Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Neoplasma limfoid mencangkup sekelompok entitas yang gambaran dan
perilaku klinisnya sangat beragam sehingga merupakan tantangan tersendiri, baik
bagi dokter maupun mahasiswa. Sebagian neoplasma ini bermanifestasi sebagai
leukemia, timbul di sumsum tulang dan beredar dalam darah perifer. Yang lain, yaitu
golongan limfoma, biasanya bermanifestasi sebagai massa tumor di dalam kelenjar
getah bening atau organ lain. Tumor yang terutama terdiri atas sel plasma, diskrasia
sel plasma, biasanya bermanifestasi sebagai massa di dalam tulang dan menyebabkan
gejala sistemik yang berkaitan dengan produksi polipeptida imunoglobulin
monoklonal komplit atau parsial. Selain kecenderungan di atas, semua neoplasma
limfoid berpotensi menyebar ke kelenjar getah bening dan berbagai jaringan di
seluruh tubuh, terutama hati, limpa, dan sum-sum tulang. Pada beberapa kasus,
limfoma atau tumor sel plasma tumpah ke darah perifer, menimbulkan gambaran
mirip leukemia. Sebaliknya, leukemia sel limfoid, yang berasal dari sum-sum tulang,
dapat menginfiltrasi kelenjar getah bening dan jaringan lain, menciptakan gambaran
histologik limfoma. Oleh karena itu, pada beberapa kasus perbedaan di antara
katergori klinis neoplasma limfoid ini mungkin samar.
Oleh karena latar belakng diatas maka penulisan karya ilmiah mengenai non
hodgkin limfoma ini perlu dilakukan.
B. Tujuan Penulisan
Pemahaman yang menyeluruh mengenai limfoma non hodgkin sangatlah
penting guna mempermudah mengenali dan memberikan pertolongan yang lebih awal
dan tepat bagi penderita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi
dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga
mengandung jaringan limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil
sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang
terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk
leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari
seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus
gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior,
pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati
thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra
mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian
superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta
dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.
B. Definisi
Limfoma maligna adalah suatu penyakit keganasan primer dari
jaringan
limfoid dan jaringan pendukunnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
Limfoma Hodgkin dan Limfoma non hodgkin.
Sel ganas pada limfoma hodgkin berasal dari sel retikulum dengan gambaran
histologis yang dianggap khas adalah adanya sel Reed-Stemberg atau variasinya yang
disebut sel hodgkin. Limfosit limfosit yang merupakan bgian integral poliferasi sel
pada penyakit ini diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap
sel-sel ganas tadi.
Sedangkan LNH pada dasarnya adalah sel limfosit yang berada pada salah
satu tingkat defernsiasinya dan berpoliferasi secara banyak
C. Klasifikasi
o Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi
tiga kelompok utama, antara lain:
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah
besar dan kecil.
(a)
(b)
Gambar 2. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg dan (b)
Limfoma Non Hodgkin
D. Epidemiologi
Limfoma maligna ditemukan diseluruh bagian dunia pada semua suku bangsa
dengan frekuensi yang berbeda-beda. Insiden limfoma maligna diberbagai negara
bervariasi antara 2-6 penderita per 100.000 penduduk.
Beberapa LNH mempunyai pola epidemiologi yang karakteristik. Limfoma
burkitt karakteristik terjadi pada anak-anak di Afrika Tengah walaupun beberapa
kasus dalam jumlah yang kecil dengan klinis yang berbeda-beda pernah dilaporkan di
Amerika Serikat.
Limfoma
abdominal
yang
memproduksi
fragmen
Heavy
chain
of
immunoglobulin di daerah laut tengah, sedangkan di daerah lain hampir tidak pernah
ditemukan.
E. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Walaupun demikian bukti-bukti epidemiologi, serologi dan histologi
menyatakan bahwa faktor infeksi terutama infeksi virus diduga memegang peranan
penting sebagai etiologi.
Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetic
Anamnesis
Limfoma Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati
Limfoma Non-Hodgkin
Asimtomatik limfadenopati
BB turun)
BB turun)
Mudah lelah
Gejala obstruksi GI tract dan
Urinary tract.
perifer
Hepatomegali &
Splenomegali
Hepatomegali &
Splenomegali
Massa di abdomen dan testis
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga dapat
ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi Costwell.
