Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
secara
luas
sebagai
penyakit
kardiovaskular.
pada organ yang dituju yakni otak, koroner dan ginjal. Oleh karena itu Hipertensi yang tidak
diobati sering mengakibatkan stroke dan serangan jantung yang berbahaya. Stroke dan
serangan jantung yang fatal mempunyai peluang dua kali lebih besar daripada mereka yang
memiliki tekanan darah normal di usia yang sama. Beberapa penyebab hipertensi dikarenakan
asupan makanan yang tinggi sodium, stress, psikologi, kegelisahan dan hiperaktivitas. (Wolff
Peter Hanns 2006).
Di Indonesia, hipertensi merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh
karena angka prevalensinya yang tinggi. Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat
penyelidikan yang bersifat nasional, multisenter yang dapat menggambarkan prevalensi
hipertensi secara tepat (Suyono et all,2001).
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan, penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala, sifatnya non
spesifik misalnya sakit kepala atau pusing. Kalau hipertensi tidak ditangani dengan baik,
dapat menyebabkan kematian karena payah jantung, infark miokardium atau stroke.
Penemuan dini hipertensi dan perawatana yang efektif dapat mengurangi kemungkinan
morbiditas dan mortalitas. (Sylvia, 1995).
Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan perubahan gaya hidup berupa diet
rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktivitas yang teratur dan
penurunan berat badan. Selain itu, pengobatan tersebut juga harus dilakukan terapi
farmakologis. Dikenal lima obat lini pertama yang lazim digunakan yaitu diuretik, beta
blocker, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan antagonis kalsium.
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstrasellular. Akibatnya, terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi
perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan Natrium di
ruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat
influks Kalsium. Penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretik
belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretik dianjurkan untuk sebagian besar kasus
hipertensi ringan dan sedang. Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini
pertama untuk kebanyakan pasien dengan hipertensi .
2
BAB II
FARMASI
2.1 Tiazid
2.1.1 Sifat Fisiko Kimia
Sifat fisik dari Thiazid berwarna putih atau hampir putih. Bentuknya bubuk kristal.
hampir tidak berbau. Sedikit atau sangat sedikit larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol,
larut dalam aseton, bebas larut dalam dimetilformamida, n-butylamine, dan larutan alkali
hidroksida, larut dalam eter, kloroform, dan encer asam mineral (Reynolds, 1989; Budavri,
1989).
2.1.2 Rumus Kimia
Rumus molekul : C7H8ClN3O4S2
Berat molekul
: 297,72
Nama kimia
Dosis
(mg)
12,5-25
12,5-25
1,25-2,5
2,5-5
2,5-5
0,5-1
10-20
Pemberian
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
Sediaan
Tab 25 dan 50 mg
Tab 50 mg
Tab 2,5 mg
Tab 5 mg
Tab 2,5 ; 5 dan10 mg
Tab 0,5 mg
Tab 2,5mg
Penggunaan : sampai sekarang Thiazid merupakan obat utama dalam terapi hipertensi.
Berbagai penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam
menurunkan resiko kardiovaskular. Tiazid terutama efektif untuk pasien hipertensi dengan
kadar renin yang rendah misalnya pada orang tua. Pada kebanyakan pasien, efek anti
hipertensi mulai terlihat dengan dosis HCT 12,5 mg/hari. Bila digunakan sebagai monoterapi,
dosis maksimal sebaiknya tidak melebihi 25 mg HCT atau klortalidon per hari,
karenapeningkatan dosis selanjutnya akan meningkatkan efek samping. Tiazid dapat
digunakan sebagai obat tunggalpada hipertensi ringan sampai sedang atau dalam kombinasi
dengan antihipertensi yang lain bila TD tidak berhasil diturunkan dengan diuretik saja.
Tiazid sering dikombinasikan dengan antihipertensi yang lain karena dapat meningkatkan
efektivitas antihipertensi yang lain dengan mekanisme kerja yang berbeda sehingga dosisnya
dapat dikurangi, dengan kombinasi tiazid juga dapat mencegah retensi cairan oleh
antihipertensi lain sehingga efek obat tersebut dapat bertahan. (Farmakologi dan terapi UI
2007)
2.4 Farmakokinetik
Tiazid diabsorbsi dengan baik dalam traktus GIT. Hidroklorotiazid memiliki kekuatan
ikat protein yang lebih lemah dibandingkan dengan furosemid. Waktu paruh tiazid lebih
panjang daripada diuretik loop (kuat). Untuk alasan ini tiazid harus diberikan pada pagi hari
untuk menghindari nokturia (berkemih di malam hari)
2.5 Farmakodinamik
Tiazid bekerja langsung pada arteriol menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat
menurunkan TD.Thiazid menghambat transport natrium klorida di tubulus distal. Karena
transporter ini hanya menyerap kembali sekitar 5%yang disaring natrium, diuretik ini
sebenarnya kurang ampuh. Awal kerja dari hidrotiazid timbul dalam waktu 2 jam dan untuk
furosemid dalam 1 jam. Konsentrasi puncak berbeda. Tiazid terbagi dalam tiga kelompok
sesuai dengan lama kerjanya, tiazid kerja pendek memiliki lama kerja kurang dari 12 jam,
tiazid kerja menengah lama kerjanya 12-24 jam dan yang bekerja lama lebih dari 24 jam.
