Professional Documents
Culture Documents
FAMILY MEDICINE
ANAK DENGAN EPILEPSI POST TRAUMA DAN GANGGUAN
TUMBUH KEMBANG PADA KELUARGA MAJEMUK
Kelompok 25
0910211038
3. Ni Putu Anisa
0910211040
4. Anisa Dian
0810211006
5. Reza Fahlevi
0819211062
0910211066
2. Yunita Amelia
0910211038
3. Ni Putu Anisa
0910211040
4. Anisa Dian
0810211006
5. Reza Fahlevi
0819211062
dr. Anisah
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah Field Study ini dapat kami selesaikan. Kami
mengucapkan terima kasih kepada pembimbing kami dr. Anisah yang telah membantu dalam proses
pembuatan makalah field study, serta teman teman kelompok yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun dari hasilkunjungan kami selama field study. Dengan demikian mahasiswa
dituntut untuk mampu berpikir secara kritis dan mampu untuk menganalisis suatu data, sehingga
mahasiswa dapat memahami konsep serta mampu memecahkan masalah dalam kasus- kasus yang
terjadi.
Tujuannya adalah untuk memperkaya pengetahuan mahasiswa, agar kita dapat selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam ilmu kedokteran. Penulis
menyadari kekurangan dalam penulisan makalah ini. Jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini,
kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan di kemudian hari.
Penyusun
Kelompok 25
Abstrak
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu
eksaserbasi (kekambuhan) dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat disfungsi otak dimanifestasikan
sebagai fenomena motorik, sensorik, otonomik atau psikis yang abnormal. Faktor genetik memiliki
peran penting pada terjadinya epilepsi. Menurut usianya, faktor penyebab epilepsi pada pasien
berkaitan dengan trauma lahir, malformasi congenital, infeksi, trauma, kelainan metabolik, dan
idiopatik (genetik). Tindakan kuratif yang dilakukan adalah dengan melakukan tindakan nonfarmakologi dan farmakolgi yang teratur dan tepat untuk menangani resiko kelainan yang lebih besar.
Epilepsi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan dari laporan kasus ini
pembuktian bahwa pelayanan kedokteran keluarga dapat berfungsi untuk deteksi dini maupun untuk
penyelesaian kasus dan partisipasi keluarga turut menentukan keberhasilan pelayanan. Pasien adalah
anak berusia 2 tahun dari keluarga inti, ibu selaku pelaku rawat yang memiliki pendidikan tamat SMA
dan ayah selaku kepala keluarga bekerja sebagai kurir dengan pendidikan tamat SMA yang juga
perokok aktif. Pasien menderita epilepsi dengan faktor pencetus berupa trauma atau benturan pada
kepala. Pasien melakukan pemeriksaan rutin dan diberikan tatalaksana tepat berupa tatalaksana nonfarmakologi dan farmakologi. Peran orangtua, khususnya pelaku rawat memiliki peran penting pada
tumbuh kembang pasien, pelaku rawat telah cukup mengerti tentang penyakit pasien dan kebutuhan
gizi pasien. Lingkungan rumah yang tidak cukup bersih dan sehat, menyebabkan pasien mudah
terkena
infeksi.
Penerapan
bentuk
pelayanan
kesehatan
yang
holistik,
komprehensif,
berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan memandang pasien sebagai bagian dari dirinya
sendiri, keluarga dan lingkungannya, serta adanya kemitraan kerja merupakan karakteristik dari
praktik dokter keluarga.
Kata kunci: Epilepsi, Epilepsi Pasca Trauma, Dokter Keluarga
Abstract
Epilepsy is a repetitive seizures suddenly attack people look healthy or an exacerbation in
chronic disease as caused of brain dysfunction such a motoric dysorder, sensoric, otonomic, or mental
abnormality. Genetic factor has important role in epilepsy. By the age, the cause factor of epilepsy
correlated by born-trauma, congenital malformation, infection, trauma, metabolic disorder, and
idiopathic (mostly genetic). Holistic treatment given is to do routine and proper non-pharmacologic
treatment and pharmacologic treatment (medicine) to reduce bigger disability risks. Epilepsy
influences growth of child. The aim of case study is as evidence that family medicine services can
have function as early determination and or a case-solving, family participation influences health
services succeed. Patient is a 2 years old child, mother as a sitter with last education as high school
and father as a head-family worked as employee with last education as high-school. Patient is
diagnosed as epilepsy caused by trauma on head (post-trauma epilepsy). Patient does routine general
check up and given proper and holistic treatment with non-pharmacology and pharmacology
treatment. Parents role, as a sitter have an important role in patients growth, and they understand
enough about patients disease, treatment, and nutrition need. Home environment that is not clean and
healthy enough is causing the patient to be infections. Application form of holistic health care,
comprehensive, continuous, integrated and complete, in view of the patient as a part of himself, his
family and the environment, as well as the working partnership is a characteristic of the practice of
family physicians.
