Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting,
karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik
dan farmakodinamik. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang
pasien, lebih dari yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang
diperkirakan. Istilah ini mengandung konotasi yang berlebihan, tidak diperlukan, dan
sebagian besar dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome penderita dalam hasil
pengobatannya.
Pemakaian obat yang banyak (polifarmasi), lebih sering terjadi efek samping,
interaksi, toksisitas obat, dan penyakit iatrogenik, lebih sering terjadi peresepan obat yang
tidak sesuai dengan diagnosis penyakit dan berlebihan, serta ketidakpatuhan menggunakan
obat sesuai dengan aturan pemakaiannya (inadherence).
lansia cenderung mengalami polifarmasi karena penyakitnya yang lebih dari satu jenis
(multipatologi), dan diagnosis tidak jelas. Polifarmasi adalah peresepan 5 jenis atau lebih
obat, baik obat makan, salep. Adapun lansia yang berisiko tinggi menderita penyakit atau
masalah kesehatan sebagai akibat penggunaan obat, yaitu : berusia lebih dari 85 tahun,
mendapat 9 jenis atau lebih obat atau lebih 12 dosis obat per hari, menderita 6 jenis atau lebih
penyakit kronik yang sedang aktif, terutama gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu, sedapat
mungkin hindarilah polifarmasi, khususnya pada yang berisiko tinggi.
Peresepan Obat Yang Rasional Menurut World Health Organization (1985) bahwa
yang termasuk dalam peresepkan obat yang rasional adalah jika penderita yang mendapat
obat-obatan sesuai dengan diagnosis penyakitnya, dosis dan lama pemakaian obat yang sesuai
dengan kebutuhan pasien, serta biaya yang serendah mungkin yang dikeluarkan pasien
maupun masyarakat untuk memperoleh obat.
Pasien geriatri akan lebih sering mengalami ADR dibandingkan pasien yang lebih
muda. Hal ini dimungkinkan karena pasien lanjut usia lebih sering mendapatkan terapi obat.
Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ADR pada geriatri adalah
perubahan farmakokinetika yang meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi
obat, yang sangat tergantung pada kondisi organ-organ tubuh.
Pada pasien geriatri sering mendapatkan peresepan dengan jumlah obat yang banyak
(polifarmasi). Hal tersebut disebabkan oleh penderita yang mengalami beberapa penyakit
sekaligus. Khususnya penderita yang mengalami gangguan fungsi ginjal dan hati memiliki
risiko yang tinggi bagi kejadian ADR.
Definisi Geriatri
Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut meliputi tiga tingkatan (menurut
WHO), yaitu :
a)
b)
c)
Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun (Walker and Edward, 2003).
Pasien geriatri (elderly) merupakan pasien dengan karakteristik khusus karena
terjadinya penurunan massa dan fungsi sel, jaringan, serta organ. Hal ini menimbulkan perlu
adanya perubahan gaya hidup, perbaikan kesehatan, serta pemantauan pengobatan baik dari
segi dosis maupun efek samping yang mungkin ditimbulkan
Geriatri juga telah mengalami perubahan dalam hal
farmakokinetik
dan
Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk mencapai
efek terapetik yang didapatkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik pada pasien lanjut usia
memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat tersebut. Proses-proses farmakokinetik
obat pada usia lanjut dijelaskan pada uraian di bawah ini.
1. Absorbsi
Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran darah oragan
absorbsi secara teoritis berpengaruh pada absorbs itu sendiri. Namun pada kenyataannya
perubahan yang terkait pada usia ini tidak berpengaruh secara bermakna terhadap
bioavailabilitas total obat yang diabsorbsi. Beberapa pengecualian termasuk pada digoksin
dan obat dan substansi lain (misal thiamin, kalsium, besi dan beberapa jenis gula) (Aslam, et
al., 2003).
1. Distribusi
Farktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasmaprotein dan aliran darah organ dan lebih spesifik lagi menuju jaringan, semuanya akan
mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan berbeda
pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian
dosis obat yang sama (Aslam, et al., 2003).
Tabel Pengaruh Usia terhadap Klirens Hepatik pada Beberapa Obat
Age-Related Decrease in Hepatic
No Age-Related Difference
Clearance Found
Found
AlprazolamBarbiturates
EthanolIsoniazid
Carbenoxolone
Lidocaine
Chlordiazepoxide
Lorazepam
Chlormethiazole
Nitrazepam
Clobazam
Oxazepam
Desmethyldiazepam
Prazosin
Diazepam
Salicylate
Flurazepam
Warfarin
Imipramine
Meperidine
Nortriptyline
Phenylbutazone
Propranolol
Quinidine, quinine
Theophylline
Tolbutamide
1. Eliminasi Ginjal
Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler
merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda pada pasien geriatri.
