You are on page 1of 28

Asyiknya Berkunjung ke Desa Wisata Organik Lombok

Kulon

Dari Makanan Organik hingga Main Tubing


Ingin mencari alternatif destinasi wisata baru? Desa wisata Lombok Kulon di
Kecamatan Wonosari Bondowoso bisa menjadi jawabannya. Selain menyajikan
panorama alam perdesaan yang asri, pengunjung bisa menikmati aneka kuliner
organik yang nikmat dan sehat.

Mencari Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari, tidaklah sulit. Dari pasar
Kecamatan Wonosari sekitar 15 kilometer ke arah Selatan. Setelah masuk Desa
Lombok Kulon langsung saja tanya nama Baidowi. Warga sekitar pasti langsung
menunjukkan rumah inisiator desa wisata Lombok Kulon tersebut.

Penasbihan desa wisata organik tak lepas dari upaya Baidowi mengembangkan
pertanian organik bersama petani Desa Lombok Kulon. Berbagai produk-produk
pertanian organik menjadi andalan desa wisata Lombok Kulon. Pengunjung yang

datang akan disuguhi berbagai kegiatan pertanian organik.

Salah satu tempat yang paling banyak, diminati pengunjung adalah rumah organik.
Di sini, pengunjung bisa mengetahui secara detail proses budidaya sayur organik.
Sekaligus bisa berbelanja langsung hasil produksi organik.

Di desa Lombok Kulon sendiri, sudah terdapat empat kampung yang warganya
sudah mengembangkan budidaya sayur-mayur organik.

Selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari, sayur-mayur yang


dibudidayakan juga dijual kepada para pengunjung. Banyak produk pertanian
organik petani yang diborong para pengunjung. Pengunjung selalu dipersilahkan
untuk berpraktik menanam sayur mayur organik. Harapannya, pengunjung bisa
mempraktikkan sendiri ketika pulang ke rumahnya.

Dalam mengembangkan desa wisata warga membentuk kelompok kerja (pokja).


Terkait dengan sistem pertanian organik ditangani pokja pertanian. Pokja lain yaitu
pokja perikanan, pokja SDM, pokja kuliner dan pokja atraksi memiliki tugas sendiri.

Yang tak kalah menarik di desa wisata Lombok Kulon ini adalah pertanian padi
organik. Kini, petani Lombok Kulon adalah satu-satunya petani organik murni di
Bondowoso.

Pada 2013, hasil produksi beras mereka sudah mendapatkan sertifikasi organik dari
Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lessos).

Puas dengan pertanian organik pengunjung bisa melihat budidaya aneka ikan yang
juga menggunakan sistem organik. Ada berbagai jenis ikan yang dikembangkan
warga. Mulai dari koi, gurami, lele, patin hingga nila jenis larasati. Pengembangan
budi daya ikan diinisiasi Baidowi.

Sejak 2007, dia mengajak warga untuk membudidayakan ikan organik. Kala itu
belum ada pemikiran uniuk menjadikan desanya sebagai desa wisata. Hanya saja,

Baidowi melihat jika potensi ekonomi dari budidaya ikan cukup besar.

Sejak 2012 muncul ide Baidowi pengembangan desa wisata berbasis pertanian
organik. Baidowi kemudian menerapkan sistem organik dalam budidaya ikan air
tawar.

"Untuk pakan dan obatnya, kita mumi organik semua tidak menggunakan pakan
kimia sama sekali." tukasnya.

Bahkan, pengunjung bisa langsung menikmati aneka kuliner dari pertanian dan
perikanan organik yang ada. Silakan datang ke Warung Laranta yang berdiri asri di
salah satu sudut desa Lombok Kulon. Warung ini menjadi salah satu pendukung
utama dalam pengembangan desa Wisata Lombok kulon. Di warung ini, semua
hidangan serba organik.

"Semuanya organik. Mulai dari berasnya, ikannya sampai sayur-mayurnya adalah


produk organik dari Desa Lombok Kulon," ujar Baidowi, yang juga menjadi pemilik
Warung Laranta tersebut.

Tambah Asyik Bermain River Tubing


Pengunjung Desa Wisata Organik tidak hanya bisa menikmati kuliner dan pertanian
organik saja. Ada juga atraksi lain yang bisa dinikmati pengunjung. Yaitu river tubing
atau kegiatan meluncur bebas di aliran sungai dengan menggunakan sebuah ban.
Pengunjung bisa menikmati arus sungai Wonosroyo yang bersin dan dingin
sepanjang dua kilometer. Ada 25 ban yang disiapkan.

Kini pengelola Desa Wisata OrganikLombok Kulon terus melakukan pengembangan,


Agar kian banyak peugunjung yang datang. "Saat ini kita sudah membentuk generasi
sadar lingkungan (darling)," ujar Baidowi. Anggota dari generasi tersebut adalah
anak anak dari usia SD hingga SMP di sekitar Desa Lombok Kulon.

Anak-anak itu dilatih untuk sadar terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungannya

sendiri. "Kalau anaknya sadar lingkungan, dengan aktif bersih-bersih misalnya, kita
harapkan orang tuanya lidak ikut lebih sadar lingkungan juga," tambah Baidowi.

Masyarakat di desa Lombok Kulon sendiri kini sudah relatif siap dengan
pengembangan desa wisata yang dilakukan Baidowi. Itu setidaknya terlihat dari
kesadaran mereka terhadap desa wisata.

"Saat ada pengunjung yang bertanya tentang organik, kini masyarakat sudah bisa
menjelaskan sendiri." Ungkapnya. Karena itulah, dirinya optimistis pengembangan
desa wisata Lombok Kulon akan berjalan bagus.

Kendati begini, ada kendala-kendala yang sampai saai ini masih terjadi. Salah
satunya adalah belum tersedianya home stay atau tempat tinggal bagi pengunjung
yang datang. Sejauh ini, yang paling banyak berkunjung memang wisatawan lokal.

"Tetapi ketika kita membidik wisatawan asing, tentu keberadaan home stay akan
sangat penting," pungkasnya.

Keberadaan desa wisata Lombok Kulon ini tenis menjadi perhatian serius
pemerintah daerah. Berbagai upaya pengembangan dilakukan. Diharapkan, desa
wisata Lombok Kulon bisa menjadi salah satu destinasi wisata andalan Bondowoso
ke depan. "Paling tidak, desa wisata Lombok Kulon menjadi alternatif objek wisata di
Bondowoso," ujar Adi Sunaryadi, Kabid ODTW Disparporahub Bondowoso.

Berkunjung ke Desa Wisata Organik di


Bondowoso
Minggu, 28 September 2014 | 09:21 WIB

KOMPAS.COM/AHMAD WINARNOBaidhowi,

Ketua Kelompok Desa Wisata Organik, Desa Lombok


Kulon, Kecamatan Wonosari, Bondowoso, Jawa Timur.