Key Word: Epilepsy, Epilepsy Post Trauma, Family Medicine
Pendahuluan
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologi yang umum terjadi didunia.(WHO, 2001).
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf kronik kejang berulang muncul tanpa diprovokasi.
Penyebabnya adalah kelainan bangkitan listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian
maupun seluruh bagian otak. Keadaan ini bisa di indikasikan sebagai disfungsi otak (Shorvon, 2001).
Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang
mencapai 100/100,000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya
40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut (WHO,
2001). Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara berkembang.
Prevalensi epilepsi di seluruh dunia mencapai 5-20 orang per 1000 penduduk. Sayangnya belum ada
penelitian tentang berapa tepatnya prevalensi epilepsi di Indonesia. Namun diperkirakan berkisar
antara 0,5-1,2% (WHO,2001).
Epilepsi yang merupakan penyakit saraf kronik masih tetap merupakan problem medik dan
sosial (WHO,2001). Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi neuron bisa
berdampak pada gangguan fisik dan mental dalam hal gangguan kognitif (WHO,2001). Epilepsi dapat
mengakibatkan kualitas hidup penderita memburuk karena dampak sosial dan psikologis yang dialami
oleh penderitanya. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan
konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang
tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri ) (Pinzon,2006). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada
masa anak-anak (Purba,2008).
Berdasarkan hal tersebut diatas, diperlukan pendekatan kedokteran keluarga yang
komprehensif.
Ilustrasi Kasus
Seorang anak laki-laki, H , usia 2 tahun, adalah anak dari keluarga majemuk yang mempunyai
ayah sebagai kurir agen perjalanan dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Saat ini berat badan pasien 15
kg dengan tinggi badan 72 cm. Ibu pasien mengaku sewaktu mengandung melakukan ANC lengkap,
yaitu 3 kali selama hamil. Pasien lahir normal.
Dari anamnesis dengan ibu pasien, didapatkan bahwa anaknya tidak dapat berdiri dan berjalan.
Ketika usia 1 tahun anak H jatuh dan kepalanya terbentur dinding. Setelah itu pandangan pasien
kosong ke depan, semua ekstremitas kaku,pasien tidak dapat merenspon orang lain, kemudian pasien
terjatuh. Kedua mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak mengeluarkan busa, kepala tidak menoleh,
lidah tidak tergigit. Durasi selama beberapa detik. Kemudian pasien sadar seperti biasa dan mengeluh
sakit. Sejak kejadian tersebut, pasien mengalami kejang seluruh ekstremitas berulang sebanyak 12 kali
berturu-turut. Serangan biasanya muncul tiba-tiba. Setelah kejadian tersebut pasien sering panas 40C
tapi tidak menimbulkan kejang. Riwayat imunisasi lengkap, riwayat kehamilan dan persalinan normal.
Kemudian pasien dibawa berobat jalan ke RS Mitra Keluarga oleh ibu dan neneknya.Setelah di
rumah pasien mengalami kejang sebanyak 12 kali dan pasien kemudian dirawat di RS Mitra
Keluarga,dari pemeriksaan CT Scan didapatkan tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan
Elektroensefalografi (EEG) didapatkan hasil gejala epilepsi. Pasien sedang dalam pengobatan epilepsi
yang dikontrol secara rutin sebulan sekali ke rumah sakit. Tidak ada anggota keluarga yang menderita
keluhan yang sama. Pasien diberi obat untuk pengobatan epilepsinya yang diminum setiap hari
sebanyak 3 kali sehari. Setelah itu keluhan sudah tidak timbul lagi .Selain itu, setiap 1 kali
seminggu,pasien menjalani terapi pijat kaki tradisional.
Di rumah pasien tinggal bersama nenek, ayah, ibu, paman dan bibinya. Ayah pasien, Tn. S, 34
tahun, tamat SMA, sebagai kurir agen perjalanan, ayah bekerja dari pagi hingga malam, status
pernikahan adalah pernikahan pertama dan menikah ketika berumur 31 tahun. Ibu pasien sebagai
pelaku rawat, Ny.S, 23 tahun, tamat SMA, pekerjaan ibu rumah tangga, status pernikahan adalah
pernikahan pertama dan menikah ketika berumur 20 tahun.
Rumah pasien berada di lingkungan padat penduduk dengan ukuran 8m x 5m, tampak belum
pernah dilakukan renovasi. Tembok dilapisi cat namun warnanya agak kotor. Sinar matahari sedikit
yang dapat masuk ke dalam rumah. Jendela < 20% dar luas lantai. Atap terbuat dari asbes dengan
7
langit-langit terbuat dari triplek. Lantai terbuat dari keramik. Dinding jenis tembok. Terdapat 2 kamar
masing-masing berukuran 2,5m x 2,5m , terdapat 1 buah gudang yang berukuran 2m x 2,5m dan dapur
dengan ukuran 3m x 2,5m. Kamar mandi dan jamban digunakan bersama dengan tetangga di
sebelahnya. Ventilasi kurang sehingga rumah terasa lembab. Hanya ada jendela berukuran 120cm x
120cm .Kebersihan dan kerapihan rumah kurang. Gaji kepala keluarga Rp.800.000/bulan. Keluarga
pasien memiliki Jamsostek. Selama ini keluarga berobat ke puskesmas dan ketika sakit pasien
menggunakan jamsostek yang dia miliki.
