Professional Documents
Culture Documents
TUGAS
DEPARTEMEN MANAJEMEN
Oleh:
Ayu Sisca Prastiwi
125070209111005
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Managemen adalah proses bekerja melalui staff keperawatan untuk
memberikan asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas
membahas
kasus
tertentu
dengan
harapan
adanya
transfer
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum:
Menyampaikan materi tentang ronde keperawatan dan pembahasan kasus
2. Tujuan Khusus:
Adapaun tujun yang dicapai setelah penyampaian materi tentang Ronde
Keperwatan diharapkan mahasiswa mampu:
a. Mengetahui dan memahami pengertian ronde keperawatan
b. Mengetahui dan memahami karakteristik ronde keperawatan
c. Mengetahui tujuan ronde keperawatan
d. Mengetahui manfaat ronde keperawatan
e. Mengetahui dan memahami tipe-tipe ronde keperawatan
f. Mengetahui dan memahami tahapan ronde keperawatan
g. Mengetahui hal-hal yang harus dipersiapkan dalam ronde keperawatan
h. Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
A.
Konsep Manajemen
Pengertian
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan
integrasi
sumber-sumber
keperawatan
dengan
menerapkan
proses
perawat
manajer
menjalankan
profesi
mereka.
Manajemen
untuk memberikan
manajer
keperawatan
melaksanakan
manajemen
sebagai
proses
manajemen
yang
terdiri
dari
perencanaan,
Ronde keperawatan
merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau siswa perawat
dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh
teacher nurse atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa untuk
pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap
pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan untuk mengatasi keperawatan
klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan pasien untuk
membahas & melaksanakan asuhan keperawatan, yang dilakukan oleh Perawat
Primer dan atau konsuler, kepala ruang, dan Perawat pelaksana, serta
melibatkan seluruh anggota tim.
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan
teoritis ke dalam peraktik keperawatan secara langsung.
B. Karakteristik Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut ini:
1. Klien dilibatkan secara langsung
2. Klien merupakan fokus kegiatan
3. Perawat asosiaet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama
4. Konsuler memfasilitasi kreatifitas
5. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat
6. Primer untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
C. Tujuan Ronde Keperawatan
Tujuan dari pelaksanaan ronde keperawatan terbagi menjadi 2 yaitu: tujuan
bagi perawat dan tujuan bagi pasien. Tujuan ronde keperawatan bagi perawat
menurut Armola et al. (2010) adalah:
1. Melihat kemampuan staf dalam managemen pasien
2. Mendukung pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan
3. Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi
kasus
4. Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan
penilaian keterampilan klinis
5. Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta
6. Meningkatkan retensi perawat berpengalaman
dan
mempromosikan
kepada pasien
8. Untuk memeriksakan kondisi pasien sehingga dapat dicegah, seperti ulcus
decubitus, foot drop, dsb
9. Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada pasien sehingga
perawat memperoleh wawasan yang lebih baik
10. Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan
D. Manfaat Ronde Keperawatan
Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat,
diantaranya:
1. Ronde keperawatan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
pada perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan
adalah membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu
menurut Wolak et al. (2008) denga adanya ronede keperawatan akan
menguji pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan
dan pengetahuan keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara
menyeluruh. Hal ini dijelaskan oleh Wolak et al. (2008) peninkatan
kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan tetapi juga
memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan berkembang
secara profisonal.
2. Melalui kegiatan ronde keperwatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan
yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Clement (2011) melalui
ronde keperawatan, evaluasi kegiatan,rintangan yang dihadapi oelh perawat
atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai. Hal ini juga
ditegaskan oleh Oconnor (2006) pasien sebagai alat untuk menggambarkan
parameter penilaian atau teknik intervensi.
3. Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan mahasiswa
perawat.
Ronde
keperawatan
merupakan
studi
percontohan
yang
hal
ini
bisa
dicegah,
ronde
keperwatan
membantu
perawat.
Dengan
pembelajaran
langsung.
Perawat
atau
(pengamatan),
(pendahuluan),
instruction
interaction
(pengajaran),
(interaksi),
summarizing
(kesimpulan).
3. Post-rounds, meliputi: debriefing (tanya jawab), feedback (saran), reflection
(refleksi), preparation (persiapan).
Langkah-langkah Ronde Keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
b. Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.
2. Pelaksanaan
a. Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan/
telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
b. Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
c. Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala
ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
d. Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan
ditetapkan.
3. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
4. Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada pelaksanaan ronde keperawatan adalah sebagai
berikut.
a. Struktur
- Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).
- Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
b.
c.
keperawatan.
Persiapan dilakukan sebelumnya.
Proses
- Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
- Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan.
Hasil
- Klien merasa puas dengan hasil pelayanan.
- Masalah klien dapat teratasi.
- Perawat dapat :
Menumbuhkan cara berpikir yang kritis.
Meningkatkan cara berpikir yang sistematis.
Meningkatkan kemampuan validitas data klien.
Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan.
Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah klien.
