You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neoplasma limfoid mencangkup sekelompok entitas yang gambaran dan
perilaku klinisnya sangat beragam sehingga merupakan tantangan tersendiri, baik
bagi dokter maupun mahasiswa. Sebagian neoplasma ini bermanifestasi sebagai
leukemia, timbul di sumsum tulang dan beredar dalam darah perifer. Yang lain, yaitu
golongan limfoma, biasanya bermanifestasi sebagai massa tumor di dalam kelenjar
getah bening atau organ lain. Tumor yang terutama terdiri atas sel plasma, diskrasia
sel plasma, biasanya bermanifestasi sebagai massa di dalam tulang dan menyebabkan
gejala sistemik yang berkaitan dengan produksi polipeptida imunoglobulin
monoklonal komplit atau parsial. Selain kecenderungan di atas, semua neoplasma
limfoid berpotensi menyebar ke kelenjar getah bening dan berbagai jaringan di
seluruh tubuh, terutama hati, limpa, dan sum-sum tulang. Pada beberapa kasus,
limfoma atau tumor sel plasma tumpah ke darah perifer, menimbulkan gambaran
mirip leukemia. Sebaliknya, leukemia sel limfoid, yang berasal dari sum-sum tulang,
dapat menginfiltrasi kelenjar getah bening dan jaringan lain, menciptakan gambaran
histologik limfoma. Oleh karena itu, pada beberapa kasus perbedaan di antara
katergori klinis neoplasma limfoid ini mungkin samar.
Oleh karena latar belakng diatas maka penulisan karya ilmiah mengenai non
hodgkin limfoma ini perlu dilakukan.
B. Tujuan Penulisan
Pemahaman yang menyeluruh mengenai limfoma non hodgkin sangatlah
penting guna mempermudah mengenali dan memberikan pertolongan yang lebih awal
dan tepat bagi penderita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi
dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga
mengandung jaringan limfatik.

Gambar 1. Anatomi Sistem Limfatik

Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil
sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang
terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk
leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari
seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus
gastrointestinal.

Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior,
pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati
thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra
mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian
superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta
dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.
B. Definisi
Limfoma maligna adalah suatu penyakit keganasan primer dari

jaringan

limfoid dan jaringan pendukunnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
Limfoma Hodgkin dan Limfoma non hodgkin.
Sel ganas pada limfoma hodgkin berasal dari sel retikulum dengan gambaran
histologis yang dianggap khas adalah adanya sel Reed-Stemberg atau variasinya yang
disebut sel hodgkin. Limfosit limfosit yang merupakan bgian integral poliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap
sel-sel ganas tadi.
Sedangkan LNH pada dasarnya adalah sel limfosit yang berada pada salah
satu tingkat defernsiasinya dan berpoliferasi secara banyak
C. Klasifikasi
o Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi
tiga kelompok utama, antara lain:

Limfoma Derajat Rendah

Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah
besar dan kecil.

Limfoma Derajat Menengah


Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil,
dan limfoma difus sel besar.

Limfoma Derajat Tinggi


Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel
besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg


yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg
adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated),
berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma
amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang
besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-eyes), yang biasanya
dikelilingi suatu hal yang bening.

(a)

(b)

Gambar 2. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b)
Limfoma Non Hodgkin

D. Epidemiologi
Limfoma maligna ditemukan diseluruh bagian dunia pada semua suku bangsa
dengan frekuensi yang berbeda-beda. Insiden limfoma maligna diberbagai negara
bervariasi antara 2-6 penderita per 100.000 penduduk.
Beberapa LNH mempunyai pola epidemiologi yang karakteristik. Limfoma
burkitt karakteristik terjadi pada anak-anak di Afrika Tengah walaupun beberapa
kasus dalam jumlah yang kecil dengan klinis yang berbeda-beda pernah dilaporkan di
Amerika Serikat.
Limfoma

abdominal

yang

memproduksi

fragmen

Heavy

chain

of

immunoglobulin di daerah laut tengah, sedangkan di daerah lain hampir tidak pernah
ditemukan.
E. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Walaupun demikian bukti-bukti epidemiologi, serologi dan histologi
menyatakan bahwa faktor infeksi terutama infeksi virus diduga memegang peranan
penting sebagai etiologi.
Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetic

F. Gejala dan Klasifikasi


Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma

Anamnesis

Limfoma Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati

Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati

Gejala sistemik (demam

Gejala sistemik (demam

intermitten, keringat malam,

intermitten, keringat malam,

BB turun)

BB turun)

Nyeri dada, batuk, napas


pendek
Pruritus

Mudah lelah
Gejala obstruksi GI tract dan
Urinary tract.

