You are on page 1of 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

RD DENGAN
TUBERKULOSIS PARU

Disusun Oleh Kelompok 1:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

RINI EKOWATI
TAUFIK HIDAYAT
YETI SUSIANA
SUPRIYADI
USWATUN
ZUMAROH

STIKES NURUL JADID PAITON - PROBOLINGGO


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada hamba-Nya. Hanya karena
kehendak Allah SWT, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Asuhan keperawatan pada Tn. RD dengan tuberkulosis paru
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui asuhan keperawatan
pada pasien dengan Tuberkulosis paru berdasarkan aplikasi Nanda NIC NOC.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru/dosen pembimbing
yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun
mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN .......................................................

KATA PENGANTAR .......................................................

ii

DAFTAR ISI..................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................


..................................................................................1
Latar Belakang.................................................................

B. Perumusan Masalah ..................................................

C. Tujuan.........................................................................

D. Manfaat......................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI .........

A. Konsep Medis TB Paru................................................


1. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan...............
2. Definisi..................................................................
3. Etiologi..................................................................
4. Patofisiologi...........................................................
5. Klasifikasi TB Paru..................................................
6. Tipe penderita.......................................................
7. Manifestasi Klinis...................................................
8. Pemeriksaan Diagnostik........................................
9. Penatalaksanaan...................................................
10. WOC (Web of Caution).........................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan ...................................
1. Pengkajian.............................................................
2. Diagnosis...............................................................
3. Rencana Asuhan keperawatan (NIC NOC)..............
4. Implementasi.........................................................
5 Evaluasi..................................................................

3
3
9
9
10
12
12
12
13
16
21
23
23
25
25
32
32

BAB III PENUTUP ........................................................

33

A. Kesimpulan ...............................................................
B. Saran ........................................................................

33
33

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum
terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang
menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)
tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup
lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan
China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,
menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang
per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari
kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95%
penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS
di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua
golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan
survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita
terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah
dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan.
Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB
Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)
atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru mencapai 36%
dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya
1

sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena
pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu
kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis)
secara meluas atau multi drug resistance (MDR).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?
2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien dewasa ?
3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?
4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien
dewasa ?
5.

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB Paru.
Tujuan Khusus
1.

Menjelaskan konsep dasar TB paru

2.

Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan TB paru, meliputi :


a) Pengkajian TB paru
b) Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru
c) Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru
D. Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

1.

Mendapatkan pengetahuan tentang TB Paru

2.

Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan TB


Paru

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi system pernafasan
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan
paru- paru beserta pembungkusnya ( pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di
dalam rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan
dengan rongga perut oleh diafragma.
1) Hidung = Naso = Nasal
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang( cavum
nasi), dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam
lubang hidung.
a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
(1) konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah)
(2) konka nasalis media(karang hidung bagian tengah)
(3) konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis(lekukan bagian tengah dan
meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati
oleh udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
dengan tekak, lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus
paranasalis, yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis
pada rongga tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus
etmodialis pada rongga tulang tapis.
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus
olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langitlangit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
3

dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva


eustaki, yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring.
Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris.
Fungsi hidung, terdiri dari
(a) bekerja sebagai saluran udara pernafasan
(b) sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung
(c) dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
(d) membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama

udara

pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa)


atau hidung
2) Tekak=Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke
belakang lubang esofagus.
Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid.
Disebelahnya terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang
terdapat epiglotis( empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:
a) bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut
nasofaring.
b) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut
orofaring
c) Bagian bawah sekali dinamakan laringgofaring.
3)

Pangkal Tenggorokan(Laring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak
di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.

a)
b)
c)
d)

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:


Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
Kartilago epiglotis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
4

dilapisi oleh sel epiteliumnberlapis. Proses pembentukan suara merupakan hasil


kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Perbedaan
suara seseorang tergsantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara
pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita.
4) Batang Tenggorokan ( Trakea)
Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak
kearah luar.
Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi
oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing
yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea
menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
5) Cabang Tenggorokan ( Bronkus)
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3
lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus lobaris kanan terbagi menjadi
10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalisini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
a) Bronkiolus
Bronkus

segmental

bercabang-cabang

menjadi

bronkiolus.

