You are on page 1of 9

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Alif Al Hadit
Jenis kelamin
: laki-laki
Umur
: 4 tahun
RM
: 611848
Ruangan
: Lontara 3 AB Kamar 3
MRS
: 3 juni 2013
Jaminan
: Jamkesmas
B. Anamnesis
KU: kencing keluar dari bawah penis
AT: dialami sejak lahir, arah pancaran kencing tidak teratur, kadang melemah seperti menetes, kadang
kencang, namun lebih sering menetes. Ibu pasien juga mengeluhkan penis melengkung. Pasien
tidak merasa nyeri sebelum, sesaat, dan setelah berkemih.
Riw. Operasi tahap pertama pada bulan november.
Riw. Keluarga (-), riw. Trauma daerah genital(-)
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
sakit sedang/gizi cukup/ compos mentis
T: 100/70 mmhg
N : 92x/menit
P: 22x/menit
S : 36, 6 C
Status Lokalis
Regio genitalia Eksterna
I: Tampak OUE terletak dibagian 1/3 proximal penis. Tampak pula penis melekuk ke arah ventral
P : Nyeri tekan (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

E. RESUME

Laki-laki umur 4 tahun datang ke RS.WS dengan keluhan utama urine keluar dari bawah penis.
Dialami sejak lahir, arah pancaran kencing tidak teratur, kadang melemah seperti menetes, kadang
kencang, namun lebih sering menetes. Ibu pasien juga mengeluhkan penis melengkung. Pasien tidak
merasa nyeri sebelum, sesaat, dan setelah berkemih. Riw. Operasi tahap pertama pada bulan
november. Riw. Keluarga (-), riw. Trauma daerah genital(-). Dari pemeriksaan fisik ditemukan OUE
terletak pada 1/3 proximal dari penis, palpasi tidak ada nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium dalam
batas normal.
F. Diagnosis
Hipospadia Tipe Penile
G. Penatalaksanaan
Rencana Operasi tahap kedua

HIPOSPADIA
Gangguan perkembangan alat kelamin atau yang lebih dikenal dengan istilah Disorders of Sex
Development (DSD) adalah kelainan kongenital di mana perkembangan alat kelamin di tingkat

kromosom, gonad, atau anatomi terjadi secara atipikal. 1,2 Gangguan perkembangan alat kelamin tipe
46,XY (46,XY DSD) merupakan gangguan perkembangan testis dan androgenisasi, 2 dengan hipospadia
sebagai salah satu tanda klinis yang dapat dijumpai. Hipospadia terjadi akibat kegagalan fusi lipatan
uretra pada minggu ke-8 hingga minggu ke-15 usia kehamilan sehingga pembukaan meatus uretra berada
di bagian ventral penis dan proksimal dari ujung glans penis. 3-6 Pada gangguan perkembangan alat
kelamin yang berkaitan dengan hipospadia diperlukan tindakan operasi sebagai modalitas terapi. 2
Penelitian yang dilakukan oleh Marrocco tahun 1990-2000 menunjukkan bahwa 62% dari seluruh
komplikasi yang terjadi adalah fistula uretrokutan, 17% deformitas penis persisten, 11% megalouretra,
4% stenosis meatus, dan 4% stenosis uretra. Untuk identifikasi dan penanganan komplikasi yang terjadi,
follow up hasil operasi pasien sangat diperlukan. 3,4 Tim Penyesuaian Kelamin (TPK) yang merupakan
kerja sama antara Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan RS Dr. Kariadi Semarang, telah
menangani berbagai kasus DSD dan melakukan operasi penyesuaian kelamin, yang mana salah satunya
mencakup operasi hipospadia.5 Penelitian tentang hasil operasi hipospadia pada pasien 46,XY DSD yang
telah ditangani oleh Tim Penyesuaian Kelamin FK Undip-RS Dr. Kariadi Semarang belum dilakukan
hingga saat ini. Oleh karena itu, pada penelitian ini penulis bertujuan untuk mengetahui hasil operasi
hipospadia pada pasien 46,XY DSD ditinjau dari kondisi. fisik dan kepuasan pasien pasca operasi. 6
Hipospadia adalah kelainan bawaan lahir pada anak laki-laki, yang dicirikan dengan letak abnormal
lubang kencing tidak di ujung kepala penis seperti layaknya tetapi berada lebih bawah/lebih pendek.
Letak lubang kencing abnormal bermacam-macam; dapat terletak pada kepala penis namun tidak tepat di
ujung (hipospadia tipe glanular), pada leher kepala penis (tipe koronal), pada batang penis (tipe penil),
pada perbatasan pangkal penis dan kantung kemaluan (tipe penoskrotal), bahkan pada kantung kemaluan
(tipe skrotal) atau daerah antara kantung kemaluan dan
anus (tipe perineal).7
Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia
memiliki bentuk batang penis yang melengkung.
Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut
terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang bersifat menarik
dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari
samping, penis tampak melengkung seperti kipas
(chordee, bahasa Latin); secara spesifik jaringan parut
di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut
chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.

Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun
sampai ke kantung kemaluannya (undescended testis).
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus
hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.
Tipe hipospadia subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan letak meatus uretra yaitu glanular,
coronal, penile (distal, medial dan proksimal), penoscrotal dan perineal. Hipospadia penoscrotal
merupakan tipe hipospadia yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini dengan persentase sebesar
52%. Hanya sebagian kecil (8%) subyek penelitian yang memiliki hipospadia tipe glanular dan coronal.
Kondisi ini berbeda dari pustaka yang menyebutkan bahwa hipospadia tipe distal merupakan jenis
hipospadia terbanyak yakni 60-65% dan hipospadia tipe proksimal merupakan jenis yang paling sedikit
yakni 10-15%.6,7 Hal ini mungkin karena jumlah pasien dengan hipospadia tipe proksimal yang menjalani
pemeriksaan sitogenetika lebih banyak daripada pasien dengan hipospadia tipe distal, mengingat
hipospadia tipe proksimal sering menimbulkan ambiguitas dalam penentuan jenis kelamin. Gangguan
fungsional miksi (pancaran urin terbelah, pancaran urin menetes, dan deviasi pancaran urin) merupakan
salah satu komplikasi dari operasi hipospadia.14 Pada penelitian ini, sebagian besar subyek penelitian
(88%) memiliki keadaan klinis miksi yang baik, yaitu berdasarkan penilaian terhadap arah pancaran urin,
ada/tidak pancaran urin terbelah, dan ada/tidak pengejanan saat miksi. Hasil ini hampir sama dengan hasil
penelitian Hoag dkk pada tahun 2003, di mana sebagian besar subyek memiliki keadaan fungsional miksi
yang baik.19 Keluhan terhadap keadaan klinis miksi pada penelitian ini hanya terjadi pada tiga subyek
penelitian (12%). Kelainan pancaran urin dapat disebabkan oleh kelainan letak dan bentuk meatus uretra,
adanya striktura atau fistula uretra. 13,15 Penampilan penis merupakan salah satu faktor yang mendapat
perhatian pasien pasca operasi hipospadia dan berperan penting bagi aspek psikoseksual pasien. 16,20 Selain
reposisi meatus uretra, perbaikan penampilan penis secara kosmetik juga merupakan tujuan pelaksanaan
operasi hipospadia.7 Pada penelitian ini, secara umum subyek penelitian (80%) merasa puas terhadap
penampilan penis pasca operasi. Angka kepuasan ini sedikit lebih rendah dari penelitian yang dilakukan
oleh Hoag dkk terhadap 28 responden yaitu 84%.19 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jiao dkk
terhadap 174 responden menunjukkan angka kepuasan sebesar 46,5%.16 Lima subyek penelitian (20%)
merasa kurang puas terhadap penampilan penis pasca operasi. Sama halnya dengan penelitian yang telah
ada sebelumnya, ketidakpuasan subyek penelitian terhadap penampilan penis pasca operasi disebabkan
oleh ukuran penis yang inadekuat.17 Kualitas ereksi merupakan faktor yang berperan penting bagi fungsi
seksual yang normal.15 Semua subyek pada penelitian ini (100%) memiliki kemampuan ereksi. Akan
tetapi, terdapat empat subyek penelitian (16%) dengan keadaan penis angulasi saat ereksi. Hasil ini sesuai
dengan penelitian terdahulu, di mana sebagian besar subyek pada penelitian tersebut merasa puas dengan