3M
KAMAR
TIDUR
2,4 M
2,6 M
2,5
MM
2M
3M
DAPUR
2,5
M
8M
GUDANG
5M
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak dengan kesadaran kompos mentis,
dengan status generalis dalam batas normal, status gizi baik, BB 15 kg, TB 72 cm dan pada
pemeriksaan kedua kaki pasien tampak normal namun pasien tidak dapat berdiri dan berjalan sendiri.
Ny. D
60 thn
Ny. S
26 thn
+
Tn. H
30 thn
Ny. S
23 thn
Tn. S
34 thn
An. H
2
thn
Perempua
n
Laki-laki
Meninggal
Pasien
Cera
i
Tinggal
satu
rumah
Gambar 1. Genogram
10
Aspek Klinis
Aspek Individual
Aspek Psikososial
dengan
Diagnosis Keluarga
Keluarga majemuk dengan kepala keluarga yang mempunyai pekerjaan dengan penghasilan
rendah. Orang tua berharap anaknya bisa sembuh dan bias berdiri serta berjalan sendiri.
Indikator Keberhasilan
Tidak terjadinya kekambuhan epilepsi pasien. Pasien rajin kontrol ke rumah sakit, rajin menjalani
terapi pijat kaki dan minum obat setiap hari sesuai anjuran dokter. Pasien tidak buang air kecil
sembarangan. Keluarga pasien rajin melatih pasien untuk berdiri dan berjalan. Orang tua,khususnya
ibu pasien yang bertindak sebagai pelaku rawat memahami prinsip gizi seimbang dan pemberian
nutrisi sesuai usia dan kebutuhan pasien. Setiap anggota keluarga memahami pentingnya peranan
11
keluarga dalam memperbaiki kesehatan keluarga.Terciptanya kerapihan dan kebersihan rumah. Nenek
pasien dapat menjaga pola makan, menghindari stress dan tekanan darah dapat turun.
Alur Intervensi
12
Dengan masalah yang ada berupa penyakit epilepsi dan gangguan tumbuh kembang pada anak dan
penyakit hipertensi yang diderita nenek maka di lakukan berbagai tindakan untuk membantu pasien
menangani masalah-masalah yang ada, diantaranya :
13
1. Memberikan edukasi pengetahuan Penyakit Epilpesi dan Pencegahannya kepada keluarga pasien
a. Menerangkan kepada orang tua pasien tentang proses penyakit dan perkembangan
penyakitnya serta resiko yang akan dialami pasien bila tidak dilakukan pengobatan dan
perawatan
b. Menerangkan hal-hal yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit yang diderita
anak agar dihindari
c. Mengingatkan orang tua pasien untuk kontrol status kesehatan anaknya sesuai jadwal
yang ditetapkan dokter
d.
2. Memberikan Edukasi Pengetahuan Tentang Gangguan Tumbuh Kembang Anak
a. Menerangkan kepada orang tua pasien tentang Gangguan Tumbuh Kembang Anak serta
resiko yang akan dialami pasien bila tidak dilakukan penanganan dan pelatihan.
b. Memberikan poster tentang urutan tumbuh kembang anak sesuai umur.
c. Menerangkan cara melatih anak agar aktif berdiri dan berjalan dengan membirikan
playskool
3. Memberikan edukasi pengetahuan penyakit hipertensi kepada keluarga dan penanganan nya.
a. Menerangkan kepada orang tua pasien tentang proses penyakit dan perkembangan
penyakitnya serta resiko yang akan dialami pasien bila tidak dilakukan pengobatan dan
perawatan
b. Melakukan penilaian tekanan darah setiap kali kunjungan
c. Menerangkan cara mencegah penyakit dan memberikan garam hipertensi yang
bertujuan untuk mencegah penyakit
4. Memberikan edukasi tentang Kesehatan keluarga dan pembinaan keluarga yang bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan keluarga dengan cara kunjungan rumah, untuk identifikasi masalah
yang berkaitan dengan kesehatan pasien, maupun kesehatan anggota keluarga lain nya.
a.
b.
c.
d.