ONDOWOSO, KOMPAS.com- Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, rupanya


menyimpan banyak potensi wisata. Salah satunya di Desa Lombok Kulon,
Kecamatan Wonosari. Desa tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bondowoso
dijadikan sebagai desa wisata organik.
Diperlukan waktu sekitar 30 menit dari arah Kota Bondowoso untuk menuju lokasi
desa wisata organik tersebut. Anda jangan khawatir, karena akses jalan menuju
lokasi wisata itu sudah nyaman dilalui kendaraan roda empat, walaupun hanya cukup
untuk satu kendaraan saja.
Di desa tersebut, seluruh hasil sumber daya alamnya sama sekali tidak
menggunakan bahan pestisida. Mulai dari beras, sayur mayur, buah-buahan, telur
hingga ikan. Bagi para wisatawan yang datang ke desa itu, bisa memetik buah
langsung dari pohonnya, lalu memanen sayur- sayuran dan ikan, serta langsung
dimasak sesuai dengan keinginan.
Hasil alam di desa kami ini sama sekali tidak menggunakan produk kimia, jadi
sangat bagus untuk kesehatan. Ada beras, ada ikan patin, nila, gurami, juga ada
buah-buahan dan sayur-sayuran, kata Baidhowi, Ketua Kelompok Desa Wisata
Organik Lombok Kulon, Sabtu (27/9/2014).

KOMPAS.COM/AHMAD WINARNODesa

wisata organik di Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari,


Kabupaten Situbondo, Jatim. Ikan di kolam ini, sama sekali tidak menggunakan produk kimia.

Saat ditemui di rumahnya, Baidhowi menceritakan, tidak mudah menggugah


kesadaran masyarakat di desanya untuk beralih menggunakan pupuk organik.
Mengubah pola pikir masyarakat, untuk beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik
tidak mudah. Dalam benak mereka, jika menggunakan produk organik pasti akan
berdampak kepada turunnya produksi sawah mereka, ujarnya.
Baidhowi mengaku, butuh empat tahun lamanya untuk mengubah pola pikir
masyarakat untuk beralih menggunakan pupuk organik. Selama dua tahun, sejak
tahun 2007-2008 saya sempat gagal mengubah pola pikir masyarakat, namun saya
tidak lantas menyerah, kenangnya.
Namun seiring berjalannya waktu, upaya Baidhowi mulai terlihat. Di tahun 2009 lalu,
masyarakat mulai sadar dan beralih menggunakan pupuk organik. Namun saat itu
lahan yang menggunakan produk organik baru setengah hektar saja, jadi masih
sangat minim, ungkap pria yang sudah dikaruniai dua anak ini.
Akhirnya tahun 2013, lahan yang menggunakan produk organik bertambah menjadi
25 hektar. Meski demikian, setelah hasil panen dicek ke laboratorium, ternyata yang
benar-benar menggunakan pupuk organik baru 11 hektar, tetapi nggak masalah yang
penting lambat laun masyarakat sudah beralih, imbuhnya.

KOMPAS.COM/AHMAD WINARNODesa

Wisata Organik di Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari,

Bondowoso Jawa Timur.

Barulah kemudian, di bulan Juni lalu, hasil produksi pertanian di lahan seluas 25
hektar itu dinyatakan benar-benar organik. Alhamdulillah, ini adalah kerja keras
masyarakat semua untuk mewujudkan program desa wisata organik, tuturnya.
Selain menyediakan hasil alam organik, para wisatawan yang datang ke desa wisata
itu juga dimanjakan dengan permainan tubing di aliran sungai yang ada di desa itu.
Di sini juga kami sediakan home stay bagi para pengunjung yang ingin bermalam.
Jadi sambil berwisata, para pengunjung juga bisa belajar tentang konsep pertanian
organik di desa kami, kata pria kelahiran 45 tahun silam ini.

Penulis : Kontributor Jember, Ahmad Winarno


Editor

: I Made Asdhiana

Selasa, 30 September 2014

Desa Wisata Organik di


Bondowoso

Desa Wisata Organik di Bondowoso


Kidnesia.com Di Kabupaten Bondowoso , Jawa Timur, ada desa unik yang sumber daya
alamnya berasal dari pertanian organik, yang dinamakan desa wisata organik . Letaknya di Desa
Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari.
Di desa ini, sumber daya alamnya sama sekali tidak menggunakan bahan pestisida. Mulai dari
beras, sayur mayur, buah-buahan, telur hingga ikan. Bagi para wisatawan yang datang ke desa itu,
bisa memetik buah langsung dari pohonnya, lalu memanen sayur- sayuran dan ikan, serta
langsung dimasak sesuai dengan keinginan.

Selain menyediakan hasil alam organik, para wisatawan yang datang ke desa wisata ini juga bisa
bermain di aliran sungai yang ada di desa. O ya, di sini juga disediakan home stay untuk
pengunjung yang ingin menginap.
Apa, sih, pertanian organik itu?
Pertanian organik adalah sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami
tanpa menggunakan bahan kimia. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada prinsip
kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.
Prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan
kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu
kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan. Pertanian
organik juga harus didasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan.
Pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk
hidup lain di lingkungan. Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan

yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia baik
pada masa kini maupun pada masa depan.
Wah, berarti sumber daya alam desa wisata organik di Bondowoso ini sudah terjamin, ya! Siapa
sudah tidak sabar mau ke sana?
Teks: Iveta, Foto: Kompas.com

Menikmati Wisata Organik di Lombok Kulon


Bondowosokab

Warung La Ranta di Desa Lombok Kulon


Saat pertama mendengar nama warung La Ranta, seolah-olah nama
warung ini menggunakan bahasa bahasa yang lazim di Eropa, seperti
Spanyol dan Italia. Namun jangan salah, nama warung ini diambil dari
terminologi Madura. Dalam bahasa Indonesia, La Ranta memiliki arti
Sudah Siap.
Warung yang berdiri asri di salah satu sudut desa Lombok Kulon ini
menjadi salah satu penanda jika organik adalah kekuatan utama desa
wisata ini. Dengan desain dan bangunan berkesan alami, warung ini juga
memiliki view langsung ke areal pertanian padi. Di kiri dan depan warung
juga terdapat kolam-kolam ikan air tawar berisi koi, lele, gurami hingga
Nila jenis larasati.

Di warung tersebut, semua hidangan serba organik. Semuanya organik.