Nyeri tulang atau nyeri


punggung
Teraba pembesaran limonodi
pada satu kelompok kelenjar

perifer

(cervix, axilla, inguinal)

Cincin Waldeyer dan kelenjar

Cincin Waldeyer & kelenjar

mesenterik sering terkena

mesenterik jarang terkena


Pemeriksaan Fisik

Melibatkan banyak kelenjar

Hepatomegali &
Splenomegali

Hepatomegali &
Splenomegali
Massa di abdomen dan testis

Sindrom Vena Cava Superior


Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga dapat
ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi Costwell.
Stdium Klinis Limfoma Maligna
Untuk menentukan stadium penyakit atau menentukan luasnya penyebaran
penyakit dipakai staging menurut simposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor yaitu Rye
staging yang disempurnakan oleh kelompok dari Stanford University yang ditetapkan
pada simposium tersebut.

Stadium klinik dari limfoma maligna menurut ANN Arbor


Stadium

Kelenjar organ yang terserang

Tumor terbats pada kelenjar getah bening di satu regio

IE

Bila mengenai satu organ ekstralimfatik/ektranodal

II

Tumor mengenai dua kelenjar getah bening di satu sisi

II

diafragma
IIE

Satu organ ekstra limfatik disertai kelenjar getah


bening di dua sisi diafragma

III

IIS

Limpa disertai kelenjar getah bening di satu diafragma

IIES

Keduanya

III

Tumor mengenai kelenjar getah bening di dua sisi


diafragma

IIIE

Satu organ ekstralimfatik disertai kelenjar getah bening


di dua sisi diafragma

IIIS

Limpa disertai kelenjar getah bening di dua sisi


diafragma

IV

IIIES

Keduanya

IV

Penyebaran luas pada kelenjar getah bening dan organ

ekstralimfatik
Masing-masing stadium masih dibagi lagi menjadi dua subklasifikasi A dan B
A. Bila tanpa keluhan
B. Bila terdapat keluhan sistemik sebagi berikut:
-

Panas badan yang tidak jelas sebabnya, kumat-kumatan dengan suhu diatas
38oC

Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan

Keringat malam dan gatal-gatal

Gambar 3. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor


Gejala klinis meliputi keluhan keluhan penderita dan gejala sistemik,
pembesaran kelenjar dan penyebaran ektra nodal. Pembesaran kelenjar getah bening
merupakan keluhan utama sebagian besar penderita limfoma maligna yaitu 56,1%. Urutan
kelenjar getah bening yang paling sering terkena adalah kelenjar servikal (78,1%),
kelenjar inguinal (65,6%), kelenjar aksiler (46,6%), kelenjar mediastinal (21,8%), kelenjar
mesenterial (6,2%). Penyebaran extra nodal yang paling sering dijumpai adalah ke hepar,
pleura, paru-paru dan sum-sum tulang. Penyebaran yang jarang tapi pernah dilaporkan
adalah ke kulit, kelenjar prostat, mammae, ginjal, kandung kencing, ovarium, testis,
medula spinalis serta traktus digestivus.
Ukurannya bervariasi, mungkin akan berikatan dengan jaringan ikat tapi mudah
digerakkan dibawah kulit. Pada jenis yang ganas dan pada penyakit yang sudah stadium
lanjut sering dijumpai gejala sistemik.
G. Patogenesis
Pada sebuah penelitian Lukes mengeluarkan kelenjar getah bening regional
beberapa hari setelah vaksinasi cacar. Tenyata folikel-folikel dalam kelenjar getah bening
regional akan membesar. Di samping itu jumlah sel besar ("blast like" cells) dalam
centrum germinativum akan amat meningkat hingga sebagian dari folikel-folikel ini penuh
berisi sel-sel limfoblast yang besar. Juga dalam daerah paracortex akan ditemukan.

