Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring adalah penyakit yang insidennya cukup tinggi, terutama pada ras Cina
dimana didapatkan 30 orang penderita dalam 100.000 penduduk. Diantara berbagai jenis
kanker kepala leher, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis yang memiliki
prognosis buruk dikarenakan posisi tumor yang berdekatan dengan dasar tengkorak dan
berbagai struktur penting lain. Ciri dari karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan tumor
yang invasif, kesulitan mendeteksi tumor, sehingga menghambat diagnosis dini. Namun
demikian karsinoma nasofaring juga suatu jenis tumor yang radiosensitif dan kemosensitif.1,2
Faktor etiologi karsinoma nasofaring adalah faktor genetik dimana ras mongoloid
merupakan yang paling banyak terkena. Faktor infeksi virus Ebstein-Barr juga mempunyai
hubungan erat dengan patogenesis karsinoma nasofaring. Faktor lain yang diduga banyak
berpengaruh adalah paparan bahan karsinogenik.2
Sepertiga pasien datang pada stadium dini yang biasanya diberikan terapi dengan
radioterapi. Dua pertiga pasien datang pada stadium lanjut (locally advanced disease) dimana
bila hanya diterapi dengan pembedahan dan atau radioterapi memiliki rekurensi mencapai
65%.2
Dahulu kemoterapi diberikan hanya sesudah kegagalan terapi radiasi dan atau
pembedahan dalam mengatasi tumor kepala leher. Berbagai penelitian telah dilakukan
mengenai bermacam variasi kombinasi obat-obatan yang digunakan, tidak hanya pada
kekambuhan dan stadium lanjut, tetapi juga sebagai terapi awal untuk tumor-tumor kepala
leher. Kemoterapi telah muncul sebagai terapi tambahan setelah pembedahan dan atau terapi
radiasi.3
Pada dekade terakhir ini terapi kombinasi/kemoradioterapi terhadap karsinoma
nasofaring menunjukkan hasil yang memuaskan ditinjau dari angka rekurensi tumor.3
Pengertian kita mengenai mengenai cara kerja dan syarat-syarat
kemoterapi dan pengaruhnya terhadap tumor perlu lebih dipahami sehingga harapan terapi
yang kita inginkan dapat tercapai.2,3 Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh kejelian
diagnosis, stadium penderita dan pemilihan jenis terapi yang tepat.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan
lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung
merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding nasofaring
melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid, sedangkan bagian
belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre vertebralis dan otototot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustachius
dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga
penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustachius dan
akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa
Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring
sering terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa,
dimana pada usia muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini
disebabkan karena adanya jaringan adenoid.3,4
Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke
lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).3,4
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan
tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan
mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
nasofaring.2
Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring
yaitu:
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti:
a. benzopyrenen
b. benzoanthracene
c. gas kimia
d. asap industri
e. asap kayu
f. beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
5. Radang kronis daerah nasofaring
6. Profil HLA2,3
C. GEJALA KLINIK
1. Gejala Dini
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu:
b. Gejala telinga
- Rasa penuh pada telinga
- Tinitus
- Gangguan pendengaran
c. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat
d. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas9,11
2. Gejala lanjut
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh2,3,10
D. DIAGNOSIS KARSINOMA NASOFARING
laki-laki
ras Cina
Karena nasofaring merupakan bagian faring yang sulit dilihat, untungnya banyak
manifestasi tak langsung dari karsinoma nasofaringyang bisa digunakan untuk mencurigai
adanya lesi pada nasofaring. Bila terjadi obstruksi koana, huruf m akan terdengar seperti
huruf b dan n seperti huruf d. Bila pasien mengeluh sengau dan hasil pemeriksaan hidung
anterior normal curigailah sebagi kelainan nasofaring. Sehingga beberapa lesi di
nasofaring dengan gejala yang hampir mirip bisa dianggap sebagai diagnosis banding,
misalnya:5
1
Angiofibroma nasofaring
T2b
: T1, N0, M0
- Stadium IIA
: T2a, N0, M0
- Stadium IIB
- Stadium III
- Stadium IVA
: T4, N0-2, M0
- Stadium IVB
: Tiap T, N3, M0
- Stadium IV C
: Tiap T, Tiap N, M1
Radioterapi
Kemoterapi
Kombinasi
Operasi
Imunoterapi
Terapi paliatif
Jenis kanker
Imunitas Tubuh dan kemampuan pasien untuk menerima terapi yang kita
berikan
Jenis Kanker
Untuk keperluan pemberian kemoterapi, kanker dibagi menjadi 2 jenis yaitu:9
1
Sensitivitas Kanker
Sensitivitas tumor terhadap obat anti-kanker tidaklah sama, sehingga terbagi
menjadi 3 macam: 9
1
Sensitif
Kemosensitif:
-
leukemia
limfoma maligna
myeloma
choriocharsinoma
kanker testis
Radiosensitif:
Tumor yang dapat dihancurkan dengan dosis 3500-6000 rads dalam 3-4
minggu
Lymphoma maligna
Myeloma
Retinoblastoma
Seminoma
Basalioma
Kanker laring T1
Responsif
Kemoresponsif:
-
Radioresponsif
-
Resisten
Kemoresisten:
-
Tumor besar
Besar tumor
Vaskularisasi Tumor
Perubahan absorbsi
-
Perubahan distribusi
-
Perubahan metabolisme
-
Penyakit hati
Pengurangan ekskresi
-
Penyakit hati
Penyakit ginjal
10
satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun.11
Tujuan Kemoterapi
Tujuan kemoterapi adalah untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor
ganasnya. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga
untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. Secara lokal dimana
vaskularisasi jaringan tumor yang masih baik, akan lebih sensitif menerima
kemoterapi sebagai antineoplastik agen. Dan karsinoma sel skuamosa biasanya sangat
sensitif terhadap kemoterapi ini.
mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan
duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih
sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat. 10
Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus (Cell
Cycle non Specific) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel bahkan
dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus
pertumbuhan tertentu (Cell Cycle phase specific).10
Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus sel
disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat pembelahan sel
pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle nonspecific. Obat-obat yang
tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini
merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada
fase S. Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara lain Cisplatin
(obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap DNA sehingga mencegah
replikasi, bekerja pada fase G1 dan G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin
(fase G2, M), Vincristine (fase S, M).10
Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah timbulnya
klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak sama. Apabila
resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap agen lain yang
diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.10
2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil
seperti CTX (Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan
demikian menahan replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti
dactinomycin dan doxorubicin mengikat dan menyelip diantara rangkaian
nukleotid molekul DNA dan dengan demikian menghambat produksi
mRNA
3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan
vinblastine, menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro
pada kumparan mitosis
Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan dan
atau radiasi
Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan terutama
pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis hematologi
(leukemia dan limfoma)
Menurut prioritas indikasinya terapi
yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/ profilaksis). Terapi
utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan tidak dapat mandiri,
artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi utamanya. Tujuannya adalah
membantu terapi utama agar hasilnya lebih sempurna.12
Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi yaitu
bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:9
-
13
kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis
pada tumor dengan derajat keganasan tinggi (oleh karena tingginya resiko
kekambuhan dan metastasis jauh)
Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala leher
dibagi menjadi:9
1. neoadjuvant atau induction chemotherapy
2. concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy
3. post definitive chemotherapy
keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum (kurus sekali,
tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma, asites, sesak, dll), status penampilan (skala
karnofsky, skala ECOG), status gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi
jantung, paru dan lain sebagainya.9
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif tinggi,
pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ penting) maka
dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek samping terhadap organ
tersebut lebih minimal.9
Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh:15
1
Dosis
Jadwal pemberian
16
Sembuh (cured)
Tidak ada respons (no response/NR): tumor mengecil kuran dari 50 % atau
membesar kurang dari 25 %
BAB III
RINGKASAN
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya 2002: 38-47.
5 Lin HS, Fee WE. Malignant Nasopharygeal Tumors. http://www.emedicine.com. 2003.
6 Cody DT. Kern EB. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan; EGC, Jakarta 1993:
371-2.
7 Vijayakumar S, Hellman S;Advances in radiation oncology ; Lancet 1997: 349 (suppl
II): 1-3.
8 Suwitodiharjo S. Radioterapi pada Tumor Ganas Kepala dan Leher (Squamous Cell
Ca), Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok-Kepala Leher, SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/RSUD dr. Soetomo,
Surabaya 2002: 101-7.
9 Sukardja IGD. Onkologi Klinik , Edisi 2, Airlaga University Press, 2000: 243 55.
10 Lika L. Radiation therapy: Gale Encyclopedia of Medicine. Gale Research, 1999.
11 Kentjono WA, Kemoterapi pada Tumor Ganas THT-Kepala Leher Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan III Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher,
SMF Ilmu Penyakit THT FK Unair/ RSUD dr. Soetomo, Surabaya
November
2002,108- 21.
12 Chan TC, Teo PM; Nasopharyngeal Carcinoma : Review; Annals of Oncology 13:
2002; 1007-15.
13 Quinn FB, Ryan,WM; Chemotherapy for Head and Neck Cancer; Grand Rounds
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology; April 16, 2003.
14 Manfred Schwab (Ed) Encyclopedia Refference of Cancer, Springer, Berlin, 2001: 195.
15 Skeel RT, Handbook of Cancer Chemoterapy, 3th Edition, Little, Brown and Company,
20