You are on page 1of 53

BebasBanjir2015

Embung

Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui


Pembangunan Embung
KATA PENGANTAR

Dampak kekeringan dan banjir kini dirasakan semakin besar dan resiko pertanian
semakin meningkat dan sulit diprediksi. Sementara itu, tekanan penduduk yang
luar biasa menyebabkan kerusakan hutan dan daur hidrologi tidak terelakkan lagi.
Indikatornya, debit sungai merosot tajam di musim kemarau, sementara di musim
penghujan debit air meningkat tajam. Rendahnya daya serap dan kapasitas simpan
air di DAS ini menyebabkan pasokan air untuk pertanian semakin tidak menentu.
Kondisi ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan agronomis akibat pemilihan
komoditas yang tidak sesuai dengan kemampuan pasokan airnya. Gadu nekad
adalah teladannya.
Untuk mengatasi kekeringan, maka salah satu strategi yang paling murah, cepat
dan efektif serta hasilnya langsung terlihat adalah dengan memanen aliran
permukaan dan air hujan di musim penghujan melalui water harvesting. Teknologi
ini sudah berkembang sangat pesat dan luas tidak saja di negara maju seperti
Eropa, Amerika dan Australia, melainkan juga di negara seperti China yang padat
penduduk dan luas pemilikan lahannya sangat terbatas. Upaya water harvesting
yang dibarengi dengan memperbesar daya simpan air tanah di sungai, waduk dan
danau yang akan dapat menjaga pasokan sumber-sumber air untuk keperluan
pertanian, domestik, municipal dan industri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk memanfaatkan limpahan air hujan adalah dengan membangun embung


( onfarm reservoir).
Buku Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung ini disusun
untuk memberikan informasi praktis bagi para petugas terkait dalam melakukan
upaya melestarikan keberadaaan air. Pedoman ini supaya ditindaklanjuti dengan
penyusunan juklak di propinsi dan juknis di kabupaten agar petugas dapat
memahami dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya
sehingga tujuan dan sasaran kegiatan ini dapat terwujud sesuai harapan yang ingin
dicapai.
Semoga buku ini dapat bermanfaat dan membuka wawasan lebih luas bagi petugas
dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi air.
Jakarta,
Direktur,
Dr.
Ir.
NIP. 080.085.357

Januari
S.

2007
Gatot

Irianto

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja
sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang
tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolaan air
masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sehabat
petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Indikatornya, di musim
kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya di musim
penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air.
Secara kuantitas, permasalahan air bagi pertanian terutama di lahan kering adalah
persoalan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan menurut
waktu ( temporal) dan tempat ( spatial). Persoalan menjadi semakin kompleks,
rumit dan sulit diprediksi karena pasokan air tergantung dari sebaran curah hujan di
sepanjang tahun, yang sebarannya tidak merata walau di musim hujan sekalipun.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk
mengatur ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand)
yang semakin sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah ( natural manner).
Teknologi embung atau tandon air merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan
karena teknologinya sederhana, biayanya relatif murah dan dapat dijangkau
kemampuan petani.
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian
( small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di

musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber
irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi
( high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting) yang
sangat sesuai di segala jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond yang
berfungsi sebagai tempat penampungan air drainase saat kelebihan air di musim
hujan dan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau.
Sementara pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan
distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan
kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau. Secara
operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin
kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di
musim kemarau dan penghujan.
B. Tujuan
Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain untuk :
1. Menampung air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah
sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air,
parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya.
2. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk
tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan
peternakan.
C. Sasaran
Sasaran pembangunan embung untuk pertanian antara lain:
1. Tertampungnya air hujan dan aliran permukaan ( run off) pada wilayah
sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan.
2. Tersedianya air untuk suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman
palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan
peternakan.
D. Istilah
Dalam Pedoman Teknis ini akan dijumpai istilah-istilah yang memiliki pengertian
sebagai berikut :
1. Embung.
Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk

menampung air hujan dan air limpasan ( run off) serta sumber air lainnya
untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan.
2. Dinas
Pertanian
Dinas Pertanian adalah dinas yang di dalam tugas pokok dan fungsinya
mendapat mandat di bidang pertanian tanaman pangan dan hortikultura,
perkebunan dan peternakan.
II. PELAKSANAAN
Pengembangan lokasi embung harus memenuhi persyaratan lokasi dan persyaratan
petani dan kelompok tani.
A. Persyaratan Lokasi
1. Daerah pertanian lahan kering/perkebunan/ peternakan yang memerlukan
pasokan air dari embung sebagai suplesi air irigasi.
2. Air tanahnya sangat dalam.
3. Bukan lahan berpasir.
4. Terdapat sumber air yang dapat ditampung baik berupa air hujan, aliran
permukaan dan mata air atau parit atau sungai kecil.
5. Wilayah sebelah atasnya mempunyai daerah tangkapan air atau wilayah
yang mempunyai sumber air untuk dimasukkan ke embung, seperti mata air,
sungai kecil atau parit dan lain sebagainya.
B. Persyaratan Petani/Kelompok Tani
1. Bersedia menyediakan lahan untuk embung tanpa ganti rugi dan dinyatakan
dalam surat pernyataan.
2. Kelompok tani yang terpilih adalah kelompok tani yang telah ada
sebelumnya, bukan kelompok tani yang baru dibentuk karena ada kegiatan
ini.
3. Bersedia mengoperasikan, memelihara bangunan secara berkelompok dan
bersedia menanggung biaya operasional dan pemeliharaan dan dinyatakan
dalam surat pernyataan.
C. Survey CP/CL

Penanggung jawab kegiatan (Dinas Pertanian Kabupaten/Kota) menentukan Calon


Lokasi dan Calon Kelompok Tani sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
pada butir A dan B.
D. Pencatatan Koordinat
Lokasi embung yang akan dibuat supaya dicatat koordinat geografisnya yang
meliputi
:

Lintang
dan
bujur

Ketinggian
lokasi
(dpl)
dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) atau dengan ekstrapolasi
peta topografi yang tersedia. Data koordinat sumur resapan ini selanjutnya
diperlukan untuk menyusun sistem basis data pengelolaan lahan dan air sekaligus
memantau kinerja pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.
E. Desain Sederhana
Desain sederhana dibuat oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota bersama dengan
petani/kelompok tani. Desain diusahakan sesederhana mungkin agar dapat dibaca
oleh pelaksana (petani/kelompok tani) di lapangan. Dalam penyusunan Desain
perlu diperhatian hal-hal sbb:
1. Melakukan observasi lapangan untuk menentukan kontruksi embung yang
paling sesuai dengan kondisi lokasi setempat. Misalnya pada kondisi tanah
yang porus, dinding embung harus lebih kuat dan kedap air. Embung dapat
dibangun dengan memanfaatkan alur alami, saluran drainase,
menampung mata air atau menggali tanah, atau langsung menampung air
hujan.
2. Menentukan letak geografis embung. Dalam menentukan letak embung
harus
diperhatikan
posisi
lahan dan areal pertanaman, lokasi sumber air, ketinggian dan kemiringan
lahan. Sebaiknya letak embung lebih tinggi dibandingkan lahan usahatani
agar distribusi dan pengaliran air ke lahan pertanian/peternakan dapat
dilakukan dengan sistem gravitasi.
3. Daerah atas calon lokasi embung sebaiknya merupakan daerah tangkapan air
hujan, yang aliran permukaannya dapat diarahkan masuk ke embung.
F. Pengadaan Bahan dan Peralatan
Pengadaan bahan dan peralatan dilaksanakan oleh petani/kelompok tani agar
mengikuti pedoman pengelolaan anggaran yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air.

