You are on page 1of 45

BAB 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Penentuan Parameter Geomekanika


Parameter geomekanika yang dibutuhkan dalam analisis kestabilan lereng didasarkan
pada kriteria keruntuhan Hoek-Brown edisi 2002. Parameter-parameter masukan
untuk analisis karakteristik massa batuan berupa konstanta mi, a, s, dan hasil uji
uniaksial (UCS) dari laboratorium. Hoek dkk. (1995), juga memperkenalkan
hubungan antara GSI (Geological Strength Index) dengan mb, a, dan s. GSI dapat
dihitung berdasarkan kenampakan massa batuan melalui observasi lapangan atau
dapat juga ditentukan berdasarkan nilai RMR (Sheory, 1977). Sebagai contoh, untuk
massa batuan tipe 1, massa batuan didominasi oleh batupasir agak lapuk (slightly
weathered), berkekar agak kasar, bergelombang, spasi kekar rata-rata 2.2m, kekar
sebagian terisi oksida besi. Massa batuan tipe 1 ini tersusun oleh blok-blok batuan
yang saling interlocked yang dibentuk oleh 3 keluarga kekar yang saling
berpotongan. Berdasarkan deskripsi tersebut dan dikorelasikan dengan tabel GSI dari
Hoek (1995), massa batuan tipe 1 mempunyai nilai GSI sekitar 65. Nilai GSI untuk
setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Dengan nilai GSI, kemudian dihitung konstanta mb, a, dan s yang merupakan fungsi
dari

GSI.

Dalam

perhitungan

konstanta-konstanta

tersebut,

Hoek,

2002

mempertimbangkan pula adanya faktor kerusakan (disturbance factor) yang


disebabkan oleh faktor peledakan dan pelepasan tegangan (stress relief) akibat
lepasnya overburden (lihat Tabel III.4). Berdasarkan Tabel III.4, untuk massa batuan

5-1

tipe 1, 2, dan 3, dengan ketinggian lereng tidak lebih dari 100m, peledakan terkontrol
yang dipergunakan termasuk skala kecil hingga menengah dengan kerusakan massa
batuan relatif kecil, maka nilai D ditetapkan sebesar 0.7. Sedangkan untuk massa
batuan tipe 4 dimana galian menggunakan alat excavator dengan kerusakan massa
batuan minimal, nilai D ditetapkan sebesar 0.5.

Tipe 1

Tipe 2

Tipe 3

Tipe 4

Gambar 5.1. Perkiraan Nilai GSI Untuk Setiap Tipe Massa Batuan (Hoek, 1995)
Setelah nilai GSI diperoleh, selanjutnya dicari konstanta massa batuan mb, s dan a
dengan memasukan nilai-nilai GSI, mi, dan D ke dalam persamaan 3.18 hingga 3.20,
sehingga diperoleh kriteria keruntuhan Hoek-Brown (2002). Karena analisis

5-2

kestabilan lereng yang dilakukan berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb,


maka dilakukan perhitungan kesetaraan nila c dan untuk setiap tipe massa batuan
dengan cara pencocokan kurva hasil kriteria keruntuhan Hoek-Brown (2002) dengan
criteria Mohr-Coulomb. Nilai c dan dihitung dengan persamaan 3.27 dan 3.28 yang
hasilnya dapat dilihat pada Tabel V.1. Perhitungan selengkapnya untuk penentuan
parameter geomekanik massa batuan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel V.1. Parameter Geomekanik Berdasarkan Hoek-Brown (2002)


Tipe Massa
Batuan

RMR

GSI

UCS
(mPa)

mi

Tipe 1

69

65

25.7

17

0.7

Tipe 2

59

55

25.7

17

0.7

Tipe 3

30

30

13.75

0.7

Tipe 4

20

25

13.75

0.5

Tinggi
c (kPa)
Lereng (m)
Min:
10 Min:
266.0
Max:
100 Max: 683.0
Avg.: 490.6
Min:
10 Min:
159.0
Max:
100 Max: 525.0
Avg.: 360.1
Min:
10 Min:
39.0
Max:
100 Max: 150.0
Avg.: 101.6
Min:
10 Min:
39.0
Max:
100 Max: 148.0
Avg.: 100.3

( )
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:
Min:
Max:
Avg.:

44.1
58.7
49.5
39.8
55.8
45.6
18.9
34.3
23.9
18.0
32.8
22.8

Berdasarkan hasil perhitungan c dan pada Tabel V.1 dan Lampiran 3, terlihat
bahwa nilai c merupakan nilai yang paling berpengaruh terhadap kestabilan lereng
dan akan menaik sesuai dengan ketinggian lereng. Gambar 5.2. memperlihatkan
hubungan antara tinggi lereng dengan nilai kohesi.

800
Tipe 1

700

Tipe 2
Tipe 3

Kohesi (kPa)

600

Tipe 4
500
400
300
200
100
0
0

20

40

60

80

100

120

Ketinggian Lereng (m )

Gambar 5.2. Nilai c Sebagai Fungsi dari Ketinggian Lereng

5-3

Dari Gambar 5.2. terlihat bahwa nilai kohesi akan semakin besar dengan
bertambahnya ketinggian lereng. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suatu
lereng maka bidang gelincirnya akan semakin dalam sehingga pengaruh pelapukan
dan peledakan akan semakin kecil. Hal ini menyebabkan kekuatan batuan pada
bidang gelincir tersebut akan semakin mendekati kekuatan utuhnya (intact).

Perbandingan antara parameter geomekanika berdasarkan RMR (1989), Uji


Laboratorium, dan Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown (2002) dapat dilihat pada Tabel
V.2.

Tabel V.2. Perbandingan Parameter Geomekanika RMR (1989), Uji Laboratorium,


Hoek-Brown (2002)
Tipe
Massa
Batuan

Jenis Litologi

Tipe 1

RMR (1989)

Uji Laboratorium

Hoek-Brown (2002)

Nilai

c (kPa)

( )

c (kPa)

( )

c (kPa)

()

Batupasir agak
lapuk

69

300 - 400

35 - 45

269

35.6

490.6

49.5

Tipe 2

Batupasir
lapuk sedang

59

200 - 300

25 - 35

360.1

45.6

Tipe 3

Batulempung
lapuk tinggi

30

100 - 200

15 - 25

109

24.6

101.6

23.9

Tipe 4

Zona Patahan

20

< 100

< 15

100.3

22.8

Berdasarkan Tabel V.2, terlihat bahwa untuk massa batuan tipe 1 dan 2 hasil
perhitungan berdasarkan Hoek-Brown (2002) dengan hasil RMR (1989) mempunyai
perbedaan yang cukup besar, sedangkan untuk massa batuan tipe 3 dan 4
perbedaannya tidak terlalu besar. Perbedaan hasil perhitungan ini disebabkan karena
pada perhitungan Hoek-Brown (2002) dimasukan faktor koreksi kondisi massa
batuan (disturbance faktor, D) yang disebabkan oleh

proses peledakan dan

pelepasan tegangan, sedangkan pada perhitungan RMR tidak ada faktor koreksinya.

5-4

5.2. Analisis Kestabilan Lereng


Untuk manganalisis kestabilan lereng di daerah ini, telah ditentukan 15 penampang
lereng. Semua penampang tersebar secara merata disepanjang jenjang gali. Pada
penelitian ini, analisis kestabilan lereng dibagi menjadi 3 bagian, yaitu analisis
kestabilan lereng desain, analisis kestabilan lereng revisi desain dan simulasi
kestabilan lereng tipe massa batuan. Parameter geomekanika yang dipakai adalah
parameter geomekanika berdasarkan kriteria keruntuhan Hoek dan Brown (2002).