Bronkiolus

mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk


selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
b) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis( yang
mempunyai kelenjar lendir dan silia)
c) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas.
Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
6)

Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300
juta

yang

jika

bersatu

membentuk

satu

lembar

akan

seluas

70

m2.

Terdiri atas 3 tipe:


Sel-sel

alveolar

tipe

sel

epitel

yang

membentuk

dinding

alveoli.

Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan
( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)ahanan
5

Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan.
7) Paru paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau
toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis, paru
kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih
kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
8)

pleura
Merupakan lapisan tipisyang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi
menjadi 2:
Pleura perietalis yaitu yang melapisi rongga dada.
Pleura viseralis yaitu yang menyelubungi setiap paru-paru..
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernafsan. Juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru.

b. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
1) Pengertian Respirasi
Repirasi luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler dan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara darah
dan udara.
Respirasi

dalam

adalah

pernapasan

yang

terjadi

antara

darah

dalam kapiler dengan sel-sel tubuh dan merupakan pertukaran O2 dan CO2
dari aliran darah ke seluruh tubuh.
2) Jenis Respirasi
a) Pernapasan Dada
Merupakan adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih
kecil daripada tekanan diluar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga
rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya karbon dioksida keluar.
b) Pernapasan perut
Merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot
diafragma

yang

membatasi

rongga

perut

dan

rongga

dada.

Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil
sehingga udara luar masuk.
Fase Ekspirasi.
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke
posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan
menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
3) Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc.
Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Besarnya
volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi
kesehatan.
4) Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran
tubuh, serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Dalam keadaan
7

biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar
0,5 cc tiap menit.
Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi
biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
5) Proses Kimiawi Respirasi Pada Manusia
a) Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2+CO3 H2 + CO2
b) Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 Hb O2
c) Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : : Hb O2 Hb O2
d) Pengangkutan karbohidrat di dalam tubuh : : CO2 + H2O H2+CO2

2. Pengertian TB Paru
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam
(BTA).
3. Etiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman
ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur
lama selama beberapa tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
8

pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.
Faktor-faktor

yang

menyebabkan

seseorang

terinfeksi

oleh

Mycobacterium

tuberculosis :
a. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara
genetik.
b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian

dan

kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.


c. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
d. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan
infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.
e. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi
f.
g.
h.
i.

dan

memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.


Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.
Nutrisi ; status nutrisi kurang
Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
Tidak mematuhi aturan pengobatan.

4. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena
sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya
droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri
tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini
terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap
akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli.
Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer
(fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan
fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru
terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
a. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
9

Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih
jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman
atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi
pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain
itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk
ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru
tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar
pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga
dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai
di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).
Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan

perkembangan

kuman,

akibatnya

dalam

beberapa bulan,

yang

bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV
atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan
paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
10

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25


% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik
yang tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah
horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

5. Klasifikasi TB Paru
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
a. Berdasarkan organ yang terinvasi
1) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi
menjadi 2, yaitu :
a) TB Paru BTA Positif
Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1
spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan
gambaran TB aktif.
b) TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan
pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru
dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap
berat.
2) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin.
TB ekstra paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a)
TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang
b)

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal


TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.

6.

Berdasarkan tipe penderita


11

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada


beberapa tipe penderita :
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
b. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil
pemeriksaan BTA positif.
c. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
7. Manifestasi Klinis
Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia
dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik meliputi:
1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
12

2) Gejala sistemik lain :


Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru
Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa.
Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan
tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadangkadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau
batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan
refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila
masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil dengan
brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA dari sputum
bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anakanak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA pun kadangkadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke
luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil
sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop
memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan
kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100
kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu
dengan angka sensitiviti 18-30%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
1) Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative
2) Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
3) Ditemukan 10-99 BTA : 1+
13

4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+


5) Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+
b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi

Mikobakterium tuberkulosa

dan sering

digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan
umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar
usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara
melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering
digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu
kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah
dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah
bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai
pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan
pemberian kontras.
Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling
menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap
berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,
14

pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras


bronkhovaskuler, bronkhiektasis,

dan

emifesema

perisikatriksial.

Sebagaimana

pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya
berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu
dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat.