Mulai dari berasnya, ikannya sampai sayur-mayurnya adalah produk
organik dari desa Lombok Kulon, ujar Baidowi, pemilik warung La Ranta
sekaligus inisiator desa wisata Lombok Kulon. Menyantap aneka hidangan
khas pedesaan di warung La Ranta, ditemani semilir angin dan view yang
menghijau, tentu akan memberikan kenangan tersendiri bagi pengunjung
yang datang.
Produk-produk dari pertanian organik memang menjadi andalan utama
dari desa wisata Lombok Kulon. Dari awal datang hingga akhir,
pengunjung disuguhi berbagai kegiatan yang tak jauh-jauh dari sistem
pertanian organik.
Salah satu tempat yang paling banyak diminati adalah rumah organik. Di
sini, pengunjung bias mengetahui secara detail proses budidaya sayur
organik. Sekaligus bisa berbelanja langsung hasil produksi organik. Di
desa Lombok Kulon sendiri, sudah terdapat empat kampung yang
warganya sudah mengembangkan budidaya sayur-mayur organik.
Selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, sayur-mayur yang
dibudidayakan warga tersebut juga dijual kepada para pengunjung. Ratarata, para pengunjung yang datang tidak ragu-ragu untuk membeli sayurmayur yang dibudidayakan warga.
Tidak hanya bisa melihat, para pengunjung akan selalu dipersilahkan
untuk berpraktek dalam membudidayakan sayur mayur organik.
Harapannya, pengunjung bisa mempraktekkan sendiri ketika pulang ke
rumahnya.
Andalan lainnya adalah budidaya aneka ikan yang juga menggunakan
sistem organik. Pengembangan budidaya ikan oleh warga ini juga
diinisiasi oleh Baidowi. Sejak 2007, dia sudah mengajak warga untuk
membudidayakan ikan. Kala itu belum ada pemikiran untuk menjadikan
desanya sebagai desa wisata. Hanya saja, Baidowi melihat jika potensi
ekonomi dari budidaya ikan cukup besar.
Setelah muncul ide pengembangan desa wisata sejak 2012, Baidowi
kemudian menerapkan system organik dalam budidaya ikan air tawar
tersebut. Untuk pakan dan obatnya, kita murni organic semua, tukasnya.
Yang tak kalah menarik di desa wisata Lombok Kulon ini adalah pertanian
padi organik. Kini, petani Lombok Kulon adalah satu-satunya petani
organic murni di Bondowoso. Bebereapa waktu lalu, hasil produksi beras
mereka sudah mendapatkan sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi
Organik Seloliman (Lessos).

Selain objek dan daya tarik wisata yang kini sudah diminliki Lombok
Kulon, berbagai upaya penguatan terus dilakukan. Saat ini kita sudah
membentuk generasi sadar lingkungan (darling), ujar Baidowi. Anggota
dari generasi tersebut adalah anak-anak dari Usia SD hingga SMP.
Anak-anak itu dilatih untuk sadar terhadap kebersiahan dan kesehatan
lingkungannya sendiri. Kalau anaknya sadar lingkungan, dengan aktif
bersih-bersih misalnya, kita harapkan orang tuanya tidak ikut lebih sadar
lingkungan juga, tambah Baidowi.
Masyarakat di desa Lombok KUlon sendiri kini sudah relatif siap dengan
pengembangan desa wisata yang dilakukan. Hal itu setidaknya terlihat
dari kesadaran mereka terhadap wisata itu sendiri. Saat ada pengunjung
yang bertanya tentang organik, kini masyarakat sudah bisa menjelaskan
sendiri, ungkapnya. Karena itulah, dirinya optimis pengembangan desa
wisata Lombok KUlon akan berjalan bagus.
Berbagai upaya pengembangan terus dilakukan. Salah satunya adalah
tersedianya home stay atau tempat tinggal bagi pengunjung yang datang.
Sejauh ini, yang paling banyak berkunjung memang wisatawan lokal.
Tetapi ketika kita membidik wisatawan asing, tentu keberadaan home
stay akan sangat penting, pungkasnya.(*)
[ 03/10/2013, 09:34 WIB ]

BETIS REJO DESA WISATA ORGANIK


SAMBIREJO Tiga Desa di kecamatan
Sambirejo, yakni Sukorejo, Jambean dan Jetis
kedepan akan dijadikan paket desa wisata
organik dengan sebutan Desa Wisata Betis Rejo.
Tidaklah berlebihan karena tiga Desa tersebut,
memilki topografi tanah berbukit serta
mempunyai pemandangan alam yang cukup elok
untuk dinikmati. Di kanan kiri jalan yang
berkelok-kelok terlihat hamparan sawah yang
terletak di lereng perbukitan yang berhawa
sejuk.
Ketiga desa tersebut akan dikemas dalam
paket wisata desa Organik Betis Rejo singkatan
dari Jambeyan, Jetis dan Sukorejo. Tidaklah
salah bila ketiga desa tersebut dijadikan desa
wisata organik. Lantaran air sungai yang
mengairi persawahan yang terletak di dataran
yang cukup tinggi ini belum terkontaminasi
dengan pupuk dan obat-obatan kimia. Sehingga
label pertanian organik masih bisa dimungkinkan
untuk pertaniannya.
Di desa yang berbatasan dengan Kab. Ngawi

Jawa Timur dan Kabupaten Karanganyar ini, para


wisatawan baik lokal maupun mancanegara bisa
menginap di rumah-rumah penduduk yang
banyak dijadikan homestay. Namun jangan
memimpikan fasilitas yang disediakan akan
seperti hotel berbintang, karena memang tamu
yang menginap akan disuguhkan akan keaslian
penghidupan masyarakat setempat.
Kesederhanaan dan Kealamiahan inilah yang
menjadi icon yang bisa menjadi nilai jual, seperti
yang menjadi impian Bupati Sragen Agus
Fatchurrahman. Untuk itu Bupati menghimbau
kepada seluruh warga desa agar melestarian
kealamiahan desanya. Karena wisatawan yang
berkunjung ke desa tersebut ingin menikmati
kealamihan dan suasana pedesaan. Wisatawan
yang berkunjung kesini akan disuguhi dengan
kealamiahan, mereka bisa menikmati nikmatnya
makan bersama penduduk desa.
Selain pertanian padi organik, di
desa berpenduduk 2.697 jiwa yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani saat ini
baru dikembangkan tanaman buah-buahan.
Tanah-tanah pekarangan milik penduduk
nantinya agar ditanami buah-buahan, sehingga
lima atau sepuluh tahun kedepan, di desa ini
diharapkan akan menjadi pusat buah-buahan di
Kabupaten Sragen, himbau Bupati.

Pengembangan desa wisata ini digarap melalui Program Pengembangan Ekonomi


Lokal (PEL) yang merupakan program Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang
diintegrasikan pada kegiatan FEDEP di 35 Kabupaten/Kota. Sementara Pemkab Sragen
melalui Bappeda, telah melaksanakan 4 tahapan PEL sampai pada Penyusunan Rencana
Bisnis dan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) diantaranya produksi dan pemasaran
pupuk dan padi organik, serta agro farmaca organik.
Dengan ditetapkan tga desa tersebut sebagai desa wisata diharapkan kedepan
dapat meningkatkan kesejahteraan warga. Penghasilan warga tentu akan bertambah
bila desa wisata nanti banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam maupun dari
luar negeri. Diharapkan setiap wisatawan yang berkunjung ke Sangiran juga akan
berkunjung ke desa wisata ini. (pj/yl).