5.2.1. Kestabilan Lereng Desain


Analisis kestabilan lereng desain adalah analisis kestabilan terhadap lereng desain
awal dari PT. Berau Coal. Lereng di desain dengan ketinggian jenjang 10m, lebar
berm 5m, kemiringan lereng tunggal 65o dan kemiringan lereng keseluruhan 45o.
Percepatan gempa sebesar 0.12g diperoleh dari hasil analisis getaran akibat
peledakan yang dilakukan PT. DAHANA. Parameter geomekanika massa batuan
yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.3.
Tabel V.3. Parameter Geomekanika Untuk Analisis Kestabilan Lereng Desain
Jenis Batuan
Batupasir SW
Batupasir MW
Batulempung HW
Zona Patahan
Batubara

Tipe Massa
Batuan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
-

Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50
2.50
2.20
2.20
1.40

Kohesi massa
batuan, c (kPa)
490.6
360.0
101.6
100.3
200.0

Sudut Geser Dalam


massa batuan, (o)
49.5
45.6
23.9
22.8
35.0

Percepatan
Gempa
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12

Contoh perhitungan kestabilan lereng desain dengan metoda kesetimbangan batas


dapat dilihat pada Gambar 5.3., dan hasil analisis kestabilan lereng desain untuk
semua penampang (1 hingga 15) ditabulasikan pada Tabel V.4. Perhitungan
kestabilan lereng desain selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

5-5

Batulempung

Batupasir

Batubara

Gambar 5.3. Kestabilan Lereng Desain Blok 5


Tabel V.4. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Desain
Penampang

Material Pembentuk Lereng

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara


Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan

Faktor Keamanan
Lereng
Lereng
Keseluruhan Batulempung
1.3
1.1
2.3
1.8
2.4
2.1
2.0
1.3
1.9
1.0
1.8
1.0
1.4
1.0
1.4
1.0
1.3
1.0
0.8
0.6
0.5
0.5
0.6
0.5

Keterangan
Tidak aman
Aman
Aman
Aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman

Berdasarkan Tabel V.4, dapat dilihat bahwa secara umum lereng desain berada
dalam keadaan tidak aman dengan faktor keamanan antara 0.5 hingga 1.1. Longsoran
intensif terjadi pada massa batulempung dan zona patahan. Hal ini sesuai dengan
masalah kestabilan yang terjadi di Pit K dimana retakan dan longsoran selalu terjadi
pada massa batulempung. Lereng aman teramati pada penampang 2, 3, dan 4 dengan
faktor keamanan 1.3 hingga 2.1. Hal ini disebabkan ketinggian massa batulempung
pada penampang tersebut belum begitu tinggi yang berkisar antara 15 hingga 20

5-6

meter. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Desain dapat
dilihat pada Gambar 5.4.

U
Fk: 0.5
Fk: 0.6
Fk: 0.5

Fk: 0.5

Fk: 0.6

Fk: 0.8

Fk: 1.0

Fk: 1.0
Fk: 1.0

Fk: 1.0

Fk: 1.0

Fk: 1.3

Fk: 2.1
Fk: 1.8
Fk: 1.1

Batulempung

Batupasir

Batubara

Gambar 5.4. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Desain

5-7

5.2.2. Kestabilan Lereng Revisi Desain


Analisis kestabilan lereng revisi desain adalah analisis kestabilan terhadap geometri
lereng hasil revisi yang dilakukan oleh pihak PT. Berau Coal setelah terjadinya
longsoran pada 2007. Pada saat penelitian dilakukan, blok yang sudah selesai digali
adalah Blok 1-3 dengan ketinggiam lereng 45 m (+20 msl hingga -25 msl),
kemiringan 65o untuk Blok 1-2 dan 50o untuk Blok 3, sehingga analisis kestabilan
pada blok tersebut adalah analisis lereng aktual. Sedangkan Blok 3-17 baru digali
hingga elevasi -15 dengan ketinggian 35 m. Pada lereng hasil revisi desain,
ketinggian jenjang (bench) didesain tetap 10 m, kemiringan lereng tunggal diubah
menjadi 40o dari sebelumnya 65o, lebar berm 5 m dan kemiringan lereng keseluruhan
menjadi 25o dari sebelumnya 45o. Khusus untuk tanah kemiringannya dibentuk 45o.

Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis lereng hasil revisi desain ini
sama dengan parameter geomekanika untuk analisis kestabilan lereng desain pada
Tabel V.3. Contoh perhitungan kestabilan lereng hasil revisi desain dapat dilihat
pada Gambar 5.5. Hasil dari analisis kestabilan lereng desain ditabulasikan pada
Tabel V.5. Perhitungan kestabilan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Batulempung

Batupasir

Batubara

Gambar 5.5. Kestabilan Lereng Hasil Revisi Desain Blok 5

5-8

Tabel V.5. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Revisi Desain


Penampang

Material Pembentuk Lereng

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara


Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 1, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Batupasir tipe 2, Batulempung tipe 3, Batubara
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan
Zona Patahan

Faktor Keamanan
Lereng
Lereng
Keseluruhan Batulempung
1.5
1.4
2.5
3.6
2.8
4.0
2.6
1.6
2.2
1.2
2.2
1.2
2.1
1.4
1.9
1.2
1.9
1.2
1.2
0.8
0.7
0.8
0.8
0.7

Keterangan
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman
Tidak aman

Berdasarkan Tabel V.5, dapat dilihat bahwa geometri lereng hasil revisi desain
dengan kemiringan lereng menjadi lebih landai antara Blok 1 hingga Blok 10 berada
dalam kondisi aman dengan Fk 1.2. Sedangkan pada Blok 11 hingga Blok 15 yang
merupakan zona patahan, geometri lereng hasil revisi desain masih memperlihatkan
faktor keamanan yang rendah yang berkisar antara 0.7 hingga 0.8. Berdasarkan hal
tersebut, perlu adanya revisi ulang untuk mendapatkan geometri lereng yang
memberikan Fk 1.2. Penentuan geometri lereng maksimum untuk setiap tipe massa
batuan yang memberikan faktor keamanan yang memadai akan dibahas tersendiri
pada sub-bab 5.3. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng
Hasil Revisi Desain dapat dilihat pada Gambar 5.6. Perbandingan faktor keamanan
lereng desain dan lereng revisi desain dapat dilihat pada Gambar 5.7.

5-9

U
Fk: 0.7
Fk: 0.8
Fk: 0.8

Fk: 0.7

Fk: 0.8

Fk: 1.2

Fk: 1.2

Fk: 1.2
Fk: 1.4

Fk: 1.2

Fk: 1.2

Fk: 1.6

Fk: 4.0
Fk: 3.6
Fk: 1.4

Batulempung

Batupasir

Batubara

Gambar 5.6. Lokasi dan Nilai Faktor Keamanan Setiap Penampang Lereng Revisi Desain

5-10

Lereng Desain Vs Lereng Revisi Desain


4.5

Faktor Keamanan

4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5

Fkmin 1.2

1.0
0.5
0.0
0

10

11

12

13

14

15

Penam pang
Lereng Desain

Lereng Revisi Desain

Gambar 5.7. Perbandingan Faktor Keamanan Lereng Desain dan Lereng Revisi desain

5.2.3. Simulasi Kestabilan Lereng Berdasarkan Tipe Massa Batuan


Simulasi kestabilan lereng berdasarkan tipe massa batuan dilakukan bertujuan untuk
mengetahui tinggi lereng dan sudut lereng maksimum yang dibentuk oleh suatu
massa batuan yang memberikan nilai faktor keamanan yang cukup aman.

Simulasi ini dilakukan dengan cara mencoba-coba (trial and error) berbagai
kombinasi antara tinggi lereng dengan sudut lereng yang dibentuk oleh suatu tipe
massa batuan sehingga dapat diketahui faktor keamanannya untuk setiap geometri
lereng.

Berdasarkan hasil simulasi ini, kemudian dibuat grafik yang merupakan hubungan
antara ketinggian dan sudut lereng dari suatu tipe massa batuan sehingga berdasarkan
grafik tersebut dapat ditentukan geometri lereng stabil untuk suatu tipe massa batuan.

5-11

5.2.3.1. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1


Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 1 yang
didominasi oleh batupasir agak lapuk (slightly weathered sandstone) dan material
dalam keadaan jenuh.

Simulasi dilakukan dengan mengambil ketinggian lereng antara 20 m hingga 100 m,


sudut lereng keseluruhan antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm
5 m. Hal ini diambil dengan asumsi bahwa suatu massa batuan akan mempunyai
ketinggian galian maksimum tidak lebih dari 100 m. Parameter geomekanika yang
dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.6.

Tabel V.6. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1
Jenis Batuan
Batupasir (SW)

Tipe Massa
Batuan
Tipe 1

Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50

Kohesi massa
batuan, c (kPa)
490.6

Sudut Geser Dalam


massa batuan, (o)
49.5

Percepatan
Gempa
0.12

Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.8. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 1 dapat dilihat pada Tabel V.7.