kemampuan ereksi yang dimiliki. Ketidakpuasan subyek terhadap kemampuan ereksi disebabkan oleh
ukuran penis inadekuat dan adanya sisa kurvatura penis yang menyebabkan angulasi penis.16,17
Gangguan fungsi seksual merupakan salah satu komplikasi jangka panjang dari operasi hipospadia,
termasuk di antaranya adalah gangguan ejakulasi yang memiliki insidensi antara 6-37%.17 Gangguan
ejakulasi pasca operasi lebih sering terjadi pada hipospadia proksimal.13,16 Pada penelitian ini, data
mengenai kemampuan ejakulasi hanya diperoleh dari satu subyek penelitian yakni subyek yang termasuk
kelompok usia dewasa. Subyek tersebut mengalami gangguan ejakulasi berupa anejakulasi. Anejakulasi
dapat disebabkan oleh jaringan penyangga uretra yang inadekuat, adanya dilatasi atau divertikulum
uretra.14,16,17 Gangguan fungsi seksual lain yang menjadi komplikasi dari operasi hipospadia adalah
gangguan penetrasi saat koitus. Kesulitan penetrasi disebabkan oleh ukuran penis yang inadekuat dan
kurvatura penis.16 Pada penelitian ini tidak diperoleh data mengenai kesulitan penetrasi saat koitus
karena tidak terdapat subyek yang termasuk kelompok dewasa dan sudah menikah.

Penyebab hipospadia
Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum dapat diijelaskan secara pasti, namun teori-teori yang
berkembang umumnya mengaitkan kelainan ini dengan masalah hormonal. Sebuah teori mengungkapkan
kelainan ini disebabkan oleh penghentian prematur perkembangan sel-sel penghasil androgen di dalam
testis, sehingga produksi androgen terhenti dan mengakibatkan maskulinisasi inkomplit dari alat kelamin
luar. Proses ini menyebabkan gangguan pembentukan saluran kencing (uretra), sehingga saluran ini dapat
berujung di mana saja sepanjang garis tengah penis tergantung saat terjadinya gangguan hormonal.
Semakin dini terjadinya gangguan hormonal, maka lubang kencing abnormal akan bermuara semakin
mendekat ke pangkal.
Keluhan dan gejala
Letak lubang kencing yang masih di kepala penis biasanya jarang menimbulkan keluhan bagi penderita
pada usia anak-anak.Keluhan akan timbul pada kelainan yang lebih berat dan pada usia penderita yang
lebih tua.Kelainan lebih berat yang menimbulkan keluhan, antara lain letak lubang kencing yang semakin
ke arah pangkal penis dan/atau adanya bentuk penis yang melengkung. Jika kelainan bentuk ini tidak
diperbaiki dengan tindakan operasi, penderita kelak akan mengalami gangguan fungsi berkemih berupa
arah dan pancaran berkemih yang tidak normal. Pada keadaan yang sangat berat, penderita bahkan tidak

dapat berkemih dalam posisi berdiri karena urin keluar merembes sehingga penderita akan lebih nyaman
dalam posisi jongkok.
Masalah yang timbul akan semakin rumit sejalan bertambahnya usia penderita. Masalah psikologis
timbul akibat bentuk penis yang tidak normal dan kebiasaan berkemih yang tidak lazim seperti anak lakilaki normal yang sebaya. Pada usia pascapubertas dan pada usiareproduksi, penderita akan mengalami
masalah fungsi reproduksi berkenaan dengan bentuk penis yang melengkung saat ereksi, kesulitan
penetrasi penis saat berhubungan badan dan gangguan pancaran ejakulasi.
Diagnosis hipospadia
Hipospadia sangat mudah dikenali saat pemeriksaan fisis bayi laki-laki yang baru lahir. Tidak adanya
lubang kencing di ujung kepala penis, serta bentuk penis melengkung menjadi ciri khas bayi laki-laki
dengan hipospadia. Pada kelainan yang sangat berat, jenis kelamin bayi seringkali sukar untuk dikenali
sebagai laki-laki atau perempuan jika berdasar dari pemeriksaan fisis semata. Dalam hal tersebut,
penderita akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan kromosom-penanda-kelamin (sex chromatin).
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan adalah pemeriksaan
radiologis urografi (IVP, sistouretrografi) untuk menilai gambaran saluran kemih secara keseluruhan
dengan bantuan kontras. Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit
berkemih.
Tatalaksana operatif pada hipospadia
American Academy of Pediatrics merekomendasikan usia 6-12 bulan sebagai usia ideal pelaksanaan
operasi hipospadia.18 Pustaka lain menyebutkan bahwa usia pelaksanaan operasi hipospadia adalah usia
pra sekolah, pada umumnya kurang dari dua tahun. 5,6 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan waktu operasi hipospadia antara lain risiko tindakan anestesi,ukuran penis, dan efek
psikologis tindakan operasi.13
Tindakan operatif merupakan penatalaksanaan definitif dari hipospadia. Operasi biasanya dilakukan
dalam rentang waktu tahun pertama usia bayi, dengan syarat ukuran jaringan penis cukup besar dan jelas
untuk bisa dimanipulasi. TIdak jarang ukuran penis penderita hipospadia lebih kecil dari ukuran penis
anak sebayanya (micropenis); dalam hal ini penderita akan dialihkan dahulu ke dokter anak untuk
mendapatkan terapi hormonal sampai ukuran penis sesuai. Operasi sebaiknya telah tuntas dilakukan
sebelum penderita memasuki usia sekolah.