3 Desa Di Sragen Jadi Wisata


Organik
Pamuji Trinastiti Jum'at, 04/10/2013 14:56 WIB

Bisnis.com, SEMARANG - Tiga desa di Kecamatan Sambirejo, Sragen disiapkan sebagai


destinasi Wisata Organik Betis Rejo yang menawarkan keelokan topografi tanah berbukit serta
pemandangan alam.

Wilayah itu meliputi Sukorejo, Jambean dan Jetis selama ini diketahui
memiliki aliran sungai yang mengairi persawahan di dataran tinggi dan
belum terkontaminasi pupuk dan obat kimia untuk pertanian.

Bupati Sragen Agus Fatchurrahman mengimbau kepada seluruh warga


desa agar melestarikan kealamian desa sehingga predikat organik benarbenar terbukti dan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan domestik
maupun mancanegara.

Wisatawan yang berkunjung akan disuguhi kealamian dan menikmati


makan bersama penduduk desa serta bisa menginap di rumah penduduk
yang banyak dijadikan homestay, katanya dalam berita tertulis, Jumat
(4/10).

Selain pertanian padi organik, wilayah berpenduduk 2.697 jiwa saat ini
sedang giat mengembangkan tanaman buah dan sayur organik.

Sementara itu, pengembangan desa wisata digarap melalui Program


Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) yang merupakan program
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang diintegrasikan pada kegiatan
Bappeda di 35 kabupaten/kota.

Pemkab Sragen melalui Bappeda setempat saat ini telah melaksanakan 4


tahapan PEL sampai pada Penyusunan Rencana Bisnis dan Rencana
Kerja Tindak Lanjut (RKTL) diantaranya produksi, pemasaran pupuk dan
padi organik, serta agro farmaca organik.

Desa Sukorejo, Akan Jadi Desa


Wisata Organik!
March 14, 2012 Filed under Berita

SRAGEN

Kegiatan

Srawung

Warga

Bupati Sragen putaran ke tiga kali ini dilaksanakan di Balai Desa Sukorejo Kecamatan
Sambirejo, Selasa (21/2). Seluruh Ketua RT/RW, Kepala Desa, ratusan tokoh warga
kecamatan Sambirejo, Pimpinan SKPD dan Forum Pimpinan Daerah malam itu memenuhi
kursi yang disediakan oleh penyelenggara. Tak ada satupun kursi yang tersisa. Suasana
tersebut menggambarkan, bahwa warga memang sangat merindukan dapat bertemu muka
dan berdialog langsung dengan orang nomor satu di Sragen ini. Wakil Bupati Sragen dan
beberapa anggota DPRD Sragen juga tampak hadir dalam acara tersebut. Sebelum acara
dimulai warga yang hadir dihibur oleh karawitan langgang jawa. Acara dimulai sekitar pukul
20.30 wib bersamaan dengan turunnya gerimis kecil.

Saat memberikan sambutan, Bupati Sragen Agus Fatchurrahman mengingatkan akan


pengaruh siaran televisi yang saat lebih didominasi oleh tayangan sinetron. Bupati
membandingkan dengan siaran televisi di Jepang. Disana, kata Bupati, siaran televisi

sangat berbeda dengan di Indonesia. Kalau pagi hari, seluruh tayangan televisi di Jepang
semuanya berisikan siaran pendidikan dan motivasi bagi anak-anak, berbeda dengan
tayangan televisi di Indonesia, tutur Bupati. Untuk itu Bupati mengingatkan kepada
masyarakat untuk pandai dan bijak dalam memilih tayangan-tayangan siaran televisi.

Lebih

lanjut

Bupati

mengingatkan

hampir

setiap

tahun

Kabupaten

Sragen

selalu

mendapatkan Anugerah Adipura. Bupati mengajak seluruh masyarakat agar tetap menjaga
kebersihan dan ketertiban lingkungannya, agar di tahun 2012 ini Kabupaten Sragen tetap
mendapatkan Anugerah Adipura.

Bupati juga menyampaikan kabar gembira bagi para Ketua RT/RW. Mulai bulan Januari
2012 ini semua Ketua RT/RW akan mendapatkan insentif setiap bulannya. Ini hanya untuk
tukon rokok, jadi jangan dilihat dari besarnya, namun kami harapkan seluruh Ketua RT/RW
akan lebih giat dalam nggulo wentah masyarakat, tutur Bupati. Keterangan Bupati
tersebut, disambut dengan tepuk tangan yang meriah dari para hadirin. Kebijakan Bupati
tentang hal ini bisa terlaksanakan berkat kerjasama yang baik antara eksekutif dan legislatif
dalam menggoal kan anggaran insentif untuk 6000 an ketua RT/RW di seluruh Kabupaten
Sragen.

Selain insentif untuk para ketua RT/RW, Bupati juga menyampaikan di tahun 2012 ini ada
Santunan Kematian bagi warga miskin yang meninggal antara tanggal 1 Januari hingga 13
Februari 2012 lalu, masing-masing Rp 500 ribu. Yang meninggal setelah tanggal 13 Februari
baru akan diusulkan dalam anggaran perubahan APBD Kab. Sragen 2012. Memang
pemberian bantuan sekarang ini tidak bisa langsung diberikan. Karena terganjal peraturan
pemerintah pusat yang mengharuskan setiap pemberian bantuan harus di pacak dalam
APBD terlebih dahulu.

Saat itu Bupati juga menyampaikan hal yang menggembirakan bagi warga Sukorejo.
Pemerintah akan menjadikan desa Sukorejo, Jetis dan Jambean menjadi desa wisata
organik. Ketiga desa tersebut nantinya akan dikemas dalam paket wisata desa Organik
Betis Rejo singkatan dari Jambeyan, Jetis dan Sukorejo , kata Bupati. Untuk itu Bupati
menghimbau kepada seluruh warga desa untuk melestarian kealamiahan desanya. Karena
wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut ingin menikmati kealamihan dan suasana
pedesaan.

Setiap pekarangan dihimbau untuk dimanfaatkan dengan ditanami buah-buahan, kolam


ikan atau untuk peternakan, yang penting bisa memberikan penghasilan tambahan bagi
warga. Saya menginginkan lima atau sepuluh tahun yang akan datang desa ini menjadi
pusat buah-buahan, Pesannya.

Nantinya

dengan

ditetapkannya

sebagai

desa

wisata

akan

dapat

meningkatkan

kesejahteraan warga. Penghasilan warga tentu akan bertambah bila desa wisata nanti
banyak dikunjungi oleh wisatawan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Warga bisa
menyewakan rumahnya untuk Home Stay bagi wisatawan. Saya menginginkan setiap
wisatawan yang berkunjung ke Sangiran juga akan berkunjung ke desa wisata ini, kata
Bupati.

Usai memberikan sambutan, dilanjutkan dengan sesi dialog dengan warga. Kesempatan
tersebut dimanfaatkan warga yang hadir untuk menyampaikan uneg-uneg, usulan,
masukan

maupun

permintaan

bantuan.

