Professional Documents
Culture Documents
Dengan nilai GSI, kemudian dihitung konstanta mb, a, dan s yang merupakan fungsi
dari
GSI.
Dalam
perhitungan
konstanta-konstanta
tersebut,
Hoek,
2002
5-1
tipe 1, 2, dan 3, dengan ketinggian lereng tidak lebih dari 100m, peledakan terkontrol
yang dipergunakan termasuk skala kecil hingga menengah dengan kerusakan massa
batuan relatif kecil, maka nilai D ditetapkan sebesar 0.7. Sedangkan untuk massa
batuan tipe 4 dimana galian menggunakan alat excavator dengan kerusakan massa
batuan minimal, nilai D ditetapkan sebesar 0.5.
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
Gambar 5.1. Perkiraan Nilai GSI Untuk Setiap Tipe Massa Batuan (Hoek, 1995)
Setelah nilai GSI diperoleh, selanjutnya dicari konstanta massa batuan mb, s dan a
dengan memasukan nilai-nilai GSI, mi, dan D ke dalam persamaan 3.18 hingga 3.20,
sehingga diperoleh kriteria keruntuhan Hoek-Brown (2002). Karena analisis
5-2
RMR
GSI
UCS
(mPa)
mi
Tipe 1
69
65
25.7
17
0.7
Tipe 2
59
55
25.7
17
0.7
Tipe 3
30
30
13.75
0.7
Tipe 4
20
25
13.75
0.5
Tinggi
c (kPa)
Lereng (m)
Min:
10 Min:
266.0
Max:
100 Max: 683.0
Avg.: 490.6
Min:
10 Min:
159.0
Max:
100 Max: 525.0
Avg.: 360.1
Min:
10 Min:
39.0
Max:
100 Max: 150.0
Avg.: 101.6
Min:
10 Min:
39.0
Max:
100 Max: 148.0
Avg.: 100.3
( )
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:
44.1
58.7
49.5
39.8
55.8
45.6
18.9
34.3
23.9
18.0
32.8
22.8
Berdasarkan hasil perhitungan c dan pada Tabel V.1 dan Lampiran 3, terlihat
bahwa nilai c merupakan nilai yang paling berpengaruh terhadap kestabilan lereng
dan akan menaik sesuai dengan ketinggian lereng. Gambar 5.2. memperlihatkan
hubungan antara tinggi lereng dengan nilai kohesi.
800
Tipe 1
700
Tipe 2
Tipe 3
Kohesi (kPa)
600
Tipe 4
500
400
300
200
100
0
0
20
40
60
80
100
120
Ketinggian Lereng (m )
5-3
Dari Gambar 5.2. terlihat bahwa nilai kohesi akan semakin besar dengan
bertambahnya ketinggian lereng. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu
lereng maka bidang gelincirnya akan semakin dalam sehingga pengaruh pelapukan
dan peledakan akan semakin kecil. Hal ini menyebabkan kekuatan batuan pada
bidang gelincir tersebut akan semakin mendekati kekuatan utuhnya (intact).
Jenis Litologi
Tipe 1
RMR (1989)
Uji Laboratorium
Hoek-Brown (2002)
Nilai
c (kPa)
( )
c (kPa)
( )
c (kPa)
()
Batupasir agak
lapuk
69
300 - 400
35 - 45
269
35.6
490.6
49.5
Tipe 2
Batupasir
lapuk sedang
59
200 - 300
25 - 35
360.1
45.6
Tipe 3
Batulempung
lapuk tinggi
30
100 - 200
15 - 25
109
24.6
101.6
23.9
Tipe 4
Zona Patahan
20
< 100
< 15
100.3
22.8
Berdasarkan Tabel V.2, terlihat bahwa untuk massa batuan tipe 1 dan 2 hasil
perhitungan berdasarkan Hoek-Brown (2002) dengan hasil RMR (1989) mempunyai
perbedaan yang cukup besar, sedangkan untuk massa batuan tipe 3 dan 4
perbedaannya tidak terlalu besar. Perbedaan hasil perhitungan ini disebabkan karena
pada perhitungan Hoek-Brown (2002) dimasukan faktor koreksi kondisi massa
batuan (disturbance faktor, D) yang disebabkan oleh
pelepasan tegangan, sedangkan pada perhitungan RMR tidak ada faktor koreksinya.
5-4
Tipe Massa
Batuan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
-
Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50
2.50
2.20
2.20
1.40
Kohesi massa
batuan, c (kPa)
490.6
360.0
101.6
100.3
200.0
Percepatan
Gempa
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
5-5
Batulempung
Batupasir
Batubara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Faktor Keamanan
Lereng
Lereng
Keseluruhan Batulempung
1.3
1.1
2.3
1.8
2.4
2.1
2.0
1.3
1.9
1.0
1.8
1.0
1.4
1.0
1.4
1.0
1.3
1.0
0.8
0.6
0.5
0.5
0.6
0.5
Keterangan
Tidak aman
Aman
Aman
Aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Berdasarkan Tabel V.4, dapat dilihat bahwa secara umum lereng desain berada
dalam keadaan tidak aman dengan faktor keamanan antara 0.5 hingga 1.1. Longsoran
intensif terjadi pada massa batulempung dan zona patahan. Hal ini sesuai dengan
masalah kestabilan yang terjadi di Pit K dimana retakan dan longsoran selalu terjadi
pada massa batulempung. Lereng aman teramati pada penampang 2, 3, dan 4 dengan
faktor keamanan 1.3 hingga 2.1. Hal ini disebabkan ketinggian massa batulempung
pada penampang tersebut belum begitu tinggi yang berkisar antara 15 hingga 20
5-6
meter. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Desain dapat
dilihat pada Gambar 5.4.