14
Dilakukan penilaian terhadap penguasaan masalah dan kemampuan beradaptasi yang dapat dilihat
dari table 1.Penilaian kemampuan mengatasi masalah secara keseluruhan dan kemampuan adaptasi
dengan skala :
99
: Tidak ada partisipasi, menolak, tidak ada penyelesaian walaupun sarana tersedia
: Partisipasi keluarga hanya beupa keinginan saja karena tidak mampu, tidak ada sumber,
penyelesaian sepenuhnya dilakukan oleh dokter/orang lain/pelayanan kesehatan
: Ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber namun perlu penggalian yang belum
dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan sebagian besar masih dilakukan
provider
: Penyelesaian hampir seluruhnya oleh keluarga dengan sedikit petunjuk dari orang
lain/dokter/pelayanan kesehatan
Masalah
Rencana Intervensi
Hasil
Nilai Kopling
Awal
Akhir
1.
Biologis:
Edukasi mengenai
penyakit,
tentang epilepsi
pencegahannya
melalui penyuluhan
3
Pemberian mainan
(playskool)
15
mengalami
minum susu
hipertensi
pasien , pemberian
Edukasi mengenai
penyakit,pencegahan
nya melalui
penyuluhan, dan
mengerti tentang
pemberian garam
Nutrisaline
susu formula
pencetus (stress)
2.
Kebersihan diri:
2.1 Pelaku rawat kurang
memperhatikan
Edukasi mengenai
Edukasi mengenai
toilet training
kebersihan diri
kebersihan diri
pasien, kuku pasien
tidak di potong
2.2 Pasien buang air
kecil sembarangan
air kecil
3.
Kebersihan rumah:
3.1 Kebersihan kurang Edukasi
terjaga,
barang- kebersihan
barang
pakaian
digantung
dibelakang pintu
rumah berantakan
Pakaian
masih 2
digantung dibelakang
pintu
16
3.2
Ventilasi
penerangan
dan Edukasi
22
2,4
27
3
kurang
Total koping
Rata-rata
Pada awal studi diperoleh nilai 2, yaitu keluarga cukup mampu menyelesaikan sedikit masalahnya dan
masih memerlukan petunjuk penyelesaian maslah dari orang lain/dokter/pelayanan kesehatan. Pada
akhir studi dilakukan penilaian kembali kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Nilai akhir
koping keluarga yang didapat adalah 3, yaitu Ada keinginan untuk penyelesaian, terdapat sumber
namun perlu penggalian yang belum dimanfaatkan, hanya sedikit atas partisipasi keluarga dan
sebagian besar masih dilakukan oleh orang lain/dokter/pelayanan kesehatan.
Hasil Intervensi
1. Orang tua pasien mengupayakan untuk terus melatih anaknya berjalan untuk membantu
menguatkan otot kakinya.
2. Dianjurkan untuk rajin kontrol setiap bulan ke dokter anak agar penyakitnya dapat dipantau.
17
3. Telah dilakukan edukasi kepada orang tua pasien untuk terus meminum obatnya tepat waktu
dan hindari stress pada anak seperti memberi perhatian dan jangan sampai anak kelelahan
ketika bermain.
4. Telah dilakukan juga edukasi mengenai gizi seimbang pada orang tua pasien dan orang tua
pasien bersedia untuk mengatur pola makan anak yang sedikit namun sering.
5. Orang tua pasien mengupayakan pemberian gizi seimbang yang berarti mendapatkan cukup
semua kelompok zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air
untuk keperluan tubuh yang sesuai dengan kebutuhan anak.
6. Orang tua pasien bersedia untuk lebih menjaga kebersihan lingkungan rumah.
7. Menjaga kebersihan pasien agar tidak terkena infeksi yang bisa memicu gejalanya kembali
kambuh.
Hasil
pembinaan
keluarga
secara
keseluruhan
menunjukkan
peningkatan
indeks
koping/penguasaan masalah dari 2,8 sebelum pembinaan menjadi 3,3 setelah pembinaan. Konsep
pelayanan kedokteran keluarga telah dijalankan dan perlu ditunjang dengan kerjasama yang baik
antara provider kesehatan serta keluarga.
Pembahasan
Dalam penanganan kasus ini dilakukan pendekatan kedokteran keluarga untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang holistik, komprehensif, berkesinambungan, terpadu dan paripurna, dengan
memandang pasien sebagai bagian dari dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya.
18
Pasien An. H (2 tahun) didiagnosis epilepsi berdasarkan anamnesa adanya kejang berulang
yang ditemui lebih dari dua kali dalm waktu kurang dari 24 jam. Epilepsi adalah kejang yang
menyerang seseorang yang tampak sehat atau sebagai suatu eksaserbasi (kekambuhan) dalam kondisi
sakit kronis sebagai akibat disfungsi otak dimanifestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik,
otonomik atau psikis yang abnormal.
Kejang (konvulsion) adalah aktivitas motorik dan gangguan fenomena sensorik akibat dari
pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai gangguan kesadaran. Kejang merupakan pergerakan
abnormal akibat perubahan tonus otot yang distimulasi oleh pelepasan muatan listrik yang tidak
terkontrol.