Beberapa

permintaan

bantuan

dari

warga

diantaranya, permintaan bantuan traktor, pupuk, beberapa sarana pertanian lainnya,


perbaikan jalan dan prasarana fisik lainnya. Namun ada permintaan yang unik, yaitu
permohonan bantuan berupa bandosa atau keranda pengusung jenazah, yang kebetulan
diajukan seorang warga yang telah berusia tua.

Menanggapi

hal

tersebut,

Bupati

menjelaskan

bahwa

saat

ini

pemerintah

sudah

mengeluarkan Permendagri yang isisnya seluruh bantuan kepada masyarakat harus dipacak
dalam APBD. Sehingga untuk bantuan tahun 2012 ini harus sudah diusulkan paling lambat
bulan Nopember 2011 yang lalu. Sedang untuk usulan bantuan yang baru masuk awal
tahun 2012 ini akan diupayakan untuk dapat dipacak dalam perubahan APBD 2012.

Untuk bantuan traktor bila memang pemerintah masih mempunyai stok pasti akan
diberikan, namun bantuan diberikan bagi yang sudah memasukkan proposal terlebih
dahulu. Bagi warga yang belum mengajukan proposal diminta segera mengajukan proposal
terlebih dahulu, yang pembuatannya bisa dibantu oleh PPL setempat. Namun bupati
berpesan, bantuan traktor tersebut bukan diperuntukkan bagi perorangan melainkan untuk
kelompok tani.

Acara dialog berjalan cukup menarik sampai pukul 22.30 wib. Selesai acara Wakil Bupati,
Forum Pimpinan Daerah dan sebagian warga berpamitan pulang. Namun Bupati Sragen
masih melanjutkan dengan berbincang-bincang dengan warga dan tokoh masyarakat

setempat. Malam itu Bupati Sragen bermalam di lokasi Srawung Warga. Aku tak melekan
neng kene wae, idep-idep nirakati Bumi Sukowati, katanya. Hujan deras yang turun sekitar
pukul 23.00 wib mengiringi bincang-bincang Bupati dengan warganya.

Pada pagi harinya, acara dilanjutkan dengan penanaman pohon disekitar lokasi Srawung
Warga. Pagi hari itu, warga masyarakat kembali berduyun duyun datang kelokasi
penanaman lengkap dengan cangkulnya. Semua Kepala Satker dan perwakilan SKPD juga
tampak hadir. Sebelum penanaman dimulai Bupati kembali berpesan kepada warga untuk
menjaga kealamiahan desanya. Bupati juga berpesan agar warga nguri-uri bibit yang
ditanam pada pagi hari itu. Biar anak-anak kita nantinya ikut memanen hasil tanaman kita
ini, katanya.

Selesai acara, Bupati bersama rombongan meninggalkan lokasi untuk menuju ke SD


Jambean 2 . Disini Bupati bersama rombongan meninjau murid-murid SD yang sedang
menjalani tryout ujian nasional. Tak berapa lama di SD Jambean 2, Bupati dan rombongan
melanjutkan perjalanan untuk melihat makam yang dikeramatkan warga setempat yakni
makam Joko Budug. Menurut mitos yang berkembang, Joko Budug merupakan seorang
tokoh Keturunan trah Majapait yang diberi tugas oleh Raja Majapahit waktu itu untuk
memakmurkan desa Jambean. Makam ini cukup menarik, karena orang yang dimakamkan
disitu mempunyai panjang sekitar sebelas meter. Menurut mitos, setelah Joko Budug
meninggal dunia, jasadnya bertambah panjang hingga sebelasan meter. Makam ini cukup
ramai dikunjungi peziarah terutama pada saat bulan Suro dan setelah panen padi. Setelah
mengunjungi makam Joko Budug, Bupati bersama rombongan kembali ke tempat kerja di
Pemkab Sragen. (N.Hart)

Sragen Kembangkan Desa Wisata


Betisrejo

on Mei 17, 2012 at 14:55 WIB


Share
Comment (0)

Citizen6, Sragen: Tiga Desa di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen yaitu


Sukorejo, Jambean dan Jetis untuk ke depannnya akan dijadikan Kawasan Desa
Wisata Pertanian Organik Terpadu dengan sebutan Desa Wisata Betis Rejo. Tidaklah
berlebihan karena tiga Desa tersebut, memilki topografi tanah berbukit serta
mempunyai pemandangan alam yang cukup elok untuk dinikmati. Di kanan kiri jalan
yang berkelok-kelok terlihat hamparan sawah yang terletak di lereng perbukitan yang
berhawa sejuk. " Ketiga desa tersebut nantinya akan dikemas dalam paket wisata
desa Organik Betis Rejo singkatan dari Jambeyan, Jetis dan Sukorejo, " ucap Bupati
ketika berkunjung ke daerah tersebut beberapa waktu lalu.
Tidaklah salah bila ketiga desa tersebut dijadikan desa wisata organik. Lantaran air
sungai yang mengairi persawahan yang terletak di dataran yang cukup tinggi ini
belum terkontaminasi dengan pupuk dan obat-obatan kimia. Sehingga label
pertanian organik masih bisa dimungkinkan untuk pertanian tersebut.
Di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan Kabupaten
Karanganyar ini, para wisatawan baik lokal maupun mancanegara bisa menginap di
rumah-rumah penduduk yang banyak dijadikan homestay. Namun jangan
memimpikan fasilitas yang disediakan akan seperti hotel berbintang, karena memang
tamu yang menginap akan disuguhkan akan keaslian penghidupan masyarakat

setempat.
Kesederhanaan dan Kealamiahan inilah yang menjad icon yang bisa menjadi nilai
jual, seperti yang menjadi impian Bupati Sragen Agus Fatchurrahman. Untuk itu
Bupati menghimbau kepada seluruh warga desa agar melestarian kealamiahan
desanya. Karena wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut ingin menikmati
kealamihan dan suasana pedesaan. " Wisatawan yang berkunjung kesini akan
disuguhi dengan kealamiahan, mereka bisa menikmati nikmatnya makan bersama
penduduk desa, " papar Bupati Sragen.
Selain pertanian padi organik, di desa berpenduduk 2.697 jiwa yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani saat ini baru dikembangkan tanaman buahbuahan. " Tanah-tanah pekarangan milik penduduk nantinya agar ditanami buahbuahan, sehingga lima atau sepuluh tahun kedepan, di desa ini diharapkan akan
menjadi pusat buah-buahan di Kabupaten Sragen, " himbau Bupati.
Pengembangan desa wisata ini digarap melalui Program Pengembangan Ekonomi
Lokal (PEL) yang merupakan program Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang
diintegrasikan pada kegiatan FEDEP di 35 kabupaten atau kota. Sementara Pemkab
Sragen melalui Bappeda, dengan pendampingan dari BDS Dinamika Lintasnusa
Initiative, telah melaksanakan empat tahapan PEL. Saat ini telah sampai pada
Penyusunan Rencana Bisnis dan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) di antaranya
produksi dan pemasaran pupuk dan padi organik, serta agro-farmaka organik.
Dengan ditetapkannya tiga desa tersebut sebagai desa wisata diharapkan ke depan
dapat meningkatkan kesejahteraan warga. Penghasilan warga tentu akan bertambah
bila desa wisata nanti banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam maupun
dari luar negeri. " Saya menginginkan setiap wisatawan yang berkunjung ke
Sangiran juga akan berkunjung ke desa wisata ini, " kata Bupati. (Pengirim: Sapto T
Poedjanarto)