U
Fk: 0.5
Fk: 0.6
Fk: 0.5
Fk: 0.5
Fk: 0.6
Fk: 0.8
Fk: 1.0
Fk: 1.0
Fk: 1.0
Fk: 1.0
Fk: 1.0
Fk: 1.3
Fk: 2.1
Fk: 1.8
Fk: 1.1
Batulempung
Batupasir
Batubara
Gambar 5.4. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Desain
5-7
Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis lereng hasil revisi desain ini
sama dengan parameter geomekanika untuk analisis kestabilan lereng desain pada
Tabel V.3. Contoh perhitungan kestabilan lereng hasil revisi desain dapat dilihat
pada Gambar 5.5. Hasil dari analisis kestabilan lereng desain ditabulasikan pada
Tabel V.5. Perhitungan kestabilan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Batulempung
Batupasir
Batubara
5-8
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Faktor Keamanan
Lereng
Lereng
Keseluruhan Batulempung
1.5
1.4
2.5
3.6
2.8
4.0
2.6
1.6
2.2
1.2
2.2
1.2
2.1
1.4
1.9
1.2
1.9
1.2
1.2
0.8
0.7
0.8
0.8
0.7
Keterangan
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Berdasarkan Tabel V.5, dapat dilihat bahwa geometri lereng hasil revisi desain
dengan kemiringan lereng menjadi lebih landai antara Blok 1 hingga Blok 10 berada
dalam kondisi aman dengan Fk 1.2. Sedangkan pada Blok 11 hingga Blok 15 yang
merupakan zona patahan, geometri lereng hasil revisi desain masih memperlihatkan
faktor keamanan yang rendah yang berkisar antara 0.7 hingga 0.8. Berdasarkan hal
tersebut, perlu adanya revisi ulang untuk mendapatkan geometri lereng yang
memberikan Fk 1.2. Penentuan geometri lereng maksimum untuk setiap tipe massa
batuan yang memberikan faktor keamanan yang memadai akan dibahas tersendiri
pada sub-bab 5.3. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng
Hasil Revisi Desain dapat dilihat pada Gambar 5.6. Perbandingan faktor keamanan
lereng desain dan lereng revisi desain dapat dilihat pada Gambar 5.7.
5-9
U
Fk: 0.7
Fk: 0.8
Fk: 0.8
Fk: 0.7
Fk: 0.8
Fk: 1.2
Fk: 1.2
Fk: 1.2
Fk: 1.4
Fk: 1.2
Fk: 1.2
Fk: 1.6
Fk: 4.0
Fk: 3.6
Fk: 1.4
Batulempung
Batupasir
Batubara
Gambar 5.6. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Revisi Desain
5-10
Faktor Keamanan
4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
Fkmin 1.2
1.0
0.5
0.0
0
10
11
12
13
14
15
Penam pang
Lereng Desain
Gambar 5.7. Perbandingan Faktor Keamanan Lereng Desain dan Lereng Revisi desain
Simulasi ini dilakukan dengan cara mencoba-coba (trial and error) berbagai
kombinasi antara tinggi lereng dengan sudut lereng yang dibentuk oleh suatu tipe
massa batuan sehingga dapat diketahui faktor keamanannya untuk setiap geometri
lereng.
Berdasarkan hasil simulasi ini, kemudian dibuat grafik yang merupakan hubungan
antara ketinggian dan sudut lereng dari suatu tipe massa batuan sehingga berdasarkan
grafik tersebut dapat ditentukan geometri lereng stabil untuk suatu tipe massa batuan.
5-11
Tabel V.6. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1
Jenis Batuan
Batupasir (SW)
Tipe Massa
Batuan
Tipe 1
Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50
Kohesi massa
batuan, c (kPa)
490.6
Percepatan
Gempa
0.12
Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.8. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 1 dapat dilihat pada Tabel V.7.
Batupasir
Gambar 5.8. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1 (H=60, =40o)
5-12
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
40
40
40
40
40
40
10
20
30
40
50
60
Fk
7.1
6.4
5.6
4.9
4.2
3.5
Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
4.6
3.5
2.9
2.4
2.0
1.6
5.2
4.4
3.6
3.0
2.6
2.1
80
80
80
80
80
80
10
20
30
40
50
60
4.2
3.1
2.5
2.0
1.7
1.3
Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
3.9
2.9
2.3
1.8
1.4
1.0
Berdasarkan Tabel V.7., terlihat bahwa nilai keamanan suatu lereng akan semakin
menurun dengan bertambahnya ketinggian dan sudut lereng. Massa batuan tipe 1
yang merupakan batupasir agak lapuk (slightly weathered sandstone) secara umum
mempunyai faktor keamanan yang cukup baik (Fk 1.2) hampir disemua ketinggian
dan sudut lereng kecuali pada ketinggian 100 meter dengan sudut lereng 60o.