Faktor genetik memiliki peran penting pada terjadinya epilepsi. Menurut usianya, faktor
penyebab epilepsi pada An.H berkaitan dengan trauma lahir, malformasi congenital, infeksi, trauma,
kelainan metabolik, dan idiopatik (genetik). Penyebab lain terjadinya epilepsi yang jarang ditemukan
pada usia bayi dan anak-anak adalah yang berkaitan dengan obat, neoplasma, alkohol, dan penyakit
pembuluh darah. Epilepsi umum primer atau idiopatik biasanya terjadi sebeum usia 18 tahun. Kejang
pertama yang terjadi pada usia lebih dari 18 tahun biasanya akibat proses fokal atau kelainan
metabolik.
Menurut hasil allo-anamnesa, An. H mengalami epilepsi setelah trauma kepala yang diderita,
kurang dari 24 jam setelah trauma pasien mengalami kejang sebanyak 12 kali berturut-turut sampai
diberikan penanganan di rumah sakit. Epilepsi pasca trauma cenderung mempunyai riwayat keluarga
yang menderita epilepsi..
Patofisiologi dari epilepsi adalah kelainan aktivitas listrik neuron. Serangan epilepsi akan
muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan
berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan
epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara
bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan
bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan
fungsi otak yang terkena dan terlibat.
Terdapat macam-macam kejang pada epilepsi,
Kejang Tonik
19
Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai desebrasi, atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortifikasi. Peningkatan mendadak
tonus otot (menjadi kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi
tungkai.
Kejang Klonik
Bentuk klinik kejang fokal berlangsung antara 1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini
disebabkan oleh kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau
oleh ensefalopati metabolik. Gerakan menyentak, repetitive, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple di lengan, tungkai dan torso.
Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat
anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Menurut hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, kejang yang diderita An. Hf merupakan
kejang tonik tanpa penurunan kesadaran. Didapatkan kejang pada pasien berupa kekakuan pada
ekstremitas, peningkatan mendadak tonus otot (kaku dan kontraksi) pada wajah dan tubuh bagian atas,
dengan ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah.
Gejala epilepsi (ILAE) untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi.
1. Serangan parsial
a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).
i. Motorik
ii. Sensorik
iii. Otonom
iv. Psikis
b. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
i. Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.
ii. Gangguan kesadaran saat awal serangan.
20
Non farmakologi:
Amati faktor pemicu
Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, olahraga berat, konsumsi kopi atau
alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
Fisioterapi
Farmakologi (Obat Anti Epilepsi / Antiepileptic Drug / AED)
Obat-obatan yang meningkatkan inaktivasi kanal Na: Fenitoin, Karbamazepin, Lomotigrin,
Oskarbazepin, Valproat
Agonis GABA
Menghambat GABA transaminase
: Benzodiazepine, Barbiturat
: Vigabatrin
21
Lebih dari 50% penderita epilepsi pasca trauma berkembang dalam tahun pertama setelah
trauma, dan lebih dari 80% berkembang dalam 4 tahun setelah trauma. Jangan hentikan pengobatan
anti kejang dengan mendadak, penghentian obat harus melalui tahapan pengurangan takaran selang
beberapa minggu.
An. H sudah tidak mengalami kejang selama terapi secara rutin melalui terapi non-farmakologi
dan farmakologi. Terapi non-farmakologi berupa fisioterapi dilakukan untuk memberikan tatalaksana
terhadap kelemahan pada ekstremitas bawah yang disebabkan oleh epilepsi pasien. Kecukupan gizi
pada pasien harus dipenuhi untuk mengejar pertumbuhan pasien yang terhambat.
Kecukupan gizi pada pasien ditentukan dari pendapatan orangtua, atau status ekonominya.
Pendapatan keluarga pada pasien adalah dalam kategori rendah. Pemenuhan kebutuhan keluarga
sepenuhnya hanya dari penghasilan kepala keluarga. Namun, orangtua berusaha memenuhi kebutuhan
gizi dan pengobatan pada pasien sebagai skala prioritas. Pada awal sebelum pembinaan, diberikan
menu yang sesuai dengan usia pasien dan penjelasan tentang tumbuh kembang anak agar keluarga
dapat memantau perkembangan dan pertumbuhan pasien. Setelah dilakukan pembinaan mengenai
edukasi pentingnya gizi seimbang terutama untuk balita, keluarga mulai memprioritaskan makanan
yang bergizi untuk pemenuhan kebutuhan pangan.
Pola pengasuhan anak cukup memadai. Setiap keluarga diharapkan dapat menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial. Hal ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan dalam pola asuh, dalam kesehatan anak,
khususnya mengenai gizi. Pelaku rawat memiliki pendidikan terakhir SMA dan kepala keluarga SMA.