Batupasir

Gambar 5.8. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1 (H=60, =40o)

5-12

Tabel V.7. Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 1


Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

40
40
40
40
40
40

10
20
30
40
50
60

Fk
7.1
6.4
5.6
4.9
4.2
3.5

Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
4.6
3.5
2.9
2.4
2.0
1.6

5.2
4.4
3.6
3.0
2.6
2.1

80
80
80
80
80
80

10
20
30
40
50
60

4.2
3.1
2.5
2.0
1.7
1.3

Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
3.9
2.9
2.3
1.8
1.4
1.0

Berdasarkan Tabel V.7., terlihat bahwa nilai keamanan suatu lereng akan semakin
menurun dengan bertambahnya ketinggian dan sudut lereng. Massa batuan tipe 1
yang merupakan batupasir agak lapuk (slightly weathered sandstone) secara umum
mempunyai faktor keamanan yang cukup baik (Fk 1.2) hampir disemua ketinggian
dan sudut lereng kecuali pada ketinggian 100 meter dengan sudut lereng 60o.
Berdasarkan hal tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe 1 dapat
didesain pada ketinggian 20m hingga 80m dengan kemiri 10o hingga 60o. Apabila
ketinggian lereng mencapai 100m, kemiringan lereng sebaiknya didesain hingga 50o.

5.2.3.2. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2


Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 2 yang
didominasi oleh batupasir lapuk sedang (moderately weathered sandstone) dan
material dalam keadaan jenuh.

Geometri lereng mempunyai ketinggian antara 20m hingga 100m, sudut lereng
keseluruhan antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter.

5-13

Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini dapat
dilihat pada Tabel V.8.
Tabel V.8. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2
Jenis Batuan

Tipe Massa
Batuan
Tipe 2

Batupasir

Bobot IsI
(gr/cm3)
2.50

Kohesi massa
batuan, c (kPa)
360.0

Sudut Geser Dalam


massa batuan, (o)
45.6

Percepatan
Gempa
0.12

Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.9. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 2 dapat dilihat pada Tabel V.9.

Batupasir

Gambar 5.9. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2 (H=60, =40o)
Tabel V.9. Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 2
Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

40
40
40
40
40
40

10
20
30
40
50
60

Fk
5.5
4.8
4.1
3.6
3.0
2.5

Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

3.8
2.8
2.2
1.8
1.5
1.2

4.2
3.4
2.8
2.3
1.9
1.5

80
80
80
80
80
80

10
20
30
40
50
60

3.5
2.5
2.0
1.6
1.2
1.0

5-14

Fk

Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
3.3
2.4
1.8
1.4
1.1
0.7

Berdasarkan Tabel V.9. terlihat bahwa lereng yang tersusun oleh massa batuan tipe 2
(batupasir lapuk sedang) secara umum mempunyai faktor keamanan yang cukup baik
(Fk 1.2) untuk berbagai ketinggian dan sudut lereng. Potensi kelongsoran akan
terjadi pada ketinggian 80 meter dengan sudut lereng keseluruhan 60o dan pada
ketinggian 100 meter dengan sudut lereng mulai dari 50o ke atas. Berdasarkan hal
tersebut, lereng yang dibentuk oleh massa batuan tipe 2 dengan ketinggian 20m
hingga 60m dapat didesain hingga kemiringan lereng 60o. Untuk lereng dengan
ketinggian 80m dapat didesain hingga sudut lereng 50o, sedangkann untuk lereng
dengan ketinggian 100m dapat didesain hingga 40o.

5.2.3.3. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3


Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 3 yang
didominasi oleh batulempung lapuk tinggi (highly weathered claystone) dan material
dalam keadaan jenuh. Ketinggian lereng simulasi antara 20 meter hingga 100 meter,
sudut lereng keseluruhan antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5
meter . Parameter geomekanika yang dipakai untuk analisis kestabilan lereng ini
dapat dilihat pada Tabel V.10.

Tabel V.10. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Jenis Batuan
Batulempung

Tipe Massa
Batuan
Tipe 3

Bobot IsI
(gr/cm3)
2.20

Kohesi massa
batuan, c (kPa)
101.6

Sudut Geser Dalam


massa batuan, (o)
23.9

Percepatan
Gempa
0.12

Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.10. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 3 dapat dilihat pada Tabel V.11.

5-15

Batulempung

Gambar 5.10. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3 (H=60, =40o)
Tabel V.11. Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

40
40
40
40
40
40

10
20
30
40
50
60

Fk
2.2
2.0
1.7
1.5
1.3
1.0

Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
1.4
1.1
0.9
0.7
0.6
0.5

1.6
1.3
1.1
0.9
0.8
0.6

80
80
80
80
80
80

10
20
30
40
50
60

1.3
1.0
0.8
0.6
0.5
0.4

Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
1.2
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3

Berdasarkan Tabel V.11, terlihat bahwa massa batuan tipe 3 yang tersusun oleh
batulempung lapuk tinggi, merupakan massa batuan yang sangat lemah dan
mempunyai portensi kelongsoran yang cukup tinggi. Lereng dengan ketinggian
mulai dari 60m hingga 100 m sebaiknya sudut lereng didesain sekitar 10o hingga 15o.
Untuk lereng dengan ketinggian 40m, lereng akan aman jika sudut lereng didesain
hingga 20o, sedangkan untuk lereng dengan ketinggian 20m, lereng dapat didesain
hingga 50o.

5-16

5.2.3.4. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 4


Simulasi ini dilakukan dengan asumsi lereng dibentuk oleh massa batuan tipe 4 yang
merupakan zona patahan dan lereng dalam keadaan jenuh.

Ketinggian lereng simulasi antara 20 hingga 100 meter, sudut lereng keseluruhan
antara 20o hingga 60o, tinggi jenjang 10 m, dan lebar berm 5 meter. Parameter
geomekanika untuk analisis kestabilan lereng ini dapat dilihat pada Tabel V.12.
Tabel V.12. Parameter Geomekanika Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 3
Jenis Batuan
Zona Patahan

Tipe Massa
Batuan
Tipe 4

Bobot IsI
(gr/cm3)
2.20

Kohesi massa
batuan, c (kPa)
100.3

Sudut Geser Dalam


massa batuan, (o)
22.8

Percepatan
Gempa
0.12

Contoh hasil analisis kestabilan lereng dapat dilihat pada Gambar 5.11. Hasil dari
simulasi kestabilan lereng untuk massa batuan tipe 4 dapat dilihat pada Tabel V.13.

Gambar 5.11. Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 4 (H=60, =40o)

5-17

Tabel V.13 Hasil Simulasi Kestabilan Lereng Massa Batuan Tipe 4


Tinggi
lereng
20
20
20
20
20
20

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

40
40
40
40
40
40

10
20
30
40
50
60

Fk
2.1
1.9
1.7
1.5
1.2
1.0

Tinggi
Lereng
60
60
60
60
60
60

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
1.3
1.0
0.8
0.7
0.6
0.5

1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6

80
80
80
80
80
80

10
20
30
40
50
60

1.2
0.9
0.7
0.6
0.5
0.4

Tinggi
Lereng
100
100
100
100
100
100

Sudut
Lereng
10
20
30
40
50
60

Fk
1.2
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3

Berdasarkan Tabel V.13, massa batuan tipe 4 yang merupakan zona patahan
merupakan massa batuan yang lemah dengan potensi kelongsoran yang cukup tinggi.
Mmassa batuan tipe 4 dapat didesain dengan aman pada ketinggian 60m hingga
100m m apabila sudut lereng didesain sekitar 10o. Pada ketinggian 20m lereng akan
aman jika didesain hingga 50o, sedangkan pada ketinggian 40m lereng sebaiknya
didesain hingga sudut lereng 20o.

5.3. Penentuan Geometri Lereng Stabil


Berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng yang telah dilakukan pada seluruh tipe
massa batuan, hasilnya dapat disarikan pada Tabel V.14
Tabel V.14. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Massa Batuan
Tipe Massa
Batuan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4

RMR
69
59
30
20

Tinggi Lereng
(m)
20 100
20 100
20 100
20 100

5-18

Sudut Lereng
(o)
10 60
10 60
10 60
10 60

Faktor Keamanan
(Fk)
7.1 1.0
5.5 0.7
2.2 0.3
2.1 0.3

Dari hasil analisis kestabilan lereng massa batuan, kemudian dibuat suatu grafik
untuk menentukan geometri lereng stabil di daerah penelitian. Dengan grafik tersebut
dapat ditentukan geometri lereng stabil secara cepat selama massa penggalian.

Pada penelitian ini akan dibuat 2 macam grafik penentuan lereng stabil. Grafik
pertama adalah grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian
lereng, dan faktor keamanannya untuk setiap tipe massa batuan. Grafik kedua adalah
grafik yang merupakan hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor
keamanannya untuk nilai RMR tertentu.

5.3.1. Penentuan Geometri Lereng Stabil Berdasarkan Tipe Massa Batuan


Berdasarkan hasil simulasi kestabilan lereng untuk setiap tipe massa batuan dengan
berbagai ketinggian dan sudut lereng, kemudian dibuat grafik yang merupakan
hubungan antara sudut lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk
setiap tipe massa batuan.