G. Konstruksi
Konstruksi pembangunan embung dilakukan oleh pelaksana yang telah ditunjuk
(kelompok tani) dan dilaksanakan secara padat karya agar petani mampu
mengembangkan embung dan merasa ikut memiliki sejak dini. Pelaksanaaan
pembuatan embung dilakukan dalam beberapa tahap antara lain :
1. Bentuk permukaan embung

Gambar 1. Bentuk Permukaan Embung (Tidak Beraturan) Sesuai Kondisi Di


Lapangan
a. Bentuk permukaan embung disesuaikan dengan kondisi di lapangan
b. Volume galian merupakan volume air yang akan ditampung. Besaran volume
yang dibuat minimal 170 m3. Besaran volume embung ini akan tergantung kepada
konstruksi embung yang akan digunakan atau ada partisipasi dari masyarakat.
Embung dengan kontruksi sederhana (tanpa memperkuat dinding) dimungkinkan
akan lebih luas dari volume minimal tersebut.

Gambar 2. Sketsa Bentuk Embung Tampak Atas Dan Samping


2. Menggali Tanah
Penggalian dapat pula dilakukan di dekat alur alami/saluran drainase/mata air
untuk dapat dijadikan sebagai sumber pengisian air ke dalam embung.
3. Dinding pinggir embung

Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman 2 s/d 2,5 m
(tergantung kondisi lapangan). Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari
kotoran yang terbawa air limpasan.
4. Memperkokoh dinding embung
a. Prinsip tahapan ini adalah agar embung tidak mudah retakdan air yang telah
berada embung tidak bocor. Jika struktur tanah yang ada kuat dan memungkinkan
air di embung tidak bocor, maka kegiatan ini tidak diperlukan. Penguatan dinding
embung ini juga dapat dilakukan pada bagian-bagian tertentu yang rawan bocor,
seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Dinding Embung Yang Tidak Diperkokoh (Tanah Asli)


b. Untuk memperkokoh dinding embung, ada beberapa bahan yang bisa digunakan
tergantung dari bahan/material yang mudah diperoleh di lokasi dan biaya yang
tersedia. Adapun bahan/material yang dapat dipakai untuk dinding embung antara
lain pasangan batu bata, pasangan batu kali, pasangan beton. Proses pembuatan
dinding embung seperti membangun kolam, kemudian permukaan dinding embung
dapat dilapisi dengan adukan pasir dan semen.

c. Jika diperlukan dasar embung dapat dipasangi batu bata/batu kali yang dilapisi
semen agar tidak bocor.
d. Untuk mengurangi longsor pada dinding embung, dapat dibuat tangga atau
undakan di sekeliling dinding selain dapat juga berfungsi untuk mempermudah
pengambilan air.

Gambar 4. Tangga Atau Undakan Di Sekeliling Dinding Embung


4. Pembuatan saluran pemasukan ( inlet).
Pembuatan saluran pemasukan berupa sudetan dari saluran air ke embung
sangatlah penting. Saluran pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang
masuk ke dalam embung, sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran
pemasukan ini dapat dilengkapi dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok
yang mudah dibuka dan ditutup.
5. Membuat pelimpas air/saluran pembuangan ( outlet).
Pelimpas air sangat diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau
saluran drainase. Hal ini untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air
berlebih. Demikian pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara
skematis embung dapat direpresentasikan pada gambar berikut:

Gambar 5. Desain Sederhana Embung


H. Pengawasan
Aparat Dinas Pertanian sebagai penanggung jawab kegiatan harus melakukan
pengawasan selama proses pembangunan sejak perencanaan hingga konstruksi
selesai.
I. Pembiayaan
Biaya disediakan melalui dana Tugas Pembantuan, yang terdiri dari Belanja Uang
Honor Tidak Tetap yang digunakan untuk upah tenaga (Padat Karya) sebesar 50%
(Rp. 25 juta/unit), dan Belanja Lembaga Sosial lainnya, digunakan untuk
pembelian bahan bangunan sebesar 50% (Rp. 25 juta/unit). Biaya Belanja
Lembaga Sosial Lainnya semua akan ditransfer ke rekening kelompok tani setelah
mereka membuat proposal rencana kebutuhan biaya pembangunan embung.
Proposal harus disetujui oleh Kepala Desa dan Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota.

Rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dam parit agar dibuat jadwal


palang untuk alat kontrol pengawasan dan pembinaan. Contoh jadwal palang yang
dimaksud adalah seperti Lampiran 1.
III. INDIKATOR KINERJA
A. Keluaran ( Output)
Terbangunnya dan berfungsinya embung di kawasan pertanian lahan kering untuk
tanaman palawija, hortikultura, tanaman perkebunan semusim dan usaha
peternakan.
B. Hasil ( Outcome)
Tersedianya air untuk usaha pertanian pada saat diperlukan (sebagai suplesi).
C. Manfaat ( Benefit)
Mengurangi
resiko
usaha
pertanian
akibat
kekeringan.
Meningkatnya kesempatan berusaha tani terutama pada musim kemarau.
D. Dampak ( Impact)
Meningkatnya produktifitas usaha pertanian dan atau indeks pertanaman bagi
usahatani tanaman.
IV. MONITORING DAN EVALUASI
A. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi dilakukan terhadap keseluruhan kegiatan Pembangunan
Embung yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, yaitu
:
1. Terhadap kegiatan perencanaan meliputi antara lain pemilihan lokasi,
sosialisasi, rencana pembiayaan, dukungan dari pemerintah daerah setempat
dan lain-lain.
2. Terhadap pelaksanaan meliputi kegiatan persiapan, penyusunan rencana
kegiatan, organisasi, tugas dan fungsi pelaksana, pengadaan dan penggunaan
bahan/alat, pelaksanaan kegiatan fisik, produktivitas pekerjaan dan lain-lain.
3. Terhadap pengendalian dan pengawasan meliputi peranan pengawasan,
teknis pelaksanaan pekerjaan fisik dan lainlain.
a. Operasional dan Pemeliharaan

Operasional dan pemeliharaan embung yang telah selesai dibangun dilakukan oleh
petani/kelompok tani pengelola embung. Pemanfaatan air embung dilakukan
dengan membuat Jaringan/ Saluran Air ke lahan usahatani. Ada beberapa cara
untuk mengairi lahan usahatani, antara lain :
1. Apabila lahan bertopografi miring (Iereng), maka air dapat dialirkan dari
petak ke petak lahan usahatani secara gravitasi.
2. Apabila lahan agak datar, maka dapat digunakan teknik irigasi pompa
(bertekanan seperti tetes, sprinkler, atau disalurkan langsung ke lahan), atau
dengan alat manual lainnya.
Kebutuhan air tanaman harus menjadi acuan utama dalam pemberian air irigasi
suplementer.
Untuk menjaga keberlanjutan embung, maka beberapa komponen pemeliharaan
embung yang perlu mendapatkan perhatian antara lain :
1. Mengurangi kehilangan air karena penguapan. Untuk mengurangi
kehilangan air oleh penguapan dapat dilakukan dengan, antara lain :
a. Buat tiang peneduh di pinggir bibir embung kemudian di atas embung
dibuat anyaman untuk media rambatan tanaman dan ditanami dengan
tanaman
merambat.
b. Tiang penahan angin disamping embung ( wind breaker) pada sisi
datangnya angin dan bisa ditanam tanaman merambat atau pohon sebagai
pengganti tiang.
2. Memelihara/Melindungi
Embung
a. Pemagaran sementara untuk mencegah gangguan ternak terhadap tanggul
embung.
b.
Pengangkatan
endapan
Lumpur.
c.
Perbaikan
tanggul
yang
bocor.
d. Tidak membuang sampah padat / cair ke dalam embung.
b. Pelaporan
Laporan diperlukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam
mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Adapun macam laporan adalah :
1) Laporan Perkembangan.
Laporan ini berisi antara lain data dan informasi tentang perkembangan
pelaksanaan
fisik
dan
keuangan.
Perkembangan realisasi pelaksanaan fisik kegiatan agar dilakukan pembobotan.
Penilaian pembobotan pekerjaan hanya dilakukan terhadap kegiatan yang didanai
dari dana Tugas Pembantuan.

