You are on page 1of 8

1111046100067

PS 3B

ASUMSI RASIONALITAS DALAM EKONOMI ISLAMI


A. PENDAHULUAN
Secara naluriah, semua manusia menginginkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera.
Beberapa cara, dari mulai yang ideal sampai yang pragmatis, mereka tempuh untuk mencapai
tujuan itu. Walaupun mereka memiliki cita-cita hidup yang sama, tetapi cara mereka
mewujudkannya seringkali berbeda-beda. Bahkan tidak jarang saling berlawanan antara satu
dengan lainnya. Dalam konteks jenis pencarian ekonomi, misalnya; para pedagang merasa
bahagia dengan pekerjaannya. Bagi petani, pedagang merupakan jenis pekerjaan yang
melelahkan. Berbeda dengan bertani, dapat dikerjakan dengan santai, tidak dikejar target, dan
pada saatnya tinggal menunggu panen. Berbeda lagi dengan para guru yang menganggap
pekerjaannya lebih mulia dan mencerdaskan. Dan banyak lagi cara-cara lain yang dijalani
manusia. Namun semuanya satu dalam tujuan, yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup.
Bahkan dalam konteks yang lebih implisit, cara manusia mencapai kesejahteraan itu tidak
jarang sangat bertentangan dengan cara manusia lainnya. Sesuatu yang menurutnya baik dan
menguntungkan belum tentu baik dan menuntungkan bagi orang lain. Sesuatu yang rasional
belum tentu dapat diterima akal orang lain. Sebagai misal, seorang pedagang memberikan
bandrol sangat tinggi bagi sebuah produk. Bagi penjual, hal tersebut wajar dan masuk akal,
tetapi belum tentu bagi pembeli atau penjual lainnya. Di sisi lain, terdapat pula seorang
pelaku usaha yang merasa puas atas apa yang dilakukannya ketika ia menetapkan harga
secukupnya kepada konsumen. Baginya, itu rasional, tetapi bagi kebanyakan orang bisa
dianggap sebagai sebuah kebodohan. Dan ini terjadi dalam kehidupan manusia, khususnya
dalam prilaku mereka untuk memenuhi kebutuhan akan kesejahteraannya.

1. ASUMSI RASIONALITAS
Pengertian asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia berperilaku secara rasional
(masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan mennjadikan
mereka buruk.
Ada dua jenis rasionalitas, yakni:
a. Rasionalitas Kepentingan Pribadi (Self Interest Rasionality)
Menurut Edgeworth bahwa prinsip pertama dalam Ilmu ekonomi setiap pelaku ekonomi
digerakkan oleh kepentingan pribadi seorang individu. Kepentingan pribadi dalam konteks
ini bukan sekedar mengejar tujuan tujuan yang bersifat kekayaan materi atau bendawi.
Tujuan-tujuan tersebut bisa berbentuk prestise, cinta, aktualisasi diri dan lain-lain. Serta
dapat pula berupa sebuah pencapain individu menjadi lebih baik dan membuat lingkungan
sekelilingnya menjadi lebih baik juga pada saat yang bersamaan.
b. Present Aim Rationality
Teori ini hanya berasumsi bahwa manusia menyesuaikan preferensinya dengan sejumlah
aksioma : secara kasarnya preferensi-preferensi tersebut harus konsisten.
2. Aksioma-Aksioma Pilihan Asumsi Rasionalitas
Terdapat tiga sifat dasar:
a. Kelengkapan (completeness)
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat menentukan secara
tepat apa yang dia mau dan inginkan. Bahkan apabila dihadapkan pada dua pilihan
yang berbeda, maka ia akan secara cepat dan tepat memutuskan diantara kemungkinankemungkinan di antara keduanya. menurut Oscar Lange, hal ini menunjukkan bahwa
metodologi rasionalitas adalah ketika hal ini diambil berdasarkan cara berpikir dari
setiap pelaku ekonomi itu sendiri.
b. Transitifitas (transitivity)