Pemeriksaan

CT

scan

sangat

bermanfaat

untuk

mendeteksi

adanya

pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen


thoraks biasa.
e. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru
milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut
diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan
penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan
OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel
milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi
parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien,
didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang
menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat
gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung banyaknya dan masing-masing berupa
garis-garis tajam.
f.

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan
kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap
berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang
diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah
(LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin
terutama IgG dan IgA.

9.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
15

negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan,
penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.

3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan

dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih


sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin
positif karena resiko timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di
bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan
penderita TB yang menular, individu yang menunjukkan konversi hasil tes
tuberkulin dari negatif menjadi positif, penderita yang menerima pengobatan
steroid atau obat imunosupresif jangka panjang, penderita diabetes mellitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada

masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas


pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonsia PPTI).
b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
1) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
1) Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya

dan

secepat-cepatnya

dengan

obat

yang

bersifat

bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi
noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA
positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase awal diberikan
selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35
mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

16

2)

Fase lanjutan (4-7 bulan).


Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang
lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4
bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru.
Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan
pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase
lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan
haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat
kategori sebagai berikut:
a) Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan
neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya
luas, TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan
minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap
intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu ( tahap lanjutan ).
b) Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap
positif diberikan kepada :
(1) Penderita kambuh
(2) Penderita gagal terapi
(3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
c) Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak
luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
d) Kategori IV
17

Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah


karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

c. Obat-obatan anti tuberkulostatik


1) Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.
Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan,
kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati
perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti
diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan
ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal
pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang
2)

terjadi.
Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada
kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering
terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum),
tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang
terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi
enzim-enzim hati sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen,
kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas

kontrasepsi oral akan berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.
3) Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua
atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB
karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium
bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
4) Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi.
Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang
tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal
dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan).
Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam
dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping
etambutol yang sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan
visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih
sering bila dosis berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal
penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera
dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih.
Pasien yang tidak bisa mengerti perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol
18

tetapi obat alternative lainnya. Pemberian pada anak-anak harus dihindari


sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan
penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.
5) Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus
resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat
badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700
mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g
tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat
badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 1520 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam
plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek
samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan
untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer
menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder
adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan
klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.
Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB

(mg/kgBB)
Per minggu
Per hari
3x
2x
5
10
15

Aksi

Potensi

Isoniazid (INH)

Bakterisidal

Tinggi

Rifampisin (R)

Bakterisidal

Tinggi

10

10

10

Pirazinamid (Z)

Bakterisidal

Rendah

25

35

50

Streptomisin (S)

Bakterisidal

Rendah

15

15

15

Etambutol (E)

Bakteriostatik

Rendah

15

30

45

esensial

d. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, diantaranya :
1) Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2) Komplikasi lanjut :
a) Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom

Obstruksi

Pasca

Tubercolosis)
b) Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.


19

10. WOC (Web of Caution)

Microbacterium
tuberkulos

Droplet
infection

Masuk lewat jalan nafas


Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial
bersama sekret

Sembuh tanpa
pengobatan

Hiperthermi
Komplek primer

Menyebar ke organ
lain (paru lain,saluran
pencernaan,tulang)
melalui media
(bronchogentinuitum,h
ematogen,limfogen)

Radang tahunan di
bronkus
Berkembang
mengahncurkan
jaringan ikat sekitar
Bagian tengah
nekrosis
Membentuk jaringan
keju

Dibersihkan
oleh makrofag

Menetap di jaringan paru


Terjadi proses
peradangan

Pengeluaran zat
pirogen

Tumbuh dan
berkembang di
sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipothalamus

Sarang primer/efek
primer

Mempengaruhi sel
Limfangitis
lokal
Sembuh sendiri
tanpa pengobatan

Limfadinitis
regional
Sembuh dengan
bekas fibrosis

Pertahanan primer
tidak adekuat
Pembentukan
tuberkel
Pembentukan
sputum berlebihan
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas

20

Kerusakan membrane
alveolar
Menurunnya permukaan
efek paru
Alveolus

Sekret keluar saat


batuk

Alveolus mengalami
konsolidasi dan eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus menurus

Gangguan pertukaran
gas

Droplet infection

Batuk berat

Terhirup orang
sehat
Resiko infeksi

Distensi abdomen
Mual, muntah
Intake nutrisi kurang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

21

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian
IDENTITAS
Nama

: Tn.RD

Umur

: 87 tahun

Suku/bangsa

: Madura/Indonesia

Agama

: Islam

ANAMNESA
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan utama

: Batuk produkif dan kelelahan

b. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
2) Pernah berobat tetapi tidak teratur.

c. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:


Klien pernah ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan 4 bulan yang lalu
d. Riwayat Sosial Ekonomi:
Klien kehilangan istrinya 1 tahun yang lalu sehingga tidak mampu merawat dirinya
sendiri
e. Faktor Pendukung:
f.

