sesuatu yang kita
ingikan, begitu halnya dalam bergaul, harus bisa memilih pergaluan yang baik dan bisa
mengatar kita pada arah yang kita inginkan sesuai dengan keinginan/cita-cita kita.
Menurut teori McClelland dalam diri manusia ada dua motivasi atau motive, yaitu motif
primer atau motif yang tidak dipelajari, dan motif sekunder atau motif yang dipelajari melalui
pengalaman serta interaksi dengan orang lain biasanya motif ini sering disebut motif sosial.
Selanjutnya motif sosial ini oleh Clevelland yang dikutip oleh Isnanto Bacthiar Senoadi
(1984), dibedakan menjadi 3 motif, yakni:
a. Motif untuk berprestasi (need for achievement)
b. Motif untuk berafiliasi (need for affiliation)
c. Motif untuk berkuasa (need for power). (Notoatmodjo, Soekidjo. 2009 : 116).
Pada pembahasan ini hanya akan membahas motif berprestasi untuk mendapatkan
sesuatu yang kita inginkan.

2. Pembahasan
Motif atau motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam
diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata
kebutuhan atau needs atau want. Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia
yang perlu ditanggapi atau direspons. (Notoatmodjo, Soekidjo. 2009 : 114)

Sehubungan dengan kebutuhan hidup manusia yang mendasari timbulnya motivasi,


Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan dasar hidup manusia itu terbagi atas lima tingkatan,
yaitu ketuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan dihargai, dan
kebutuhan akan aktualisasi diri.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok yang harus dipenulinya dengan segera
seperti keperluan untuk makan, minum, berpakaian, dan bertempat tinggal.
Kebutuhan keamanan adalah kebutuhan seseorang untuk memperoleh keselamatan,
keamanan, jaminan, atau perlindungan dari ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup
dan kehidupan dengan segala aspeknya.
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan seseorang untuk disukai dan menyukai, dicintai dan
mencintai, bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kebutuhan akan harga diri adalah kebutuhan seseorang untuk memperoleh kehormatan,
penghormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan.
Kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk memperoleh
kebanggaan, kekaguman, dan kemasyhuran sebagai pribadi yang mampu dan berhasil
mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa. (Djaali, H. 2013: 102)
Menurut Maslow, manusia itu makhluk yang tidak pernah puas, bila satu kenginan
sudah terpenuhi maka akan timbul keinginan baru lagi. Dan untuk memenuhi semua kebutuhan
hidupnya manusia terlebih dahulu harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya, baru setelah
kebutuhan fisiologis terpenuhi manusia bisa memenuhi kebutuhan yang lainnya.
Sementara itu McClelland mengemukakan bahwa di antara kebutuhan hidup manusia
terdapat tiga macam kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi,
dan kebutuhan untuk memperoleh makanan. Dalam The Encyclopedia of Psychology yang
disusun oleh Hare dan Lamb mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan motivasi
yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian.
Sementara itu, Heckhausen mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan
yang terdapat dalam diri siswa yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau
memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan mengunakan
standar keunggulan. (Djaali, H. 2013: 103).
Karakteristik Individu yang Motivasi Berprestasinya Tinggi:

1) Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan
bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan.
2) Memilih tujuan yang realitis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau
besar resikonya.
3) Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan
nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaan.
4) Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain.
5) Mampu menagguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik.
6) Tidak tergugah untuk sekedar mendapakan uang, status, atau keuntungan lainnya, ia akan
mencarinya apabila hal-hal tersebut merupakan lambang prestasi, suatu ukuran
keberhasilan. (Djaali, H. 2013: 109-110).
Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademis yang
tinggi apabila:
1) Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah daripada keinginannya untuk berhasil;
2) Tugas-tugas didalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tapi tidak
terlalu sukar, sehingga memberi kesempatan untuk berhasil. (Djaali, H. 2013: 110111).
Untuk menilai kinerja karyawan dalam suatu organisasi bisa dilakukan dengan cara
kuesioner, tapi bila dirasa metode kuesioner kurang membuktikan kejujuran bagi karyawan bisa
menggunakan metode wawancara.
Metode untuk meningkatkan kerja menurut beberapa ahli:

Metode Langsung
Yaitu pemberian materi atau nonmateri secara langsung kepada karyawan agar kinerjanya
semakin meningkat. Pemberian materi seperti pemeberian bonus, pemberian hadiah pada
waktu tertentu misalnya pada hari raya, pada hari ulangtahun karyawan, dan sebagainya.
Pemberian nonmateri misalnya pujian, penghargaan dan tanda-tanda penghormatan yang
lain dalam bentuk surat keputusan, sertifikat, dan sebagainya.

Metode tidak Langsung


Kewajiban memberikan fasilitas atau sarana-sarana penunjang kerja bagi karyawan untuk
kelancarannya dalam mengejakan tugas. Misalnya ruang kerja yang nyaman, kursi kerja
yang empuk, tersedianya alat komunikasi dan sebagainya.

Model-model motivasi kerja:

Model Tradisional
Yaitu untuk membuat karyawan memiliki prestasi yang baik perlu dilakukan motivasi dari
atasan untuk bawahannya yang berupa materi.
Model Hubungan Manusia
Perlu adanya menghargai setiap karyawan dan menyakinkan kepada mereka bahwa setiap
karyawan adalah penting dan berguna bagi organisasi. Mereka diberi kebebasan
berpendapat, berkresi, berorganisasi, dll.
Model Sumber Daya Manusia
Perlu memberikan tanggung jawab dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi karyawan
untuk meningkatkan hasil kerjanya. Diberikan reward dan punishment terhadap hasil kerja
mereka.

Dalam motivasi berprestasi terdapat perbedaan atara laki-laki dan perempuan dimana
para laki-laki biasanya lebih unggul prestasinya dari pada perempuan. Kalau laki-lak dapat
termotivasi untuk berprestasi karena ingin menjadi pemimpin, dan memang kodratnya menjadi
pemimpin. Sedangkan wanita termotivasi untuk berprestasi karena ingin mendapatkan
kepuasan untuk keinginan-keinginanya dan untuk melengkapi urusan sosialnya.

Sumber:
Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka
Ciapta.
Djaali, H. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wagner-Menghin, M. (2004). Content validity of an objective personality test for the
assessment of achievement motive. Psychology Science, 46(2), 259-280. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/212184770?accountid=25704
Elizur, D., & Beck, I. M. (1994). Gender differences in achievement motive: A facet
analysis of hungarian samples. The Journal of Psychology, 128(1), 63. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/213818220?accountid=25704

You might also like