Stdium Klinis Limfoma Maligna
Untuk menentukan stadium penyakit atau menentukan luasnya penyebaran
penyakit dipakai staging menurut simposium penyakit Hodgkin di Ann Arbor yaitu Rye
staging yang disempurnakan oleh kelompok dari Stanford University yang ditetapkan
pada simposium tersebut.
IE
II
II
diafragma
IIE
III
IIS
IIES
Keduanya
III
IIIE
IIIS
IV
IIIES
Keduanya
IV
ekstralimfatik
Masing-masing stadium masih dibagi lagi menjadi dua subklasifikasi A dan B
A. Bila tanpa keluhan
B. Bila terdapat keluhan sistemik sebagi berikut:
-
Panas badan yang tidak jelas sebabnya, kumat-kumatan dengan suhu diatas
38oC
Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
kenaikan jumlah sel-sel yang bentuknya menyerupai limfoblast tadi. Berdasarkan data di
atas Lukes membuat suatu teori mengenai urutan transformasi limfosit bila ada
rangsangan antigen. Bila ada rangsangan antigen maka limfosit-limfosit B dalam kelenjar
getah bening akan bertransformasi menjadi sel yang intinya melekuk ( "cleaved cells").
Sel "cleaved" yang kecil ini kemudian akan membesar dan memiliki sejumlah sitoplasma
yang berwarna biru. Lukes menamakannya "large cleaved cells " dan menganggap
kejadian ini sebagai stadium ke-2 dari proses transformasi limfosit B. Pada stadium ke-3
lekukan pada inti sel tadi akan meng hilang, inti sel berubah menjadi bulat dan tampak
adanya anak inti. Sel yang dinamakannya "small non cleaved cells' ini mempunyai
sitoplasma lebih besar dari sel pada stadium 2 "Small non-cleaved cells" ini akan
membesar lagi hingga diameternya mencapai 4-5 kali semula. Sel yang dinamakan "large
non-cleaved cells " ini mempunyai inti yang jelas dan sitoplasma yang besar serta
berwarna biru tua. Stadium 1 sampai dengan 4 ini terjadi dalam centrun germinativum sel
folikel. Sel-sel pada stadium 1 s/d 3 tak banyak mengalami mitosi sedangkan sel-sel "large
non-cleaved " aktif bermitosis. Sel "large non-cleaved" ini kemudian akan keluar dai
folikel dan masuk ke dalam daerah paracortex. Di sini sel tersebut akan bertransformasi
menjadi sel yang mempunyai sitoplasma besar, biru tua dan beranak inti besar biasanya
hanya sebuah. Sel yang tersebut terakhir ini dinamakan imunoblast. Imunoblast kemudian
akan berubah menjadi "plasmablast" yang selanjutnya berubah menjadi sel plasma. Sel
plasmalah yang kemudian membuat imunoglobulin (antibodi). Apabila ada antigen masuk
ke dalam tubuh kita maka limfosit T juga akan bertransformasi menjadi imunoblast.
Secara morfologik amat sukar untuk membedakan imunoblast T dan imunoblast B.
Perbedaan antara proses transformasi pada limfosit T dan B adalah bahwa, pada limfosit T
proses ini tidak melampaui ke-4 stadium diatas, serta imunoblast T tidak bertransformasi
lebih lanjut menjadi sel plasma. Sedangkan pada limfosit B, rangsangan antigen
menyebabkan transformasi sel yang akhirnya menghasilkan sel-sel plasma. Sel plasma
inilah yang membentuk antibodi ("reaksi immunitas humoral"). Penerapan pemeriksaan
imunologik pada kelenjar-kelenjar getah bening menunjukkan bahwa sel besar yang
terdapat pada centrum germinativum adalah limfosit B semata-mata. Di samping itu
limfosit-limfosit B dari centrum germinativum mempunyai kekhususan yakni memiliki
10
malignum pada penderita-penderita pe-nyakit imunologik jauh lebih tinggi dari pada
mereka yang tidak menderita penyakit ini, bahkan ada yang cenderung untuk mengatakan
bahwa sebagian besar penderita-penderita penyakit Syorgen akan berubah menjadi
penderita limfoma malignum. Kelainan kromosom (terutama kromosom 14) yang didapat
pada penyakit defisiensi imunologik ternyata juga ditemukan pada sel-sel limfoma
malignum. Data-data di atas menyebabkan sebagian besar peneliti beranggapan bahwa
penyakit limfoma malignum (non-Hodgkin) sebenarnya hanyalah suatu reaksi imunologik