kenaikan jumlah sel-sel yang bentuknya menyerupai limfoblast tadi. Berdasarkan data di
atas Lukes membuat suatu teori mengenai urutan transformasi limfosit bila ada
rangsangan antigen. Bila ada rangsangan antigen maka limfosit-limfosit B dalam kelenjar
getah bening akan bertransformasi menjadi sel yang intinya melekuk ( "cleaved cells").
Sel "cleaved" yang kecil ini kemudian akan membesar dan memiliki sejumlah sitoplasma
yang berwarna biru. Lukes menamakannya "large cleaved cells " dan menganggap
kejadian ini sebagai stadium ke-2 dari proses transformasi limfosit B. Pada stadium ke-3
lekukan pada inti sel tadi akan meng hilang, inti sel berubah menjadi bulat dan tampak
adanya anak inti. Sel yang dinamakannya "small non cleaved cells' ini mempunyai
sitoplasma lebih besar dari sel pada stadium 2 "Small non-cleaved cells" ini akan
membesar lagi hingga diameternya mencapai 4-5 kali semula. Sel yang dinamakan "large
non-cleaved cells " ini mempunyai inti yang jelas dan sitoplasma yang besar serta
berwarna biru tua. Stadium 1 sampai dengan 4 ini terjadi dalam centrun germinativum sel
folikel. Sel-sel pada stadium 1 s/d 3 tak banyak mengalami mitosi sedangkan sel-sel "large
non-cleaved " aktif bermitosis. Sel "large non-cleaved" ini kemudian akan keluar dai
folikel dan masuk ke dalam daerah paracortex. Di sini sel tersebut akan bertransformasi
menjadi sel yang mempunyai sitoplasma besar, biru tua dan beranak inti besar biasanya
hanya sebuah. Sel yang tersebut terakhir ini dinamakan imunoblast. Imunoblast kemudian
akan berubah menjadi "plasmablast" yang selanjutnya berubah menjadi sel plasma. Sel
plasmalah yang kemudian membuat imunoglobulin (antibodi). Apabila ada antigen masuk
ke dalam tubuh kita maka limfosit T juga akan bertransformasi menjadi imunoblast.
Secara morfologik amat sukar untuk membedakan imunoblast T dan imunoblast B.
Perbedaan antara proses transformasi pada limfosit T dan B adalah bahwa, pada limfosit T
proses ini tidak melampaui ke-4 stadium diatas, serta imunoblast T tidak bertransformasi
lebih lanjut menjadi sel plasma. Sedangkan pada limfosit B, rangsangan antigen
menyebabkan transformasi sel yang akhirnya menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma
inilah yang membentuk antibodi ("reaksi immunitas humoral"). Penerapan pemeriksaan
imunologik pada kelenjar-kelenjar getah bening menunjukkan bahwa sel besar yang
terdapat pada centrum germinativum adalah limfosit B semata-mata. Di samping itu
limfosit-limfosit B dari centrum germinativum mempunyai kekhususan yakni memiliki

