You are on page 1of 4

Kasus :

ny.x

30 th G1P0A0 masuk inpartu 16 jam yll. Pembukaan 1-3 cm selama 9 jam,

pembukaan 3-10 selama 6 jam, sudah satu jam semenjak lahirnya bayi plasenta belum
juga lahir. Palpasi abdomen kontraksi uterus lemah, dan sekarang terjadi perdarahan
pascapersalinan.kondisi ibu lemah, pucat. TTV : TD 90/70 mmHg, N 100x/mnt, S 36,5
0c, RR 20x/mnt. Hb 9 mg/dl.
Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan gradient aktifitas
miometrium, yaitu paling besar dan paling lama di fundus (dominasi fundus) dan
melemah di serviks. Caldeyro-barcia dkk memasukkan balon-balon kecil kedalam
miometrium kedalam pada berbagai ketinggian ,dengan menghubungkan balon ke
transducer pengukur regangan mereka melaporkan bahwa selain gradient aktivitas,
terdapat perbedaan aktivitas , terdapat perbedaan waktu awitan kontraksi difundus,
bagian tengah, dan bagian bawah uterus. Larks melaporkan bahwa stimulus berasal dari
salah satu kornu dan beberapa milidetik kemudian dari kornu yang lain, gelombanggelombang eksitasi kemudian menyatu keseluruh fundus dan turun sepanjang uterus.
Perdarahan obstetri sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi
secara mamadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat
diperkirakan jauh sebelum kelahiran. Contoh-contoh ketika trauma dapat menyebabkan
perdarahan postpartum antara lain perdarahan pelahiran janin besar, pelahiran dengan
forseps tengah, roasi forseps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan
pervaginam setelah seksio sesaria (VABC) atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang
menyebabkan perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat-zat anastetik
berhalogen dalam konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus. Uterus yang
mengalami overdistensi besar kemungkinan mengalami hipotonia uteri setelah
persalinan. Dengan demikian wanita dengan janin besar, janin multiple, atau hidramnion
rentan terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Wanita yang persalinannya ditandai
dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga besar kemungkinan menglami
perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.
Demikian juga dengan persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih
rentan manglami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi

mungkin beresiko besar mengalami atonia uteri. Fuchs dkk (1985) melaporkan hasil akhir
pada hampir 5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden
perdarahan postpartum sebesar 2,7% pada para wanita ini meningkat empat kali lipat
dibandingkan dengan populasi obstetric umum.
Gambaran klinis akibat atonia uteri postpartum sebelum plasenta lahir disebut
perdarahan perdarahan kala tiga.atonia uteri juga dapat menyebabkan distosia akibat
kelainan his atau power kontraksi uterus.perbedaan semantara perdarahan akibat atonia
uteri dan akibat akibat laserasi diegakkan berdasarkan kondisi uterus. Apabila perdarahan
berlanjut walaupun uterus berkonraksi kuat, penyebab kemungkinan adalah laserasi.
Darah merah segar juga mengisyaratkan adanya laserasi. Untuk memastikan peran
laserasi sebagai penyebab perdarahan, harus dilakukan inspeksi yang cermat terhadap
vagina,serviks, dan uerus.
Kadang-kadang perdarahan disebabkan oleh atonia aaupun oleh trauma, terutama
setelah pelahiran operatif besar. Secara umum harus dilakukan inspeksi serviks dan
vagina setelah setiap pelahiran untuk mengidentifikasi perdarahan akibat trauma laserasi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa langkah klinis dalam penatalaksanaan atonia
uteri. Pertama kenali dan tegakkan diagnosis kerja Atonia uteri. Sementara dilakukan
pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan kompresi bimanual. Pastikan
plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih tertinggal, lakukan
evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir.Berikan transfusi darah bila sangat
diperlukan. Kemudian lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem pembekuan darah.
Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan
lakukan tindakan klinik kompressi bimanual eksternal dengan prosedurnya yaitu
menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
telapak tangan yang melingkari uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi
atau dibawa ke fasilitas kesehaan rujukan. Bila belum berhasil, coba dengan kompresi
bimanual inernal dengan langkah sebagai berikut uterus ditekan diantara elapak tangan
pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah
didalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan

yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu
hingga uterus berkontraksi kembali.
Apabila perdarahan tetap terjadi, cobakan kompresi aorta abdominalis dengan
langkah yang dijelaskan seperti berikut ini raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, perahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah
umbilikus,

tegak

lupus

dengan

sumbu

badan,

ing

mencapai

columna

vertebrales.penekanan yang tepat, akan menghentikan atau Sangay mengurangi denyut


arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarhan yang terjadi.
Penatalaksanaan pada rumah sakit rujukan dengan fasilitas yang memadai dapat
dilakukan dengan ligasi arteri uterina dan ovrica, histerektomi.

LAPORAN TUTORIAL
ATONIA UTERI
STASE OBSTETRI GINECOLOGY

INDRA BUDI PERKASA


2004730034

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
8 OKTOBER 2008

You might also like