Aksioma ini menjelaskan tentang konsistensi seseorang di dalam menentukan


pilihannya. Ketika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan produk maka ia akan
memilih yang paling disukainya. Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap alternatif
pilihan seorang individu akan selalu konsisten dalam menentukan preferensinya atas
suatu pilihan.
c. Kontinuitas (continuity)
Jika seseorang menganggap A lebih disukai dari B, maka situasi-situasi yang
secara cocok mendekati A harus juga lebih disukai dari pada B.
3. Asumsi-asumsi lainnya tentang Preferensi
a) Kemonotonan yang kuat (Strong Monotonicity)
Bahwa lebih banyak lebih baik. Aksioma ini menjelaskan bahwa jumlah kepuasan individu

semakin meningkat jika barang atau produk yang dikonsumsi meningkat. Biasanya kita tidak
asumsi sekuat ini. Asumsi ini dapat diganti yang lebih lemah yakni Local Nonsatiation.
b) Local nonsatiation
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang tidak dapat selalu berbuat baik, sekecil apapun,
bahkan bila ia hanya menikmati sedikit perubahan saja dalam keranjang konsumsinya.
c) Konveksitas ketat (Srtict Convexity)
Asumsi ini menyatakan bahwa seseorang lebih menyukai yang rata-rata dari pada yang
ekstrim, tetapi selain dari pada makna ini, asumsi ini memiliki muatan ekonomis yang kecil.
Srtict Convexity merupakan regeneralisasi dari asumsi neoklasik tentang diminishing
marginal rates of substitution
4. Perspektif Islam Tentang Asumsi Rasionalitas
A. Perluasan Konsep Rasionalitas (untuk Transitivitas)

Dalam nilai Islam terdapat dua cara untuk mendistribusikan pendapatan. Iuran wajib (zakat),
dan iuran sukarela (infaq). Dalam kebanyakan kasus, sektor sukarela tidak dapat secara
mutlak dijelaskan bahwa tindakan sukarela ini memenuhi persyaratan transitivitas.
1. Persyaratan Transitivitas
Andaikan seseorang dihadapkan pada pilihan antara A dan B, ia memilih A. Bila dihadapkan
pada pilihan B dan C, ia memilih B. Dihadapkan pada pilihan antara C dan A, ia memilih C.
Pilihan ini kelihatannya intransitif karena kita melihat bahwa ia hanya memiliki tiga
alternatif, yakni A, B, dan C
2. Utilitas dan Infak (sedekah)
Menurut Farhan, infak adalah hal yang baik sehingga Farhan bersedia mengeluarkan uangnya
sebagai infak sehingga Zahid mendapatkan tambahan pendapatan sebesar yang diberikan oleh
Farhan. Besarnya pendapatan ini ditentukan oleh kemiringan budget line.
Perluasan Spektrum Utilitas (untuk Strong Monotonicity & Local Nonsatiation)
Dalam perspektif Islam, lebih banyak tidak selalu berarti lebih baik. Asumsi "lebih banyak
lebih baik" hanya benar jika kita harus memilih antara X halal dan Y halal. Tidak benar jika
kita harus memilih antara X halal dan Y haram, atau X haram dan Y halal, atau X haram dan
Y haram. Nilai Islam tentang halal dan haram membuat kita harus memperluas spektrum
utilitas.
Melonggarkan Persyaratan Kontinuitas (untuk Kontinuitas)
Mari kita asumsikan bahwa permintaan Y haram dalam keadaan darurat. Anda dapat
membayangkan permintaan terhadap daging babi jika tidak ada makanan lain yang tersedia.
Permintaan terhadap babi ini bukan merupakan permintaan yang kontinu, melainkan diskrit.