Kecepatan filtrasi glomerolus menurun kurang lebih 1 % per tahun dimulai pada usia 40
tahun. perubahan tesebut mengakibatkan beberapa obat dieliminasi lebih lambat pada lanjut
usia. Beberapa kasus menunjukan bahwa konsentrasi obat dalam jaringan akan meningkat
sebanyak 50% akibat penurunan fungsi ginjal. Penurunan klirens kreatinin terjadi pada dua
pertiga populasi. Penting untuk diketahui bahwa penuruna klirens kreatinin ini tidak
dibarengi dengan peningkatan kadar kreatinin yang setara dalam serum karena produksi
kreatinin juga menurun seiring berkurangnya massa tubuh dengan pertambahan usia. Akibat
yang segera ditimbulkan oleh perubahan ini adalah pemanjangan waktu-paruh banyak obat
dan kemungkinan akumulasinya dalam kadar toksik jika dosis tidak diturunkan dalam hal
ukuran atau frekuensi. Rekomendasi pemberian obat untuk para lansia sering kali mencakup
batasan dosis untuk klirens ginjal yang menurun.
Paru berperan penting pada ekskresi obat volatile. Akibat berkurangnya kapasitas pernapasan
dan peningkatan insidens penyakit paru aktif pada lansia, anesthesia inhalasi menjadi lebih
jarang digunakan dan agen parenteral menjadi lebih sering digunakan pada kelompok usia
ini.
Tipe B
diprediksi
farmakologinya)
(dari
Tergantung dosis
Morbiditas tinggi
Morbiditas rendah
Mortalitas rendah
Mortalitas tinggi
ditangani
dengan
dosis
pengobatan
penghentian
PENCEGAHAN ADR
Menurut British National Formulary beberapa cara untuk mencegah ADR yaitu :
1. Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien sedang hamil
jangan gunakan obat kecuali benar-benar diperlukan.
2. Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting ADR. Tanyakan apakah pasien
pernah mengalami reaksi sebelumnya.
3. Tanyakan jika pasien sedang menggunakan obat-obatan lain termasuk obat yang dipakai
sebagai swamedikasi. Hal ini dapat menimbulkan interaksi obat.
4. Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan ekskresi obat,
sehingga dosis yang lebih kecil diperlukan.
5. Meresepkan obat sesedikit mungkin dan memberikan petunjuk yang jelas kepada pasien
geriatri dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.
6. Jika memungkinkan gunakan obat yang sudah dikenal. Dengan menggunakan suatu
obatbaru perlu waspada akan timbulnya ADR.
7. Jika kemungkinan terjadinya ADR yang serius, pasien perlu diperingatkan.
Waktu paruh obat benzodiazepin dan barbiturat meningkat 50-150% antara usia 30-70 tahun.
Untuk benzodiazepin, baik molekul induk maupun metabolitnya aktif secara farmakologis.
Ginjal dapat mengalami penurunan fungsi seiring dengan pertambahan usia sehingga
berakibat pada penurunan eliminasi senyawa-senyawa ini.
Analgesik
Penggunaan analgesik golongan opioid menunjukkan pengaruh pada fungsi pernapasan pada
kaum lansia.Oleh sebab itu, kelompok ini harus digunakan dengan hati-hati dan perlu
dilakukan penyesuaian dosis untuk pasien agar tercapai efek maksimal.
Obat Antipsikotik dan Antidepresan
Agen psikotik (fenotiazin dan haloperidol) sudah banyak digunakan dalam tatalaksana
berbagai penyakit psikiatrik pada kaum lansia.Agen-agen ini memang tidak diragukan lagi
bermanfaat dalam tatalaksana skizofrenia pada orang tua serta mungkin pula bermanfaat
dalam pengobatan beberapa gejala yang terkait dengan delirium, dementia, agitasi,
agresivitas, dan sindrom paranoid yang dialami beberapa pasien geriatrik.Namun, agen-agen
ini tidak terlalu menunjukkan hasil yang memuaskan ketika digunakan untuk mengobati
penyakit geriatrik ini sehingga dosis agen tidak boleh ditingkatkan berdasarkan asumsi bahwa
hasil maksimal dapat tercapai dengan tindakan ini.Tidak terdapat bukti bahwa obat-obat ini
bermanfaat pada demensia Alzheimer, bahkan menurut teori, efek antimuskarinik fenotiazin
dapat memperburuk gangguan ingatan dan disfungsi intelektual.Banyak dari perbaikan yang
tampaknya dialami oleh pasien agitasi dan agresif sebenarnya hanya menunjukkan efek
sedatif obat.Bila suatu antipsikotik sedatif diperlukan, golongan fenotiazin seperti tioridazin
lebih tepat untuk digunakan.
Karena meningkatnya responsivitas terhadap obat jenis ini, besarnya dosis awal biasanya
dimulai dari sebagian dosis yang digunakan pada dosis orang dewasa.Waktu paruh fenotiazin
meningkat pada geriatrik.