Dengan grafik tersebut dapat ditentukan dengan cepat faktor keamanan suatu lereng
yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan dan dapat dengan segera dilakukan
perbaikan terhadap lereng tersebut untuk mendapatkan suatu faktor keamanan yang
memadai. Grafik lereng stabil untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada
Gambar 5.12.

5-19

Massa Batuan Tipe 1 (RMR 69)

Massa Batuan Tipe 2 (RMR 59)

Faktor Keamanan

Faktor Keamanan

7
6
H=20m

5
4

H=40m

H=60m

H=80m
H=100m

Fkmin = 1.2

5
H=20

4
3

H=40
H=60m
H=80

2
Fkmin = 1.2

H=100

0
10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

10

20

Sudut Lereng Keseluruhan

40

50

60

Massa Batuan Tipe 4 (RMR 20)

Massa Batuan Tipe 3 (RMR 30)


2.5

2.5

Faktor Keamanan

Faktor Keamanan

30

Sudut Lereng Keseluruhan

H=20m

1.5
Fkmin = 1.2
H=40m

H=60
H=80m
H=100m

0.5

H=20m

1.5

Fkmin = 1.2
1

H=40m
H=60m
H=80m
H=100m

0.5

0
10

20

30

40

50

60

0
10

20

30

40

50

Sudut Lereng Keseluruhan

Sudut Lereng Keseluruhan

Gambar 5.12. Grafik Stabilitas Lereng Berdasarkan Tipe Massa Batuan


Berdasarkan grrafik pada Gambar 5.12, dapat ditentukan dengan cepat faktor
keamanan lereng yang dibentuk oleh suatu tipe massa batuan dengan tinggi dan
sudut lereng tertentu. Sebagai contoh, untuk massa batuan tipe 1 yang tersusun oleh
batupasir agak lapuk, lereng dengan ketinggian 40m dan sudut lereng 40o akan
mempunyai faktor keamanan sekitar 3.0 atau lereng dalam keadaan aman.
Sebaliknya untuk massa batuan tipe 3 yang tersusun oleh batulempung lapuk tinggi,
dengan geometri lereng yang sama faktor keamanannya sekitar 0,8 atau lereng dalam
keadaan tidak aman. Lereng pada massa batuan tipe 3 akan aman apabila lereng
dengan ketinggian 40m tersebut, sudut lerengnya dilandaikan menjadi sekitar 27o.

Pada Gambar 5.12 di atas juga terlihat adanya perbedaan sudut lereng desain yang
cukup tinggi antara ketinggian lereng 20m dan ketinggian lereng 40m untuk suatu
faktor keamanan. Hal ini disebabkan karena hubungan antara tinggi lereng terhadap

5-20

60

faktor keamanan bersifat power law seperti terlihat pada Gambar 5.13. Gambar 5.13
memperlihatkan bahwa kurva mulai bersifat asimptutis (membelok) pada ketinggian
lereng sekitar 40m. Pada ketinggian lereng 20m faktor keamanan lereng terlihat
meningkat secara tajam.

Tinggi Lereng vs Fk
6

Fakto Keamanan

5
4
3
2
1
0
0

20
a 10 deg

a 20 deg

40

60
Tinggi Lereng (m)

a 30 deg

a 40 deg

80
a 50 deg

100

120

a 60 deg

Gambar 5.13. Kurva Tinggi Lereng terhadap Faktor Keamanan

5.3.2. Penentuan Lereng Stabil Berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan


Daerah penelitian dibagi menjadi 4 tipe massa batuan yang mempunyai nilai RMR
tertentu. Nilai RMR untuk setiap tipe massa batuan dapat dilihat pada Tabel IV.7.

Berdasarkan sebaran nilai RMR untuk setiap tipe massa batuan dan hasil simulasi
kestabilan lereng untuk setiap tipe massa batuan dengan berbagai ketinggian dan
sudut lereng, kemudian dibuat suatu grafik yang merupakan hubungan antara sudut
lereng, ketinggian lereng, dan faktor keamanannya untuk nilai RMR tertentu.

Dengan grafik tersebut dapat ditentukan ketinggian dan sudut lereng yang aman dari
suatu massa batuan yang mempunyai nilai RMR tertentu. Grafik lereng stabil
berdasarkan nilai RMR dapat dilihat pada Gambar 5.14.

5-21

RMR vs Tinggi Lereng


200
Sudut Lereng Fk=1.2

180
Tinggi Lereng (m)

160
140

10o

120

20o

100
30o

80

50o

60

60o

40
20
0
0

10

20

30

40

50

60

70

Klasifikasi Massa Batuan (RMR'89)

Fk = 1.2
250

Tinggi Lereng (m)

200
150

RMR 69
RMR 59

100
50

RMR 30
RMR 20

0
10

20

30

40

50

60

Sudut Lereng ( )

Gambar 5.14. Grafik Stabilitas Lereng Berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan


Dari Gambar 5.14, apabila suatu lereng massa batuan mempunyai nilai RMR sekitar
30, maka lereng massa batuan tersebut akan aman apabila tinggi lereng didesain
sekitar 75m dengan sudut lereng sekitar 20o.

5.4. Analisis Hasil Uji Rayapan Geser Langsung


Data utama hasil pengujian di laboratorium adalah berupa hubungan antara
perpindahan lateral terhadap waktu. Data ini digunakan untuk menentukan
persamaan rayapan dengan pendekatan rheologi maupun empiris

5-22

5.4.1. Model Rheologi


Kurva hasil pengujian pada contoh batulempung memperlihatkan perpindahan
seketika pada awal pembebanan yang diikuti oleh rayapan primer, sekunder, dan
tersier yang diakhiri dengan keruntuhan (failure). Perpindahan seketika dan rayapan
sekunder merupakan perilaku viskoelastik dapat direpresentasikan sebagai material
Maxwell (Tabel III.5b.). Rayapan primer yang perpindahannya bergerak secara
eksponensial merupakan tipe yang dapat diwakili oleh model material Kelvin (Tabel
III.5c). Sehingga data hasil pengujian dapat didekati dengan model material Burger
(Tabel III.5e) yang merupakan susunan seri dari material Maxwell dan Kelvin.

Parameter rheologi untuk rayapan geser langsung terdiri atas laju aliran viscous (1),
laju elastis tertunda (2), kekakuan geser (K1), dan kekakuan geser tertunda (K2).
Persamaan model Burger dengan tegangan geser direpresentasikan dengan
persamaan 5.1.
K 2t

u (t ) =
+ t+
(1 e ) ...............................................................(5.1)
K 1 1
K2

Keterangan:

: Tegangan geser konstan yang diaplikasikan (kPa)


1: Laju aliran viscous (kPa. menit/mm)
2: Laju elastisitas tertunda (kPa. menit/mm)
K1: Kekakuan geser (kPa)
K2: Kekakuan geser tertunda (kPa)
t: Waktu (menit)

5.4.1.1. Laju Aliran Viscous (1)


Laju

aliran

viscous

(1)

adalah

merupakan

usaha

batulempung

untuk

mempertahankan laju konstan selama rayapan sekunder pada tingkat tegangan


tertentu.

5-23

Data hasil uji rayapan geser langsung adalah berupa perpindahan lateral terhadap
waktu. Dari data tersebut selanjutnya dilakukan regresi pada titik-titik yang berada
pada daerah linier untuk mendapatkan persamaan garisnya. (Gambar 5.15).

CR-1
140

y = 0.0049x + 97.508
Perpindahan (x0.001mm)

120
100

80
60
40
20
0
0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

Waktu (menit)
CR-2
400

y = 0.0065x + 323.93

Perpindahan (x0.001mm)

350

300
250
200
150
100
50
0
0

1,000

2,000

3,000

4,000

Waktu (menit)

CR-3
300

y = 1.214x + 248.62
Perpindahan (x0.001mm)

250

200
150
100
50
0
0

8
Waktu (menit)

10

12

14

Gambar 5.15. Regresi Linier pada Kurva Perpindahan Geser terhadap Waktu
Persamaan regresi linier yang diperoleh dari Gambar 5.15 adalah merupakan
persamaan garis yang ditulis pada persamaan 5.2.

ut uo
=
...............................................................................................(5.2)
1
t

5-24

Perilaku linier ini adalah sebagai representasi dari material Maxwell, sehingga
besarnya kemiringan garis tersebut adalah /1. Berdasarkan persamaan 5.2,
besarnya laju aliran viscous ditulis pada persamaan 5.3.