Meningkatkan
kemampuan
memodifikasi
rencana
asuhan
keperawatan.
Meningkatkan kemampuan justifikasi.
Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.
G. Hal Yang Dipersiapkan Dalam Ronde Keperawatan
Supaya ronde keperawatan yang dilakukan berhasil, maka bisa dilakukan
persiapan sebagai berikut:
1. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang
2.
3.
4.
5.
langka).
Menentukan tim ronde keperawatan.
Mencari sumber atau literatur.
Membuat proposal.
Mempersiapkan klien : informed consent dan pengkajian.
Pra Ronde
KesimpulandanRekomendasiSolusi
Masalah
Penetapan Pasien
Persiapan Pasien:
Tahap
Pelaksanaan
Tahap
TahapPelaksanaan
di
Nurse Station
PascaRonde
diKamarPasien
Informed consent
Hasil pengkajian / validasi data
Keterangan :
1. Pra Ronde
a. Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah
b.
c.
d.
e.
f.
yang langka)
Menentukan tim ronde
Mencari sumber atau literatur memersiapkan pasien
Membuat proposal
Mempersiapkan : informed consent dan pengkajian
Diskusi tentang diagnosis keperawatan, data yang mendukung, asuhan
penegakan
diagnosis,
intervensi
keperawatan selanjutnya.
I.
Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan
tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Anderson, 2005).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Ada lebih dari 150
klasifikasi fraktur. Empat yang utama adalah :
1. Incomplit
1. Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula ulna, dan humerulus.
Daerah batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifissis
disebut metafisis. Didaerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau
penyakit karena daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak
mengandung pembuluh darah.
2. Tulang pendek (short bone) misalnya tulang-tulang karpal.
3. Tulang pipih (flet bone), misal tulang iga, skapula, dan pelvis.
4. Tulang tak beraturan misalnya tulang vertebra.
5. Tulang sesamoid, misal tulang patela.
6. Tulang sutura ada di atap tengkorak.
Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada daerah luar disebut korteks
dan bagian dalam (endosteum) yang bersifat sepongiosa berbentuk trabekula dan
diluarnya dilapisi oleh periosteum. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun
kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan
baikya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang
lain. Struktur tulang-tulang memberi perlindungan terhadap organ vital termasuk
otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh
bergerak. Tulang tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari
tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis ; tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung (Suratun, 2008).
Menurut Evelyn (2002) tulang tibia terdiri :
a. Ujung atas :
Melihatkan adanya kondil media dan kondil lateral. Kondilkondil ini
merupakan bagian yang paling atas dan paling pinggir dari tulang. Permukaan
suporiornya meperlihatkan dua dataran permukaan persendian untuk femur dalam
formasi
sendi
lutut
permukaan
permukaan
tersebut
halus
dan
diatas
d. Permukaan lateral
Ujung bawah bersendi dari dengan fibula pada persendian tibiafibuler
inferior. Tibia memuat sendi dengan tiga tulang, yaitu femur, fibula, dan talus (Evelyn
C, 2002).
C. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum disebabkan karena pukulan secara
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
eksterm (Suddart, 2002). Fraktur yang paling sering adalah pergerseran condilius
lateralis tibia yang disebabkan oleh pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan
merobek ligamentum medialis sendi tersebut. Penyebab terjadinya fraktur yang
diketahui adalah sebagai berikut :
1. Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan benda
keras oleh kekuatan langsung.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison / ACTH,
osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan
osteoblast). Terjadi karena struktur tulang yang lemah dan mudah patah.
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh dan
dapat mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan oleh
bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan
tulang rawan (Muttaqin, 2008).
D. Pathway (Terlampir)
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak
akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
E. Proses Pemulihan Fraktur
Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2008) meliputi:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua proses
utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba
telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini terjadi pada minggu
ke-3-10 setelah fraktur.
5. Fase remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik
dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara perlahan-lanan
menghilang. Kallus inter mediet berubah menjadi tulang yang kompak dan kallus
bagian bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk sumsum.
Pada fase remodeling ini dimulai dari minggu ke 8-12 dan berahir sampai beberapa
tahun dari terjadinya fraktur.
F. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat fraktur menurut Mutaqin (2008) yaitu :
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat di tandai dengan tidak
adanya nadi, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar dan rasa dingin
pada ekstermitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan
posisi pada daerah yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
c. Fat emboli sindrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena selsel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk kealiran pembuluh darah dan menyebabkan kadar oksigen
dalam darah menurun. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan,
takikardi, hipertensi, takipenia, dan demam.
d. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk kedalam.
e. Nekrosis faskuler. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Syok dapat berakibat fatal
dalam beberapa hal setelah udema cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi
dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan
fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera.komplikasi lainnya
adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera.
