Professional Documents
Culture Documents
RD DENGAN
TUBERKULOSIS PARU
RINI EKOWATI
TAUFIK HIDAYAT
YETI SUSIANA
SUPRIYADI
USWATUN
ZUMAROH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada hamba-Nya. Hanya karena
kehendak Allah SWT, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Asuhan keperawatan pada Tn. RD dengan tuberkulosis paru
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui asuhan keperawatan
pada pasien dengan Tuberkulosis paru berdasarkan aplikasi Nanda NIC NOC.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru/dosen pembimbing
yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN .......................................................
ii
DAFTAR ISI..................................................................
iii
C. Tujuan.........................................................................
D. Manfaat......................................................................
3
3
9
9
10
12
12
12
13
16
21
23
23
25
25
32
32
33
A. Kesimpulan ...............................................................
B. Saran ........................................................................
33
33
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum
terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang
menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)
tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup
lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan
China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang
per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari
kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95%
penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS
di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua
golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan
survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah
dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan.
Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB
Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)
atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru mencapai 36%
dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya
1
sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena
pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu
kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis)
secara meluas atau multi drug resistance (MDR).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?
2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien dewasa ?
3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?
4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien
dewasa ?
5.
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB Paru.
Tujuan Khusus
1.
2.
1.
2.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi system pernafasan
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru- paru beserta pembungkusnya ( pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di
dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan
dengan rongga perut oleh diafragma.
1) Hidung = Naso = Nasal
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang( cavum
nasi), dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam
lubang hidung.
a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
(1) konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah)
(2) konka nasalis media(karang hidung bagian tengah)
(3) konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis(lekukan bagian tengah dan
meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati
oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
dengan tekak, lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus
paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis
pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus
etmodialis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus
olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langitlangit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
3
udara
Pangkal Tenggorokan(Laring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak
di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
a)
b)
c)
d)
segmental
bercabang-cabang
menjadi
bronkiolus.
Bronkiolus
Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300
juta
yang
jika
bersatu
membentuk
satu
lembar
akan
seluas
70
m2.
alveolar
tipe
sel
epitel
yang
membentuk
dinding
alveoli.
Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan
( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)ahanan
5
Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan.
7) Paru paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau
toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis, paru
kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih
kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
8)
pleura
Merupakan lapisan tipisyang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi
menjadi 2:
Pleura perietalis yaitu yang melapisi rongga dada.
Pleura viseralis yaitu yang menyelubungi setiap paru-paru..
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernafsan. Juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru.
b. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
1) Pengertian Respirasi
Repirasi luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler dan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara darah
dan udara.
Respirasi
dalam
adalah
pernapasan
yang
terjadi
antara
darah
dalam kapiler dengan sel-sel tubuh dan merupakan pertukaran O2 dan CO2
dari aliran darah ke seluruh tubuh.
2) Jenis Respirasi
a) Pernapasan Dada
Merupakan adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih
kecil daripada tekanan diluar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga
rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya karbon dioksida keluar.
b) Pernapasan perut
Merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot
diafragma
yang
membatasi
rongga
perut
dan
rongga
dada.
Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil
sehingga udara luar masuk.
Fase Ekspirasi.
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke
posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan
menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
3) Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc.
Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Besarnya
volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi
kesehatan.
4) Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran
tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Dalam keadaan
7
biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit.
Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi
biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
5) Proses Kimiawi Respirasi Pada Manusia
a) Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2+CO3 H2 + CO2
b) Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 Hb O2
c) Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : : Hb O2 Hb O2
d) Pengangkutan karbohidrat di dalam tubuh : : CO2 + H2O H2+CO2
2. Pengertian TB Paru
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam
(BTA).
3. Etiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman
ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
8
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan
seseorang
terinfeksi
oleh
Mycobacterium
tuberculosis :
a. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara
genetik.
b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian
dan
dan
4. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena
sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya
droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap
akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli.
Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer
(fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan
fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
a. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
9
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih
jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman
atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi
pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain
itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk
ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru
tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai
di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan
perkembangan
kuman,
akibatnya
dalam
beberapa bulan,
yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
10
5. Klasifikasi TB Paru
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
a. Berdasarkan organ yang terinvasi
1) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi
menjadi 2, yaitu :
a) TB Paru BTA Positif
Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1
spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan
gambaran TB aktif.
b) TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan
pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru
dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap
berat.
2) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin.
TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a)
TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang
b)
6.
Mikobakterium tuberkulosa
dan sering
digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan
umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar
usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah
dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah
bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai
pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan
pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling
menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap
berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,
14
dan
emifesema
perisikatriksial.
Sebagaimana
pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat.
Pemeriksaan
CT
scan
sangat
bermanfaat
untuk
mendeteksi
adanya
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan
kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap
berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang
diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah
(LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin
terutama IgG dan IgA.
9.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
15
negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dan
secepat-cepatnya
dengan
obat
yang
bersifat
bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi
noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA
positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan
selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35
mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
16
2)
terjadi.
Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada
kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering
terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum),
tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang
terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi
enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen,
kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas
kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.
3) Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua
atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB
karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium
bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
4) Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi.
Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang
tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal
dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan).
Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam
dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping
etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan
visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih
sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal
penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera
dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih.
Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol
18
(mg/kgBB)
Per minggu
Per hari
3x
2x
5
10
15
Aksi
Potensi
Isoniazid (INH)
Bakterisidal
Tinggi
Rifampisin (R)
Bakterisidal
Tinggi
10
10
10
Pirazinamid (Z)
Bakterisidal
Rendah
25
35
50
Streptomisin (S)
Bakterisidal
Rendah
15
15
15
Etambutol (E)
Bakteriostatik
Rendah
15
30
45
esensial
d. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, diantaranya :
1) Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2) Komplikasi lanjut :
a) Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom
Obstruksi
Pasca
Tubercolosis)
b) Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,
Microbacterium
tuberkulos
Droplet
infection
Keluar dari
tracheobionchial
bersama sekret
Sembuh tanpa
pengobatan
Hiperthermi
Komplek primer
Menyebar ke organ
lain (paru lain,saluran
pencernaan,tulang)
melalui media
(bronchogentinuitum,h
ematogen,limfogen)
Radang tahunan di
bronkus
Berkembang
mengahncurkan
jaringan ikat sekitar
Bagian tengah
nekrosis
Membentuk jaringan
keju
Dibersihkan
oleh makrofag
Pengeluaran zat
pirogen
Tumbuh dan
berkembang di
sitoplasma makrofag
Mempengaruhi
hipothalamus
Sarang primer/efek
primer
Mempengaruhi sel
Limfangitis
lokal
Sembuh sendiri
tanpa pengobatan
Limfadinitis
regional
Sembuh dengan
bekas fibrosis
Pertahanan primer
tidak adekuat
Pembentukan
tuberkel
Pembentukan
sputum berlebihan
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
20
Kerusakan membrane
alveolar
Menurunnya permukaan
efek paru
Alveolus
Alveolus mengalami
konsolidasi dan eksudasi
Gangguan pertukaran
gas
Droplet infection
Batuk berat
Terhirup orang
sehat
Resiko infeksi
Distensi abdomen
Mual, muntah
Intake nutrisi kurang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
21
Pengkajian
IDENTITAS
Nama
: Tn.RD
Umur
: 87 tahun
Suku/bangsa
: Madura/Indonesia
Agama
: Islam
ANAMNESA
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan utama
:-
Objektif
hari.
g. Pola nutrisi
Subjektif
: -
Objektif
h. Respirasi
Subjektif
Objektif
i. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif
:-
Obiektif
:-
j. Integritas ego
Subjektif
:-
Objektif
k. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Kultur sputum (spesimen dahak): BTA +
2) X ray dada: gambaran TB Paru
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum
: lemah
- Kesadaran
: kompos mentis (sadar)
- Tanda Vital
:
Suhu
: 385 C
Denyut nadi
: 108x/menit
Frekwensi pernapasan
: 26x/menit
Tekanan darah
: 138/86 mmHg
Status Lokalis
- Inspeksi
Wajah pucat
Dinding dada
: tidak ada lesi
Bentuk dada
: normal
Frekwensi nafas
: cepat
Pola nafas
: tidak teratur
- Palpasi
Kelenjar Getah Bening
: Nyeri tekan
: Gerakan diafragma
: tidak teratur
Posisi tulang iga
: tidak normal
Fokal fremitus
: menurun
Denyut nadi
: meningkat
- Perkusi
Bunyi ketukan
: redup
- Auskultasi
Frekwensi nafas
: takipnea
Jenis pernapasan
: torak abdominal
Bunyi pernapasan
: crackles, ronchi
2.
e. Defisiensi
pengetahuan
tentang
kondisi,
terapi
dan
pencegahan
penyakit
3.
Tujuan
klien efektif
NOC
Kriteria Hasil
No
Indikator
4
V
Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada
24
3.
4.
5.
6.
Kriteria Hasil
No
Indikator
Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1.
2.
3.
4.
5.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
4x24
jam
Kriteria Hasil
No
1
Indikator
dengan tujuan
2
badan
3
V
v
berarti
Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
26
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
8. BB pasien dalam batas normal
9. Monitor adanya penurunan berat badan
10. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
11. Monitor lingkungan selama makan
12. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
13. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
14. Monitor turgor kulit
15. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
16. Monitor mual dan muntah
17. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
18. Monitor makanan kesukaan
19. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
20. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
21. Monitor kalori dan intake nuntrisi
Kriteria Hasil
No
Energy conservation
Self Care : ADLs
:
Indikator
27
Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kriteria Hasil
No
1
Indikator
Pasien
dan
pemahaman
keluarga
tentang
menyatakan
penyakit,
kondisi,
29
3.
Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawtan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.
4.
Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu
pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Gangguan pertukaran gas teratasi
c. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
d. Intoleransi aktivitas
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.
30
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
B. SARAN
1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru
karena merupakan media penularan bakteri tuberculosis
2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.
3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan pada penderita TB Paru.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Ruswanto.2010. Analisis Spasial Sebaran Tuberkulosis paru ditinjau dari Faktor
Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten pekalongan.diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. tanggal : 7 desember 2014
Crofton, John,2002.Tuberculosis klinis.Jakarta:Widya Medika, hal 93-104
Gleadle,Jonathan,2005.At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta:EMS,hal
175
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
1. Jogjakarta; MedAction
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
2. Jogjakarta; MedAction
32