1 =
Keterangan:

.t
(u t u o )

.............................................................................................(5.3)

1: Laju aliran viscous (kPa. menit/mm)


: Beban geser yang diaplikasikan (kPa)
Ut: Perpindahan pada waktu t (mm)
Uo: Perpindahan awal (mm)

5.4.1.2. Kekakuan Geser Tertunda (K2)

Kekakuan

geser

tertunda

(K2)

menyatakan

ketahanan

batulempung

yang

memperbolehkan adanya perpindahan sepanjang bidang geser setelah terjadi


pembebanan dan perpindahan seketika. Melalui nilai K2 dapat diketahui berapa jarak
perpindahan yang diperbolehkan selama rayapan primer. Semakin besar kekakuan
geser tertunda, maka perpindahan geser selama rayapan primer akan semakin kecil.

Parameter kekakuan geser tertunda (K2) didapatkan dengan mencari jarak antara
garis regresi dengan titik-titik yang berada pada daerah rayapan primer, q (Gambar
5.15). Jarak q ini digambarkan dengan kurva log q terhadap waktu. Dari titik-titik
yang terbentuk ditarik lagi suatu regresi linier semilogaritma sehingga didapatkan
suatu persamaan garis. Hubungan antara log q terhadap waktu untuk masing-masing
contoh uji dapat dilihat pada Gambar 5.16.

5-25

CR-1
0
0

200

400

600

800

1,000

1,200

-0.5

-1
Log q

/K2
-1.5

-2

-K2/2.32

y = -0.0011x - 1.4758

-2.5

R = 0.9479
-3
Waktu (menit)

CR-2
0
0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

-0.2
-0.4

Log q

-0.6

y = -0.0003x - 0.9304

/K2

-0.8

R = 0.8799
-1
-1.2
-1.4

-K2/2.32

-1.6
-1.8
Waktu (menit)

CR-3
0
0

-0.5

Log q

-1

/K2

y = -0.1666x - 1.3628
2

R = 0.9291

-1.5

-2

-K2/2.32
-2.5

-3
Waktu (menit)

Gambar 5.16. Kurva Log q terhadap waktu


Kekakuan geser tertunda merupakan parameter rheologi rayapan geser pada tahap
rayapan primer. Secara parsial rayapan primer menggambarkan sifat material Kelvin.
Persamaan Kelvin (Tabel III.5c) apabila diterapkan untuk tegangan geser menjadi
persamaan 5.4.
ul =

K2

K 2t

(1 e

) .....................................................................................(5.4)

5-26

Keterangan:

ul: Perpindahan lateral (mm)


: Tegangan geser (kPa)
K2: Kekakuan geser tertunda (kPa/mm)
2: Laju elastisitas tertunda (kPa. menit/mm)
t: Waktu (menit)

Dari persamaan 5.4, maka nilai q =



log q = log
K2

K2

K 2t

e 2 , sehingga menghasilkan persamaan 5.5:

K2

t .........................................................................(5.5)
2.3 2

dengan kemiringan garis regresi

K2
. Pada saat t=0,
2.3 2


........................................................................................(5.6)
log q = log
K2
Sehingga besarnya kekakuan geser tertunda (K2) adalah:

K2 =

10 log q

................................................................................................(5.7)

5.4.1.3. Laju Elastisitas Tertunda (2)

Selama proses rayapan geser, batulempung memiliki percepatan awal akibat


pemberian beban seketika. Laju elastisitas tertunda (2) merupakan usaha
batulempung untuk mengatasi percepatan awal tersebut hingga akhirnya mencapai
kondisi stabil (laju rayapan konstan).

Besarnya laju elastisitas tertunda dihitung dengan menggunakan kemiringan garis


regresi dari persamaan 5.4., sehingga:
K2
log q1 log q 2
..............................................................................(5.8)
=
2.3 2
t1 t 2

maka besarnya laju elastisitas tertunda (2) adalah:

5-27

2 =

K 2 (t1 t 2 )
............................................................................(5.9)
2.3(log q1 log q 2 )

5.4.1.4. Kekakuan Geser (K1)

Kekakuan geser (K1) menyatakan ketahanan batulempung yang memperbolehkan


adanya perpindahan seketika. Semakin besar kekakuan geser suatu bidang, maka
akan semakin sulit melakukan pergeseran sepanjang bidang tersebut. Kekakuan geser
dipengaruhi oleh besar tegangan yang bekerja dan kekasaran permukaan bidang
geser tersebut. Selama uji rayapan geser langsung, kekakuan geser mempengaruhi
besar perpindahan seketika.
Kekakuan geser (K1) didapatkan dengan menggunakan persamaan 5.10 dan 5.11:

K1

= uo

K1 =

K2

uo

..........................................................................................(5.10)

..........................................................................................(5.11)

K2

Berdasarkan persamaan-persamaan parameter rheologi di atas, konstanta rheologi


yang diperoleh untuk setiap contoh uji dapat ditabulasikan pada Tabel V.15.

Tabel V.15. Konstanta Rheologi Contoh Uji


Contoh
Uji
CR-1
CR-2
CR-3

Tegangan
Normal
kPa
70
141
199

Tegangan
Geser
Puncak
kPa
140
176
199

Tegangan
Geser
Aplikasi
kPa
70
123
179

Tingkat
Perpindahan
K1
K2
2
1
Tegangan
Seketika
Geser
%
(E-03 mm) kPa.mnt/mm kPa.mnt/mm kPa/mm kPa/mm
50
64.2
4.07E+07
3.05E+06 3.89E+03 10215.0
70
206.5
7.32E+07
2.79E+06 2.30E+03 4055.2
90
205.0
0.055E+07
0.062E+06 3.26E+03 15448.1

Persamaan rheologi perpindahan lateral sebagai fungsi waktu U(t), disusun dengan
memasukan konstanta-konstanta rheologi pada Tabel V.15 ke dalam persamaan 5.1,
sehingga didapat persamaan-persamaan pada Tabel V.16.

5-28

Tabel V.16. Persamaan Rheologi Hasil Uji Rayapan Geser Langsung


Persamaan Rheologi

Contoh
Uji

/K1

/K2

K2/2

/1

CR-1

0.064

0.0245

3.35E-03

6.15E-06

U (t ) = 0.0642 + 0.0245(1 e

CR-2

0.207

0.1174

1.45E-03

6.50E-06

U (t ) = 0.2065 + 0.1174(1 e ( 1.45E 03) t ) + (6.50 E 06)t

CR-3

0.205

0.0434

0.025E-03

0.012E-06

U (t ) = 0.2053 + 0.0434(1 e ( 2.5 E 01) t ) + (1.21E 03)t

u (t ) = / K1 + / K 2 (1 e

K 2.t

( 3.35 E 03) t

) + .t

1
) + (6.15 E 06)t

Berdasarkan persamaan rheologi pada Tabel V.16, kurva hubungan antara


perpindahan lateral terhadap waktu untuk setiap contoh uji yang dapat dilihat pada
Gambar 5.17 hingga 5.20.

CR-1
3.00E-01

Perpindahan (mm)

2.50E-01

2.00E-01

1.50E-01

U (t ) = 0 . 0642 + 0 .0245 (1 e ( 3 .35 E 03 )t ) + ( 6 . 15 E 06 )t

1.00E-01

5.00E-02

0.00E+00
0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

Waktu (menit)

Gambar 5.17. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR-1

CR-2
5.00E-01
4.50E-01
4.00E-01

Perpindahan (mm)

3.50E-01
3.00E-01
2.50E-01

U (t ) = 0.2065 + 0.1174(1 e ( 1.45 E 03)t ) + (6.50 E 06)t

2.00E-01
1.50E-01
1.00E-01
5.00E-02
0.00E+00
0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

Waktu (menit)

Gambar 5.18. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR-2

5-29

CR-3
3.50E-01

3.00E-01

Perpindahan (mm)

2.50E-01

2.00E-01

1.50E-01

U (t ) = 0.2053 + 0.0434(1 e ( 2.5 E 01)t ) + (1.21E 03)t


1.00E-01

5.00E-02

0.00E+00
0

10

20

30

40

50

60

70

Waktu (menit)

Gambar 5.19. Kurva Rayapan Persamaan Rheologi CR-3

Kurva Rheologi
5.00E-01
4.50E-01
4.00E-01

Perpindahan (mm)

3.50E-01
3.00E-01
2.50E-01
2.00E-01
1.50E-01
1.00E-01
5.00E-02
0.00E+00
0
CR-1

5,000
CR-2

CR-3

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

Waktu (menit)

Gambar 5.20. Kurva Rayapan Rheologi Seluruh Contoh Uji


Berdasarkan persamaan rheologi pada Tabel V.15 dan Gambar 5.17 5.20, dapat
diaambil beberapa kesimpulan antara lain: Regangan seketika pada CR-2 dan CR-3
(/K1) relatif sama, sedangkan regangan seketika pada CR-1 jauh lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena pada CR-1 dengan tingkat tegangan geser sebesar 50%, proses
penutupan rekahan yang terjadi akibat adanya aplikasi tegangan geser tidak terjadi
secara sempurna, dengan kata lain kekakuan geser (K1) batuan masih mempunyai
kekuatan yang cukup untuk menahan tingkat tegangan geser yang diaplikasikan.
Pada CR-2 dan CR-3 dengan tingkat tegangan geser sebesar 70% dan 90%, proses
penutupan rekahan yang terjadi pada contoh batuan tersebut terjadi secara lebih

5-30

sempurna, dengan kata lain tegangan geser yuang diaplikasikan dapat mengatasi
besarnya kekakuan geser (K1) batuan.