Pola aktivitas dan istirahat


Subjektif

:-

Objektif

: Kelelahan progresif, dyspnea saat aktivitas, berkeringat pada malam

hari.
g. Pola nutrisi
Subjektif

: -

Objektif

: Anoreksia, penurunan berat badan 15 kg.

h. Respirasi
Subjektif

: Klien tidak bisa bernafas dengan baik

Objektif

: Batuk produktif lama kelamaan non produktif, ada noda darah, RR :


26x/menit, terdengar suara nafas crackles di bawah kanan paru,
dyspnea saat aktivitas

i. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif

:-

Obiektif

:-

j. Integritas ego
Subjektif

:-

Objektif

: Klien kehilangan istrinya 1 tahun yang lalu


22

k. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Kultur sputum (spesimen dahak): BTA +
2) X ray dada: gambaran TB Paru

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
- Keadaan umum
: lemah
- Kesadaran
: kompos mentis (sadar)
- Tanda Vital
:
Suhu
: 385 C
Denyut nadi
: 108x/menit
Frekwensi pernapasan
: 26x/menit
Tekanan darah
: 138/86 mmHg
Status Lokalis
- Inspeksi
Wajah pucat
Dinding dada
: tidak ada lesi
Bentuk dada
: normal
Frekwensi nafas
: cepat
Pola nafas
: tidak teratur
- Palpasi
Kelenjar Getah Bening
: Nyeri tekan
: Gerakan diafragma
: tidak teratur
Posisi tulang iga
: tidak normal
Fokal fremitus
: menurun
Denyut nadi
: meningkat
- Perkusi
Bunyi ketukan
: redup
- Auskultasi
Frekwensi nafas
: takipnea
Jenis pernapasan
: torak abdominal
Bunyi pernapasan
: crackles, ronchi

2.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan TB Paru NANDA-I 2012-2014


a. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret purulen
ditandai dengan batuk produktif, ronchi dan crackles
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan surfaktan alveolus
sekunder akibat Tuberkulosis paru
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake
inadekuat (anoreksia) ditandai dengan penurunan berat badan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan kelelahan progresif
23

e. Defisiensi

pengetahuan

tentang

kondisi,

terapi

dan

pencegahan

penyakit

berhubungan dengan kurangnya informasi

3.

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan No.1 :
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan akumulasi sekret purulen ditandai dengan
batuk produktif, ronchi dan crackles

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam jalan nafas

klien efektif
NOC

Kriteria Hasil

Respiratory status : Ventilation


Respiratory status : Airway patency
Respiratory Status: Gas Exchange

No

Indikator

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara

4
V

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan


dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien

tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi


pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3

Mampu mengidentifikasikan dan mencegah


factor yang dapat menghambat jalan nafas

Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada
24

3.
4.
5.
6.

Keluarkan sekret dengan batuk


Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Berikan bronkodilator bila perlu
Monitor respirasi dan status O2

Diagnosa Keperawatan No.2 :


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan surfaktan alveolus sekunder
akibat Tuberkulosis paru
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam gangguan

pertukaran gas teratasi


NOC

Kriteria Hasil

Respiratory status : Gas exchange


Respiratory status : Ventilation
Vital sign status

No

Indikator

Mendemonstrasikan peingkatan ventilasi dan

oksigenasi yang adekuat


2

Memelihara kebersihan paru paru dan bebas

dari tanda tanda distress pernafasan


3

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara

nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan


dyspnea ( mampu mengeluarkan sputum ,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pussed lips)
4

Tanda tanda vital dalam rentang normal

Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1.
2.
3.
4.
5.