Laporan pelaksanaan ini agar dibuat sebagai laporan bulanan (format laporan lihat
Lampiran
2).
Laporan
tersebut ditujukan ke Dinas Pertanian/Perkebunan/Peternakan Propinsi dengan
tembusan Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air Cq. Dit. Pengelolaan Air dengan
alamat Jl. Taman Margasatwa No. 3 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
2) Laporan akhir
Setelah pelaksanaan Pengembangan embung selesai, penanggung jawab kegiatan
di tingkat kabupaten wajib menyiapkan dan menyampaikan laporan akhir
pelaksanaan program Pengembangan Embung baik dari segi fisik maupun
keuangan. Laporan akan lebih informatif dan komunikatif bila dilengkapi dengan
foto-foto dokumentasi minimal kondisi sebelum dan setelah kegiatan. Out line
laporan akhir adalah seperti Lampiran 3
V. PENUTUP
1. Mengingat pembangunan embung ini merupakan kegiatan pendukung usaha
agribisnis pertanian, khususnya dalam antisipasi penyediaan air untuk
pertanian pada saat musim kemarau maka seluruh jajaran yang terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat bekerja
dengan penuh tanggungjawab yang berorientasi kepada kepentingan
masyarakat pertanian. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk
diperoleh pembangunan yang lebih baik dan besar.
2. Untuk terwujudnya pelaksanaan yang efisien dan efektif, setiap
penanggungjawab kegiatan menyusun rencana pelaksanaan kegiatan secara
terinci.
3. Apabila terjadi perubahan-perubahan rencana fisik dan hal-hal yang belum
jelas, dan belum tertuang dalam Pedoman Teknis ini agar segera
berkonsultasi kepada koordinator tingkat Propinsi (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan/ Perkebunan/Peternakan Propinsi) atau Penanggungjawab
Program/Teknis di tingkat Pusat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998. Petunjuk Teknis Pembuatan Embung Pertanian Direktorat Bina
Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan, Jakarta.
Anonim, 2003. Pengembangan Sarana Konservasi Air Penunjang Pertanian
Direktorat Pemanfaatan Air Irigasi, Jakarta.
Syafruddin Karama, Kekeringan dan Banjir, Bom Besar Bagi Pertanian Indonesia,
Harian Suara Pembaharuan, 16 September 2004, Jakarta

Sumber: pla.deptan.go.id/pedum2007/

Embung Air
1. Pembuatan Rancangan Embung Air
a. Persiapan
1. Pemilihan
calon
lokasi
Lokasi calon embung sebagaimana tercantum dalam RTT Gerhan. Untuk
pemilihan lokasi tapak (site) dilakukan dengan cara inventarisasi terhadap
beberapa calon lokasi embung air dengan kriteria sebagai berikut:
a)
Daerah
kritis
dan
kekurangan
air
(defisit)
b)
Topografi
bergelombang
dengan
kemiringan
<30%
c)
Air
tanah
sangat
dalam
d)
Tanah
liat
berlempung
atau
lempung
berdebu
e) Pembangunan embung air diprioritaskan di dekat lokasi pemukiman dan
lahan pertanian/perkebunan dengan daya tampung air 500 M3
2. Orientasi lapangan, konsultasi, pengadaan bahan dan administrasi secara
teknis prosedural sama dengan pembuatan bangunan konservasi tanah
lainnya.
b. Penyusunan rancangan teknis
Sesuai norma yang berlaku rancangan teknis prosedural pembuatan embung air
sama dengan pembuatan dam pengendali/dam penahan.
c. Hasil Kegiatan
Sebagai hasil kegiatan dari penyusunan rancangan berupa buku rancangan yang
dilengkapi dengan lampiran data, gambar dan peta serta telah disahkan oleh
instansi terkait yang berwenang. Gambar skematis tentang bangunan embung air
dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Gambar 1. Sketsa Embung Air


2. Pembuatan Embung Air
a. Persiapan
1. Penyiapan
acuan
dan
kelembagaan
a)
Mempelajari
rancangan
embung
yang
telah
disahkan,
b) Pertemuan dengan masyarakat/kelompok dalam rangka sosialisasi
c) Pembentukan organisasi dan penyusunan program kerja.
2. Pembuatan
sarana
dan
prasarana
Pengadaan peralatan/sapras diutamakan untuk jenis peralatan dan bahan
yang habis pakai. Sedang pembuatan sarana dan prasarana dibuat dengan
tujuan
untuk
memperlancar
pelaksanaan
pekerjaan
di
lapangan
yang
antara
lain
:
a)
Pembuatan
jalan
masuk
b) Pembuatan gubuk kerja/gubuk material
3. Penataan
areal
kerja
a)
Pembersihan
lapangan
b)
Pengukuran
kembali
c)
Pemasangan
patok
/profil
d) Pembuatan embung, apabila dilaksanakan di tanah milik masyarakat,
maka tidak ada ganti rugi.

b. Pembuatan
1. Penggalian tanah (kemiringan galian 100%, kedalaman 2,5 3 m).
2. Pembuatan saluran pelimpah dan saluran pembagi air
3. Pemadatan/pelapisan badan embung air dengan tanah liat, batu kapur,
plastik atau dengan pasangan batu
4. Pemasangan gebalan rumput
c. Pemeliharaan
1. Pemeliharaan gebalan rumput
2. Perbaikan/pemadatan dinding embung air
3. Pengerukan lumpur
d. Organisasi Pelaksana
Sebagai pelaksana pembuatan embung adalah kelompok masyarakat setempat
dibawah koordinasi Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi kehutanan.
e. Jadwal Kegiatan
Tahapan dalam pelaksanaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tertuang
dalam rancangan.
f. Hasil Kegiatan
Bangunan embung yang telah dibuat sesuai rancangan, dan untuk pemeliharaan
diserahkan kepada aparat desa/kelompok tani.
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P. 22/MenhutV/2007 Tanggal : 20 Juni 2007: BAGIAN PERTAMA PEDOMAN TEKNIS
GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GNRHL/Gerhan) DEPARTEMEN KEHUTANAN 2007

Embung
Pengertian
Bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air
limpahan atau air rembesan di lahan sawah tadah hujan yang berdrainase baik.

Sketsa Embung
Tujuan
Sebagai tempat persediaan air di musim kemarau, mengendalikan limpasan, serta
dapat digunakan untuk berbagai keperluan (pertanian, peternakan, dan rumah
tangga).
Persyaratan Teknis
1. Kemiringan lereng: 0 30 % (topografi bergelombang)
2. Penggunaan lahan: lahan tadah hujan
3. Tekstur : liat / liat berdebu
4. Curah hujan : kekurangan air sebesar 50 1000 mm / tahun
Gambar Teknis

Gambar 1. Tata Letak Embung yang ideal dalam Siklus Air. Sumber: Tim
Peneliti BP2TPDAS IBB 2002.
Info Teknis Lainnya

Sumber: Tim Peneliti BP2TPDAS IBB 2002. Pedoman Praktik Konservasi


Tanah dan Air. Surakarta: BP2TPDAS IBB.

Esensi Sebuah Embung


Aprizal

Dosen Fakultas Teknik UBL, Aktif di Institute for Sustainable Development (ISD)
Ketika banjir melanda Bandar Lampung, ramai didengungkan oleh beberapa pihak
termasuk Pemkot Bandar Lampung tentang urgensi pembangunan embung.
Menurut catatan penulis, telah lebih dari setahun ini tema tersebut serius diusung.
Tahun lalu, Pemkot Bandar Lampung dalam urusan embung mulai memasuki tahap
DED (detail engineering design), kemudian mulai tahun 2007 ini akan segera
dibangun di beberapa tempat dan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang.
Sesungguhnya, tidak salah jika Pemkot Bandar Lampung berkukuh untuk
membangun embung. Karena, embung memang merupakan bangunan yang dapat
mengurangi debit puncak banjir pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan
menahan kelebihan air tersebut untuk beberapa waktu lamanya. Sehingga, potensi
banjir di suatu kawasan/daerah dapat diminimalisasi bahkan dieliminisasi.
Hanya, perlu diperhatikan konsep atau ketentuan dasar dalam upaya merealisasikan
embung tersebut. Karena, implikasi logisnya adalah pada timbulnya pertanyaan,
benarkah yang sedang dan akan dibangun Pemkot Bandar Lampung itu adalah
embung?
Karena, membangun embung atau penyebutan embung tersebut jika tanpa merujuk
ketentuan atau konsep yang ada akan berpotensi menimbulkan misunderstanding
pada beberapa kalangan. Yang hal itu jelas akan dapat mengarah ke
misinterpretation dalam penerapan di lapangan.
Konservasi Air
Dari beberapa literatur seputar embung, seperti Pedoman Membuat Desain
Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1997) oleh Departemen
Pekerjaan Umum, diperoleh definisi bahwa embung adalah bangunan penyimpan
air yang dibangun di daerah depresi, biasanya di luar sungai.
Embung akan menyimpan air di musim hujan, kemudian airnya dapat
dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama musim kemarau atau saat kekurangan
air. Itu pun dalam memenuhi kebutuhan harus dengan urutan prioritas, yaitu
penduduk, ternak, dan sedikit kebun.
Sementara, menurut Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan
Embung (2007) oleh Departemen Pertanian, dinyatakan bahwa embung merupakan
waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun
untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan yang memenuhi kriteria air
bersih.