Berdasarkan hal tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe 1 dapat
didesain pada ketinggian 20m hingga 80m dengan kemiri 10o hingga 60o. Apabila
ketinggian lereng mencapai 100m, kemiringan lereng sebaiknya didesain hingga 50o.
Geometri lereng mempunyai ketinggian antara 20m hingga 100m, sudut lereng
keseluruhan antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter.
5-13
Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat
dilihat pada Tabel V.8.
Tabel V.8. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2
Jenis Batuan
Tipe Massa
Batuan
Tipe 2
Batupasir
Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50
Kohesi massa
batuan, c (kPa)
360.0
Percepatan
Gempa
0.12
Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.9. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 2 dapat dilihat pada Tabel V.9.
Batupasir
Gambar 5.9. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2 (H=60, =40o)
Tabel V.9. Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2
Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
40
40
40
40
40
40
10
20
30
40
50
60
Fk
5.5
4.8
4.1
3.6
3.0
2.5
Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
3.8
2.8
2.2
1.8
1.5
1.2
4.2
3.4
2.8
2.3
1.9
1.5
80
80
80
80
80
80
10
20
30
40
50
60
3.5
2.5
2.0
1.6
1.2
1.0
5-14
Fk
Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
3.3
2.4
1.8
1.4
1.1
0.7
Berdasarkan Tabel V.9. terlihat bahwa lereng yang tersusun oleh massa batuan tipe 2
(batupasir lapuk sedang) secara umum mempunyai faktor keamanan yang cukup baik
(Fk 1.2) untuk berbagai ketinggian dan sudut lereng. Potensi kelongsoran akan
terjadi pada ketinggian 80 meter dengan sudut lereng keseluruhan 60o dan pada
ketinggian 100 meter dengan sudut lereng mulai dari 50o ke atas. Berdasarkan hal
tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe 2 dengan ketinggian 20m
hingga 60m dapat didesain hingga kemiringan lereng 60o. Untuk lereng dengan
ketinggian 80m dapat didesain hingga sudut lereng 50o, sedangkann untuk lereng
dengan ketinggian 100m dapat didesain hingga 40o.
Tabel V.10. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Jenis Batuan
Batulempung
Tipe Massa
Batuan
Tipe 3
Bobot IsI
(gr/cm3)
2.20
Kohesi massa
batuan, c (kPa)
101.6
Percepatan
Gempa
0.12
Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.10. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 3 dapat dilihat pada Tabel V.11.
5-15
Batulempung
Gambar 5.10. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3 (H=60, =40o)
Tabel V.11. Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
40
40
40
40
40
40
10
20
30
40
50
60
Fk
2.2
2.0
1.7
1.5
1.3
1.0
Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
1.4
1.1
0.9
0.7
0.6
0.5
1.6
1.3
1.1
0.9
0.8
0.6
80
80
80
80
80
80
10
20
30
40
50
60
1.3
1.0
0.8
0.6
0.5
0.4
Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
1.2
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
Berdasarkan Tabel V.11, terlihat bahwa massa batuan tipe 3 yang tersusun oleh
batulempung lapuk tinggi, merupakan massa batuan yang sangat lemah dan
mempunyai portensi kelongsoran yang cukup tinggi. Lereng dengan ketinggian
mulai dari 60m hingga 100 m sebaiknya sudut lereng didesain sekitar 10o hingga 15o.
Untuk lereng dengan ketinggian 40m, lereng akan aman jika sudut lereng didesain
hingga 20o, sedangkan untuk lereng dengan ketinggian 20m, lereng dapat didesain
hingga 50o.
5-16
Ketinggian lereng simulasi antara 20 hingga 100 meter, sudut lereng keseluruhan
antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter. Parameter
geomekanika untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.12.
Tabel V.12. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Jenis Batuan
Zona Patahan
Tipe Massa
Batuan
Tipe 4
Bobot IsI
(gr/cm3)
2.20
Kohesi massa
batuan, c (kPa)
100.3
Percepatan
Gempa
0.12
Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.11. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 4 dapat dilihat pada Tabel V.13.
Gambar 5.11. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 4 (H=60, =40o)
5-17
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
40
40
40
40
40
40
10
20
30
40
50
60
Fk
2.1
1.9
1.7
1.5
1.2
1.0
Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
1.3
1.0
0.8
0.7
0.6
0.5
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
80
80
80
80
80
80
10
20
30
40
50
60
1.2
0.9
0.7
0.6
0.5
0.4
Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100
Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60
Fk
1.2
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
Berdasarkan Tabel V.13, massa batuan tipe 4 yang merupakan zona patahan
merupakan massa batuan yang lemah dengan potensi kelongsoran yang cukup tinggi.
