Professional Documents
Culture Documents
Ragam hias disebut juga ornamen, merupakan salah satu bentuk karya seni rupa
yang sudah berkembang sejak zaman prasejarah, Indonesia sebagai negara
kepulauan yang memiliki keragaman budaya memilik banyak ragam hias.
Variasi ragam hias biasanya khas untuk suatu unit budaya pada era tertentu,
sehingga dapat menjadi petunjuk bagi para sejarahwan atau arkeolog.
FAKTOR PENGARUH RAGAM HIAS
1.
2.
3.
4.
Lingkungan alam
Flora
Fauna
Manusia
Stilasi (digayakan)
= pengurangan ,penyederhanaan bentuk atau
hanya menyisakan garis luar gambar.
Deformasi(penambahan) = penambahan dan perubahan bentuk
Motif hias ini berdasarkan pada tumbuh-tumbuhan yang hidup di sekitar. Bentuknya
ada yang berupa akar, daun, bunga, biji, tunas, buah, ranting, atau pohonnya.
Contohnya adalah motif hias bunga teratai yang dalam ajaran Buddha berhubungan
dengan simbol kelahiran. Contoh yang lain adalah motif hias pohon kehidupan
(kalpataru) yang diterapkan pada gunungan wayang. Nilai simbolik yang terdapat
pada pohon tersebut adalah dunia tempat tinggal manusia saat ini yang dibagi
menjadi dunia atas tempat para dewa bertahta dan dunia bawah tempat mahluk
biasa tinggal.
b. Motif Hias Fauna
Fauna atau satwa menjadi dasar terbentuknya motif hias ini. Satwa darat, air atau
yang hidup di udara dan bahkan ada pula satwa khayal dibuat sebagai motif hias.
Kadal, kerbau, belalang, ikan, ular, kuda, singa, gajah, burung, rusa, dan mahluk
ajaib naga atau makara (ikan berbelalai) adalah beberapa satwa yang sering
dijadikan motif hias. Nilai simbolik tampak pada seekor satwa berkenaan dengan
alam kehidupan. Sebagai contoh ular mewakili dunia bawah atau air yang
bermakna sebagai pembawa jenazah mendiang untuk menyeberang dan burung
dianggap mewakili dunia atas yang membawa arwah ke alam atas.
c. Motif Hias Geometri
Motif hias geometris atau sering disebut juga ilmu ukur mulanya muncul karena
faktor teknik dan bahan. Pada kriya anyaman serat membujur dan melintang
membentuk motif hias yang geometris, yaitu serbalurus, lengkung atau lingkar.
Motif hiasnya terdiri atas tumpal (segitiga), meander (liku-liku), pilin, kunci, banji,
swastika. Motif hias swastika bermakna lambang matahari atau peredaran bintang
yang berkaitan dengan nasib baik. Swastika dalam bentuk bersambung disebut
banji yang bermakna harapan baik.
d. Motif Hias Manusia
Manusia dalam bentuk motif hias sering dimunculkan juga pada karya seni
rupa Nusantara. Ada yang digambarkan utuh seluruh tubuh seperti pada wayang
kulit purwa dan ada pula yang digambarkan hanya bagian kepala saja. Wajah
manusia (topeng) yang dijadikan motif hias dibuat dengan gaya yang
disederhanakan atau sebaliknya, dilebih-lebihkan. Maknanya sebagai penolak bala
dan penggambaran nenek moyang. Contoh motif hias ini di antaranya
adalah kala pada bangunan candi dari zaman Hindu dan juga diterapkan pada
tenun ikat di Sumba.
e. Motif Hias Kaligraf
Huruf yang ditulis indah disebut kaligrafi. Pada masa kekuasaan kerajaan Islam di
Nusantara kaligrafi huruf Arab yang disebut khath menjadi salah satu motif hias
yang sering dipakai. Motif hias yang sebagian merupakan nama Allah atau petikan
ayat dari Alquran dan Hadis biasa diterapkan pada kriya logam, kayu, kain, motif
hias kaligrafi Arab pada kain batik dan sebagainya.
f. Motif Hias Lain
Motif hias gunung suci (mahameru), bukit batu, awan, roda matahari, lidah api,
perahu, pemandangan, dan untaian manik-manik termasuk jenis kelompok ini.
Semuanya juga memiliki nilai perlambangan. Mahameru yang merupakan motif
hias khas Hindu berkenaan dengan alam atas, yakni tempat bersemayam para
dewa. Lidah api melambangkan kesaktian. Perahu merupakan lambang kendaraan
arwah menuju ke alam keabadian dalam kepercayaan kuna.
g. Motif fgurative (fgural)
Ragam hias Figuratif objeknya manusia .Biasanya digunakan pada bahan tekstil (dan kayu)
Culo: Ialah unsur yang penting untuk mengetahui bahwa itulah motif Padjajaran. Lain dari
pada itu tanda culo, berbentuk cembung. Motif Padjajaran besar maupun tanggung dan
kecil ada culonya.
