You are on page 1of 8

PSIKOSOMATIS

Definisi
Istilah psikosomatis berasal dari bahasa yunani (psyche berarti psikis dan soma
berarti badan). Istilah ini diperkenalkan oleh seorang dokter Jerman Heinroth ke dalam
kedokteran Barat. Gangguan psikosomatik biasanya digolongkan menurut organ yang terkena,
yaitu:
1. Gangguan kulit misalnya neurodermatitis dan hiperhidrosis (kulit kering)
2. Gangguan pernafasan misalnya asma bronchial, hiperventilasi (bernafas sangat cepat
seringkali menjadi pingsan)
3. Gangguan kardiovaskular misalnya migraine dan tekanan darah tinggi (hipertensi)
4. Gangguan gastrointestinal misalnya luka lambung.

Gangguan psikosomatis kini dikenal dengan dengan gangguan somatoform. Gangguan


somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan, ditandai dengan
keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab
kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom
fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang
dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau
pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau
gangguan buatan.
Gangguan somatoform terbagi menjadi gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak
terinci, gangguan hipokondrik, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform,
dan gangguan somatoform lainnya.

Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang mempunyai tujuan
tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu,
dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolisme (hipometabolisme) suatu zat tertentu

di lobus frontalis dan hemisfer non dominan (Kapita Selekta, 2001). Secara garis besar, faktorfaktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid, dkk, 2005):
1. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).

2. Faktor Lingkungan Sosial


Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti peran sakit yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.

3. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
a. Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
b. Adanya perhatian untuk menampilkan peran sakit
c. Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan dismorfik
tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.

4. Faktor Emosi dan Kognitif


Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
a. Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simptom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
b. Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls yang
tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simptom fisik (gangguan konversi).
c. Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya
(Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau
menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat
dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang
lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja
sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang
berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih
lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka
menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.

Pemeriksaan
Biasanya penderita datang dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau
diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita
dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati
yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh
karena itu pada pasien psikosomatis perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:
1. Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang
tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang
terburu-buru, kurang istirahat.
2. Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anakanak yang nakal dan menyusahkan.
3. Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah
dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, tembakau.
4. Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat,

status didalam keluarga dan stres yang timbul.

Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah kesembuhan, maksudnya adalah resolusi gangguan, reorganisasi
gangguan, rerganisasi kepribadian, adaptasi yang lebih matang, meningkatkan kapasitas fisik dan
okupasi serta proses penyembuhan, perbaikan penyakit, mengurangi secondary gain terhadap
kondisi medisnya, serta menjadi patuh dengan pengobatan.

A. Aspek Psikiatrik
Pasien dengan gangguan psikosomatik biasanya lebih enggan menghadapi masalah
emosional daripada pasien dengan masalah psikiatrik lain. Pasien psikosomatik mencoba
menghindari tanggung jawab untuk penyakitnya dengan mengisolasi organ yang sakit serta
datang ke dokter untuk didiagnosis dan disembuhkan. Mereka mungkin memuaskan
kebutuhan infantil untuk dirawat secara pasif, sambil menyangkal kalau mereka dewasa,
dengan semua stres dan konflik yang ada.

B. Aspek Medis
Terapi internis gangguan psikosomatik harus mengikuti peraturan pengelolaan medis
yang telah ditegakkan. Umumnya, internis harus menghabiskan sebanyak mungkin waktu
dengan pasien dan mendengarkan banyak keluhan dengan simpatik; mereka harus bersikap
menenangkan dan suportif. Sebelum melakukan prosedur yang memanipulasi fisik
terutama jika menyakitkan, seperti kolonoskopiinternis harus menjelaskan pada pasien apa
yang akan dihadapi. Penjelasan akan menghilangkan ansietas pasien, membuat pasien lebih
kooperatif, dan akhirnya memudah kan pemeriksaan.
Sikap pasien terhadap minum obat juga dapat memengaruhi hasil terapi psikosomatik.
Contohnya, pasien dengan diabetes yang tidak menerima penyakitnya dan memiliki -impuls
merusak diri yang tidak mereka sadari dapat dengan sengaja tidak mengendalikan diet
mereka, akibatnya akan mengalami koma hiperglikemik. Pasien lain menggunakan penyakit
mereka sebagai hukuman untuk rasa bersalah atau sebagai cara untuk menghindari tanggung
jawab. Terapi pada kasus seperti ini harus berusaha membantu pasien meminimalkan rasa

takut mereka dan berfokus pada perawatan diri sendiri serta pembentukan kembali citra
tubuh yang sehat.

C. Perubahan Perilaku
Peran penting psikiater dan dokter lain yang bekerja dengan pasien psikosomatik adalah
memobilisasi pasien untuk mengubah perilaku dengan cara yang mengoptimalkan proses
penyembuhan. Hal ini memerlukan perubahan umum gaya hidup (cth., berlibur) atau
perubahan perilaku spesifik (cth., berhenti merokok). Terjadi atau tidaknya ini bergantung
pada ukuran besar kualitas hubungan antara dokter dan pasien. Kegagalan dokter
menciptakan rapport yang baik menyebabkan ketidakefektivan untuk membuat pasien
berubah.
Rapport adalah perasaan disadari dan spontan mengenai responsivitas yang harmonis
antara pasien dan dokter. Rapport mengesankan pengertian dan kepercayaan di antara
keduanya. Dengan rapport, pasien merasa diterima, meskipun mereka dapat berpikir aset
mereka melebihi kewajiban mereka. Yang sering, dokter adalah orang yang dapat diajak
bicara oleh pasien mengenai hal-hal yang tidak dapat ia bicarakan dengan orang lain.
Sebagian besar pasien merasa bahwa mereka dapat percaya pada dokter, terutama psikiater
untuk menyimpan rahasia. Kepercayaan ini tidak boleh dikhianati.