Air bersih yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi
suplementer untuk budi daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi (high
added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang.
Berdasar peristilahan di atas maka embung dapat digolongkan sebagai salah satu
upaya atau teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai di segala
jenis agroekosistem. Di lahan rawa namanya pond, yang berfungsi sebagai tempat
penampungan air drainase saat kelebihan air di musim hujan dan sebagai sumber
air irigasi pada musim kemarau.
Sementara, pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan
distribusi hujan yang tidak merata, embung dapat digunakan untuk menahan
kelebihan air dan menjadi sumber air irigasi pada musim kemarau.
Prinsipnya, secara operasional embung berfungsi untuk mendistribusikan dan
menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun
ternak di musim kemarau dan penghujan. Sehingga, nuansa pembangunan embung
adalah lebih kental untuk konservasi air.
Secara historis dan teoritis, konsep dasar konservasi air adalah jangan membuangbuang sumber daya air. Pada awalnya konservasi air diartikan sebagai penyimpan
air dan menggunakannya untuk keperluan yang produktif di kemudian hari.
Konsep ini disebut konservasi segi suplai. Perkembangan selanjutnya mengarah
pada pengurangan atau pengefisienan penggunaan air, dikenal sebagai konservasi
sisi kebutuhan.
Konservasi air yang baik merupakan gabungan dari kedua konsep tersebut, yaitu
menyimpan air di kala berlebihan dan menggunakannya sesedikit mungkin untuk
keperluan tertentu yang produktif. Sehingga, konservasi air domestik berarti
menggunakan air sesedikit mungkin untuk mandi, mencuci, menggelontor toilet,
dan penggunaan rumah tangga lain.
Konservasi air industri berarti penggunaan air sesedikit mungkin untuk
menghasilkan suatu produk. Konservasi air pertanian berarti penggunaan air
sesedikit mungkin untuk menghasilkan hasil pertanian yang sebanyak-banyaknya.
Konservasi air penting bagi kelangsungan kehidupan suatu bangsa, khususnya
daerah defisit air tanah, yaitu daerah kering (arid) dan semi kering (subhumid).
Konservasi air ditujukan tidak hanya meningkatkan volume air tanah, tapi juga
meningkatkan efisiensi penggunaannya, memperbaiki kualitasnya sesuai
peruntukannya.
Konservasi air mempunyai efek berganda; mengurangi kerugian akibat air,
mengurangi biaya pengolahan air, mengurangi ukuran jaringan pipa, dll. Dalam

kurun dua dekade, konservasi air menjadi kunci untuk meningkatkan suplai air
bersamaan dengan peningkatan manajemen kebutuhan.
Beberapa teknik konservasi air antara lain dengan pembuatan embung, sumur
resapan, rorak, dam aprit dan cara lain untuk mengurangi penguapan (evaporasi)
dengan memanfaatkan mulsa.
Berdasarkan penjelasan di atas maka kembali kita dapat melihat dan menilai
apakah benar Pemkot Bandar Lampung sedang berupaya membangun bangunan
yang berfungsi untuk konservasi air. Kalau itu yang dilakukan tentunya apresiasi
dan dukungan patut diberikan kepada pemerintah. Salah besar jika ada yang berani
menentang atau menolaknya.
Akan tetapi, perlulah ditelisik lebih dalam upaya pembangunan embung ini. Dari
wacana yang ada tampaknya Pemkot Bandar Lampung akan membangun embung
di beberapa tempat yang jauh dari sumber air yang bersih, bahkan nyaris tidak ada
alias minim.
Air yang bakal mengisi embung berasal dari saluran drainase yang ada di sekitar
embung yang akan dibangun tersebut. Karena, tujuannya adalah untuk mengurangi
kelebihan debit air saja dari saluran drainase yang berpotensi menimbulkan banjir.
Namun, seperti diketahui bersama, saluran drainase di kota ini, baik itu yang alami
seperti sungai ataupun buatan seperti selokan sangat diragukan kualitasnya.
Penelitian dari Haris Kadarusman, dkk (2006) dari Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang mempertegas realita di atas.
Dalam penelitian tersebut diungkapkan bahwa dari 13 sungai di Bandarlampung
yang diteliti, hampir semuanya dalam kondisi tercemar berat terutama di daerah
hilir sungai (Seminar Dewan Air Kota Bandarlampung di Poltekes Tanjungkarang,
18 April 2007).
Hal ini mempertegas pernyataan Clarke (1991) yang menyatakan bahwa
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan, berkembangnya kegiatan industri, serta
semakin tingginya standar hidup seperti penggunaan mesin cuci, pencucian mobil
dan sebagainya, telah meningkatkan jumlah kebutuhan air.
Akibatnya, produksi limbah cair juga meningkat, yang selanjutnya diikuti dengan
meningkatnya pencemaran/polusi air.
Parahnya, sistem drainase Bandar Lampung saat ini adalah sistem drainase
campuran, yakni sistem drainase yang selain berfungsi mengalirkan air hujan yang
bersih juga bercampur dengan air kotor atau limbah yang berasal dari domestik
penduduk maupun industri.

Jika demikian, kondisi air yang ada di dalam embung nantinya, maka manalah
mungkin secara optimal dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti
sumber air bersih untuk warga, petani, peternak maupun petambak seperti definisi
yang diungkap di atas.
Lebih-lebih jika akan digunakan untuk wisata atau taman rekreasi masyarakat,
sungguh tidak tepat. Di samping itu pula sangat diragukan kontinuitas ketersediaan
air yang akan mengisinya. Ada dua kemungkinan jika embung tetap dibangun.
Pertama, air yang terus ditahan tidak diganti-ganti karena minimnya pasokan air
tersebut akan menebar aroma yang tidak sedap dan jelas akan merusak
pemandangan karena proses pembusukan di dalamnya.
Kalau itu yang diambil maka Pemkot Bandar Lampung sangat perlu melakukan
upaya terpadu, yakni juga membangun IPAL (instalasi pengolahan air limbah)
buatan atau yang alami, misalnya, dengan taman tanaman air untuk
menjernihkan air buangan tersebut (self purification, eco-sanitary atau eco-san).
Pilihan kedua adalah nantinya akan dikuras habis manakala hujan berhenti,
sehingga tinggalah embung tersebut yang kosong. Jelas itu bukan embung, lebih
tepat disebut dengan bangunan kolam retensi (detention pond atau retarding basin).
Karena, bangunan jenis ini hanya berfungsi manakala kapasitas saluran drainase
sudah diduga akan limpas dan menimbulkan banjir. Daripada air menggenangi
permukiman penduduk atau fasilitas vital lainnya, lebih baik ditahan dulu di suatu
tempat untuk nantinya dilepas kembali jika hujan telah reda.
Pasti akan ada sanggahan yang menyatakan bahwa itukan hanya perbedaan istilah
saja antara embung dengan kolam retensi. Namun, penulis justru memandang
bahwa dari perbedaan itulah akan berimbas dan merembet ke banyak hal.
Mulai dari perbedaan jenis survei yang akan dilakukan, lalu metode kajian atau
studi yang harus dipikirkan, selanjutnya analisis dampak lingkungan yang harus
diperhitungkan masak-masak, kemudian perencanaan apa yang harus dibuat akibat
perbedaan bangunan pelengkap yang sedikit berbeda sampai nantinya berujung
pada upaya operasional dan perawatannya.
Sehingga, sedikit perbedaan peristilahan itu saja, sesungguhnya akan menjadi
perbedaan yang sangat bisa dirasakan manakala telah terwujud nyata di hadapan
kita.
Kolam retensi pun biasanya memiliki banyak fungsi, setidaknya minimal
dwifungsi. Yakni, fungsi pertama seperti yang disebut di atas yaitu menahan air
ketika hujan deras maka kolam akan terisi air. Kemudian, bila telah menunaikan
fungsinya menahan air, ia akan beralih fungsi, misalnya, sebagai area parkir