Pada proses rayapan primer, terlihat bahwa nilai /K2 pada CR-1 dan CR-3
mempunyai nilai yang relative sama, sedangkan pada CR-2 relatif lebih besar
dibandingkan keduanya. Hal ini disebabkan kekakuan geser tertunda (K2) CR-1 dan
CR-3 mempunyai besaran yang relative lebih besar jika dibandingkan dengan
kekakuan geser tertunda (K2) pada CR-2 sehingga perpindahan yang terjadi pada
CR-2 setelah terjadinya regangan seketika menjadi lebih besar. Akan tetapi nilai
K2/2 pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan dengan CR-1 dan CR-2. Hal ini
disebabkan karena dengan tingkat tegangan geser 90% pada CR-3 menyebabkan laju
elstisitas tertunda (2) menjadi jauh lebih cepat dibandingkan CR-1 dan CR-2. Hal
tersebut akan mempercepat proses keruntuhan pada CR-3

Pada proses rayapan tersier yang diikuti dengan keruntuhan, terlihat bahwa nilai /1
pada CR-3 jauh lebih kecil dibandingkan pada CR-1 dan CR-2, dengan kata lain
bahwa waktu yang dibutuhkan oleh CR-3 untuk runtuh (failure) jauh lebih cepat.
Pada uji rayapan geser langsung yang dilakukan, waktu yang diperlukan oleh CR-3
untuk runtuh adalah sekitar 60 menit, sehingga persamaan rheologi yang dihasilkan
dari uji rayapan geser langsung pada CR-3 tidak dapat dipakai atau dapat diabaikan.
Cepatnya waktu runtuh yang dialami oleh CR-3 disebabkan karena tingginya tingkat
tegangan geser yang diaplikasikan (sebesar 90%) mendekati tingkat tegangan geser
batuan utuhnya (intact).

5-31

5.4.2. Persamaan Empiris Rayapan

Perilaku rayapan ideal dari Goodman (1989) seperti pada Gambar 3.12 dapat
diwakili oleh suatu fungsi tertentu. Kurva rayapan primer memiliki karakteristik
yang dapat digambarkan dengan fungsi matematik yang berbentuk pangkat (y=axb),
logaritmik (y = a log x maupun y= a ln x), maupun fungsi eksponensial (y = a expx).
Kurva rayapan sekunder mengikuti pola persamaan linier (y = ax + b). Khusus untuk
kurva rayapan tersier, belum ada persamaan sederhana yang dapat digunakan. Akan
tetapi, secara ideal kurva rayan tersier cenderung mengikuti pola persamaan
berbentuk pangkat maupun eksponensial. Bentuk persamaan atau fungsi yang sesuai
untuk mewakili pola rayapan ditentukan secara empiris berdasarkan metode
penyesuaian kurva (curve fitting) dengan kesalahan statistik terkecil.

Menurut Lama dan Vutukuri (1978), pola hubungan regangan terhadap waktu pada
proses rayapan dapat dinyatakan dengan persamaan umum:

= e + 1 (t ) + At + 2 (t ) .........................................................................(5.12)
Keterangan:

: Regangan total
e: Regangan elastik/regangan seketika
1(t): Funsi rayapan primer
At: Fungsi linier terhadap waktu yang menunjukan laju konstan,
A adalah konstanta; Fungsi rayapan sekunder
2(t): Funsi rayapan tersier

Cara empiris untuk menentukan persamaan rayapan dilakukan dengan penyesuaian


titik-titik yang diperoleh (perpindahan lateral terhadap waktu) terhadap suatu kurva
atau persamaan garis. Penyesuaian ini memperhatikan nilai korelasi antara titik-titik
hasil pengujian dengan hasil persamaan kurva tersebut. Semakin tinggi nilai

5-32

korelasinya (korelasi terbaik R2 = 1) maka persamaan tersebut akan semakin


mendekati nilai titik-titk yang sebenarnya.

Sebelum menentukan persamaan empirisnya, terlebih dahulu ditentukan batas-batas


tiap rayapan (primer, sekunder, dan tersier). Berdasarkan data uji rayapan geser
langsung yang dilakukan, rayapan primer dimulai dari perpindahan seketika hingga
perpindahan terhadap waktu mulai mempunyai kecepatan konstan. Rayapan
sekunder dimulai pada saat laju rayapan relatif konstan. Sedangkan rayapan tersier
dimulai pada saat adanya perubahan kecepatan atau adanya percepatan setelah
rayapan sekunder hingga contoh uji mengalami keruntuhan (failure). Berdasarkan
metoda empiris tersebut, rayapan primer cenderung mengikuti fungsi logaritmik,
rayapan sekunder selalu mengikuti fungsi linier, dan rayapan tersier cenderung
mengikuti fungsi eksponensial. Contoh persamaan empiris untuk tiap rayapan dapat
lihat pada Gambar 5.21.

CR-1
250
y = 160.55e1E-05x
R2 = 0.6203
Perpindahan (x0.001mm)

200
y = 0.0062x + 88.742
R2 = 0.9962
150

100
y = 6.4724Ln(x) + 57.062
R2 = 0.8279
50

0
0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

Waktu (menit)
Primer

Sekunder

Tersier

Log. (Primer)

Linear (Sekunder)

Expon. (Tersier)

Gambar 5.21. Kurva Rayapan dan Fungsi Empiris CR-1

5-33

Dengan melakukan penyesuaian kurva (curve fitting) seperti pada Gambar 5.21,
persamaan empiris rayapan tiap contoh uji dapat dilihat pada Tabel V.17.
Tabel V.17. Persamaan rayapan Empiris
Contoh
Uji

Primer
U(t) = A ln (t) + B

Persamaan Rayapan Empiris


Sekunder
U(t) = A (t) + B

Tersier
U(t) = AeB(t)

CR-1

U(t) = 6.4724 ln (t) + 57.06

U(t) = 0.0062 (t) + 88.742

U(t) = 160.55 e1E-05(t)

CR-2

U(t) = 29.984 ln (t) + 72.531

U(t) = 0.0074 (t) + 317.19

U(t) = 365.66 e1E-05(t)

CR-3

U(t) = 6.296 ln (t) + 231.2

U(t) = 1.0621 (t) + 252.37

U(t) = 141.02 e0.014(t)

Berdasarkan Tabel V.16 terlihat bahwa waktu runtuh pada CR-3 jauh lebih cepat
dibandingkan CR-1 dan CR-2 sehingga persamaan rayapan empiris untuk CR-3 tidak
dapat menggambarkan proses rayapan yang terjadi dengan baik sehingga persamaan
tersebut harus diabaikan. Kelemahan persamaan empiris dibandingkan persamaan
rheologi adalah bahwa persamaan rayapan empiris diperoleh dengan cara
penyesuaian kurva, sehingga tidak dapat menunjukan sifat mekanik material.
Persamaan ini dibuat hanya untuk melihat bentuk kurva rayapan geser langsung.

5.5. Kesalahan Relatif

Perhitungan kesalahan relatif antara data hasil uji laboratorium dan persamaan
rheologi Burger dilakukan dengan menggunakan persamaan dari Morgenstern
(1987). Hasil perhitungan ini menunjukan kedekatan data hasil uji laboratorium
dengan data hasil persamaan rheologi Burger.

r =
Keterangan:

Ul Ur
Ul

x100% ...............................(5.13)

r: Kesalahan relatif
Ul: Perpindahan pada pengujian laboratorium
Ur: Perpindahan dengan persamaan rheologi

5-34

Besar kesalahan relatif model rheologi Burger terhadap data perpindahan


laboratorium dapat dilihat pada Tabel V.18.
Tabel V.18. Kesalahan Relatif Data Uji Laboratorium dan Rheologi Burger
Contoh
Uji

Kesalahan Relatif Persamaan Rheologi Burger


%
Seketika
Primer
Sekunder
Tersier

CR-1

1.42

0.05

0.04

0.99

CR-2

6.15

1.68

0.01

0.74

CR-3

1.53

1.03

0.51

0.52

Dari Tabel V.18 terlihat bahwa model rheologi Burger dapat memodelkan rayapan
batulempung dengan cukup baik. Kesalahan relatif terbesar (6.15%) hanya terjadi
pada regangan seketika contoh CR-2, yang kemungkinan disebabkan oleh kekurang
tepatan dalam perkiraan waktu awal.