Endong: Ialah sehelai daun yang selalu digendong oleh daundaun pokok (daun yang
besar) atau suatu trubusan yang selalu tumbuh di belakang daun pokok.
Simbar: Ialah sehelai daun tambahan yang tumbuhnya pada daun besar atau daun pokok
yang berdampingan dengan tangkai angkup.
Benangan: Yaitu gagang yang terletak di bagian muka ulir atau daun melingkar menuju
ulir atau hiasan yang berwujud seperti benang di bagian sehelai daun. Bentuk ini
menambah manis dan cantiknya motif tersebut.
Pecahan: Ialah garis penghias daun; bentuk pecahan ini diselaraskan dengan motif
tersebut.
Pecahan: Suatu cawenan yang memisahkan daun pokok, terletk ditengah-tengah daun itu,
menambah baiknya dari suatu motif Bali.
4. Motif Ragam Hias Mataram
Motif Ragam Hias Mataram ini jika ditinjau dari gambar ukir, berasal dari pakaian wayang
purwa. Bentuknya mirip bentuk cawenan-cawenan pakaian wayang. Dapat disimpulkan,
ukiran motif Mataram mengambil motif ukiran wayang purwa Kerajaan Demak. Sebab,
menurut sejarah, pada waktu kerajaan Demak mengalami masa surut, wayang dibawa pula
ke Kerajaan Mataram.
Dalam pelaksanaannya, motif Mataram berbentuk krawingan.
Benangan : berbentuk timbul menghubungkan ulir yang satu dengan yang lain, sama
dengan ragam mataram. Pecahan, hanya terdapat pada lingkaran besar dan daun-daun.
9. Motif Ragam Hias Surakarta
Motif Ragam hias Surakarta mengambil gubahan patrari dan ukel pakis yang sedang
menjalar dengan bebas, berbentuk cembung dan cekung, yang dilengkapi dengan buah
dan bunga. Hasil seni merupakan gaya pembawaan dan watak penciptaan pengaruh alam
sekitarnya.
Pada umumnya penduduk Surakarta gemar akan gerak irama yang bebas namun tetap
memenuhi syarat komposisi Seolah-olah ada keseragaman hidup masyarakat Surakarta
dengan aliran Bengawan Solo. Ragam hias ini masih banyak terdapat di sekitar keraton
Solo, di Museum Radya Pustaka, dan di tebeng Langse Makam Pujangga Ronggo Warsito di
desa Palar Klaten, diambil juga gubahan daun bakung dan kangkung.
Bentuk Corak Senirupa Terapan Nusantara di setiap daerah sangat beragam. Corak karya
senirupa terapan di daerah Jawa misalnya umumnya bercorak tumbuhan, hewan, dan ada
pula yang bercorak bidang geometrik atau bidang organik. Di Toraja, Papua, dan Sumatra
Utara sering dijumpai bentuk dan corak yang berpola geometrik. Bentuk corak manusia
dan hewan banyak digunakan pada ragam hias masyarakat Dayak di Kalimantan, Batak,
dan Papua.
Bentuk atau corak dibedakan atas bentuk figuratif (sesuai dengan aslinya) dan bentuk
nonfiguratif (tidak nyata). Bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan menjadi bentuk
abstrak, bentuk geometris, bentuk stilasi, bentuk deformasi, dan bentuk visual realistis.
a. Bentuk Abstrak
Bentuk abstrak yaitu bentuk yang bukan hasil tiruan atau pengolahan dari bentuk alam
(nature) atau bentuk yang tidak sesuai dengan aslinya (tidak nyata). seperti motif tumpal,
baji, kawung, meander, pilin, swastika, dan lain-lain. Bentuk abstrak terbagi atas tiga, yaitu
sebagai berikut.
Bentuk abstrak murni, contohnya kursi, meja, sepatu, dan rumah.
Bentuk abstrak simbolis, contohnya, huruf, tanda baca, rambu-rambu lalu lintas, dan
lambang-lambang.
Bentuk abstrak filosofis, contohnya huruf Cina.
b. Bentuk Geometris
Bentuk geometris yaitu bentuk yang memiliki keteraturan, baik ukuran maupun bentuknya.
Contoh bentuk geometris adalah segitiga sama sisi, segiempat, segilima, segi enam, dan
lingkaran.
c. Bentuk Stilasi
Bentuk stilasi yaitu bentuk dengan berbagai penggayaan/digayakan. Misalnya, motif hias
geometris, flora, fauna, dan manusia.
d. Bentuk Deformasi
Bentuk deformasi yaitu bentuk yang telah mengalami penyederhanaan.
Beberapa contoh Bentuk Corak Deformasi karya senirupa terapan yang bisa anda ambil
sebagai bahan referensi, silahkan klik gambar corak senirupa terapan dibawah untuk
melihat yang lebih besar.