Desa Wisata Organik di Bondowoso


Lombok Kulon merupakan sebuah desa di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Uniknya, sejak
tahun 2009 desa inimengusung konsep kampung organik, dimana hampir semua produk
hortikultura maupun buah-buahan yang ditanam warga desa menggunakan pola organik. Bukan
cuma itu saja, di desa Lombok Kulon ini juga terdapat sekitar 40 kolam ikan yang membudidayakan
ikan gurami, nila, dan patin. Semua juga dikelola secara organik. Karena mengusung konsep

organik inilah, pemerintah daerah setempat menetapkan Lombok Kulon sebagai desa wisata
organik.
Diperlukan waktu sekitar 30 menit dari arah Kota Bondowoso untuk menuju lokasi desa wisata
organik ini. Akses jalan menuju lokasi wisata ini juga sudah nyaman dilalui kendaraan roda empat.
Daya tarik Lombok Kulon memang terletak pada wisata organiknya. Jadi jika berkunjung kesini,
anda akan disuguhi berbagai kegiatan pertanian organik, seperti pembuatan pupuk dan budidaya
hortikultura. Disana, ada salah satu tempat yang paling banyak diminati, yakni rumah organik. Di
rumah organik ini, anda bisa mengetahui secara detail proses budidaya sayur organik. Sekaligus
bisa memetik dan berbelanja langsung hasil produk organiknya.
Yang tak kalah menarik di desa wisata Lombok Kulon ini adalah pertanian padi organik. Kini, petani
Lombok Kulon adalah satu-satunya petani organik murni di Bondowoso. Pada 2013 lalu, hasil
produksi beras mereka sudah mendapatkan sertifikasi organik dari Lembaga Sertifikasi Organik
Seloliman (Lessos).
Puas dengan pertanian organik, anda bisa melihat budidaya aneka ikan yang juga menggunakan
sistem organik. Ada berbagai jenis ikan yang telah dikembangkan warga setempat. Selain itu, desa
Lombok Kulon juga memiliki warung sehat bernama Laranta. Di warung tersebut, semua makanan
dihidangkan dengan cara sehat. Apalagi semua bahan utama makanannya serba organik.
Berkunjung ke Desa Wisata Organik Lombok Kulon, anda tidak hanya bisa menikmati kuliner dan
pertanian organik saja. Ada juga atraksi lain yang bisa anda nikmati, yakni river tubing atau
kegiatan meluncur bebas di aliran sungai dengan menggunakan sebuah ban. Dengan River tubing,
anda bisa menikmati arus sungai Wonosroyo yang bersih dan dingin sepanjang dua kilometer.
Disana, ada 25 ban yang telah disiapkan. Bagi anda yang ingin bermalam di desa wisata organik
ini, Lombok Kulon telah menyediakan jasa homestay.// Dora

Kampung Organik, Menjadi


Tujuan Wisata Alternatif di
Kabupaten Bondowoso
Selasa, 27 Mei 2014 18:48 WIB

Ketua Lembaga LaDewi, Baidhawi berbincang-bincang dengan pengunjung Desa Wisata. Foto: yogik
mz/BANGSAONLINE

BONDOWOSO (bangsaonline) - Menikmati liburan dengan mengunjungi obyek wisata


berpanoramaindah, barangkali sudah jamak dilakukan. Namun, berwisata sambil
belajar bercocok tanam dengan pola organik. mungkin bisa dijadikan alternatif mengisi
libur.
Desa Lombok Kulon, salah satu desa yang ada di Bondowoso yang mengusung konsep
kampung organic yang telah dinobatkan sebagai Desa Wisata. Di desa yang terletak di
Kecamatan Wonosari ini, hampir semua produk hortikultura maupun buah-buahan
yang ditanam warga desa menggunakan pola organik.
Bukan cuma itu saja. Di desa yang berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat kota
Bondowoso, ini juga terdapat sekitar 40 kolam ikan yang membudidaya ikan gurami,
nila, dan patin. Semua juga dikelola secara organik.
Sajian kuliner di desa ini semuanya serba organik. Mulai dari beras, sayuran, buahbuahan hingga ikan air tawar yang kami sajikan merupakan hasil produksi warga desa,
ujar Baidhawi, Ketua Lembaga Desa Wisata (La Dewi) kemaren.
Menurutnya, LaDewi adalah kelompok masyarakat yang mengelola Desa Wisata ini.
Yang anggotanya berjumlah sekitar 125 orang terdiri dari para pemuda dan pelajar
desa setempat. Merekalah yang memandu para pengunjung menyusuri sudut-sudut
desa.

Baidhowi menambahkan, ada 4 kluster sebagai penunjang kegiatan Desa Wisata


tersebut. Yakni, kluster sumber daya manusia (SDM), pertanian, perikanan, atraksi, dan
kuliner. Masing-masing kluster berperan sesuai dengan minat wisata pengunjung.
Selain berwisata menikmati suasana pedesaan yang tampak asri dan hijau, pengunjung
juga bisa belajar secara langsung pada warga desa. Diantaranya, tentang budidaya ikan
koi, pembuatan pupuk, pembuatan pakan ikan, maupun budidaya holtikultura.
Semuanya dilakukan secara organic, tambah pria yang murah senyum ini .
Selain itu, menurut Baidhawi desa wisata ini juga memiliki lahan sawah pecontohan
seluas sekitar 25 hektar. Sawah ini dikelola dengan menggunakan pola cocok tanam
organik murni. Artinya, selain tanpa menggunakan pupuk kimia, air yang digunakan
untuk mengairi sawah ini juga berasal dari sumber air.
Pada hari-hari tertentu, pengunjung bisa langsung turun ke sawah untuk melihat secara
langsung pola cocok tanam. Bahkan, jika mau, pengunjung juga bisa turut membajak
lahan maupun menanam padi.
Kami sudah dapat sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (LeSOS)
sebagai kawasan dengan sistem produksi organik, imbuh Baidhawi, saat berbincang
dengan Harian Bangsa.
Setelah puas berkeliling di Desa Wisata, pengunjung bisa juga mecoba bermain tubing
di sungai desa. Tubing adalah arung sungai dengan menggunakan ban dalam mobil.
Kendati memiliki tingkat kesulitan relatif rendah, tapi cukup untuk memompa adrenalin
di hari libur.