maupun sarana olahraga. Model seperti ini banyak dilakukan di beberapa negara,
contohnya, Jepang.
Di Jepang, kolam retensi merangkap sebagai lahan parkir dalam basement. Jika
hujan deras difungsikan untuk menampung air, tapi jika telah dibuang airnya maka
akan menjadi lahan untuk parkir. Hal ini dilakukan untuk menyiasati daerah-daerah
yang tidak bisa tidak pasti akan mengalami banjir alias langganan banjir.
Karena, bangunan atau gedung tersebut berada di daerah rendah yang dalam hal ini
amat sangat sulit untuk direlokasi mengingat pentingnya bangunan atau gedung
tersebut. Atau, biaya yang diperlukan untuk merelokasi dengan pembuatan kolam
retensi ternyata lebih realistis pilihan kedua dibanding pilihan pertama.
Sedangkan untuk lokasi yang masih luas dan lapang maka penggunaan kolam
retensi dapat dioptimlakan dengan menambah fungsi lain yang memiliki nilai
manfaat yang cukup tinggi pula dilihat dari sisi ekonomisnya. Seperti, kolam
retensi terbuka yang berfungsi juga untuk lahan olahraga bagi masyarakat sekitar.
Contoh itu dapat dilihat secara nyata di banyak tempat, seperti di Kirigauka
Regulating Pond yang berada dekat Sungai Tsurumi. Pada kolam ini tersedia
lapangan tenis yang banyak. Manakala hujan deras melanda dan diprediksi akan
banjir, maka tempat tersebut dikosongkan dan segera akan berubah menjadi danau.
Namun, dalam kondisi normal alias tidak hujan maka kolam tersebut akan menjadi
tempat berolahraga tenis, yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh
masyarakat.
Sekali lagi, memang keduanya, baik embung atau kolam retensi dapat mengurangi
potensi banjir. Namun, kriteria dan konsep dasar pembangunan dari kedua
bangunan air ini berbeda. Sehingga, jangan dibolak-balik, misalnya, penyebutan
embung itu serupa dengan kolam retensi, dan kolam retensi itu adalah embung.
Atau yang berkembang saat ini asumsi beberapa pihak menyebut embung itu
adalah kolam ikan. (Lampung Post, edisi 8 Mei). Jelas ini tidak tepat, walaupun
seperti penjelasan semula bahwa embung dapat juga digunakan sebagai budi daya
ikan, tapi fungsi embung yang utama bukanlah sebagai kolam ikan.
Kolam retensi, kolam ikan bisa dibangun di mana saja alias tak perlu harus melulu
disuplai air bersih, air kurang bersihpun bisa, sedangkan embung tidak, yakni harus
air bersih yang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Nah, sekarang terserah
Pemkot Bandar Lampung hendak membangun apa. Mau membangun embung
silakan, mau membangun kolam retensi juga monggo, atau mau membangun
kolam ikan pun boleh, asal sesuai dengan kriteria, kajian, dan peruntukannya.
Bukan begitu? n

Sumber: Lampung Post, Rabu, 30 Mei 2007

Embung Kolam Penampung Air


Salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan air di lahan sawah tadah hujan
adalah dengan membangun kolam penampung air atau embung. Embung adalah
kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat
musim kemarau.
TUJUAN PEMBUATAN EMBUNG:
Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau.
Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani
di lahan tadah hujan.
Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga
mengurangi urbanisasi dari desa ke kota.
Mencegah/mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan resiko
banjir.
Memperbesar peresapan air ke dalam tanah.
PERSYARATAN LOKASI
Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan
embung yaitu:
Tekstur tanah:
Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat
pada lahan dengan tanah liat berlempung.
Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan
pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai
alas plastik atau ditembok sekeliling embung.
KEMIRINGAN LAHAN
Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan
kemiringan antara 8 30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan mudah
mengalir kedalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak
tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman.

Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung.
Pada lahan yang terlalu miring (> 30%), embung akan cepat penuh dengan
endapan tanah karena erosi.
LOKASI
Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya,
supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung.
Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi.
Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan.
UKURAN EMBUNG
Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan
dan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas
tanaman (palawija) 0,5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang
10 m, lebar 5 m dan kedalaman 2,5 m 3 m.
JENIS TANAMAN DAN CARA PENGAIRAN
Umumnya embung digunakan untuk mengairi padi musim kemarau, palawija
seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat
air dari embung sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin.
Sebaiknya teknik pengairan dilakukan dengan cara irigasi tetesan terutama untuk
palawija dan irigasi pada sela-seta larikan.
Apabila air embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk
mengairi hanya pada saat-saat tertentu, seperti pada stadia primordia, pembungaan
dan pengisian bulir padi. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada
kondisi jenuh air.
PEMBUATAN EMBUNG

Bentuk
Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal
tersebut dimaksudkan agar diperoleh Wiling yang paling pendek, sehingga resapan
air melalui tanggul lebih sedikit.
Penggalian tanah
Setelah diketahui letak, ukuran dan bentuk embung yang diinginkan tahapan
selanjutnya adalah penggalian tanah yang dapat dikerjakan secara gotong royong.
Cara
penggaliannya
adalah
sebagai
berikut
:
Untuk memudahkan pemindahan tanah, maka tanah digali mulai dari batas pinggir
dari
permukaan
tanah.

Untuk menghindari masuknya kotoran kedalam embung terbawa air limpasan,


maka keliling tanggul dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah.
Saluran pemasukan air limpasan dan pembuangan dibuat sedemikian rupa,
sehingga air embung tidak penuh/meluap. Jarak saluran pembuangan dari
permukaan tanggul berkisar 25 50 cm.
Pelapisan tanah liat
Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara
bertahap dengan cara : tanah liat (lempung) dibasahi dan diolah sampai berbentuk
pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar
kemudian
secara
berangsur
naik
ke
dinding
embung.
Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air
embung tidak mudah meresap ke tanah.
Untuk menekan kelongsoran, pelapis dinding embung dipapas sampai mendekati
kemiringan 70 80 atau dibuat undakan.
Pada tanah berpasir resapan air kebawah (perkolasi) maupun melalui tanggul agak
cepat. Oleh karena itu dinding embung perlu dilapisi, bisa dari plastik, tembok atau
campuran
kapur
dengan
tanah
liat.
Campuran kapur tembok dan tanah liat untuk memperkeras dinding embung dibuat
dengan perbandingan 1 : 1 dengan cara kapur dibasahi dan dicampur dengan tanah
liat sampai berbentuk pasta. Pasta tersebut ditempelkan pada dinding dan dasar
embung hingga mencapai ketebalan 25 cm.
Sumber: PUSLITBANG TANAMAN PANGAN, BADAN
PERTANIAN
DEPTAN,
Disusun
oleh
:
Ir.
Eddy
Diproduksi
:
IPPTP
Sumber
Dana
:
APBD
Tk.
I
Tahun Anggaran 1997/1998