Dari tingkat pendidikan sebenarnya pengetahuan mereka cukup dan sudah cukup mengerti bagaimana
merawat anaknya. Faktor sosial pelaku rawat juga sudah mengajari pasien bagaimana bersosialisasi
paling tidak dengan balita seusianya di lingkungan perumahan dan mengajari agar pasien tidak minder
dengan keadaannya juga memotivasi pasien untuk sembuh. Seringnya pasien terkena penyakit infeksi
juga menunjukkan kurangnya pengetahuan pasien mengenai pencegahan penyakit menular. Kondisi
higiene pasien menjadi salah satu penyebab utama mudahnya pasien sakit selain kondisi status
gizinya.
MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi yang diberikan kepada
bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya setelah umur 4 bulan. Pada umur 4-6 bulan (masa
22
transisi), bayi terus minum ASI dan mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
MP-ASI berbentuk lumat atau setengah cair. Pemberian ASI harus didahulukan sebelum MP-ASI
(Departemen Kesehatan RI, 2006).
Pada umur 6-9 bulan, kuantitas dan kualitas MP-ASI perlu diperhatikan. MP-ASI diberikan
sesuai umur bayi, minimal diberikan 3 x sehari. Porsi MP-ASI setiap kali makan sebagai berikut:
Pada umur 6 bulan, berikan minimal 6 sendok makan
Pada umur 7 bulan, berikan minimal 7 sendok makan
Pada umur 8 dan 9 bulan, berturut-turut berikan 8 dan 9 sendok
makan.
Sejak umur 10 bulan, makanan keluarga perlu diperkenalkan kepada bayi, agar pada saat
berumur 12 bulan, bayi sudah dapat makan bersama keluarga. Porsi makanan anak 12 bulan kira-kira
separuh dari porsi orang dewasa. Pemberian ASI tetap diteruskan sampai bayi berumur 2 tahun.
Makanan selingan yang bergizi (bubur kacang hijau, biskuit, pepaya/jeruk) perlu diberikan.Pada umur
24 bulan, secara bertahap anak perlu disapih. Antara lain dengan menjarangkan waktu menyusui.
Pada usia balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat. Karena itu kebutuhan zat
gizi tiap satuan berat badan relatif lebih tinggi dari kelompok umur lain. Contohnya adalah kebutuhan
energi bayi/balita 100-120 kilokalori per kilogram berat badan, sedangkan pada orang dewasa 40-50
kilokalori per kilogram berat badan. Kebutuhan protein bayi/balita: 2-2,5 gram/kilogram berat badan,
sedangkan untuk orang dewasa 1 gram per kilogram berat badan. Dari contoh ini terlihat, bahwa
makin bertambah umur, kebutuhan zat gizi seseorang relatif lebih rendah untuk tiap kilogram berat
badannya (Departemen Kesehatan RI, 2006). ASI hanya baik komposisinya sampai usia 6 bulan dan
perlu ditambahkan makanan pendamping ASI samapai usia 24 bulan, setelah itu komposisi ASI baik
kualitas dan kuantitasnya menjadi sangat berkurang.
Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang
beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik
kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu,
makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas
kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa
dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya
23
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga antara
lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mie. Minyak, margarin dan
santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga
menunjang aktivitas sehari-hari. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan,
ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah semua
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
Kondisi rumah yang perlu diperhatikan adalah kecukupan ventilasi dan kebersihan di dalam
rumah. Lingkungan padat berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi dengan mudah. Ventilasi
rumah kurang memadai, hal ini berdampak buruk bagi kesehatan antara lain: berkurangnya kadar
oksigen, adanya bau pengap, suhu udara ruangan menjadi naik, dan kelembapan udara menjadi
bertambah. Kecepatan aliran udara penting untuk mempercepat pembersihan udara ruangan.
Kecepatan udara dikatakan sedang jika gerak udara 5-20 cm per detik atau volume pertukaran udara
bersih antara 25-30 cfm (cubic feet per minute) untuk setiap orang yang berada di dalam ruangan. Hal
yang sama juga pada luas rumah. Kepadatan penghuni pada keluarga ini memenuhi standar ( 2 orang
per 8 m2). Luas rumah adalah 12,375 m2, anggota keluarga dihitung 2,5 karena pasien masih berumur
38 bulan. Sesuai dengan ketentuan anak < 1 tahun tidak diperhitungkan dan umur 1-10 tahun dihitung
setengah. Maka kepadatan adalah 2 orang per 4,95 m2.
Saran
1. Komunikasi :
Dalam melakukan edukasi tentang penatalaksanaan penyakit, melatih tumbuh kembang anak,
mengingat pendidikan orang tua pasien yang rendah, maka harus dijelaskan dengan menggunakan
bahasa yang sederhana, mudah dimengerti dan media yang dapat diterima oleh pasien.
24
Penutup
Epilepsi dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti genetik, trauma kepala, dan lain-lain.
