You are on page 1of 6

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. Premature Rupture of Membran
1. Definisi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion yang
sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan
sel trofoblas yang terikat erat dengan matriks kolagen. Selapun ketuban berfungsi menghasilkan
air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi. Dalam keadaan normal, selaput ketuban pcah
selama persalinan.
Premature rupture of membrane (PRM) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum
terjadi proses persalinan.
Ketuban pecah dini atau Premature Rupture of Membran (PRM) / Prelabour Rupture of Membran
(PROM) yaitu pecahnya membrane chorio-amnionitik sebelum persalinan, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Ketuban pecah dini pada preterm yaitu pecahnya
membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan < 37 minggu atau
disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane / Preterm Prelabour Rupture Of
Membrane (PPROM). Ketuban pecah > 24 jam sebelum persalinan disebut ketuban pecah
memanjang (Rustam Mochtar, 1998).
Normalnya ketuban pecah saat pembukaan persalinan lengkap atau hampir lengkap (9 - 10 cm) atau
normal selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. Pada kasus PRM ketuban pecah,
tetapi proses persalinan tidak timbul.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan
pada setiap tahap kehamilan.

2. Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini masih belum pasti, tetapi berbagai jenis faktor yang
menimbulkan terjadinya PRM yaitu infeksi vagina dan serviks, fisiologi selaput ketuban yang
abnormal, inkompetensi serviks, dan defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C).
Mekanisme kerja dari faktor-faktor ini hingga saat ini belum dapat dijelaskan (Hacker, 2001).
Menurut Manuaba (1993) penyebab terjadinya adalah multiparitas, hidramnion, kelainan letak
(sungsang atau lintang), sefalopelvik disproporsi, kehamilan ganda, pendular abdomen (perut

gantung). Manuaba (1998) mengatakan penyebab ketuban pecah mempunyai dimensi


multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Serviks inkompeten
Pada ibu hamil pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan, servik yang
inkompeten dapat menipis dan berdilatasi akibat dari kelemahan instrinsik uterus sehingga
menyebabkan ketuban pecah. Keadaan seperti ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa
nyeri dan disertai prolapsus membran amnion lewat servik dan penonjolan membran
tersebut kedalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan selanjutnya
ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan meninggal. Tanpa tindakan yang
efektif rangkaian peristiwa yang sama cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap
kehamilan (Manuaba et al, 2007).
b. Ketegangan rahim berlebihan
1) Kehamilan ganda
Kehamilan ganda merupakan suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan
kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi baik bagi ibu maupun janin. Oleh
karena itu, dalam menghadapi kehamilan kembar harus dilakukan pengawasan yang
intensif. Faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan hamil kembar adalah faktor ras,
keturunan, umur, dan paritas. Faktor resiko ketuban pecah pada kembar dua 50% dan
kembar tiga 90% (Manuaba et al, 2007).
2) Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana banyaknya air ketuban melebihi
2000cc. Penambahan air ketuban ini bisa meningkat dalam beberapa hari disebut
hidramnion akut, atau secara perlahan-lahan disebut hidramnion kronis. Insidennya
berkisar antara 1:62 dan 1:754 persalinan, tetapi bentuk yang menyebabkan gangguan
lebih jarang (1:1000 persalinan). Hidramnion yang disertai dengan kelainan kongenital,
terutama dari susunan saraf sentral dan traktus gastrointestinal, cukup tinggi. Di samping
itu, sering ditemukan pada kehamilan ganda dan beberapa penyakit ibu seperti diabetes
mellitus, preeklampsia (Rachimhadi, 2005).
c. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang
d. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP,
sefalopelvik disproforsi
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

3. Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan umum nya disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan
berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah
dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Faktor resiko terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam askorbik yang
berakibat pertumbuhan struktur abnormal. Salah satunya disebabkan oleh rokok.
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dengan menginduksi kontraksi
uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme servikovaginal,
menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local
asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya
menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi
monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet
activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam
cairan amnion, secara sinergis juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk
ke dalam cairan amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan
kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain terjadinya
ketuban pecah

akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau produk host yang

disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit
ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan
memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban.
Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III pada manusia,
membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri
atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang dihasilkan
netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi manusia juga

menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial


menjadi penyebab ketuban pecah.
4. Manifestasi Klinis
a. Keluarnya cairan ketuban merembes lewat vagina
b. Demam (Bila terjadi infeksi)
c. Bercak vagina yang banyak
d. Nyeri perut
e. Denyut jantung janin bertambah cepat
f. UK > 20 minggu

5. Diagnosis
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tibatiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna keluanya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum
ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa secara benar.
b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu
badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat.
c. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
d. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah

pemeriksaan pertama.

Pemeriksaan dengan spekulum akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum
(OUE), kalau belum tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan
atau lakukan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks anterior/posterior.
e. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam karena
pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim
dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi

patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau sudah dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
f. Pemeriksaan Penunjang
i.
Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
a) Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu.
b) Mikroskopik (tes pakis)
Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan

dibiarkan kering.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.


ii. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PRM menurut Prawirohardjo (2007) dibagi menjadi konservatif dan aktif.
a. Konservatif
Bila umur kehamilan yang kurang bulan dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
pengelolaanya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai
profilaksis. Penderita perlu dirawat di rumah sakit, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37
minggu, obat-obatan tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita PRM
kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru.
b. Aktif
Pengelolaan aktif dilakukan bila umur kehamilan aterm. Pada hakekatnya ketuban yang
pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap

bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah, bila dalam 24 jam
setelah ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan,
sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan
seksio sesaria.
7. Komplikasi
Pengaruh pecahnya ketuban terhadap ibu dan bayi adalah meningkatnya mortalitas dan
morbiditas perinatal.
a. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah
terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis)
sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas dan morbiditas
perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami infeksi intrauterin.
b. Terhadap ibu
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi, apalagi bila terlalu sering
diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis dan
septikemia. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lama, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan
angka kematian dan angka morbiditas pada ibu.

You might also like