LITBANG
1994
Purnomo
Wonocolo
Jatim

CONTOH SPESIFIKASI EMBUNG


EMBUNG KULAK SECANG
1. LATAR BELAKANG
Dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat dengan prioritas
peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah desa tertinggal, masih diperlukan
pengembangan potensi sumber daya air yang ada di daerah tersebut terutama untuk
daerah yang menghadapi kendala kesulitan memperoleh air untuk berbagai
kebutuhan termasuk untuk kebutuhan irigasi.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak kekurangan air khususnya di musim
kemarau adalah dengan membangun embung embung di daerah yang kekurangan
air.
Embung selain dapat menampung air dimusim penghujan untuk digunakan di
musim kemarau juga dapat menaikkan permukaan air tanah dan dapat
mempertahankan
simpanan
air
tanah
di
daerah
hulu.
Sebagai sarana tandon penampungan air keberadaan embung diharapkan dapat
memacu pertumbuhan ekonomi dan berkembangnya daerah tersebut sehingga
dapat
meningkatkan
kesejahteraan
bagi
masyarakat
disekitarnya.
2. LOKASI PEKERJAAN
Embung Kulak Secang berada di Anak Sungai Kulak Secang Desa Jatigreges
Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur.
3. MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT
Maksud tujuan dan manfaat dibangunnya Embung Kulak Secang adalah :
a. Membantu kebutuhan air irigasi 71 Ha terutama di musim kemarau.
b.
Pengembangan
obyek
wisata
c. Meningkatkan taraf hidup masyarakat disekitar embung.
4. KONSULTAN PERENCANA
Pelaksana pekerjaan Studi Investigasi dan Desain dilaksanakan oleh NIWY
Consultant pada tahun 2002.
5.
SUMBER
DANA
Biaya Pembangunan diperoleh melalui Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
tahun 2005 sebesar Rp. 1.945.786.000,-.
6. DATA TEKNIK
6.1. Kolam Embung
Luas DAS : 1,50 Km2
Elevasi Muka Air Maksimum : + 107,99
Elevasi Muka Air Normal : + 107,00
Elevasi Muka Air Minimum : + 101,00
Luas Daerah Genangan (HWL) : 1,53 Ha.

Kapasitas Tampungan Total : 43.431,00 m3


Kapasitas Tampungan Efektif : 41.632,00 m3
6.2. Tubuh Embung
Type : Homogen Earth Fill
EL. Puncak : 109,00 m
Lebar Puncak : 5,00 m
Tinggi Embung : 10,00 m
Panjang As Embung : 87,50 m
6.3. Bangunan Pelimpah
Type : Non Gated Overflow
EL. Ambang : 107,00 m
Lebar Ambang : 5,00 m
Debit Banjir Rencana : 10,33 m3/dt
Bahan Konstruksi : Pasangan Batu Kali
6.4. Kolam Olak
Type : USBR Type III
Lebar Kolam Olak : 5,00 m
Panjang Kolam Olak : 6,00 m
6.5. Bangunan Pengambilan
Type Intake : Non Gated Horizontal Intake With Trash Rack
EL. Dasar Lubang Intake : 101,00 m
Type Konduit : Pipa Beton

Diameter Pipa (Dalam) : 0,30 m


Type Regulator : Sluice Valve At Outlet P
Sumber: http://sumberdayaair.wordpress.com/2008/04/15/embung-kulak-secang/
Sukai ini:
Suka Memuat...

30 Komentar
1.
Mau minta modul perencanaan kolam olak tipe USBR II, sebelumnya
terimakasih
keuntungan dari keempat tipe USBR dari segi ekonomis pelaksanaan dan
biaya..
sebelumnya terimakasih lagi
Komentar oleh Peter Januari 1, 2009 @ 2:30 am
2.
Apakah embung bisa dibuat pada tanah berkapur dan batuan karang?
Dan bisakah embung dibuat di wilayah perbukitan dengan kemiringan 45%.
Terimakasih atas bantuannya..
Paju Agusty
Komentar oleh Agusty P Januari 27, 2009 @ 12:56 pm
3.
terima kasihhhhhhhhhh bwt infonya ini sangat bermanfaat sekali bagi saya
karena saya adalah orang teknik
Komentar oleh paulus alfred Maret 25, 2010 @ 11:30 pm
4.
sangat berarti bagi saya karen thesis mengenai itu,makasih

Komentar oleh lusje l September 28, 2010 @ 1:10 pm


5.
Mau minta modul perencanaan kolam olak tipe USBR II, sebelumnya
terimakasih
keuntungan dari keempat tipe USBR dari segi ekonomis pelaksanaan dan
biaya..
sebelumnya terimakasih lagi
dan kirimin donk teori tentang drainase campuran makasih
Komentar oleh edy rikson sipahutar April 11, 2011 @ 12:30 pm
6.
Trims.telah membantu kami untuk perencanaan bendung embung di desa
kami.
Komentar oleh adree April 27, 2011 @ 10:05 am
7.
klo beleh saya memberi pandangan buat paju agusty;
embung sebaiknya dibagun pada daerah yang kondisi tanahnya yang stabil,
biasanya batuan karang dan kapur merupakan daerah yang cukup stabil dan
cukup baik.
Masalah lokasinya perbukitan yang kemiringannya mencapai 45%. biasanya
daerah sudah identik dengan hutan dan jauh dari daerah pertanian. menurut
pengalaman daerah yang bisa diolah sampai kemiringan 30%. kebetulan
saya sedang melakukan kajian tentang embung dimana saya menetukan
kriteria pembagunan untuk embung itu pada slope 8-30%, dekat dengan
pertanian, berjarak 20-30m dari sungai, pada tanah yang stabil tampungan
minimum 500m3 dengan tinggi 3-6 m. terimakasih.
Komentar oleh ZUHERNA MIZWAR Mei 20, 2011 @ 12:09 pm
8.
kalau bisa, ulas sedikit ttg operasi dan pemeliharaan embung
Komentar oleh Anonymous September 24, 2011 @ 2:36 pm

9.
saya sangat kecewa dengan pemerintah kabupaten kami,yaitu propinsi nusa
tengara timut,kabupaten kupang(NTT).kami sudah buat ajukan untuk
mendapat dana pembuatan embun,agar air di desa kami tidak kering,tapi
tidak ada jawaban..!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!hp 085294076332
Komentar oleh Anonymous Desember 22, 2011 @ 12:57 am
10.
kami minta agar pemerintah bisa memperhatikan daerah kami..desa oesu,u
kab kupang,NTT
Komentar oleh Anonymous Desember 22, 2011 @ 1:00 am
11.
KALAU Korupsi dana besar ,tapi bantu masyarakat tidak ada dana sama
sekali,,
hp 085294076332
propinsi NTT,kab kupang kecamatan kupang timur.kelurahan
tuatuka,,lingkungan oesu,u
Komentar oleh Anonymous Desember 22, 2011 @ 1:03 am
12.
Wah lengkap banget penjelasannya. Jadi nambah-nambah ilmu, terutama
tentang konservasi air. Trims dan salam kenal!!
Komentar oleh desain rumah kost Februari 28, 2012 @ 12:09 am
13.
ini solusinya bangun embung, buat tangkap air dari langit (hujan) dari pada
kasih keluar air dari perut bumi alias bor. kami di NTT khususnya di
kabupaten ende masih banyak butuh embung kecil ataupun embung irigasi,
trims ya, salam kenal
Komentar oleh simon keo Maret 15, 2012 @ 12:04 pm

14.
penjelasan teory sangat gamblang sehingga bisa menjadi acuan bagi intansi
terkait .trima kasih
Komentar oleh darsono Wae Maret 16, 2012 @ 9:18 am
15.
tks, atas infonya semoga bermanfaat bagi kita semua dg pentingnya
konservasi air
Komentar oleh Anonymous Juli 21, 2012 @ 1:21 pm
16.
tks, atas infonya, materi ini sangat bermanfaat bagi kita semua terutama
untuk mengendalikan kekurangan air dimusim kemarau,
Komentar oleh Nama :Kartini September 12, 2012 @ 1:28 pm
17.
embung dan sungai berkelok adalah jawaban mengatasi banjir dan menjaga
air. kalau cuma konservasi tanaman tidak akan cukup, semilyar pohon
sekalipun, tapi pohon semilyar plus semilyar embung menurut saya paduan
yang membanggakan pulau jawa dan daerah nusantara lainnya. semoga
penjelasan ini menciptakan satu embung mini di tempat saya di lembang .
salam pencinta air , tanaman dan bumi.
Komentar oleh Setiawan Gani Desember 5, 2012 @ 4:26 pm
18.
bagguus..
Komentar oleh Tia Sonia Januari 17, 2013 @ 7:17 pm
19.
terimakasih . situs ini telah membantu kami dan memberikan kami
inspirasi .