Mmassa batuan tipe 4 dapat didesain dengan aman pada ketinggian 60m hingga
100m m apabila sudut lereng didesain sekitar 10o. Pada ketinggian 20m lereng akan
aman jika didesain hingga 50o, sedangkan pada ketinggian 40m lereng sebaiknya
didesain hingga sudut lereng 20o.
RMR
69
59
30
20
Tinggi Lereng
(m)
20 100
20 100
20 100
20 100
5-18
Sudut Lereng
(o)
10 60
10 60
10 60
10 60
Faktor Keamanan
(Fk)
7.1 1.0
5.5 0.7
2.2 0.3
2.1 0.3
Dari hasil analisis kestabilan lereng massa batuan, kemudian dibuat suatu grafik
untuk menentukan geometri lereng stabil di daerah penelitian. Dengan grafik tersebut
dapat ditentukan geometri lereng stabil secara cepat selama massa penggalian.
Pada penelitian ini akan dibuat 2 macam grafik penentuan lereng stabil. Grafik
pertama adalah grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian
lereng, dan faktor keamanannya untuk setiap tipe massa batuan. Grafik kedua adalah
grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor
keamanannya untuk nilai RMR tertentu.
Dengan grafik tersebut dapat ditentukan dengan cepat faktor keamanan suatu lereng
yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan dan dapat dengan segera dilakukan
perbaikan terhadap lereng tersebut untuk mendapatkan suatu faktor keamanan yang
memadai. Grafik lereng stabil untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada
Gambar 5.12.
5-19
Faktor Keamanan
Faktor Keamanan
7
6
H=20m
5
4
H=40m
H=60m
H=80m
H=100m
Fkmin = 1.2
5
H=20
4
3
H=40
H=60m
H=80
2
Fkmin = 1.2
H=100
0
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
10
20
40
50
60
2.5
Faktor Keamanan
Faktor Keamanan
30
H=20m
1.5
Fkmin = 1.2
H=40m
H=60
H=80m
H=100m
0.5
H=20m
1.5
Fkmin = 1.2
1
H=40m
H=60m
H=80m
H=100m
0.5
0
10
20
30
40
50
60
0
10
20
30
40
50
Pada Gambar 5.12 di atas juga terlihat adanya perbedaan sudut lereng desain yang
cukup tinggi antara ketinggian lereng 20m dan ketinggian lereng 40m untuk suatu
faktor keamanan. Hal ini disebabkan karena hubungan antara tinggi lereng terhadap
5-20
60
faktor keamanan bersifat power law seperti terlihat pada Gambar 5.13. Gambar 5.13
memperlihatkan bahwa kurva mulai bersifat asimptutis (membelok) pada ketinggian
lereng sekitar 40m. Pada ketinggian lereng 20m faktor keamanan lereng terlihat
meningkat secara tajam.
Tinggi Lereng vs Fk
6
Fakto Keamanan
5
4
3
2
1
0
0
20
a 10 deg
a 20 deg
40
60
Tinggi Lereng (m)
a 30 deg
a 40 deg
80
a 50 deg
100
120
a 60 deg
Berdasarkan sebaran nilai RMR untuk setiap tipe massa batuan dan hasil simulasi
kestabilan lereng untuk setiap tipe massa batuan dengan berbagai ketinggian dan
sudut lereng, kemudian dibuat suatu grafik yang merupakan hubungan antara sudut
lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk nilai RMR tertentu.
Dengan grafik tersebut dapat ditentukan ketinggian dan sudut lereng yang aman dari
suatu massa batuan yang mempunyai nilai RMR tertentu. Grafik lereng stabil
berdasarkan nilai RMR dapat dilihat pada Gambar 5.14.
5-21
180
Tinggi Lereng (m)
160
140
10o
120
20o
100
30o
80
50o
60
60o
40
20
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Fk = 1.2
250
200
150
RMR 69
RMR 59
100
50
RMR 30
RMR 20
0
10
20
30
40
50
60
Sudut Lereng ( )
5-22
Parameter rheologi untuk rayapan geser langsung terdiri atas laju aliran viscous (1),
laju elastis tertunda (2), kekakuan geser (K1), dan kekakuan geser tertunda (K2).
Persamaan model Burger dengan tegangan geser direpresentasikan dengan
persamaan 5.1.
K 2t
u (t ) =
+ t+
(1 e ) ...............................................................(5.1)
K 1 1
K2
Keterangan:
aliran
viscous
(1)
adalah
merupakan
usaha
batulempung
untuk
5-23
Data hasil uji rayapan geser langsung adalah berupa perpindahan lateral terhadap
waktu. Dari data tersebut selanjutnya dilakukan regresi pada titik-titik yang berada
pada daerah linier untuk mendapatkan persamaan garisnya. (Gambar 5.15).