Karena itu, permintaannya adalah permintaan titik (point demand). Berapapun harga daging
babi pada saat itu, permintaannya Qp, yakni sejumlah tertentu daging babi untuk memenuhi
kebutuhan kelangsungan hidup.
Perluasan Horison Waktu
Perspektif Islam tentang waktu tidak dibatasi hanya pada masa kini. Islam memandang waktu
sebagai horison. Karena itu, analisis statis sebagaimana dikenal oleh ekonom-ekonom klasik
tidak memadai untuk menerangkan perilaku ekonomi dalam perspektif Islam.
Dalam perspektif Islam, waktu sangat penting dan sangat bernilai. Nilai waktu tergantung
pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktunya. Semakin produktif seseorang
memanfaatkan waktunya, semakin banyak nilai yang diperolehnya Bagi setiap orang, sehari
adalah 24 jam, tapi nilai waktunya akan berbeda-beda. Tentu saja, kita dapat mengukur nilai
ini secara moneter.
Ide ini justru merupakan kebalikan dari konsep nilai waktu uang (time value of money).
Dalam Islam waktulah yang bernilai, sementara uang tidak memiliki nilai waktu. Haruskah
barang-barang di masa depan didiskon? Ya. Ekonom secara khas mendiskon beragam barangbarang yang dibeli dan dijual di pasar, yang disebut komoditas. Islam tidak keberatan
mengenai hal ini. Namun adalah benar pula bahwa kadangkala ekonom melangkah lebih jauh
dalam mendiskonto. Mereka mendiskonto ketika seharusnya mereka tidak melakukannya.
Komoditas yang seharusnya tidak didiskon
Keberatan pertama bukan ditujukan kepada teori metode harga pasar, tetapi ditujukan pada
cara-cara penerapan metode tersebut dalam praktek. Menurut teori tersebut, setiap komoditi
seharusnya didiskon pada tingkat diskonto masing-masing komoditasnya. Tetapi dalam
prakteknya semua komoditas secara umum dikumpulkan kemudian didiskon pada tingkat

yang sama. Biasanya, semua komoditas didiskon pada tingkat yang disebut sebagai tingkat
bunga "riil", yang merupakan rerata tertimbang dari masing-masing tingkat bunga dari
berbagai komoditas (weighted average of the own interest rates of various commodities).
Pikirkanlah tentang sumber daya langka yang tidak dapat direproduksi, yang sama sekali
tidak dapat diproduksi. Sumber daya langka tidak dapat diubah menjadi sumber daya masa
depan dalam jumlah yang lebih besar, dan karenanya sumber-sumber daya ini memiliki
tingkat diskon tersendiri sebesar 0 atau sekitarnya. Ekonom lainnya, Derek Parfits, yakin
bahwa kesejahteraan seharusnya tidak didiskon. John Broome berkesimpulan bahwa
penyelamatan jiwa juga seharusnya tidak didiskon.
Keberatan kedua adalah bahwa pada banyak proyek, sebagian besar dari pihak yang
berkepentingan tidak terwakili dalam pasar. Banyak proyek yang akan berdampak pada
generasi mendatang pada abad-abad atau milenium ke depan. Ahli-ahli ekonomi
menganjurkan beberapa komoditas yang seharusnya tidak didiskon. Uang bukanlah
komoditas.

B. KESIMPULAN
Rasionalitas ekonomi yang sekarang ada (kapitalis) sangat mengundang masalah
serius di masyarakat. Karena dengan menekankan pada kepentingan pribadi semata dalam
mengukur rasionalitas rawan berbenturan dengan pelaku ekonomi lain. Rasionalitas
mempunyai standarnya sendiri-sendiri dalam tiap individu di masyarakat.
Sementara maslahah dapat merangkum semua rasionalitas setiap individu. Sebab
maslahah dibangun tidak saja untuk kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan
masyarakat secara bersama-sama. Tidak ada orang yang tidak sepakat dengan perbaikan,
kesejahteraan dan keadilan yang menjadi lapangan bagi maslahah, karena semuanya
membutuhkannya.
Maslahah dalam Islam menjadi tujuan utama. Konsep maslahah dalam Islam ini
merupakan tawaran yang lumayan solutif. Maslahah memberikan pemihakkannya tidak
saja pada individu, tetapi juga kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dengan
berorientasi pada maslahah, kehidupan dapat menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur yang mempunyai implikasi jauh, tidak saja dalam konteks materil-duniawi,
tetapi juga spiritual-ukhrawi.

You might also like