5.6. Penentuan Tingkat Kuat Geser Jangka Panjang


Waktu runtuh untuk tiap penerapan tegangan geser diperoleh dari hasil uji
laboratorium. Kuat geser jangka panjang ditentukan dengan mengambarkan kurva
tingkat tegangan geser terhadap waktu runtuhnya. Bagian dimana kurva mulai
membelok ditetapkan sebagai kekuatan geser jangka panjangnya (Gambar 5.22).
Penerapan tingkat tegangan geser dan waktu runtuh dapat dilihat pada Tabel V.19.
Tabel V.19. Penerapan Tingkat Tegangan Geser dan Waktu Runtuh
Contoh
Uji
CR-1
CR-2
CR-3

Tingkat Tegangan Geser


(%)
50
70
90

5-35

Waktu runtuh
(menit)
(hari)
27740
19.264
19606
13.615
64
0.044

Kuat Geser Jangka Panjang


100
Tingkat Tegangan Geser (%)

90
80
y = 72.258x -0.0735
R2 = 0.7213

70
60
50
40
30

46.12% puncak

20
10
0
0

100

200

300
Waktu Runtuh (hari)

400

500

600

Gambar 5.22. Kurva Kuat Geser Jangka Panjang


Berdasarkan Gambar 5.22, kuat geser jangka panjang batulempung adalah 46% dari
kuat geser puncaknya setelah 450 hari (15 bulan) dengan persamaan:

% = 72.258t 0.0735 ...................................................................................(5.13)


Keterangan:

%: Tingkat tegangan geser (%)


t: Waktu runtuh (hari)

5.7. Parameter Kuat Geser Jangka Panjang


Parameter kuat geser jangka panjang c dan diperoleh dengan cara menurunkan
tegangan geser puncak hasil uji geser langsung sebesar tingkat kuat geser jangka
panjangnya (46 %). Penurunan kuat geser ini ditampilkan pada Tabel V.20.
Tabel V.20. Kuat Geser Jangka Panjang Batulempung
normal
70
141
199

Tegangan (kPa)
Geser
Puncak
Sisa
140
70
176
88
199
99

Geser
Jangka Panjang
64.57
81.17
91.78

Kurva Mohr-Coulomb berdasarkan Tabel V.20 diplot pada Gambar 5.23 sehingga
diperoleh persamaan kuat geser jangka panjang batulempung

5-36

Kurva Kuat Geser


250

y = 0.4592x + 108.91

Tegangan Geser (kPa)

200
150

y = 0.2259x + 54.799

100

y = 0.2118x + 50.236

50
0
0

50
Puncak

100
150
Tegangan Normal (kPa)
Sisa

200

250

Jangka Panjang

Gambar 5.23. Kurva Mohr-Coulomb Kuat Geser Jangka Panjang


Berdasarkan Gambar 5.23, tampak bahwa kurva kuat geser sisa hasil uji geser
langsung relatif berhimpit dengan kurva kuat geser jangka panjang hasil uji rayapan.
Hal ini menunjukan bahwa kuat geser jangka panjang dapat didekati dengan kuat
geser sisa hasil uji laboratorium. Pengujian dilakukan pada contoh batulempung
dengan kadar air alami sekitar 2% dan derajat kejenuhan sekitar 50%. Untuk
mendukung hipotesis tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap contoh
batuan dengan jenis dan ukuran yang berbeda untuk berbagai kondisi kadar air.
Parameter kuat geser jangka panjang yang berupa kohesi dan sudut geser dalam
batulempung dapat dilihat pada Tabel V.21.
Tabel V.21. Parameter Kuat Geser Jangka Panjang Batulempung
o

Puncak
109

Kohesi (kPa)
Sudut Geser Dalam ( )
Sisa Jangka Panjang Puncak Sisa Jangka Panjang
54.8

50.23

24.6

12.7

12.0

5.8. Perubahan Parameter Kuat Geser Jangka Panjang terhadap Waktu


Seperti telah diterangkan sebelumnya bahwa kestabilan suatu lereng dapat berubah
terhadap waktu. Menurunnya kestabilan lereng tersebut disebabkan oleh menurunnya

5-37

c dan massa batuan yang bergantung waktu, sehingga perlu diketahui besaran
parameter kuat geser batulempung pada waktu tertentu.

Perubahan nilai c dan terhadap waktu diperoleh dengan cara menentukan besarnya
kuat geser untuk tingkat kuat geser tertentu serta waktu runtuhnya dengan persamaan
5.13. Tingkat kuat geser yang ditentukan sebesar 46%, 60%, 70%, dan 90%. Hasil
perhitungan kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser tersebut dapat dilihat pada
Tabel V.21.
Tabel V.22. Kuat Geser Untuk Setiap Tingkat Kuat Geser
Tingkat Tegangan Geser
t runtuh
%
(menit)
(%)
46

668287

60

17988

70

2209

90

72

Normal
70
141
199
70
141
199
70
141
199
70
141
199

Tegangan (kPa)
Geser
Puncak
Sisa
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99
140
70
176
88
199
99

pada %p
64.57
81.17
91.78
84.00
105.60
119.40
98.00
123.20
139.30
126.00
158.40
179.10

Kurva Mohr-Coulomb untuk setiap tingkat kuat geser berdasarkan Tabel V.22 dapat
dilihat pada Gambar 5.24.

Kurva Kuat Geser


250

Tegangan Geser (kPa)

200

y = 0.46x + 108.91
y = 0.4133x + 98.019

150

y = 0.3214x + 76.237
y = 0.2755x + 65.346
y = 0.2259x + 54.799
y = 0.2118x + 50.236

100

50

0
0
P uncak

Sisa

50
90%

70%

100
150
200
Tegangan Norm al (kPa)
60%

250

300

46%

Gambar 5.24. Kurva Mohr-Coulomb Setiap Tingkat Kuat Geser

5-38

Dari Gambar 5.24, parameter kuat geser untuk setiap tingkat kuat geser dapat
ditabulasikan pada Tabel V.23.
Tabel V.23. Parameter Kuat Geser Batulempung Setiap Tingkat Kuat Geser
Puncak

Sisa

109

55

Kohesi (kPa)
46%
60%

70%

90%

Puncak

50.23

76.24

98.86

24.6

65.35

Sudut Geser Dalam ( )


Sisa
46%
60%
70%

90%

12.9

22.7

11.95

15.4

17.8

Berdasarkan Tabel V.22 dan V.23, kemudian dibuat grafik yang menunjukan besaran
kohesi dan sudut geser dalam terhadap waktu. Grafik tersebut dapat dilihat pada
Gambar 5.25 dam 5.26.

Kohesi vs Waktu

120

100

Kohesi,c (kPa)

80
y = 78.869x -0.0737
R2 = 0.9999

60

40

20

0
0

100

200

300

400

500

600

Waktu (hari)

Gambar 5.25. Kurva Kohesi Terhadap Waktu

Sudut Geser Dalam vs Waktu

30

Sudut Geser Dalam (o)

25

20
y = 18.317x -0.069
R2 = 0.9996

15

10

0
0

100

200

300

400

500

600

Waktu (hari)

Gambar 5.26. Kurva Sudut Geser Dalam Terhadap Waktu

5-39

Berdasarkan Gambar 5.25 dan 5.26, besaran kohesi dan sudut geser dalam yang
bergantung waktu ditulis dengan persamaan:

c = 78.869t 0.0737 ......................................................................................(5.14)

= 18.317t 0.069 ........................................................................................(5.15)


Keterangan:

c: Kohesi (kPa)
: Sudut geser dalam (o)
t: Waktu (hari)

5.9. Penurunan Klasifikasi Massa Batuan (RMR) terhadap Waktu


Berdasarkan hasil uji rayapan geser langsung dapat diketahui bahwa parameter kuat
geser c dan menurun terhadap waktu. Kohesi (c) dan sudut geser dalam () jangka
panjang mengalami penurunan masing-masing sebesar 46.1% dan 48.8% yang
dicapai setelah 450 hari (15 bulan). Di daerah tambang terbuka, menurunnya kuat
geser massa batuan yang bergantung waktu dapat disebabkan oleh berbagai faktor
seperti: proses pelapukan dan proses getaran akibat kegiatan peledakan. Dengan
mengetahui besarnya penurunan kuat geser jangka panjang massa batuan, maka
dapat diketahui pula besarnya penurunan nilai RMR jangka panjang massa batuan
tersebut. Parameter kuat geser c dan jangka panjang massa batuan diperoleh
dengan menurunkan nilai c dan massa batuan pada saat penelitian sebesar
prosentase penurunan untuk masing-masing parameter kuat geser. Dengan
mengetahui besaran c dan jangka panjang massa batuan maka dapat ditentukan
perkiraan nilai RMR jangka panjang untuk massa batuan tersebut. Besarnya
penurunan RMR terhadap waktu dapat dilihat pada Tabel V.24.