CR-1
140
y = 0.0049x + 97.508
Perpindahan (x0.001mm)
120
100
80
60
40
20
0
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Waktu (menit)
CR-2
400
y = 0.0065x + 323.93
Perpindahan (x0.001mm)
350
300
250
200
150
100
50
0
0
1,000
2,000
3,000
4,000
Waktu (menit)
CR-3
300
y = 1.214x + 248.62
Perpindahan (x0.001mm)
250
200
150
100
50
0
0
8
Waktu (menit)
10
12
14
Gambar 5.15. Regresi Linier pada Kurva Perpindahan Geser terhadap Waktu
Persamaan regresi linier yang diperoleh dari Gambar 5.15 adalah merupakan
persamaan garis yang ditulis pada persamaan 5.2.
ut uo
=
...............................................................................................(5.2)
1
t
5-24
Perilaku linier ini adalah sebagai representasi dari material Maxwell, sehingga
besarnya kemiringan garis tersebut adalah /1. Berdasarkan persamaan 5.2,
besarnya laju aliran viscous ditulis pada persamaan 5.3.
1 =
Keterangan:
.t
(u t u o )
.............................................................................................(5.3)
Kekakuan
geser
tertunda
(K2)
menyatakan
ketahanan
batulempung
yang
Parameter kekakuan geser tertunda (K2) didapatkan dengan mencari jarak antara
garis regresi dengan titik-titik yang berada pada daerah rayapan primer, q (Gambar
5.15). Jarak q ini digambarkan dengan kurva log q terhadap waktu. Dari titik-titik
yang terbentuk ditarik lagi suatu regresi linier semilogaritma sehingga didapatkan
suatu persamaan garis. Hubungan antara log q terhadap waktu untuk masing-masing
contoh uji dapat dilihat pada Gambar 5.16.
5-25
CR-1
0
0
200
400
600
800
1,000
1,200
-0.5
-1
Log q
/K2
-1.5
-2
-K2/2.32
y = -0.0011x - 1.4758
-2.5
R = 0.9479
-3
Waktu (menit)
CR-2
0
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
-0.2
-0.4
Log q
-0.6
y = -0.0003x - 0.9304
/K2
-0.8
R = 0.8799
-1
-1.2
-1.4
-K2/2.32
-1.6
-1.8
Waktu (menit)
CR-3
0
0
-0.5
Log q
-1
/K2
y = -0.1666x - 1.3628
2
R = 0.9291
-1.5
-2
-K2/2.32
-2.5
-3
Waktu (menit)
K2
K 2t
(1 e
) .....................................................................................(5.4)
5-26
Keterangan:
K2
K 2t
K2
t .........................................................................(5.5)
2.3 2
K2
. Pada saat t=0,
2.3 2
........................................................................................(5.6)
log q = log
K2
Sehingga besarnya kekakuan geser tertunda (K2) adalah:
K2 =
10 log q
................................................................................................(5.7)
5-27
2 =
K 2 (t1 t 2 )
............................................................................(5.9)
2.3(log q1 log q 2 )
K1
= uo
K1 =
K2
uo
..........................................................................................(5.10)
..........................................................................................(5.11)
K2
Tegangan
Normal
kPa
70
141
199
Tegangan
Geser
Puncak
kPa
140
176
199
Tegangan
Geser
Aplikasi
kPa
70
123
179
Tingkat
Perpindahan
K1
K2
2
1
Tegangan
Seketika
Geser
%
(E-03 mm) kPa.mnt/mm kPa.mnt/mm kPa/mm kPa/mm
50
64.2
4.07E+07
3.05E+06 3.89E+03 10215.0
70
206.5
7.32E+07
2.79E+06 2.30E+03 4055.2
90
205.0
0.055E+07
0.062E+06 3.26E+03 15448.1
Persamaan rheologi perpindahan lateral sebagai fungsi waktu U(t), disusun dengan
memasukan konstanta-konstanta rheologi pada Tabel V.15 ke dalam persamaan 5.1,
sehingga didapat persamaan-persamaan pada Tabel V.16.
5-28
Contoh
Uji
/K1
/K2
K2/2
/1
CR-1
0.064
0.0245
3.35E-03
6.15E-06
U (t ) = 0.0642 + 0.0245(1 e
CR-2
0.207
0.1174
1.45E-03
6.50E-06
CR-3
0.205
0.0434
0.025E-03
0.012E-06
u (t ) = / K1 + / K 2 (1 e
K 2.t
( 3.35 E 03) t
) + .t
1
) + (6.15 E 06)t
CR-1
3.00E-01
Perpindahan (mm)
2.50E-01
2.00E-01
1.50E-01
1.00E-01
5.00E-02
0.00E+00
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
Waktu (menit)
CR-2
5.00E-01
4.50E-01
4.00E-01
Perpindahan (mm)
3.50E-01
3.00E-01
2.50E-01
2.00E-01
1.50E-01
1.00E-01
5.00E-02
0.00E+00
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
Waktu (menit)
5-29
CR-3
3.50E-01
3.00E-01
Perpindahan (mm)
2.50E-01
2.00E-01
1.50E-01
5.00E-02
0.00E+00
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (menit)
Kurva Rheologi
5.00E-01
4.50E-01
4.00E-01
Perpindahan (mm)
3.50E-01
3.00E-01
2.50E-01
2.00E-01
1.50E-01
1.00E-01
5.00E-02
0.00E+00
0
CR-1
5,000
CR-2
CR-3
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
Waktu (menit)
5-30
sempurna, dengan kata lain tegangan geser yuang diaplikasikan dapat mengatasi
besarnya kekakuan geser (K1) batuan.