Komentar oleh dwi rizqy Februari 21, 2013 @ 3:50 pm


20.
[] https://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalianbanjir/embung/ []
Ping balik oleh Sabo Dam dibuat, sabodo dirawat dan dipelihara | Maya
Chitchatting's Blog Maret 7, 2013 @ 1:13 pm
21.
terimah kasih atas informasinya, klu bisa kedepannya lebih banyak kearah
konstruksinya (pas.batu kali, beton bertulang dll)
Komentar oleh Efliwardi. ST Maret 13, 2013 @ 2:53 pm
22.
ini yang harus di kembang kan ditanair kita tnks ats petunjuk
Komentar oleh farry Juni 24, 2013 @ 11:29 pm
23.
perlu persiapan menghadapi musim kemarau, dan kalau bisa setiap tempat
atau obyek sesuai peruntukannya dalam petunjuk tehnis dalam embung
sekiranya dapat diposkan setiap tahunnya. Terimkasih dan dapat
diperhatikan.
Komentar oleh Anonymous September 8, 2013 @ 6:59 pm
24.
terimakasih atas situs ini
Komentar oleh Atsil Lutfiah November 12, 2013 @ 7:16 pm
25.

bagaimana cara mengitung pembuatan embung dengan rincian pembiayaan


dengan anggaran 2,6m dan 200jt hingga 300jy saja?bgmn mengitungnya
mohon jwbnnya
Komentar oleh Atsil Lutfiah November 12, 2013 @ 7:39 pm
26.
Dji tempat saya tinggal di bangun embung distas bukit di ketinggian 1000
dpl embung di desain hanya yg boleh masuk air hujan saja sedangkan di
dakam perencanaan tidak boleh ada i let yg masuk pada hal didaerah
tersebut hujan sangat rendah yg mengakibatkan emvung kurang optimal
fungsinya bagaimana minta sarab dan petunjuk
Komentar oleh joni Januari 30, 2014 @ 9:27 pm
27.
Bagaimana dengan embung tadah hujan menggunakan geomembran di
pegunungan dengan kemiringan 45 derajad
Komentar oleh wanto Januari 30, 2014 @ 9:39 pm
28.
mohon penjelasan apa definisi : Waduk,embung,telaga,danau. dan bla ada
UU dan peraturan pemerintah atau lainnya sebagai dasar tentang definisi
tersebut. TERIMA KASIH KAMI SANGAT MEBUTUHKAN ADANYA
PENJELASAN TERSEBUT.
Komentar oleh Anonymous September 18, 2014 @ 8:37 pm
29.
Buku Lahan Baah Buatan di Indonesia ini mudah-mudahan bisa
membantu. http://www.wetlands.org/Portals/0/Buku%20LBasah%20Buatan
%20Indonesia.pdf. Disamping itu Pemerintah saat ini sedang membahas
RPP tentang Danau http://birohukum.pu.go.id/pustaka/arsip_makalah/46.pdf
Komentar oleh Sahroel Polontalo September 19, 2014 @ 1:32 am
30.

Tersedia Geomembrane EPDM, berbahan dasar Karet Sintetik. Dengan


aplikasi geomembrane, pembuatan embung lebih cepat, debit air tidak
mudah hilang oleh resapan.
Karakteristik Geomembrane EPDM adalah elastis, tahan terhadap longsoran
dan gempa, tahan terjemur matahari, disaat debit air sedikit, pemasangan
tidak membutuhkan mesin khusus ( Welding ), bisa mengikuti lekukan alami
tanah, ramah terhadap biota air.
Untuk informasi seutar Geomembran EPDM, silahkan hubungi kami di
08118602622, atau 021-3908648.
dengan senang hati kami akan memberikan konsultasi seputar penggunaan
Geomembran EPDM.
Komentar oleh ATL Infrastructure Solution Oktober 6, 2014 @ 2:19 pm

Umpan RSS untuk komentar-komentar pada pos ini. TrackBack URI


Berikan Balasan
Tulis komentar di sini...

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Surel (Alamat takkan pernah dipublikasikan)


Nama
Situs web

You are commenting using your WordPress.com account. ( Logout / Ubah )

You are commenting using your Twitter account. ( Logout / Ubah )

You are commenting using your Facebook account. ( Logout / Ubah )

You are commenting using your Google+ account. ( Logout / Ubah )


Batal
Connecting to %s
Beri tahu saya komentar baru melalui email.

Kirim Komentar

Blog Stats
o 1,668,581 hits

Halaman
o 01 Tentang Kami
o 02 Mimpi Kami tentang DAS
o 03 Bebas Banjir, Mungkinkah?
2010
2011
2012
2013
2016

2017
2025
Angan-Angan
Baru Sebatas Janji
Belum
Bisa
Bukan Mustahil, bukan mimpi
Bukan Utopi
Butuh 2 Juta Sumur Resapan
Impian Seumur Hidup
Itu Bohong
Jangan Mimpi
Janji
Lima PR
Mimpi
Mitos
Mustahil
Optimistis
Perlu Langkah Spektakuler
Ragu
Sulit
Tak Akan
Tak Akan Pernah

Tak Bisa 100%


Tak Bisa Jamin
Terbukti Bisa
Tergantung warga
Tidak Ada
Tidak Akan Mutlak
Tidak Bisa
Tidak Jamin
Tidak Mungkin
Tidak Pernah
Tidak Yakin
Tiga Tahun
Tunggu 20 Tahun
o 04 Konsep-Konsep Dasar
Adaptive Collaborative Management (ACM)
Aksi Kolektif Lokal
Appreciative Inquiry
Asset-Based Community Development
Civic Entrepreneur
DAS dan Pengelolaannya (1)
DAS dan Pengelolaannya (2)
DAS dan Pengelolaannya (3)
Das dan Pengelolaannya (4)

DAS dan Pengelolaannya (5)


DAS dan Pengelolaannya (6)
DAS dan Pengelolaannya (8)
DAS dan Pengelolannya (7)
Ekodrainase
Ekohidrologi
Ekowisata
Eksternalitas
Fiqih Lingkungan (1)
Fiqih Lingkungan (2)
Imbal Jasa lingkungan
Infiltrasi
Institusi (Kelembagaan)
Institusi (Kelembagaan) (2)
Integrated Flood Management
Klasifikasi Kemampuan Lahan
Koefisien Aliran Permukaan (C)
Konsep Relawan
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi Tanah dan Air (2)
Low Impact Development
Modal Sosial (1)
Natural Flood Management

Partisipasi Masyarakat
Penanganan Sungai
Pendekatan Persil Lahan
Perencanaan Banjir
Perencanaan Mitigasi Banjir
Perilaku Warga DAS
Periode Ulang
Permakultur
Property Right
Riset Aksi
Ruang Terbuka Hijau (1)
Ruang Terbuka Hijau (2)
Siklus Hidrologi
Sistem Pendukung Negosiasi
Stakeholder Analysis
Stakeholder Analysis
Sustainable Flood Management
Teknik Perundingan dan Mediasi
Zero Delta Q Policy
o 05 Pengorganisasian Aksi Kolektif Lokal
Forum DAS
Kampung Ramah Air
Pokja DAS Desa / Kelurahan