2. Komplikasi lanjut
a. Delayed union. Adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan
untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah. Hal ini juga
merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke
tulang menurun.
b. Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak
didapatkan konsilidasi sehingga terdapat sendi palsu.
c. Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat
deformitas
pemendekan.
yang
berbentuk
anggulasi,
vagus/valgus,
rotasi,
G. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai alami
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frakmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alami ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Ekstermitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain.
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
( uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat ).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur
linear atau frakturimpaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama lain).
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, pemeriksaan sinar-x
pasien (Smeltzer, 2001).
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan kedaruratan
komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period).
Berikan toksoid, Antitetanus Serum (ATS) atau tetanus human globulin. Berikan anti
biotik untuk kuman gram positif dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur
dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka ( Smeltzer, 2001 ).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang fraktur menurut Doenges (1999) :
a. Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
b. CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
c. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
d. Hitung darah kapiler
1. HT mungkin meningkat (hema konsentrasi) meningkat atau menurun.
2. Kreatinin meningkat, trauma obat, keratin pada ginjal meningkat.
3. Kadar Ca kalsium, Hb (Doenges, 1999).
J. Pengkajian
Pengkajian Pasien Post Op Orif Tibia 1/3 Dextra Doenges (1999) meliputi :
a. Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular
perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus).
b.Integritas Ego
K. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal.
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
4. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep diri / citra diri.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah. 25
6. Resti infeksi berhubungan dengan imflamasi bakteri ke daerah luka
L. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan pada Post Op Orif Tibia 1/3 Dextra menurut
Doenges, 1999 yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan
tulang.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Nyeri dapat berkurang / hilang, pasien tampak tenang.
intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada klien & keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2. Kaji tingkat intensitas & frekuensi nyeri
Rasional :Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala nyeri
3. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
Rasional : Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
4. Observasi tanda-tanda vital
a. Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang
fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus
diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa
mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga
keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
a.
Pre operasi
1) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d
mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
2) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur
ditandai dengan mengeluh sakit, sulit bergerak, tampak meringis dan
memegangi tubuh yang cedera.
b.
Post operasi
1) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur
invasif (pin ).
mengeluh takut operasi, takut dipasang alat, khawatir tangan dan kaki tidak
berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
Post operasi :
1)
adanya jalur
invasif (pin ).
2) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
3) Hambatan mobilitas fisik b/d alat eksternal fiksasi
4)
akibat
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 124 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.
Rencana tindakan
a. Kaji tingkat nyeri dan intensitas.
Rasionalisasi
a. Mengetahui tingkat nyeri
b. Ajarkan teknik distraksi selama nyeri b. Mengurangi nyeri tanpa tindakan invasif
akut
sign.
2) Diagnosa 2
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan
kecemasan klien berkurang
Rencana tindakan
a. Kaji tingkat ansietas
b. Beri kenyamanan dan ketentraman
hati, perlihatkan rasa empati.
c. Bila ansietas berkurang , beri
penjelasan tentang operasi ,
Rasionalisasi
a. Sebagai acuan membuat strategi
tindakan.
b. Agar pasien lebih tenang
menghadapi operasi.
c. Bila keadaan klien lebih tenang
Post operasi
Diagnosa 1
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1 minggu diharapkan tidak terjadi infeksi
Rencana tindakan
a. Jaga kebersihan di daerah
Rasionalisasi
a. Mencegah kolonisasi kuman.
secara dini.
mengobati infeksi.
Diagnosa 2
Rencana tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi
cedera /trauma akibat alat yang dipasang.
Rencana tindakan
Rasionalisasi
yang tajam
tajam
b. Beri penjelasan pada klien agar berhati b.Agar pasien mengantisipasi gerakan
hati dengan alat yang terpasang
Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan pasien dengan OREF adalah :
a. Pre operasi
1) Klien melaporkan penurunan tingkat nyeri, ekspresi wajah rileks.
Post operasi
1) Tidak ada tanda tanda infeksi sistemik maupun lokal ( vital sign normal,
tidak ada kemerahan atau cairan / pus keluar dari pin, nyeri minimal ).
2) Tidak ada cedera karena alat.
3) Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
Mempergunakan alat bantu yang aman.
Berlatih untuk meningkatkan kekuatan
Mengubah posisi sesering mungkin.
Melakukan latihan sesuai kisaran gerak sendi ( ROM ) pada daerah
yang tidak dipasang alat.
4) Klien mematuhi regimen terapeutik yang harus dilakukan dan mampu
melakukan perawatan di rumah secara berkesinambungan..
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gillies, D.A. (2000). Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi kedua.
Philadelphia: W. B. Saunders.
Huber, D. (2000). Leadership and Nursing Care Management. 2nd edition. Philadelphia:
W.B. Saunders Company
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Kelly & Heidental, (2004). Essential of Nursing leadership and Management. New York:
Thomson Delmar Learning.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Marquis, B.L. & Huston, C.J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan: Teori
dan Aplikasi. Edisi keempat. Jakarta: EGC
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Nursalam.
(2011).Manajemen
Keperawatan:
Aplikasi
dalam
Praktik
Keperawatan