5-40

Tabel V.24. Penurunan RMR Jangka Panjang Massa Batuan


Tipe massa
batuan
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4

c (kPa)

()

RMR

c (kPa)

()

RMR

Persentase
Penurunan
RMR
(%)

490.60

49.50

69

225.68

24.26

46

66.67

360.10

45.60

59

165.65

22.34

33

55.93

101.60

23.90

30

46.74

11.71

10

33.33

Zona Patahan 100.30

22.80

20

46.14

11.17

10

50.00

Jenis
Lithologi
Batupasir
agak lapuk
Batupasir
lapuk sedang
Batulempung
lapuk tinggi

Kondisi Massa Batuan


Saat Penelitian

Kondisi Massa Batuan


Jangka Panjang (450 hari)

Dari Tabel V.24 terlihat bahwa setelah 450 hari, RMR mengalami penurunan yang
berkisar antara 33% hingga 67%.

5.10. Korelasi dengan Peneliti Terdahulu


Uji rayapan untuk menentukan kuat geser jangka panjang pernah dilakukan oleh
peneliti terdahulu antara lain Gunadi (2002), Damanik (2004), dan Aksamulian
(2008). Untuk mengetahui hubungan antara hasil penelitian penulis dengan peneliti
terdahulu maka dilakukan analisis korelasi data sehingga diketahui persamaan ratarata kuat geser jangka panjang berdasarkan data penulis dan data para peneliti
terdahulu. Data hasil uji rayapan penulis dan peneliti terdahulu dapat dilihat pada
Tabel V.25 dan kurva kuat geser rata-ratanya dapat dilihat pada Gambar 5.27.
Tabel V.25. Hasil Uji Rayapan Penulis dan Peneliti Terdahulu
Penulis

Tingkat
Teg. Geser (%)
Catur Gunadi
93.63
(2002)
55.33
52.33
78.52
Boydo Damanik
45.63
(2004)
58.73
58.91
71.03
86.37
Gosfenry Aksamulian
51.09
(2008)
69.28
92.68
Tonny Lesmana
50
(2008)
70
90

5-41

Waktu runtuh
Menit
Hari
58
0.04
30528
21.2
32976
22.9
16848
11.7
170064
118.10
38639
26.83
33615
23.34
2610
1.81
5
0.003
32430
22.52
22970
15.95
15
0.01
27740
19.26
19606
13.615
64
0.04

Kuat Geser Jangka Panjang


Tingkat Tegangan Geser (%)

120
100
80
y = 68.739x -0.0597
R2 = 0.7078

60
40

y = 70.823x -0.0604
R2 = 0.7727

20

y = 65.607x -0.0531
R2 = 0.7178
y = 72.258x -0.0735
R2 = 0.7213

0
0

100

Po wer (Damanik (04))

200

300
400
Waktu runtuh (hari)

P o wer (A ksamulian (08))

P o wer (Lesmana (08_)

500

600

P o wer (Rata-rata)

Gambar 5.27. Kurva Kuat Geser Rata-rata


Berdasarkan Gambar 5.27, persamaan kuat geser jangka panjang rata-rata ditulis
dengan persamaan 5.16.

% = 68.739t 0.0597 ...................................................................................(5.16)


Persamaan kuat geser jangka panjang penulis dan peneliti terdahulu dapat dilihat
pada Tabel V.25.
Tabel V.26. Persamaan Kuat Geser Jangka Panjang Penulis dan Peneliti Terdahulu
% = Ax -B
75.22ox -0.0752
65.607x -0.0531
70.823x -0.0604
72.258x -0.0735
68.739x -0.0597

Penulis
Catur Gunadi (2002)
Boydo Damanik (2004)
Gosfenry Aksamulian (2008)
Tonny Lesmana (2008)
Rata-rata

R2
0.68
0.72
0.77
0.72
0.71

5.11. Kestabilan Lereng Jangka Panjang

Kestabilan jangka panjang adalah merupakan kestabilan lereng berdasarkan


parameter kuat geser jangka panjang yang telah ditentukan. Dengan mengetahui
kestabilan jangka panjang, dapat diketahui besarnya penurunan faktor keamanan
lereng pada saat digali hingga tercapai kekuatan jangka panjangnya.

5-42

Seperti telah diketahui bahwa kuat geser jangka panjang batulempung adalah 46%
dari kekuatan puncaknya. Penurunan tersebut tercapai setelah 450 hari (15 bulan).
Kestabilan lereng jangka panjang ditabulasikan pada Tabel V.27.
Tabel V.27. Kestabilan Lereng Jangka Panjang
Penampang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Faktor Keamanan
Saat
Jangka
Digali
Panjang
1.4
0.7
3.6
1.6
4.0
1.6
1.6
0.8
1.2
0.6
1.2
0.6
1.4
0.7
1.2
0.6
1.2
0.6
1.2
0.6
0.8
0.4
0.7
0.4
0.8
0.4
0.8
0.4
0.7
0.3

Persentase
Penurunan
(%)
50
44
40
50
50
50
50
50
50
50
50
57
50
50
43

Berdasarkan Tabel V.27 terlihat bahwa setelah 15 bulan, lereng berada dalam kondisi
tidak aman kecuali pada penampang 2 dan 3. Besarnya penurunan kestabilan lereng
berkisar antara 43% hingga 50% dengan rata-rata 48%. Berdasarkan perhitungan
tersebut terlihat bahwa prosentase rata-rata penurunan faktor keamanan lereng jangka
panjang (48%) adalah mendekati prosentase penurunan kekuatan jangka panjangnya
(46%).

5-43

5.6.3. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Metoda Hoek and Bray (1981)

Analisis kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) ini dilakukan untuk
membandingkan hasil analisis kestabilan lereng antara metoda kesetimbangan batas
dengan metoda Hoek dan Bray.

Untuk jenis longsoran baji yang terjadi pada massa batuan tipe 1 dan 2 dipakai rumus
dari Persamaan 3.4. Sedangkan untuk analisis kestabilan lereng untuk longsoran
busur yang terjadi pada massa batuan tipe 3 dan 4 digunakan metoda grafis Hoek dan
Bray (1981). Analisis kestabilan lereng dengan metoda grafis ini dapat dilakukan
dengan cepat karena menggunakan diagram (chart) seperti pada Gambar 3.45.
Meskipun pemakaiannya mudah, namun analisis dengan cara ini mempunyai
kelemahan karena lereng diasumsikan homogen.

Hasil perhitungan kestabilan lereng dengan metoda Hoek dan Bray (1981) dapat
dilihat pada Tabel V.8.

Tabel V.8. Analisa Kestabilan Lereng Dengan Metoda Grafis Hoek dan Bray (1981)
Fk
Sudut
Tinggi Lereng
Lereng
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
20
1.2
30
1.2
40
1.2
50
1.2
60
1.2
Berdasarkan Tabel V.8., bla-bla-bla

5-44

Dari ke-2 metoda perhitungan kestabilan lereng, dapat dibuat suatu perbandingan
yang disajikan pada Tabel V.9.

Tabel V.9. Perbandingan Metoda Bishop dan Metoda Hoek & Bray
Geometri
Faktor Keamanan (Fk)
Lereng
Tipe 1
Tipe 2
Tipe 3
Tipe 4
Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B Bishop H & B
H: 60 m
: 20o
: 30o
: 40o
: 50o
: 60o
Berdasarkan Tabel V.9, hasil analisis dengan metoda Bishop memberikan hasil yang
berbeda dengan metode Hoek dan Bray dimana metode Bishop menghasilkan faktor
keamanan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena metoda Bishop dihitung
berdasarkan perhitungan analitik sedangkan metoda Hoek dan Bray dihitung
berdasarkan metoda grafis dengan asumsi material yang homogen.

5-45

You might also like