Pada proses rayapan primer, terlihat bahwa nilai /K2 pada CR-1 dan CR-3
mempunyai nilai yang relative sama, sedangkan pada CR-2 relatif lebih besar
dibandingkan keduanya. Hal ini disebabkan kekakuan geser tertunda (K2) CR-1 dan
CR-3 mempunyai besaran yang relative lebih besar jika dibandingkan dengan
kekakuan geser tertunda (K2) pada CR-2 sehingga perpindahan yang terjadi pada
CR-2 setelah terjadinya regangan seketika menjadi lebih besar. Akan tetapi nilai
K2/2 pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan dengan CR-1 dan CR-2. Hal ini
disebabkan karena dengan tingkat tegangan geser 90% pada CR-3 menyebabkan laju
elstisitas tertunda (2) menjadi jauh lebih cepat dibandingkan CR-1 dan CR-2. Hal
tersebut akan mempercepat proses keruntuhan pada CR-3
Pada proses rayapan tersier yang diikuti dengan keruntuhan, terlihat bahwa nilai /1
pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan pada CR-1 dan CR-2, dengan kata lain
bahwa waktu yang dibutuhkan oleh CR-3 untuk runtuh (failure) jauh lebih cepat.
Pada uji rayapan geser langsung yang dilakukan, waktu yang diperlukan oleh CR-3
untuk runtuh adalah sekitar 60 menit, sehingga persamaan rheologi yang dihasilkan
dari uji rayapan geser langsung pada CR-3 tidak dapat dipakai atau dapat diabaikan.
Cepatnya waktu runtuh yang dialami oleh CR-3 disebabkan karena tingginya tingkat
tegangan geser yang diaplikasikan (sebesar 90%) mendekati tingkat tegangan geser
batuan utuhnya (intact).
5-31
Perilaku rayapan ideal dari Goodman (1989) seperti pada Gambar 3.12 dapat
diwakili oleh suatu fungsi tertentu. Kurva rayapan primer memiliki karakteristik
yang dapat digambarkan dengan fungsi matematik yang berbentuk pangkat (y=axb),
logaritmik (y = a log x maupun y= a ln x), maupun fungsi eksponensial (y = a expx).
Kurva rayapan sekunder mengikuti pola persamaan linier (y = ax + b). Khusus untuk
kurva rayapan tersier, belum ada persamaan sederhana yang dapat digunakan. Akan
tetapi, secara ideal kurva rayan tersier cenderung mengikuti pola persamaan
berbentuk pangkat maupun eksponensial. Bentuk persamaan atau fungsi yang sesuai
untuk mewakili pola rayapan ditentukan secara empiris berdasarkan metode
penyesuaian kurva (curve fitting) dengan kesalahan statistik terkecil.
Menurut Lama dan Vutukuri (1978), pola hubungan regangan terhadap waktu pada
proses rayapan dapat dinyatakan dengan persamaan umum:
= e + 1 (t ) + At + 2 (t ) .........................................................................(5.12)
Keterangan:
: Regangan total
e: Regangan elastik/regangan seketika
1(t): Funsi rayapan primer
At: Fungsi linier terhadap waktu yang menunjukan laju konstan,
A adalah konstanta; Fungsi rayapan sekunder
2(t): Funsi rayapan tersier
5-32
CR-1
250
y = 160.55e1E-05x
R2 = 0.6203
Perpindahan (x0.001mm)
200
y = 0.0062x + 88.742
R2 = 0.9962
150
100
y = 6.4724Ln(x) + 57.062
R2 = 0.8279
50
0
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
Waktu (menit)
Primer
Sekunder
Tersier
Log. (Primer)
Linear (Sekunder)
Expon. (Tersier)
5-33
Dengan melakukan penyesuaian kurva (curve fitting) seperti pada Gambar 5.21,
persamaan empiris rayapan tiap contoh uji dapat dilihat pada Tabel V.17.
Tabel V.17. Persamaan rayapan Empiris
Contoh
Uji
Primer
U(t) = A ln (t) + B
Tersier
U(t) = AeB(t)
CR-1
CR-2
CR-3
Berdasarkan Tabel V.16 terlihat bahwa waktu runtuh pada CR-3 jauh lebih cepat
dibandingkan CR-1 dan CR-2 sehingga persamaan rayapan empiris untuk CR-3 tidak
dapat menggambarkan proses rayapan yang terjadi dengan baik sehingga persamaan
tersebut harus diabaikan. Kelemahan persamaan empiris dibandingkan persamaan
rheologi adalah bahwa persamaan rayapan empiris diperoleh dengan cara
penyesuaian kurva, sehingga tidak dapat menunjukan sifat mekanik material.
Persamaan ini dibuat hanya untuk melihat bentuk kurva rayapan geser langsung.