Sragen Kembangkan Desa Wisata


Betisrejo

on Mei 17, 2012 at 14:55 WIB


Share
Comment (0)

Citizen6, Sragen: Tiga Desa di Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen yaitu


Sukorejo, Jambean dan Jetis untuk ke depannnya akan dijadikan Kawasan Desa
Wisata Pertanian Organik Terpadu dengan sebutan Desa Wisata Betis Rejo. Tidaklah
berlebihan karena tiga Desa tersebut, memilki topografi tanah berbukit serta
mempunyai pemandangan alam yang cukup elok untuk dinikmati. Di kanan kiri jalan
yang berkelok-kelok terlihat hamparan sawah yang terletak di lereng perbukitan yang
berhawa sejuk. " Ketiga desa tersebut nantinya akan dikemas dalam paket wisata
desa Organik Betis Rejo singkatan dari Jambeyan, Jetis dan Sukorejo, " ucap Bupati
ketika berkunjung ke daerah tersebut beberapa waktu lalu.
Tidaklah salah bila ketiga desa tersebut dijadikan desa wisata organik. Lantaran air
sungai yang mengairi persawahan yang terletak di dataran yang cukup tinggi ini
belum terkontaminasi dengan pupuk dan obat-obatan kimia. Sehingga label
pertanian organik masih bisa dimungkinkan untuk pertanian tersebut.
Di desa yang berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur dan Kabupaten
Karanganyar ini, para wisatawan baik lokal maupun mancanegara bisa menginap di
rumah-rumah penduduk yang banyak dijadikan homestay. Namun jangan
memimpikan fasilitas yang disediakan akan seperti hotel berbintang, karena memang
tamu yang menginap akan disuguhkan akan keaslian penghidupan masyarakat

setempat.
Kesederhanaan dan Kealamiahan inilah yang menjad icon yang bisa menjadi nilai
jual, seperti yang menjadi impian Bupati Sragen Agus Fatchurrahman. Untuk itu
Bupati menghimbau kepada seluruh warga desa agar melestarian kealamiahan
desanya. Karena wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut ingin menikmati
kealamihan dan suasana pedesaan. " Wisatawan yang berkunjung kesini akan
disuguhi dengan kealamiahan, mereka bisa menikmati nikmatnya makan bersama
penduduk desa, " papar Bupati Sragen.
Selain pertanian padi organik, di desa berpenduduk 2.697 jiwa yang mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai petani saat ini baru dikembangkan tanaman buahbuahan. " Tanah-tanah pekarangan milik penduduk nantinya agar ditanami buahbuahan, sehingga lima atau sepuluh tahun kedepan, di desa ini diharapkan akan
menjadi pusat buah-buahan di Kabupaten Sragen, " himbau Bupati.
Pengembangan desa wisata ini digarap melalui Program Pengembangan Ekonomi
Lokal (PEL) yang merupakan program Pemerintah Propinsi Jawa Tengah yang
diintegrasikan pada kegiatan FEDEP di 35 kabupaten atau kota. Sementara Pemkab
Sragen melalui Bappeda, dengan pendampingan dari BDS Dinamika Lintasnusa
Initiative, telah melaksanakan empat tahapan PEL. Saat ini telah sampai pada
Penyusunan Rencana Bisnis dan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) di antaranya
produksi dan pemasaran pupuk dan padi organik, serta agro-farmaka organik.
Dengan ditetapkannya tiga desa tersebut sebagai desa wisata diharapkan ke depan
dapat meningkatkan kesejahteraan warga. Penghasilan warga tentu akan bertambah
bila desa wisata nanti banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam maupun
dari luar negeri. " Saya menginginkan setiap wisatawan yang berkunjung ke
Sangiran juga akan berkunjung ke desa wisata ini, " kata Bupati. (Pengirim: Sapto T
Poedjanarto)

PROFIL UMUM
1. Batas Administrasi dan Batas Fisik Wilayah Perencanaan
Posisi geografis Wilayah Pengembangan Kawasan Dewi Betisrejo menurut Peta Rupa Bumi
Bakorsurtanal adalah antara 111'5 derajat BB - 111'9 derajat BT dan 7'28 derajat LU 7'31 derajat LS. Adapun batas- batas wilayah Kawasan Dewi Betisrejo adalah : : Desa
Tunggul, Desa Sambi, dan Provinsi Jawa Timur : Provinsi Jawa Timur : Kabupaten

Karanganyar : Desa Musuk dan Desa Sambirejo Wilayah Pengembangan Dewi Betisrejo
mempunyai luas wilayah yaitu 1559.28 Ha, yang terdiri dari 3 Desa , yaitu Desa
Jambeyan, Desa Jetis, dan Desa Sukorejo.
Luas Wilayah Per Desa
No.

Desa

Luas (Ha)

Sukorejo

412.08

Jambeyan

759.55

Jetis

417.65

Dari Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Desa Jambeyan memiliki luas wilayah yang
paling besar yaitu 759.55 Ha, sedangkan untuk luas wilayah yang paling kecil adalah
Desa Sukorejo yaitu sebesar 412,08 Ha. Dari jumlah luas wilayah Pengembangan Dewi
Betisrejo dapat dikatakan potensi penggunaan lahan yang cukup baik untuk
dikembangkan sebagai unggulan wisata untuk ke depannya. Pengembangan Dewi
Betisrejo yang berbasis pertanian terpadu diharapkan dapat semakin berkembang dengan
melihat kondisi luas wilayah dari ketiga desa tersebut yang mencukupi untuk
dikembangkan sebagai Wilayah Pengembangan Dewi Betisrejo (Desa Jambeyan, Desa
Jetis, dan Desa Sukorejo).