yang abnormal semata-mata. Jauh sebelum adanya hasil-hasil penelitian di atas
sebenarnya Salmon dan Saligman (1974) telah mengajukan hipotesa di atas. Hasil
penelitian lebih lanjut ternyata banyak menyokong hipotesa kedua ahli ini. Salmon dan
Saligman berpendapat bahwa penyakit limfoma malignum ini diakibatkan oleh suatu
"oncogenic event" terhadap sekelompok limfosit B yang bereaksi terhadap suatu antigen
asing. Oncogenic event ini menyebabkan terjadinya hambatan transformation pada salah
satu stadium transformasi sel limfosit B. Karena stimulasi antigen ini tetap ada, sedangkan
limfositlimfosit B tadi tak dapat membentuk antibodi yang diperlukan karena
transformasinya terhenti sebelum menjadi sel plasma: reaksi imunologik ini akan terus
menerus berlangsung. Akibatnya terjadilah penimbunan sel-sel limfosit B pada salah satu
(atau beberapa) stadium transformasinya. Karena proliferasi sel ini disebabkan stimulasi
suatu antigen "tertentu" maka limfosit B yang bertransformasi hanya limfosit B yang
"bersangkutan" pula. Oleh karena itu pada penyakit limfoma malignum selalu didapat sel
B yang monoklonal (immunoglobulin M-kappa, M-lamda, G-kappa dst.)
H. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Limfoma maligna diperlukan berbagai macam
pemeriksaan, disamping untuk memastikan penyakitnya juga untuk menentukan jenis
histopatologinya maupun staging penderita
Stadium klinis
11
Stadium Patologi
Untuk menentukan stadium patologi diperlukan pemeriksaan antara lain
1. Pemeriksaan aspirasi biopsi sum-sum tulang daerah kristailiaka dengan jarum
jamshidi
2. Pemeriksaan laparaskopi dengan indikasi pada staging klinis IB, IIB, IIIA dan IIIB
3. Pemeriksaan laparatomi dengan indikasi pada staging klinik I-II (A dan B) dan
IIIA
4. Pemeriksaan cairan effusi secara sitomorfologi.
12
Hati
: pembesaran hati disertai dengan peningkatan alkali fosfatase dan dua tes
faal hati yang lain abnormal atau pemeriksaan sidikan hati dengan isotop
abnormal disertai suatu kelainan faal hati.
I. Terapi
Sesudah diagnosis patologi dan stagingnya ditentukan maka mulailah
dipikirkan tentang pengobatannya.
Pengobatan penderita LNH menurut klasifikasi rapport
13
Patologi
Definisi
Stadium Pengobatan
Unfavourable
Semua
histologi
terserang
kemoterapi
limfoma
difus I, II
Radiasi
dari
kelenjar
disertai
yang
pemberian
ajuvant
C-MOPP,
kemoterapi
CVP,
C-MOPP,
histologi
kecuali
Radiasi
noduler
histiocytic
pada
daerah
yang
Kemoterapi
menggunakan
diperlukan
untuk
CVP
BACOP
CHOP
Lokal
Radiasi bagian yang terserang
Sedang
Tinggi
Kemoterapi intensif radiasi
J. Prognosis
Lanjut
Kemoterapi (Chlorambucil atau CVP)
(minimal
CHOP
atau
14
BAB III
KESIMPULAN
15
Limfoma non hodgkin merupakan keganasan yang terjadi pada jaringan limfatik.
Secara epidemiologi penyakit ini tersebar luas di seluruh dunia dan berbagai suku bangsa.
Pada penyakit ini etiologi masih idiopatik, meskipun penelitian-penelitian yang berkaitan
sudah memiliki beberapa hipotesis yang mendukung.
Guna membantu diagnosis dan terapi Limfoma non hodgkin telah dirumuskan
beberapa klasifikasi diantaranya klasifikasi Ann arbor dan International working formula.
Deteksi yang lebih awal dan terjadi pada usia yang lebih muda akan memperbaiki
prognosis. Untuk itu pemahaman dokter mengenai Penyakit non hodgkin limfoma sangat
penting.
DAFTAR PUSTAKA
16
Paula.
2005.
Malignant
Lymphoma.
[serial
online].
6. Kumar. V., Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007. Buku ajar Patologi. EGC: Jakarta
7. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
8. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh
Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders
10. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].
11. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma. Swiss
Med Wkly (134) : 472-480.
17