Professional Documents
Culture Documents
SINUSITIS
A.
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.
Berhubungan dengan :
a Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga
jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.
b Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.
c Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.
b) Sinus Ethmoidalis
Terbentuk pada usia fetus bulan IV.
Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari
7-15 cellulae, dindingnya tipis.
Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara
hidung dan mata
Berhubungan dengan :
a Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.
Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial
(meningitis, encefalitis dsb).
b Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan
operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke
daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.Nervus Optikus.
c Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
c) Sinus Frontalis
Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
Volume pada orang dewasa 7cc.
Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).
Berhubungan dengan :
a Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.
b Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.
c Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
d) Sinus Sfenoidalis
Terbentuk pada fetus usia bulan III
Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.
Volume pada orang dewasa 7 cc.
Berhubungan dengan :
a Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.
b Glandula pituitari, chiasma n.opticum.
c Tranctus olfactorius.
d Arteri Basillaris Brain Stem (Batang Otak)
2. Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi,
infeksi virus, bakteri dan jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat
sinus yang ada (Cangjaya, 2002).
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman
atau virus.
Sinusitis adalah peradangan, atau pembengkakan, dari jaringan yang
melapisi sinus. Biasanya sinus berisi udara, tetapi ketika sinus tersumbat dan
berisi cairan, kuman (bakteri, virus, dan jamur) dapat berkembang dan
menyebabkan infeksi.
Sinusitis adalah peradangan pada sinus karena infeksi kuman, virus, jamur,
dan bakteri.
3. Klasifikasi
Berdasarkan jenisnya, sinusitis dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Sinusitis akut
Sinusitis bersifat akut jika berlangsung selama 3 minggu atau lebih.
Penyebab sinusitis akut menurut changjaya, 2003 adalah:
Infeksi virus
Sinusitis akut dapat terjadi setelah terinveksi suatu infeksi virus pada
saluran pernafasan bagian atas.
Infeksi bakteri
Sinusitis kronik
Sinusitis kronik jika berlangsung selama 3 8 minggu dan dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Penyebab sinusitis kronik :
Asma
Penyakit alergi
4. Etiologi
a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi
kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada
kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,
walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan
oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).
b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya
dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi (Saragih, 2007).
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari
membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus (Prabhu;
Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus
maksila (Ross, 1999).
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).
f.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler
dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007).
5. Manifestasi klinis
1. Nyeri
Nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena, yaitu :
Sinusitis maksilaris : nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi, sakit kepala.
Sinusitis frontalis : sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis : nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala
di dahi, nyeri tekan di pinggiran hidung, berkurangnya indera penciuman
dan hidung tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis : nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa
dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang atau kadang
menyababkan sakit telinga dan leher.
2. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting
pada sinusitis. Sakit kepala akan meningkat jika membungkukkan badan ke
depan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat
menutup mata, saat istirahat atau saat berada di kamar yang gelap. Sakit kepala
timbul tiap hari mulai pukul 10 - 11 dan berakhir pukul 3 - 4 sore. Pada
sinusitis kronik nyeri dan sakit kepala mungkin tidak ada kecuali bila terjadi
gangguan drainase dan fentilasi.
3. Nyeri pada pendengaran
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang sehubungan dengan permukaan wajah seperti
sinus frontalis, sinus etmoro anterior dan sinus maksila.
4. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak
tercium oleh hidung normal. Keluhan yang sering adalah hilangnya penghidu
(anosmia), terjadi karena sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah kontra
media. Pada kasus anemia, dapat terjadi karena degenerasi filamen terminal N.
olfaktorius.
5. Pembengkakan/edema
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut dapat terjadi
pembengkakan dan udema kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan
jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan/seperti meraba beludru.
6. Secret nasal
Pus dalam rongga hidung dapat berarti empisema dalam sinus, mukosa hidung
jarang merupakan pusat focus peradangan supuratif, sinus-sinus lainlah yang
merupakan pusat fukus peradangan semacam ini. Adanya pus dalam rongga
menandakan adanya suatu peradangan sinus.
Gejala yang lainnya adalah :
1. Tidak enak badan.
2. Demam.
3. Letih, lesu.
4. Batuk, yang mungkin memburuk pada malam hari.
6. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi
sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous
profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka
bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan (Ramalinggam, 1990; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya
sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang
kurang baik (Kieff dan Busaba, 2004). Disfungsi silia ini akan menyebabkan
retensi mukus yang kurang baik pada sinus (Hilger, 1997).
Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
infeksi bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga
jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa
sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan mengenai selaput
periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama
sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian dapat meluas dan
mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar
membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi mukosa sinus.
Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus
menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya sinusitis maksila
(Drake, 1997). Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga factor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas
sekresi hidung. Perubahan salah satu dari factor ini akan merubah sistem fisiologis
dan menyebabkan sinusitis.
Pathway
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid
posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
b. Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
c. Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
d. Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibanding sisi yang normal.
e. X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Waters, Posteroanterior dan
Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan
udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.Posisi Waters adalah untuk
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan
sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
a) Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan
CT-Scan
tidak
mengalami
ehans.
Kadang
sukar
membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama
makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b) Polip yang mengisi ruang sinus
c) Polip antrokoanal
d) Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e) Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT
Scan sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang
pengapuran perifer.
g. Pemeriksaan di setiap sinus
a) Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadangkadang dapat terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung.
Mukosa hidung tampak membengkak (edema) dan merah (hiperemis).
Pada pemeriksaan tenggorok, terdapat ingus kental di nasofaring.Pada
pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut
dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang
normal gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila
gambar bulan sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis
diperlukan foto rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila,
dapat sebelah (unilateral), dapat juga kedua belah (bilateral ).
b) Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema
dan hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus
etmoid.
c) Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan
di kamar gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam,
akan tampak bentuk sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal,
dan kurang terang atau gelap pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan
radiologik, tampak pada foto roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d) Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
8. Penata laksanaan
1. Sinusitis akut
Tujuan pengobatan sinusitis akut adalah mengontrol infeksi, memulihkan
kondisi mukosa nasal, dan menghilangkan nyeri. Pengobatan untuk sinusitis
akut biasanya diberika:
a Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
Dekongestan oral yang umum diberikan adalah Drixoral dan Dimetapp
sedangkan dekongestan harus diberikan dengan posisi kepala pasien ke
belakang untuk meningkatkan drainage maksimal.
b Antibiotik untuk mengendalikan infeksi
Antibiotik pilihan adalah Amoksisilin dan Ampisilin, bagi yang alergi
diganti dengan alternatif Trimetoprim/Sulfametoksazol (Baktrim OS,
Spektra DS).
c Obat pereda nyeri untuk mengurangi nyeri
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya
boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka
Hanya dengan pembukaan kecil dibuat dengan cara intra nasal. Pembedahan
model Cadwell Luch dengan memakai drainage permanen ke dalam hidung.
Kedua jenis pembedahan tersebut dilakukan dengan anestesi lokal.
9. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus paranasal
yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid,
kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema
palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat
terjadi thrombosis sinus kavernosus (Mangunkusomo dan Soetjipto,2007).
Komplikasi lain adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan
serta kebutaan karena tekanan pada nervus optikus (Hilger, 1997).
Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat sinusitis
frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila
dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi (Tucker dan Schow, 2008)
Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke otak
melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan meningitis,
abses otak dan abses ekstradural atau subdural (Hilger, 1997).
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis
dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru
ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma
bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan (Ballenger,
2009).
B.
mengurangi
flu
biasanya
klien
menkonsumsi
obat
tanpa
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen, serous, mukopurulen).
Pemeriksaan fisik
a Status kesehatan umum: keadaan umum, tanda vital, kesadaran.
b Pemeriksaan fisik data fokus hidung:
Inspeksi: Tampak adanya pembengkakan pada dahi dan mata, tampak
adanya kemerahan, dan ingus yang mirip nanah.
Palpasi: Ada nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data subyektif :
1) Observasi nares:
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung: jenis, jumlah, frekwensinya,
lamanya.
2) Sekret hidung:
a. Warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3) Riwayat Sinusitis:
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
c. Gangguan umum lainnya: kelemahan
Data Obyektif
1. Demam, drainage ada: Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus
yang mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa
sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa
4. Pemeriksaan penunjung:
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.
e Diagnosa keperawatan
1) Nyeri: kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada hidung
2) Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya secret
yang mengental
RASIONAL
a. Mengetahui tingkat nyeri klien
dalam
menentukan
tindakan
selanjutnya
b.
diharapkan
klien
berpartisipasi
Ajarkan
teknik
relaksasi
dan c.
distraksi
relaksasi
sehinggga
dapat
keluhan klien
obat
Acetaminopen;
Drainase sinus
2) Pembedahan :
-
Irigasi Antral :
Untuk sinusitis maksilaris
Mengetahui
perkembangan
klien
c.
dan
tindakan selanjutnya
b.
b.
keparahan
Kerjasama
untuk
menghilangkan
penumpukan secret/masalah
RASIONAL
a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b.
c.
b.
c.
mulut
hidung
d.
atau
virus
dapat
jam
Anjurkan
klien
untuk
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat
sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap kriteria hasil yang ingin
dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC
Lab. UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan tenggorokan
FK Unair, Pedoman