RENCANA PENGEMBANGAN DESA WISATA PERTANIAN ORGANIK


BETIS REJO KECAMATAN SAMBIREJO
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) DEK-PK/FEDEP Kabupaten Sragen
Program Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) adalah program Pemerintah Propinsi Jawa
Tengah yang diintegrasikan pada kegiatan FEDEP di 35 Kabupaten/Kota. FEDEP Sragen,
difasilitasi Bappeda, telah melaksanakan 4 tahapan PEL sampai pada Penyusunan Rencana
Bisnis dan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) di mana RKTL ini diharapkan
terinternalisasi dalam Anggaran Daerah mulai tahun 2012.
Rencana Bisnis dan RKTL yang dihasilkan, meliputi 4 hal yaitu:
1.
Produksi dan Pemasaran Padi Organik
2.
Produksi dan Pemasaran Pupuk Organik
3.
Produksi dan Pemasaran Agro-Farmaca Organik
Ke tiga Rencana Bisnis di atas, terintegrasi dalam Rencana Bisnis yang lebih besar lagi
yaitu:
4.
Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik Betis Rejo (Jambean, Jetis,
Sukorejo).
Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik ini didasarkan pada workshop yang
dilaksanakan selama 3 hari di Desa Sukorejo tanggal 24-26 Juli 2001, melalui kerja
kelompok. Dalam merumuskan rencana bisnis, semua kelompok mempertimbangkan
potensi SDA dan SDM yang ada di kawasan Jambean, Jetis, dan Sukorejo.
Potensi SDA yang dimaksud adalah:
lahan pertanian organik di Desa Sukorejo sebanyak 132 Ha, dan Desa Jetis 52 Ha
dengan rata-rata hasil produksi 6-8 Ton/Ha Gabah kering dengan 3 kali panen dalam 1
tahun. Ini adalah kegiatan inti dari Desa Wisata Pertanian Organik.
Keberadaan Waduk Gebyar seluas 0.25 km2, dengan kapasitas volume air tertampung
701.259 m3.
Keberadaan Pemandian Air Hangat Bayanan, di Jambeyan
Keberadaan Pemandian Air Hangat Ngunut, di Jetis
Keberadaan Bumi Perkemahan Kyai Srenggi, berjarak 5 km dari Lokasi
Landscape desa Sukorejo yang relatif asri, indah, dan berhawa sejuk
Kualitas infrastruktur jalan dan jembatan menuju desa lokasi yang relatif baik
Topografi tanah yang berbukit-bukit
Tugu perbatasan 3 kabupaten (Sragen, Karanganyar, dan Jenawi).
Keberadaan berbagai tanaman buah yang ada di wilayah Betis Rejo
Potensi SDM yang dimaksud :
Keberadaan Kelompok Tani Sri Makmur pimpinan Ali Sutrisno yang sering menjadi

kunjungan banyak tamu dari daerah lain dan beberapa Kementrian RI untuk studi
banding, Kunjungan Kerja, dan research.
Dukungan masyarakat untuk pengembangan kegiatan.
Beberapa Kegiatan Yang Telah dilakukan:
1.
Penyusunan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL), 24-26 Juli 2011, mengakomodasi
Program dan Kegiatan yang dibutuhkan masyarakat sebagai konsekwensi logis Rencana
Bisnis. RKTL mensinkronkan Program dan Kegiatan ini dengan Program dan Kegiatan
SKPD-SKPD di lingkungan Pemkab Sragen yang dapat dialokasikan di Desa Betis Rejo .
Sehingga harapan internalisasi RKTL dalam APBD, mulai dalam tahun 2012 ini dapat
tercapai.
2.
Penyempurnaan Visi Misi, AD/ART Klaster Padi Organik, Rencana Bisnis dan RKTL, 25
Agustus 2011, di Aula Bappeda Kab. Sragen. Diikuti oleh Anggota Klaster dan SKPD
berkompeten.
3.
Audiensi dengan Bupati Sragen, 18 Oktober 2011. FEDEP merekomendasikan
rencana Pengembangan Desa Wisata Pertanian Organik Betis Rejo. Bupati mendukung
penuh dan memerintahkan kepada SKPD untuk mengalokasikan sebagian kegiatan di
Betis Rejo.
4.
Rakor Desa Wisata dengan Semua Satker berkompeten, tanggal 4 November 2011,
di Ruang kerja Kepala Bappeda.
5.
Penyempurnaan rencana kegiatan SKPD pada wilayah Betis Rejo tahun 2012, tanggal
21 November 2011, di Desa Sukorejo.
6.
Pembuatan Peraturan Bupati tentang Penetapan Desa Wisata Pertanian Organik
(dalam proses di Bagian Hukum Setda).
Admin Jambeyan

http://www.dewibetisrejo.com/index2.php?menu=10

Trumpon, Pioner Desa Wisata di


SlemanJogja

Sutriyati

Sabtu, 17 Januari 2015

Ilustrasi (sumber: novitahenny.blogspot.com)

SLEMAN (kabarkota.com) - Dusun Trumpon, Kelurahan Merdikorejo, Kecamatan


Tempel, Kabupaten Sleman merupakan salah satu pioner desa wisata di wilayah
Sleman. Pertanian salak pondoh organik menjadi andalan yang ditawarkan Trumpon
kepada para wisatawan, yang tidak sekedar berekreasi, tetapi juga belajar pertanian.
Perintis Desa Wisata Trumpon, Musrin mengatakan, ide awal menjadikan Trumpon
sebagai wisata salak pondoh organik itu sebenarnya datang dari Pemerintah
Kabupaten Slemann, sekitar tahun 1999 silam.
"Awalnya kami hanya mengembangkan salak pondoh kemudian banyak orang yang
ingin melihatnya," kata Musri kepada kabarkota.com, Sabtu (17/1).
Menurut Musrin, sejak warga di Trumpon membudidayakan salak pondoh organik ini,
taraf kesejahteraan masyarakat rata-rata meningkat. Peningkatan itu ditunjukkan dari
daerah yang dulunya kumuh dengan bangunan-bangunan rumah sederhana, kini
menjadi lebih bersih dan tertata.
Meski begitu, Musrin mengaku, awalnya enggan menginisiasi desa wisata di
Trumpon, karena untuk menjadi sebuah kawasan wisata, tidak sekedar papan nama.
Melainkan, harus mempunyai daya tarik bagi para pengunjung.
Pada awalnya, ungkap Musrin, pemerintah memang membantu promosi desa wisata
dengan berbagai upaya, seperti mendatangkan tamu-tamu dari dinas untuk
melakukan studi banding. Baik itu tamu dari dalam negeri, maupun turis-turis manca

negara dari Malaysia, Brunai Darussalam, Jerman, dan Belanda.


Selain itu, untuk menambah daya tarik wisatawan, di dusun yang terletak di kawasan
jalan Magelang ini juga dibangun gardu pandang yang difasilitasi oleh pihak swasta,
serta berbagai area outbond.
Namun, seiring banyaknya desa wisata yang ada saat ini, dan aneka fasilitas yang
juga hampir sama dengan Trumpon, termasuk pertanian salak pondoh, maka
pengembangan wisata di kampung tersebut juga mengalami hambatan. (Baca
juga: Lima Tahun Berdiri, Desa Wisata Ini Berjalan Landai tanpa Bantuan)
"Rata-rata tamu yang datang per tahun 1.000 - 2.000 orang," sebut Musrin melalui
sambungan telepon.
Guna menyiasati persaingan, pihaknya mengaku terus mengupayakan terobosanterobosan baru untuk menarik minat pengunjung. Di antaranya, dengan sertifikasi
salak pondoh organik, serta menciptakan berbagai olahan makanan yang berbahan
dasar salak.
Ke depan, Musrin berharap, agar ada sinergitas yang lebih baik antara pengelola
desa wisata dengan pihak pemerintah, serta pelaku pariwisata lainnya untuk turut
mempromosikan keberadaan obyek wisata alternatif ini.
"Kalau dari kami selaku pengelola, untuk melakukan kerjasama masih sangat
terbatas kemampuan SDM-nya," keluhnya.
SUTRIYATI

You might also like