Disamping itu pola asuh yang salah, dan kurangnya perhatian kepada pasien dapat memperburuk
keadaannya. Epilepsi dapat menyebabkan gangguan mental, fisik, psikologis. Salah satunya dapat
mempengaruhi tumbuh kembang seseorang. Oleh karena itu, pendekatan kedokteran keluarga sangat
diperlukan dalam penanganan masalah gizi di masyarakat.
pasien dan keluarga serta perbaikan konsep pelayanan keluarga yang bermutu sesuai standar
pelayanan kesehatan keluarga yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Pinzon, Rizaldy. Karakteristik Prognosis Epilepsi. Dexa Medica, No. 3, Vol. 19, Juli - September
2006.
Purba, Jan Sudir. Epilepsi : Permasalahan di reseptor atau neurotransmitter. Medicinus Scientific
Journal of pharmaceutical development and medical application. Vol 21, nov-des, no.4.2008.
26
Shorvon S. Status epilepticus. Program and abstracts of the 17th World Congress of Neurology; June
17-22, 2001; London, UK. J Neurol Sci. 2001;187(suppl 1):S213
WHO. Epilepsy: aetiology, epidemiology and prognosis. 2001. (WWW) http://www.who.intf
mediacentre facts heets1fs165fen print. html (14/ 02/2006).
WHO. Epilepsy in The World. Health Report: Mental Health : New Understanding, New Hope,
WHO , 2001
WHO. Epilepsy : Social Consequences and Economic Aspects, WHO Fact Sheet No. 166, 2001
Lampiran
BERKAS KELUARGA
(berkas ini merupakan rekam medik yang harus dijaga kerahasiaannya,identitas keluarga hanya boleh dicantumkan inisial
dalam penulisan laporan dan presentasi , namun dicantumkan lengkap dalam berkas ini)
Kelompok : 25
Reza Fahlevi
(0810211062)
Yunita Amelia (0910211038)
Anisa Dian
(0810211006)
Ni Putu Anisa (0910211040)
(0910211066)
Durasi Pembinaan :
Tgl Bertemu : I.
19 Desember 2012
I. Identitas Keluarga
a. Nama kepala keluarga : Bpk. Sulaiman
b. Alamat rumah : jln. M. Yusuf Rt 1 Rw 21, Kelurahan Mekar jaya Depok
c. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah :
KEDUDUKAN
NO
DALAM
L/P
UMUR
Djuriah
Sulaiman
KELUARGA
Nenek
Kepala
P
L
60 thn
34 thn
3.
4.
Siti Romlah
Hafidz
Keluarga/Ayah
Ibu
Anak
P
L
5.
Rumsiah
Kakak ipar
1.
2.
NAMA
PENDIDIKAN
PEKERJAAN
Tamat SD
Tamat SMA
23 thn
2 thn
Tamat SMA
Perjalanan
Ibu Rumah Tangga
26 thn
Tamat SMA
Karyawan Swasta
30 thn
Tamat D3
Karyawan Swasta
KETERANGAN
Belum sekolah
kepala keluarga
5.
Handriantono
Suami kakak
Ipar kepala
28
keluarga
3. Keluarga ekstended
6. Kel.ortu lansia
Ny. S
26 thn
g. Genogram
+
Tn. H
30 thn
Ny. S
23 thn
Tn. S
34 thn
An. H
2
thn
Perempua
n
Laki-laki
Meninggal
Pasien
Cera
i
Gambar 1. Genogram
Tinggal
satu
rumah
29
KAMAR
TIDUR
2,4 M
2,6 M
2,5
MM
8M
2M
3M
2,5
M
DAPUR
GUDANG
5M
b. Jenis Lantai
: 1. Tanah dikeraskan
2.Plesteran Semen
3. Ubin
4. Keramik
5. Marmer
c. Jenis Atap
: 1. Seng
2. Asbes
3. Genteng
d. Jenis Dinding
: 1. Anyaman
2. Tripleks
3. Kayu
4. Bata tanpa
plester
5. Tembok dilapisi cat
30
e. Apakah dapat membaca tulisan /huruf didalam rumah tanpa bantuan sinar lampu listrik pada
siang hari ?
1. Ya
2. Tidak
: 1. <20%
2. >20%
2. >20%
2. Tidak
Perencanaan dalam mengatur jumlah anak, ibu dan ayah tidak menambah anak sebelum
pasien sembuh dari sakitnya.
a.2 Pengambilan keputusan perencanaan keluarga adalah :
1. Suami
2.Istri
3. Berdua
Ibu
Djuriah
Rumsiah
Ayah
Hafidz
Handriantono
3. 1 minggu sekali
4. 2 3 kali sehari
7. Lainnya _________________
b.3 Keputusan dalam keluarga berdasarkan :
1. Perintah ayah
2. Perintah ibu
6. Lainnya ________________________
b.4 Deskripsi keadaan keluarga :
Ayah bekerja sebagai kurir agen perjalanan sedangkan ibu seorang ibu rumah tangga. Keluarga ini
mempunyai 1 anak. Pengambilan keputusan dalam keluarga berdasarkan perintah ibu,sehingga ibu
lebih dominan dalam pengambilan perencanaan keputusan. Ibu menggubakan kontrasepsi KB,
yaitu suntik Kb 3 bulan. Anggota keluarga berkumpul setiap hari. Anaknya dekat dekat
ayah,nenek dan ibunya. Adaa konflik dalam keluarga, yaitu nenek dengan ayah, sehingga resiko
stress psikologis akibat masalah keluarga cukup berpengaruh.