D. Jenis Terapi Lain


1.

Psikoterapi Kelompok dan Terapi Keluarga. Pendekatan kelompok memberikan


kontak interpersonal dengan orang lain yang menderita penyakit yang sama dan
memberikan dukungan untuk pasien yang takut akan ancaman isolasi dan pengabaian.
Terapi keluarga memberikan harapan perubahan hubungan antar anggota keluarga yang
sering mengalami stres dan bersikap bermusuhan pada anggota keluarga yang sakit.

2.

Teknik Relaksasi. Edmund Jacobson pada tahun 1983 mengembangkan suatu metode
yang dinamakan relaksasi otot progresif untuk mengajarkan relaksasi tanpa menggunakan
instrumentasi seperti yang digunakan di dalam biofeedback. Pasien diajari untuk
merelaksasikan kelompok otot seperti yang terlibat di dalam "tension headache". Ketika
mereka menghadapi dan menyadari situasi yang menyebabkan tegangan pada otot
mereka, pasien dilatih untuk relaksasi. Metode ini adalah suatu tipe desensitisasi

sistematiksuatu tipe terapi perilaku.


Herbert Benson pada tahun 1975 menggunakan konsep yang dikembangkan dari
meditasi transcendental, di sini pasien dipertahankan pada perilaku yang lebih pasif,
memungkinkan relaksasi terjadi dengan sendirinya. Benson menciptakan tekniknya dari
berbagai praktik, seperti yoga. Semua teknik ini memiliki kesamaan posisi nyaman,
lingkungan yang damai, pendekatan pasif, dan citra mental yang menyenangkan tempat
seseorang dapat berkonsentrasi.
3.

Hipnosis. Hipnosis efektif untuk menghentikan merokok dan menguatkan perubahan


diet. Hipnosis digunakan dalam kombinasi dengan perumpamaan yang tidak disukai
(cth., rokok terasa menjijikkan). Beberapa pasien menunjukkan angka relaps yang cukup
tinggi dan dapat memerlukan pengulangan program terapi hipnotik (biasanya tiga hingga
empat sesi).

E. Psikofarmaka
Terapi penyakit psikosomatik pada dasarnya harus dilakukan dengan beberapa cara.
Komponen-komponen yang harus dibedakan, ialah:
1. Terapi somatik
Hanya bersifat soma-nya saja dan pengobatan ini bersifat simtomatik.
2. Psikoterapi dan sosioterapi
Pengobatan dengan memperhatikan faktor psikisnya atau kepribadian secara keseluruhan.
3. Psikofarmakoterapi
Pengobatan psikosomatik dengan menggunakan obat-obat psikotropik yang bekerja pada
sistem saraf sentral. Tiga golongan senyawa psikofarmaka:
1. obat tidur (hipnotik)
2. obat penenang minor
3. obat penenang mayor (neuroleptik)
4. antidepresan.

Hipnotik sebaiknya diberikan dalam jangka waktu pendek, 2-4 minggu cukup,
walaupun sering timbul insomnia pantulan (rebound), bila pengobatan dihentikan. Oleh

karena itu obat diberikan hanya beberapa malam saja tiap minggu. Yang dianjurkan
senyawa-senyawa benzodiazepin berkhasiat pendek, yaitu:
-

Nitrozepam (Dumolid, Mogadon)

Flurazepam (Dalmadorm)

Triazolam (Halcion)

Pada insomnia dengan kegelisahan (ansietas), digunakan senyawa-senyawa fenotiazin, yaitu:


-

Tioridazin (Melleril)

Prometazin (Phenergan).

Obat Penenang Minor. Diazepam (valium) digunakan untuk ansietas, agitasi,


spasme otot, delirium tremens hingga pada epilepsy. Pengobatan dengan benzodiazepin
hanya diberikan pada ansietas hebat, dan maksimal 2 bulan sebelum dicoba dihentikan.
Karena berakumulasinya benzodiazepin berkhasiat panjang, hingga khasiat obat berkurang.11
Obat Penenang Mayor. Kegagalan fungsi otak menimbulkan gangguan-gangguan
kelakuan berupa rasa takut, penderitaan batin, atau menimbulkan kegelisahan, keluyuran,
kegaduhan, agresi hingga kekerasan karena halusinasi dan khayalan. Hal ini bisa diatasi
dengan menggunakan sedatif walaupun pemberian sedatif tidak dianjurkan karena sering
timbul imobilitas. Yang paling sering digunakan ialah senyawa fenotiazin dan butirofenon,
antara lain Klorpromazin (Largactil), Tioridazin (Melleril), dan Haloperidol (Serenace,
Haldol).
Antidepresan. Gejala-gejala psikosomatik sering ditemukan pada depresi. Depresi
sering merupakan komplikasi penyakit fisis. Yang dianjurkan ialah senyawa-senyawa
trisiklik dan tetrasiklik, yaitu Amitriptilin (Laroxyl), Imipramin (Tofranil), Mianserin
(Tolvon), dan Maprotilin (Ludiomil) yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian
ditingkatkan
Efek samping yang timbul dari penggunaan obat-obat psikofarmaka:
a) Mudah terjadi ketergantungan psikologis dan fisis, mungkin terjadi ketergantungan obat.
b) Depresi atau kehilangan sifat menahan diri dapat terjadi, yang akhirnya dapat
menimbulkan kekacauan pikir.
c) Semua depresan sistem saraf sentral merupakan kontraindikasi pada payah paru (asma,
emfisema, dispnea oleh sebab-sebab lain).

d) Gangguan psikomotorik
e) Lekas marah, kegelisahan dan anksietas serinng terjadi bila obat dihentikan.

You might also like