RW Hijau
o 06 Teknologi Pengendalian Banjir
Agroforestry
Areal Peresapan Air Hujan
Artificial Recharge
Bendungan Bawah Tanah
Bioretensi
Budidaya Lorong (Alley Cropping)
Daerah Konservasi Air Tanah
Dam Parit
Dam Pengendali (Check Dam)
Deep Tunnel Reservoir System
Embung
Guludan
Kolam / Balong
Kolam Konservasi Air Hujan.
Kolam Retensi
Lubang Galian Tanah
Lubang Resapan Biopori
Modifikasi Lansekap
Mulsa
Mulsa Vertikal (Slot Mulch)
Pemanfaatan Air Hujan

Penampungan Air Hujan (1)


Penampungan Air Hujan (2)
Penanaman Dalam Strip
Pengolahan Tanah Minimum
Pengolahan Tanah/Penanaman Menurut Kontur
Polder
Rain Gardens
Retarding Basin
Revitalisasi Danau, Telaga, atau Situ
Rorak / Parit Buntu
Rumah Panen Hujan
Sabuk Resapan
Saluran / Parit Resapan
Sawah
Stormwater Detention Pond
Strip Penyangga Riparian
Strip Rumput
Sumur Injeksi
Sumur Resapan
Taman Hujan
Tanaman Penutup Tanah
Tanggul / Pagar Pekarangan
Teknologi Modifikasi Cuaca

Teras
Tirta Sangga Jaya (TSJ)
Waduk Pengendali Banjir
Waduk Resapan
o 07 Perlu Contoh dari Istana
o 08 Bagaimana Memulai?
o 09 Riset Aksi menuju Bebas Banjir
DAS Ciliwung
DAS Limboto
o 10 Makalah tentang Banjir
A. Syarifuddin Karama
Abdul Hamid
Adeline Narwastu dan Eri Prasetyo W
Ahmad Tusi
Anik Sarminingsih
Anthony Raymond Kemur
B.J. Pratondo
Benjamin J.B. Nanlohy, dkk
Budi I. Setiawan et al
Corri E., Istiarto, Joko Sujono
Dirjen Penataan Ruang Dept Kimpraswil
Djoko Luknanto
Dyah Indriana Kusumastuti

Edi Purwanto
ET Paripurno
Fadly Fauzie
Firdaus Ali
Gindo Maraganti Hasibuan
Hidayat Pawitan
Hunggul Yudono Setio Hadinugroho
Ismail Saud
Isnugroho
Kuntjoro
Ligal Sebastian
M. Arief Ilyas dan Dedih Setiadi
M. Fakhrudin
Maman Djumantri
Mark Caljouw et.al.
Menteri Kimpraswil
Moehansyah
Mohammad Imamuddin dan Trihono Kadri
Naik Sinukaban
Nana Mulyana
Nani Heryani
Pitoyo Subandriyo, dkk.
Ryke Nandini

Sigit Setiyo Pramono


Siswoko
Sri Legowo Wignyo Darsono
Suntoro Wongso Atmojo.
Supriyanto
Suroso dan Hery A Susanto
Sutopo Purwo Nugroho
Tarsoen Waryono
Trihono Kadri
William M. Putuhena dkk
o 11 Artikel Tentang Banjir
A Syarifuddin Karama
Adi Yusuf Muttaqin
Agus Maryono
Ahmad Heryawan
Amos Neolaka
Aprizal
AR Soehoed
Ardy Purnawan Sani
Arif Satria
Chay Asdak
Christie Damayanti
Darrundono

Deddy Supriadi
Dwiatmo Siswomartono
Eko Priyo Utomo
Emil Salim
Fahmi Amhar
Fatchy Muhammad
Gatot Irianto
Hadi S Alikodra
Hariadi Kartodihardjo
Hartarto Sastrosoenarto
Kasdi Subagyono
Khudori
Lutfi Andrian
Marco Kusumawijaya
Marwan Jafar
Muh. Nur Sangadji
Munawir
Naik Sinukaban
Nyoto Santoso
Otto Soemarwoto
Peter Karl Bart Assa
Purwanti Sri Pudyastuti
Ris Sukarma

Robert J Kodoatie
Rokhmin Dahuri
Sahid Susanto
Sahroel Polontalo
Siswoko
Sobirin
Subandono Diposaptono
Sudariyono
Suparmono
Suripin AR
Surjono H. Sutjahjo
Sutiyoso
Sutopo Purwo Nugroho
Tarsoen Waryono
Transtoto Handadhari
Tri Jaka Kartana
Urban Poor Consortium
Veronica Kumurur
Wartawan Kompas
Wicak Sarosa
Yayat Supriatna
Yoyon Indrayana
zPenulis lain

Zunan Farid dan Moch. Satori


o 12 Aspek-Aspek tentang Banjir
Aspek Biaya
Aspek Birokrasi
Aspek Ekologi
Aspek Ekonomi
Aspek Filsafat
Aspek GIS / Perpetaan
Aspek Hukum
Aspek Kerugian
Aspek Kesehatan
Aspek Komunikasi
Aspek Mitigasi
Aspek Moral
Aspek Politik
Aspek Psikologis
Aspek Sejarah
Aspek Sosial
Aspek Teknologi
Aspek Teologi
o 13 Aturan Terkait Banjir
Perda DAS NTT
PP 43 / 2008

Undang-Undang
o 14 Presiden / Wapres dan Banjir
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Wapres Jusuf Kalla
o 15 Konsep / Kebijakan Pemerintah
Bappeda DKI Jakarta
Bappenas
BBWS Ciliwung Cisadane
BPDAS Citarum Ciliwung (1)
BPDAS Citarum Ciliwung (2)
BTP DAS Surakarta
Departemen Kehutanan
Departemen Pekerjaan Umum
Departemen Pertanian
Dinas PU DKI Jakarta (1)
Dinas PU DKI Jakarta (2)
Dinas PU DKI Jakarta (3)
Ditjen Penataan Ruang Dept. PU
Ditjen Penataan Ruang, Dep. Kimpraswil
Ditjen RLPS Dephut
Kementerian Lingkungan Hidup
Kesepakatan Tiga Menteri
Pem Prov DKI Jakarta

Sekretariat TKPSDA
o 16 Wawancara tentang Banjir
o 17 Pengendalian Banjir di Mancanegara
Bangladesh
Jepang
Thailand
o 18 Profil
Kamir R Brata
o 19 Konsep / Gagasan Ornop tentang Banjir
FAO dan CIFOR
UNESCO
Yayasan IDEP
o 20 Banjir dan Kampus
ITB
Unas
Unmul
o 21 Peta DAS / Bagian DAS
DAS Cisadane
Kelurahan Kalimulya
o 22 Pengendalian Banjir
Donggala
Gorontalo
Makassar

Surabaya
o 23 Presentasi tentang Banjir
Agus Maryono
Dinas Kimpraswil Kota Malang
Istiarto
o 24 Anggaran Banjir
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalimantan Timur
Kementerian PU
Sumatera Utara
o Rekomendasi tentang Banjir

Cari:
Cari

Blogroll
o Mountain Forum
o Pengembangan Diri
o waterehds's online training
o Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

o Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

S
Sep
1
8
15
22
29

S
2
9
16
23
30

Desember 2014
K

3
10
17
24
31

4
11
18
25

Pos-pos Terakhir
o Bebas Banjir, Mungkinkah?

Top Posts
o Sumur Resapan
o Sumur Injeksi
o Tanaman Penutup Tanah
o Klasifikasi Kemampuan Lahan
o Teknologi Modifikasi Cuaca
o 11 Artikel Tentang Banjir
o DAS dan Pengelolaannya (1)
o Eksternalitas

5
12
19
26

S
6
13
20
27

M
7
14
21
28

o Siklus Hidrologi
o Penampungan Air Hujan (1)

Komentar Terakhir
There are no public comments available to display.

The Shocking Blue Green Theme. Buat situs web atau blog gratis di
WordPress.com.
Ikuti
Follow BebasBanjir2015
Get every new post delivered to your Inbox.
Bergabunglah dengan 176 pengikut lainnya.
Sign me up

Buat situs dengan WordPress.com


%d blogger menyukai ini:

You might also like