Perhitungan kesalahan relatif antara data hasil uji laboratorium dan persamaan
rheologi Burger dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Morgenstern
(1987). Hasil perhitungan ini menunjukan kedekatan data hasil uji laboratorium
dengan data hasil persamaan rheologi Burger.
r =
Keterangan:
Ul Ur
Ul
x100% ...............................(5.13)
r: Kesalahan relatif
Ul: Perpindahan pada pengujian laboratorium
Ur: Perpindahan dengan persamaan rheologi
5-34
CR-1
1.42
0.05
0.04
0.99
CR-2
6.15
1.68
0.01
0.74
CR-3
1.53
1.03
0.51
0.52
Dari Tabel V.18 terlihat bahwa model rheologi Burger dapat memodelkan rayapan
batulempung dengan cukup baik. Kesalahan relatif terbesar (6.15%) hanya terjadi
pada regangan seketika contoh CR-2, yang kemungkinan disebabkan oleh kekurang
tepatan dalam perkiraan waktu awal.
5-35
Waktu runtuh
(menit)
(hari)
27740
19.264
19606
13.615
64
0.044
90
80
y = 72.258x -0.0735
R2 = 0.7213
70
60
50
40
30
46.12% puncak
20
10
0
0
100
200
300
Waktu Runtuh (hari)
400
500
600
Tegangan (kPa)
Geser
Puncak
Sisa
140
70
176
88
199
99
Geser
Jangka Panjang
64.57
81.17
91.78
Kurva Mohr-Coulomb berdasarkan Tabel V.20 diplot pada Gambar 5.23 sehingga
diperoleh persamaan kuat geser jangka panjang batulempung
5-36
y = 0.4592x + 108.91
200
150
y = 0.2259x + 54.799
100
y = 0.2118x + 50.236
50
0
0
50
Puncak
100
150
Tegangan Normal (kPa)
Sisa
200
250
Jangka Panjang
Puncak
109
Kohesi (kPa)
Sudut Geser Dalam ( )
Sisa Jangka Panjang Puncak Sisa Jangka Panjang
54.8
50.23
24.6
12.7
12.0
5-37
c dan massa batuan yang bergantung waktu, sehingga perlu diketahui besaran
parameter kuat geser batulempung pada waktu tertentu.
Perubahan nilai c dan terhadap waktu diperoleh dengan cara menentukan besarnya
kuat geser untuk tingkat kuat geser tertentu serta waktu runtuhnya dengan persamaan
5.13. Tingkat kuat geser yang ditentukan sebesar 46%, 60%, 70%, dan 90%. Hasil
perhitungan kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser tersebut dapat dilihat pada
Tabel V.21.
Tabel V.22. Kuat Geser Untuk Setiap Tingkat Kuat Geser
Tingkat Tegangan Geser
t runtuh
%
(menit)
(%)
46
668287
60
17988
70
2209
90
72
Normal
70
141
199
70
141
199
70
141
199
70
141
199
Tegangan (kPa)
Geser
Puncak
Sisa
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99
pada %p
64.57
81.17
91.78
84.00
105.60
119.40
98.00
123.20
139.30
126.00
158.40
179.10
Kurva Mohr-Coulomb untuk setiap tingkat kuat geser berdasarkan Tabel V.22 dapat
dilihat pada Gambar 5.24.
200
y = 0.46x + 108.91
y = 0.4133x + 98.019
150
y = 0.3214x + 76.237
y = 0.2755x + 65.346
y = 0.2259x + 54.799
y = 0.2118x + 50.236
100
50
0
0
P uncak
Sisa
50
90%
70%
100
150
200
Tegangan Norm al (kPa)
60%
250
300
46%
5-38
Dari Gambar 5.24, parameter kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser dapat
ditabulasikan pada Tabel V.23.
Tabel V.23. Parameter Kuat Geser Batulempung Setiap Tingkat Kuat Geser
Puncak
Sisa
109
55
Kohesi (kPa)
46%
60%
70%
90%
Puncak
50.23
76.24
98.86
24.6
65.35
90%
12.9
22.7
11.95
15.4
17.8
Berdasarkan Tabel V.22 dan V.23, kemudian dibuat grafik yang menunjukan besaran
kohesi dan sudut geser dalam terhadap waktu. Grafik tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.25 dam 5.26.
Kohesi vs Waktu
120
100
Kohesi,c (kPa)
80
y = 78.869x -0.0737
R2 = 0.9999
60
40
20
0
0
100
200
300
400
500
600
Waktu (hari)
30
25
20
y = 18.317x -0.069
R2 = 0.9996
15
10
0
0
100
200
300
400
500
600
Waktu (hari)
5-39
Berdasarkan Gambar 5.25 dan 5.26, besaran kohesi dan sudut geser dalam yang
bergantung waktu ditulis dengan persamaan:
c: Kohesi (kPa)
: Sudut geser dalam (o)
t: Waktu (hari)
5-40
c (kPa)
()
RMR
c (kPa)
()
RMR
Persentase
Penurunan
RMR
(%)
490.60
49.50
69
225.68
24.26
46
66.67
360.10
45.60
59
165.65
22.34
33
55.93
101.60
23.90
30
46.74
11.71
10
33.33
22.80
20
46.14
11.17
10
50.00
Jenis
Lithologi
Batupasir
agak lapuk
Batupasir
lapuk sedang
Batulempung
lapuk tinggi
Dari Tabel V.24 terlihat bahwa setelah 450 hari, RMR mengalami penurunan yang
berkisar antara 33% hingga 67%.