reseptor yang kuat terhadap komplemen, di samping memiliki imunoglobulin pada


permukaan sel (surface immunoglobulin). Sel plasma yang merupakan produk akhir dari
limfosit B tidak lagi memiliki imunoglobulin pada permukaan selnya. Selsel ini juga tidak
memiliki reseptor terhadap komplemen, namun sebaliknya ia memiliki imunoglobulin
intraseluler (intracytoplasmic immunoglobulin). Di antara kedua stadium ini terdapat
stadium pro-sel plasma yang hanya memiliki imunoglobulin pada permukaan sel tanpa
memiliki reseptor pada komplemen. Di antara stadium pro-sel plasma dan limfosit (B) dari
centrum germinativum ada lagi suatu stadium dengan sifat imunologik tertentu pula.
Sebelum limfosit B menjadi limfosit centrum germinativum, ia harus melalui beberapa
stadium, antara lain stadium pro-limfosit B (pre-B limphocyte)dsb. Semua stadium ini
telah diketahui sifat-sifat imunologiknya.
Para ahli hematologi di pusat-pusat penelitian ' yang besar, kemudian melakukan
pemeriksaan sitologik (cleaved cells, dsb) dan imunologik (ada tidaknya imunoglobulin
pada permukaan selnya, dsb) dari sel kanker kelenjar getah bening. Salah seorang yang
mempunyai pengalaman cukup banyak adalah Habishaw dari Inggris yang telah
melakukan pemeriksaan yang cermat pada 157 penderita kanker kelenjar getah bening
jenis non-Hodgkin. Dari penelitiannya Habeshaw melihat bahwa sel-sel (imfoma
malignum ini ternyata pada umumnya dapat dibagi dalam 3 golongan besar : Golongan
yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik maupun imunologik dari salah satu atau
beberapa stadium sel centrum germinativum (small cleaved,large cleaved,dsb) Golongan
yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik maupun imunologik dari salah satu atau
beberapa stadium "post follicular" (immunoblast, proplasma cells, plasma cells,memory B
cells). Golongan yang sel-selnya mempunyai sifat morfologik maupun imunologik dari
salah satu atau beberapa stadium "pre-follicular" (pre-B limphocyte, dsb). Pemeriksaan
semacam di atas juga menunjukkan bahwa semua sel kanker limfoma malignum yang
berasal dari limfosit B selalu mempunyai sifat monoklonal. Maksudnya, ada limfoma
malignum yang terdiri dari limfosit B pembentuk imunoglobulin M-kappa, ada yang
terdiri dari limfosit B pembentuk imunoglobulin M-lamda, G-kappa, G-lamda dan
seterusnya. para peneliti lain kemudian dapat menunjukkan bahwa frekuensi limfoma

10

malignum pada penderita-penderita pe-nyakit imunologik jauh lebih tinggi dari pada
mereka yang tidak menderita penyakit ini, bahkan ada yang cenderung untuk mengatakan
bahwa sebagian besar penderita-penderita penyakit Syorgen akan berubah menjadi
penderita limfoma malignum. Kelainan kromosom (terutama kromosom 14) yang didapat
pada penyakit defisiensi imunologik ternyata juga ditemukan pada sel-sel limfoma
malignum. Data-data di atas menyebabkan sebagian besar peneliti beranggapan bahwa
penyakit limfoma malignum (non-Hodgkin) sebenarnya hanyalah suatu reaksi imunologik
yang abnormal semata-mata. Jauh sebelum adanya hasil-hasil penelitian di atas
sebenarnya Salmon dan Saligman (1974) telah mengajukan hipotesa di atas. Hasil
penelitian lebih lanjut ternyata banyak menyokong hipotesa kedua ahli ini. Salmon dan
Saligman berpendapat bahwa penyakit limfoma malignum ini diakibatkan oleh suatu
"oncogenic event" terhadap sekelompok limfosit B yang bereaksi terhadap suatu antigen
asing. Oncogenic event ini menyebabkan terjadinya hambatan transformation pada salah
satu stadium transformasi sel limfosit B. Karena stimulasi antigen ini tetap ada, sedangkan
limfositlimfosit B tadi tak dapat membentuk antibodi yang diperlukan karena
transformasinya terhenti sebelum menjadi sel plasma: reaksi imunologik ini akan terus
menerus berlangsung. Akibatnya terjadilah penimbunan sel-sel limfosit B pada salah satu
(atau beberapa) stadium transformasinya. Karena proliferasi sel ini disebabkan stimulasi
suatu antigen "tertentu" maka limfosit B yang bertransformasi hanya limfosit B yang
"bersangkutan" pula. Oleh karena itu pada penyakit limfoma malignum selalu didapat sel
B yang monoklonal (immunoglobulin M-kappa, M-lamda, G-kappa dst.)

H. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Limfoma maligna diperlukan berbagai macam
pemeriksaan, disamping untuk memastikan penyakitnya juga untuk menentukan jenis
histopatologinya maupun staging penderita
Stadium klinis

11

Pemeriksaan-pemeriksaan yang diperlukan untuk menentukan stadium klinik adalah:


1. Anamnesa mengenai keluhan pembesaran kelenjar dan keluhan sistemik berupa
demam, penurunan berat badan, keringat malam dan gatal-gatal. Penderita tanpa
keluhan masuk dalam subklasifikasi A, sedangkan bila disertai keluhan sistemik
masuk dalam subklasifikasi B dari Ann Arbor.
2. Pemeriksaan fisik dengan mencari adanya pembesaran kelenjar getah bening
diseluruh tubuh, cincin waldeyer, pembesaran organ ekstra limfatik yang sering
terjadi pada limfoma non hodgkin
3. Biopsi kelenjar getah bening untuk menentukan apakah penderita LH atau LNH.
4. Pemeriksaan radiologi meliputi foto dada PA/ lateral, tomografi mediastinum,
limfografi kedua tungkai bawah.
5. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes faal hati
termasuk alkali fosfatase dan elektroforese protein, tes faal ginjal termasuk urin
lengkap, BUN, serum kreatinin, asam urat dan elektrolit namun semuanya
pemeriksaan ini tidak spesifik

Stadium Patologi
Untuk menentukan stadium patologi diperlukan pemeriksaan antara lain
1. Pemeriksaan aspirasi biopsi sum-sum tulang daerah kristailiaka dengan jarum
jamshidi
2. Pemeriksaan laparaskopi dengan indikasi pada staging klinis IB, IIB, IIIA dan IIIB
3. Pemeriksaan laparatomi dengan indikasi pada staging klinik I-II (A dan B) dan
IIIA
4. Pemeriksaan cairan effusi secara sitomorfologi.

12

Disamping pemeriksaan tersebut di atas guna penentuan stadium klinis dan


patologi masih terdapat banyak pemeriksaan yang hanya dilakukan pada pusat
kedokteran tertentu dalam rangka penelitian lanjutan untuk penderita limfoma.
Pemeriksaan yang dimaksud adalah:
a. Pemeriksaan Whole body scintigram dengan Galium-67 dan selenium 75
b. Whole body computed tomography
c. Ultrasonografi hati dan abdomen
d. Berbagai pemeriksaan immunologi guna menentukan status imunologi penderita
e. Penentuan serum ion, total iron capacity, ceruloplasmin, zinc, hepatoglobin,
fibrinogen, hydroxyprolin dalam urin, leucocyte alkali phospatase, hitung limfosit
absolut, antibodi pada virus epstein barr serta HLA
Guna menilai apakah limpa atau hati terserang terdapat kriteria sebagai berikut
Limpa

:terdapat pembesaran limpa yang ditopang dengan pemeriksaan radiologik


atau terdapat filling defek pada pemeriksaan sidikan dengan isotop.
Penderita dengan limpa yang membesar 50% tidak terdapat kelainan
histologik sedangkan penderita tanpa pembesaran limpa 50% terdapat
kelainan histologik.

Hati

: pembesaran hati disertai dengan peningkatan alkali fosfatase dan dua tes
faal hati yang lain abnormal atau pemeriksaan sidikan hati dengan isotop
abnormal disertai suatu kelainan faal hati.

I. Terapi
Sesudah diagnosis patologi dan stagingnya ditentukan maka mulailah
dipikirkan tentang pengobatannya.
Pengobatan penderita LNH menurut klasifikasi rapport

13

Patologi

Definisi

Stadium Pengobatan

Unfavourable

Semua

histologi

kecuali DLWD (DLPD,

terserang

DH, DM, DU, NH)

kemoterapi

limfoma

difus I, II

Radiasi

dari

kelenjar

disertai

yang

pemberian

ajuvant

C-MOPP,

BACOP, CVP atau ABP


III, IV

kemoterapi

CVP,

C-MOPP,

BACOP, CHOP, BCM, ABP


Favourable

Semua limfoma noduler

histologi

kecuali

Radiasi

noduler

histiocytic

pada

daerah

yang

terserang atau sedikit meluas


II,III,IV

Kemoterapi

menggunakan

chlorambucil atau kombinasi CVP.