32
4.Lainnya__
b. Kebutuhan pendidikan :
c. Kebutuhan spiritual :
d. Kebutuhan Kesehatan :
1. Tidak ada perencanaan khusus untuk kesehatan
2. Datang ke pelayanan kesehatan/dokter tertentu untuk kuratif saja
3. Datang ke pelayanan kesehatan/dokter tertentu untuk kuratif dan
preventif
4. Mempunyai buku / catatan kesehatan anggota keluarga
5. Lainnya ______________________________________________
e. Deskripsi mengenai pemenuhan kebutuhan keluarga :
Untuk pemenuhan kebutuhan keluarga pada keluarga ini terbilang mencukupi. Pemenuhan kebutuhan
ekonomi selain kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan juga terdapat pemenuhan
kebutuhan sekunder seperti pendidikan dan spiritual. Jika anggota keluarga ada yang sakit,akan
dibawa berobat ke dokter puskesmas. Kepala keluarga dan istri berpendidikan lulus Sma, maka
mempunyai pengetahuan yang cukup baik mengenai pencegahan penyakit. Imunisasi anak lengkap,
dan kontrol secara teratur ke dokter. Ibu dapat memonitor kesehatan anaknya dengan baik.
33
a.2 Jenis :
a.3 Jumlah :
d. Kebiasaan Merokok :
1. Tidak
2. Ya
e. Deskripsi mengenai gaya hidup keluarga :
Anggota keluarga yaitu ibu, nenek, dan anak setiap hari mengkonsumsi makanan yang
dihidangkan oleh ibu, sehingga gizi dapat tercukupi. Namun anaknya susah untuk makan.
Ayah,bibi,paman mengkonsumsi makanan yang dibei didekat tempat kerjanya. Tidak diketahui
makanan yang dikonsumsi. Tidak terdapat masalah gizi pada keluarga ini. Kepala keluarga
merokok kurang dari 1 bungkus per hari, sehingga dapat berisiko jantung, hipertensi,dan paruparu. Ayah beresiko mengalami penyakit paru, sakit tekanan darah tinggi dan sakit jantung.
Ayah merokok diluar rumah sehinggan dapat memperkecil risiko naggota keljuarga lainnya
menjadi perokok pasif.
3. Kurang bersih
4. Kumuh
5. Lainnya _____________________
a.3 Keamanan lingkungan perumahan :
1. Sangat aman
3.Tidak aman
4. Lainnya ___________________
a.4 Paparan zat/partikel yang mungkin terjadi di lingkungan rumah adalah :
1. Debu
2. Asbes
3. CO
4. Timbal
6. Getar
7. Lainnya _______________________
5. Bising
35
2. Tidak ergonomis
3. Paparan zat
berbahaya
4. Stress gedung pencakar langit
6. Lainnya _____________________
b.3 Paparan zat/partikel yang mungkin terjadi di lingkungan pekerjaan adalah :
1. Debu
2. Asbes
3. CO 4. Timbal
5. Bising
6.Getar
7.Lainnya _________________________
2. Ya , bila Ya sebutkan
Organisasi perkumpulannya :
1. Arisan RT/RW
2. Dihormati sewajarnya
3. Tidak dikenal
4. Dikucilkan
5. Lainnya __________________________
c.3 Paparan stress sosial yang mungkin terjadi di lingkungan social adalah :
1. Sebagai panutan masyarakat
2. Sebagai pemuka agama/ budaya
3. Keadaan keluarga tidak seperti yang diharapkan
4. Tidak tercukupinya kebutuhan hidup keluarga
36
Materi Kegiatan
Penyuluhan tentang
Penyakit dan
pencegahan
Cara Pembinaan
Memberikan edukasi
kepada keluarga
mengenai penyakit,
penanganan dan
pencegahan nya
Sasaran Individu
Anak nenek
2. Terwujudnya
kesehatan yang
terkontrol pada setiap
anggota keluarga
Penyuluhan kontrol
kesehatan teratur
Memberikan edukasi
kepada keluarga agar
control secara teratur
Semua anggota
keluarga.
3. Keluarga mengerti
masalah kesehatan
pada keluarganya dan
pencegahan nya
Penyuluhan tentang
tumbuh kembang
anak dan pelatihan
nya
Semua anggota
keluarga.
37
4. Keluarga
memperhatikan menu
makanan yang
memenuhi standar
gizi.
Makanan yang
memenuhi standar
gizi
Semua anggota
keluarga.
38