Tingkat
Teg. Geser (%)
Catur Gunadi
93.63
(2002)
55.33
52.33
78.52
Boydo Damanik
45.63
(2004)
58.73
58.91
71.03
86.37
Gosfenry Aksamulian
51.09
(2008)
69.28
92.68
Tonny Lesmana
50
(2008)
70
90
5-41
Waktu runtuh
Menit
Hari
58
0.04
30528
21.2
32976
22.9
16848
11.7
170064
118.10
38639
26.83
33615
23.34
2610
1.81
5
0.003
32430
22.52
22970
15.95
15
0.01
27740
19.26
19606
13.615
64
0.04
120
100
80
y = 68.739x -0.0597
R2 = 0.7078
60
40
y = 70.823x -0.0604
R2 = 0.7727
20
y = 65.607x -0.0531
R2 = 0.7178
y = 72.258x -0.0735
R2 = 0.7213
0
0
100
200
300
400
Waktu runtuh (hari)
500
600
P o wer (Rata-rata)
Penulis
Catur Gunadi (2002)
Boydo Damanik (2004)
Gosfenry Aksamulian (2008)
Tonny Lesmana (2008)
Rata-rata
R2
0.68
0.72
0.77
0.72
0.71
5-42
Seperti telah diketahui bahwa kuat geser jangka panjang batulempung adalah 46%
dari kekuatan puncaknya. Penurunan tersebut tercapai setelah 450 hari (15 bulan).
Kestabilan lereng jangka panjang ditabulasikan pada Tabel V.27.
Tabel V.27. Kestabilan Lereng Jangka Panjang
Penampang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Faktor Keamanan
Saat
Jangka
Digali
Panjang
1.4
0.7
3.6
1.6
4.0
1.6
1.6
0.8
1.2
0.6
1.2
0.6
1.4
0.7
1.2
0.6
1.2
0.6
1.2
0.6
0.8
0.4
0.7
0.4
0.8
0.4
0.8
0.4
0.7
0.3
Persentase
Penurunan
(%)
50
44
40
50
50
50
50
50
50
50
50
57
50
50
43
Berdasarkan Tabel V.27 terlihat bahwa setelah 15 bulan, lereng berada dalam kondisi
tidak aman kecuali pada penampang 2 dan 3. Besarnya penurunan kestabilan lereng
berkisar antara 43% hingga 50% dengan rata-rata 48%. Berdasarkan perhitungan
tersebut terlihat bahwa prosentase rata-rata penurunan faktor keamanan lereng jangka
panjang (48%) adalah mendekati prosentase penurunan kekuatan jangka panjangnya
(46%).
5-43
5.6.3. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metoda Hoek and Bray (1981)
Analisis kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) ini dilakukan untuk
membandingkan hasil analisis kestabilan lereng antara metoda kesetimbangan batas
dengan metoda Hoek dan Bray.
Untuk jenis longsoran baji yang terjadi pada massa batuan tipe 1 dan 2 dipakai rumus
dari Persamaan 3.4. Sedangkan untuk analisis kestabilan lereng untuk longsoran
busur yang terjadi pada massa batuan tipe 3 dan 4 digunakan metoda grafis Hoek dan
Bray (1981). Analisis kestabilan lereng dengan metoda grafis ini dapat dilakukan
dengan cepat karena menggunakan diagram (chart) seperti pada Gambar 3.45.
Meskipun pemakaiannya mudah, namun analisis dengan cara ini mempunyai
kelemahan karena lereng diasumsikan homogen.
Hasil perhitungan kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) dapat
dilihat pada Tabel V.8.
Tabel V.8. Analisa Kestabilan Lereng Dengan Metoda Grafis Hoek dan Bray (1981)
Fk
Sudut
Tinggi Lereng
Lereng
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
20
1.2
30
1.2
40
1.2
50
1.2
60
1.2
Berdasarkan Tabel V.8., bla-bla-bla
5-44
Dari ke-2 metoda perhitungan kestabilan lereng, dapat dibuat suatu perbandingan
yang disajikan pada Tabel V.9.
Tabel V.9. Perbandingan Metoda Bishop dan Metoda Hoek & Bray
Geometri
Faktor Keamanan (Fk)
Lereng
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B
H: 60 m
: 20o
: 30o
: 40o
: 50o
: 60o
Berdasarkan Tabel V.9, hasil analisis dengan metoda Bishop memberikan hasil yang
berbeda dengan metode Hoek dan Bray dimana metode Bishop menghasilkan faktor
keamanan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena metoda Bishop dihitung
berdasarkan perhitungan analitik sedangkan metoda Hoek dan Bray dihitung
berdasarkan metoda grafis dengan asumsi material yang homogen.
5-45