Radioterapi

diperlukan

untuk

tumor besar disatu tempat


Keterangan:
C-MOPP

: Cyclophosphamide, Vincristine, procarbazine, prednisolone

CVP

: Cyclophosphamide, Vincristine, prednisolone

BACOP

: Bleomycine, adriamycine, Cyclophospamide, vincristine, prednisolone

CHOP

: Adriamycine, Bleomycine, prednisolone

Pengobatan penderita dengan LNH menurut klasifikasi IWF


Gradasi
Rendah

Lokal
Radiasi bagian yang terserang

Sedang

Kemoterapi (CHOP) di sertai Kemoterapi


radiasi bagian yang terserang

Tinggi
Kemoterapi intensif radiasi
J. Prognosis

Lanjut
Kemoterapi (Chlorambucil atau CVP)
(minimal

CHOP

atau

kombinasi kemoterapi generasi baru)


Kemoterapi intensif radiasi

Prognosis dari penderita limfoma sangat ditentukan dari:

14

a. Stadium dari penyakitnya dan tipe histologinya


b. Usia penderita. Pada usia diatas 60 tahun mempunyai prognosis yang kurang baik
c. Besarnya tumor. Pada penderita dengan ukuran tumor yang besar (ukuran diameter
lebih dari 10cm) terutama kalau terletak di mediastenum mempunyai prognosis
yang kurang baik.
d. Pada penderita yang terserang extra nodal yang multipel terutama apabila
mengenai sum-sum tulang dan hati mempunyai prognosis yang kurang baik.
e. Pada penderita yang progesif selama mendapat pengobatan atau relaps dalam
waktu kurang dari satu tahun setelah mendapat kemoterapi yang intensif
mempunyai prognosis yang kurang baik
Dugaan Sebab Kematian Penderita Limfoma
1. Infeksi bakteri dan jamur yang mungkin disebabkan oleh karena:
a. Defisiensi anti bodi dari sistem imunitas seluler
b. Neutropeni oleh karena efek samping pengobatan sitostatika ataupun oleh
karena infiltrasi limfoma ke sum-sum tulang
c. Kerusakan jaringan akibat infiltrasi limfoma
d. Infeksi ini biasanya berjalan berat dan berahkir dengan sepsis
2. Multiple organ failure seperti paru-paru, ginjal, gastrointestinal dan meningen

BAB III
KESIMPULAN

15

Limfoma non hodgkin merupakan keganasan yang terjadi pada jaringan limfatik.
Secara epidemiologi penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia dan berbagai suku bangsa.
Pada penyakit ini etiologi masih idiopatik, meskipun penelitian-penelitian yang berkaitan
sudah memiliki beberapa hipotesis yang mendukung.
Guna membantu diagnosis dan terapi Limfoma non hodgkin telah dirumuskan
beberapa klasifikasi diantaranya klasifikasi Ann arbor dan International working formula.
Deteksi yang lebih awal dan terjadi pada usia yang lebih muda akan memperbaiki
prognosis. Untuk itu pemahaman dokter mengenai Penyakit non hodgkin limfoma sangat
penting.

DAFTAR PUSTAKA

16

1. American Joint Cancer Comitee. 2012. Comparison Guide Cancer Staging


Manual. AJCC: Chicago. www.cancerstaging.com
2. Boediwarsono., Soebandiri., sugianto., Armi. A., Sedana. M.P., Ugroseno., 2007.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UNAIR: Surabaya
3. Ford-Martin,

Paula.

2005.

Malignant

Lymphoma.

[serial

online].

http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].


4. Harrison. 2005. Harrisons Manual of Medicine 16th Edition. McGraw-Hill: New
York
5. Harryanto A.R. 1980. Limfoma Malignum Kanker atau Reaksi Imunologik yang
Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran: Jakarta www.kalbe.co.id/files/cdk
/files/cdk_018_darah.pdf

6. Kumar. V., Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007. Buku ajar Patologi. EGC: Jakarta
7. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
8. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh
Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders
10. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].
11. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss
Med Wkly (134) : 472-480.

17

You might also like