OBAT KARDIOVASKULAR
Obat Antihipertensi
Tekanan darah khususnya tekanan sistolik meningkat seiring bertambahnya usia. Prinsip
dasar terapi hipertensi pada kelompok geriatrik tidak berbeda dengan prinsip terapi hipertensi
pada
orang
dewasa.Tiazid
menjadi
langkah
pertama
yang
tepat
dalam
terapi
obat.hipokalemia, hiperglikemia, dan hiperurisemia yang disebabkan oleh agen-agen ini lebih
bermakna pada kaum lansia karena tingginya insidens aritmia, diabetes tipe 2, dan gout pada
pasien-pasien ini. Jadi, penggunaan dosis antihipertensif yang rendah ketimbang dosis
diuretik maksimum sangatlah penting.
a)
b)
c)
Obat yang memiliki beberapa indikasi untuk digunakan pada populasi lansia tapi sering
disalahgunakan.
Obat yang tidak boleh diberikan pada lansia
Beberapa obat yang secara klinis dapat menyebabkan masalah untuk lansia :
1. Meperidin : terkait dengan peningkatan delirium
2. Long-acting benzodiazepine : diazepam, flurazepam terakumulasi setiap hari,
menyebabkan delirium dan pingsan
3. Amitriptyline, imipramine : amina tersier lebih cocok sebagai antikolinergik daripada
amina sekunder nortriptyline dan desipramine
4. Metoclopramide, klorpromazin sering diperkirakan dapat menyebakan reaksi
ektrapiramidal
5. Procyclidine, benztropine : berkontribusi untuk delirium bila dikaitkan dengan
neuroleptik dalam pengobatan delirium
benzodiazepine
antidepresan
neuroleptik
antihipertensi agen
1. Keep going
ACE Inhibitor
Antidepresan
1. Stay low
Lithium
Antilonvulsan
Digoxin
Opioid
Benzodiazepine
Banyak situasi tertentu yang ditemukan untuk menghentikan ketergantungan pasien pada
penggunaan obat dan menghentikan penggunaan obat tidak tepat. Diantaranya, berikut
contoh-contoh yang sering terjadi :
Agen hipoglikemik oral tidak lagi dibutuhkan setelah penggunaan insulin jangka
panjang, atau dalam regimen yang dibuat tidak dengan hati-hati.
Terapi paliatif dimana pengobatan pencegahan primer dan sekunder masih dilakukan.
Diagnosa terbaru yang memungkinkan adanya kejadian yang tidak diinginkan (e.g.,
delirium, hipotensi ortostatik, SIADH (Syndrome of Inappropriate Secretion of
Antidiuretic Hormone)).
Perubahan fisiologis dan patologis pada pasien yang menerima obat untuk beberapa tahun:
perkembangan dari gagal ginjal, demensia. Jangan mengikuti penggunaan obat-obatan yang
tidak sesuai karena sebelumnya keadaan tersebut dapat ditoleransi dulu oleh pasien.
Kriteria STOPP and START
STOPP Screening Tool of Older Persons
STOPP
digunakan untuk
meningkatkan kualitas dan keamanan resep obat untuk pasien usia lanjut. Sehingga adanya
polifarmasi irasional dan Adverse Drug Reactions dapat dideteksi.
START - Screening Tool to Alert to Right Treatment
START merupakan alat skrining untuk mendeteksi adanya kemungkinan obat yang perlu
diberikan tetapi tidak diberikan sehingga dapat pula mencegah polifarmasi irasional.
Pada lansia, resep obat adalah masalah yang kompleks sebagai pasien yang lebih tua
cenderung memiliki kondisi yang lebih bersamaan. Sejumlah besar kondisi juga
menyebabkan sejumlah besar perawatan obat bersamaan yang meningkatkan kemungkinan
komplikasi berbahaya dalam kasus pasien. Selain itu, sering ada pengobatan yang akan
bermanfaat bagi pasien individu yang ada dalam rencana pengobatan mereka. Adanya kriteria
START dan STOPP ini dapat membantu memberikan informasi resep dokter dan apoteker
untuk
memastikan
bahwa
pasien
tua
diberi
perawatan
terbaik.
Sehingga dapat difokuskan pada menghindari penggunaan obat-obatan yang berpotensi tidak
pantas
pada
lansia.
Berikut ini adalah kriteria START dan STOPP yang meliputi berbagai sistem organ.
Lansia
Peningkatan jenis
dan durasi
penyakit :
Polifarmasi
Inappropriate
prescribing
(IP)
Sistem
Kardiovaskular
Sistem
Gastrointestinal
Sistem Respiratori
Sistem
Muskuloskleteal
Sistem Urogenital
Kriteria
START/STOPP
Penuruna
n
Adverse Drug
Reactions