Tujuan operasi adalah mengembalikan penis ke dalam bentuk dan fungsi sebaik-baiknya. Untuk mencapai
hal tersebut, maka lubang kencing harus dikembalikan ke posisi seanatomis mungkin di ujung kepala
penis, dan bentuk penis harus tegak lurus saat ereksi.
Komplikasi pascaoperasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi luka, kebocoran saluran
kencing baru (fistula) dan penyempitan lubang kencing baru (striktura). Untuk menekan risiko striktura,
saat ini ahli bedah plastik rekonstruksi mengembangkan teknik operasi 2 tahap.
Operasi tahap pertama mencakup pembuangan jaringan ikat (chordee release), pembuatan lubang kencing
di ujung kepala penis sesuai bentuk anatomi yang baik, dan membuat saluran kencing baru (tunneling) di
dalam kepala penis yang dindingnya dibentuk dari kulit tudung (preputium) kepala penis. Operasi tahap
pertama ini menentukan hasil akhir operasi hipospadia secara keseluruhan; operasi tahap pertama yang
baik akan menghasilkan bentuk estetik penis yang anatomis penis lurus dan lubang kencing tepat di
ujung kepala penisdan bebas dari risiko striktura.
Operasi tahap kedua dilakukan setelah proses penyembuhan operasi pertama tuntas, paling dini 6 bulan
setelah operasi pertama. Operasi tahap kedua membentuk saluran kencing baru (urethroplasty) di batang
penis yang menghubungkan lubang kencing abnormal, saluran kencing di dalam kepala penis, dan lubang
kencing baru di ujung penis. Dengan teknik operasi yang baik, risiko komplikasi kebocoran saluran
kencing dapat diperkecil.
Apapun teknik operasi hipospadia yang dikerjakan (1 tahap atau 2 tahap), semuanya membutuhkan
kelebihan kulit tudung kepala penis (preputium) untuk rekonsuksi saluran kencing baru. Oleh karena
itu,pada setiap bayi yang menderita hipospadia tidak boleh dilakukan khitan (sirkumsisi). Bentuk penis
setelah operasi hipospadia sudah serupa dengan bentuk penis setelah khitan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schnack T H, Zdravkovic S, Myrup C et al. Familial Aggregation of Hypospadias: A


Cohort Study. 2007. www.americanjournalofepidemiology.com
2. Horton C E, Sadove R, Devine C J et al. Hypospadias, epispadias and Extrophy of the
Bladder. Chapter 54. p 1337 1348.
3. Porter M P, Faizan M K, Grady R W et al. Hypospadias in Washington State: Maternal
Risk Factors and Prevalence trend. 2011.
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/115/4/e495
4. De Jong Wim, Samsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit Buku Kedokteran
ECG. Jakarta.
5. Toms A P, Bullock K N, Berman LH. Descending urethral ultrasound of the native and
reconstructed urethra in patients with hypospadias. 2003.
www.thebritishjournalofradiology.com
6. Anonim. Hipospadia. 2011. Http://www.bedahugm.net/hipospadia

You might also like