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


Lakukan fisioterapi dada bila perlu
Keluarkan secret dengan batuk atau suction
Auskultasisuara nafas catat adanya suara tambahan
Berikanbronkodilator bila perlu
25

6. Monitor respirasi dan status oksigen


7. Monitor rata rata kedalaman, irama dan usaha respirasi
8. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, reaksi otot
supraclavicular dan intercostal
9. Monitor suara nafas,seperti dengkur
10. Monitor pola nafas: bradipena, takipena, kussmaul, hiperventilasi, cheynostoke, biots,
11. Catat lokasi trakea
12. Monitor kelelahan otot diafragma (Gerakan paradoksis)
13. Auskultasi suara nafas,catat area penuruanan atau tidak adanya ventilasi dan suara
tambahan
14. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crackles dan ronchi pada jalan
nafas utama
15. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

Diagnosa Keperawatan No.3 :


Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan dengan intake inadekuat (anoreksia)
ditandai dengan penurunan berat badan
Tujuan

Setelah

dilakukan

tindakan

keperawatan

selama

4x24

jam

ketidakseimbangan nutrisi teratasi


NOC

Kriteria Hasil

Nutritional Status : food and Fluid Intake


Weight : Body Mass,

No
1

Indikator

Adanya peningkatan berat badan sesuai

dengan tujuan
2

Berat badan ideal sesuai dengan tinggi

badan
3

Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

Tidak ada tanda tanda malnutrisi

Tidak terjadi penurunan berat badan yang

V
v

berarti

Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
26

2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
4. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
8. BB pasien dalam batas normal
9. Monitor adanya penurunan berat badan
10. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
11. Monitor lingkungan selama makan
12. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
13. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
14. Monitor turgor kulit
15. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
16. Monitor mual dan muntah
17. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
18. Monitor makanan kesukaan
19. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
20. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
21. Monitor kalori dan intake nuntrisi

Diagnosa Keperawatan No.4 :


Intoleransi aktivitas berhubungan kelelahan progresif
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat

melakukan peningkatan aktivitas secara bertahap


NOC

Kriteria Hasil
No

Energy conservation
Self Care : ADLs

:
Indikator

27

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa

disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan


RR
2

Mampu melakukan aktivitas sehari hari

(ADLs) secara mandiri

Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu

Intervensi (NIC) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas


Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu pasien untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

Diagnosa Keperawatan No.5 :


Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan penyakit berhubungan
dengan kurangnya informasi
Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien dapat

mengetahui tentang kondisi, terapi dan pencegahan penyakit yang diderita.


NOC

Kowledge : disease process


Kowledge : health behavior
28

Kriteria Hasil

No
1

Indikator
Pasien

dan

pemahaman

keluarga
tentang

menyatakan

penyakit,

kondisi,

prognosis dan program pengobatan


2

Pasien dan keluarga mampu melaksanakan

prosedur yang dijelaskan secara benar


3

Pasien dan keluarga mampu menjelaskan

kembali apa yang dijelaskan perawat/tim


kesehatan lainnya
Keterangan penilaian :
1 : Tidak pernah
2 : Jarang
3 : Kadang kadang
4 : Sering
5 : Selalu
Intervensi (NIC) :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang
spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan
cara yang tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
11. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
12. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

29

3.

Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawtan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.

4.

Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu
pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Gangguan pertukaran gas teratasi
c. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
d. Intoleransi aktivitas
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

30

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
B. SARAN
1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru
karena merupakan media penularan bakteri tuberculosis
2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.
3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan pada penderita TB Paru.

31

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Ruswanto.2010. Analisis Spasial Sebaran Tuberkulosis paru ditinjau dari Faktor
Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten pekalongan.diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. tanggal : 7 desember 2014
Crofton, John,2002.Tuberculosis klinis.Jakarta:Widya Medika, hal 93-104
Gleadle,Jonathan,2005.At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta:EMS,hal
175
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
1. Jogjakarta; MedAction
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
2. Jogjakarta; MedAction

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2002.Pedoman Diagnosa dan Penatalaksaan


Tuberkulosis
di
Indonesia.diakses
dari
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf.tanggal : 7 desember 2014
Price,Sylvia A,& Lorraine M Wilson,2005.Patofisiologi volume 2.Jakarta:EGC,hal 852-861
Sudoyo, Aru W dkk,2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III.Jakarta:Internal
Publishing,hal 2230-2238

32

You might also like