Mekanisme Thiazide sangat bergantung padaproduksi prostaglandin ginjal. Karena thiazide
diuretik loopdan natrium meningkatkan pengiriman ke segmen distal tubulus distal,ini akan
meningkatkan kehilangan kalium karena peningkatan konsentrasi natrium distal tubular
aldosteron merangsang pompa natrium sensitif untuk meningkatkan reabsorbsi natrium yang
akan ditukar oleh kaliumdan ion hidrogen yang hilang ke urin.
2.6 Efek samping dan reaksi yang merugikan
Ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia dan
kehilangan bikarbonat), hiperglisemia (gula darah meningkat), hiperurisemia (kadar asam
urat serum meningkat), dan hiperlipidemia (kadar lemak darah meningkat).Tanda dan gejala
dari hipokalemia harus dikaji dan kadar kalium serum harus diawasi dengan ketat. Kadar
asam urat dan kalsium harus diperiksa karena tiazid menghambat ekskresi kalsium dan asam
urat, bisa terjadi hiperkalsemia dan hiperurisemia. Tiazid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat dan bisa terjadi hiperglikemia terutama pada klien yang memiliki kadar gula
darah tinggi atau diatas normal. Tiazid dapat meningkatkan kolesterol serum, lipoprotein
berdensitas rendah dan kadar trigliserida. Mungkin perlu diberikan obat untuk menurunkan
kadar lemak darah. Efek samping lain mencakup pusing, sakit kepala, mual, muntah,
konstipasi, urtikaria dan diskrasia darah (jarang).
Tiazid dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang
mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah
atau dikombinasikan dengan obat lain seperti diuretik hemat kalium atau penghambat enzim
konversi angiotensin (ACE inhibitor). Sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif.
2.7 Kontraindikasi
Tiazid kehilangan efektivitas diuretik dan antihipertensinya sehingga Tiazid menjadi
Kontraindikasi bila dipakai pada penderita gagal ginjal. Gejala gangguan fungsi ginjal yang
berat meliputi oligouria (penurunan jumlah urin yang sangat jelas), peningkatkan nitrogen
urea darah dan peningkatan kreatinin darah.
2.8 Interaksi obat
Dari berbagai interaksi obat, yang paling serius adalah penggunaannya bersama
digoksin. Tiazid dapat menyebabkan hipokalemia yang menguatkan kerja digoksin dan bisa
terjadi keracunan digitalis. Tanda dari keracunan digitalis (Bradikardi, mual, muntah,
perubahan penglihatan). Tiazid juga menguatkan litium, dan dapat terjadi keracunan litium.
Tiazid memperkuat kerja obat antihipertensi lainnya yang mungkin dipakai secara kombinasi
dengan pengobatan hipertensi.
Efek antihipertensi tiazid mengalami antagonisme oleh anti inflamasi non steroid
(AINS) terutama Indometasin karena AINS menghambat sintesis prostaglandinyang berperan
penting dalam pengaturan aliran darah ginjal dan transport air dan garam. Akibatnya terjadi
retensi natrium dan air yang akan mengurangi efek hampir semua obat antihipertensi.
BAB III
PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN
3.1 Evaluasi penggunaan diuretik Thiazide sebagai terapi pilihan dalam penderita
hipertensi esensial (Ronald S. GREENE, Marissa ESCOBAR QUINONES, Krystal L.
EDWARDS diambil dari www.pharmacypractice.org yang dipublikasikan pada tahun
2007)
Diuretik thiazide adalah antihipertensi yang efektif dan terbukti mengurangi
risiko kejadian kardiovaskular dan stroke. Meskipun menjadi pilihan utama yang
penting untuk hipertensi, diuretik thiazide terus kurang dimanfaatkan dalam
pengobatan.
Metode yang digunakan yaitu dengan cara mendata terapi apa yang didapatkan
pasien yang telah di diagnosis sebagai penderita hipertensi. Jumlah total pasien yang
diikutsertakan dalam penelitian tersebut sebanyak Sebanyak 478 pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan ditinjau untuk penelitian ini. Usia rata-rata adalah 57,2
(SD = 12,2) tahun dan 84,3% dari Populasi adalah laki-laki. ACE inhibitor (ACEI)
yang yang paling sering diresepkan antihipertensi kelas obat sebesar 35,4% (n = 169)
diikuti oleh dihydropyridine calcium channel blockers (DHP CCB) dan diuretik
thiazide (thiazide) masing-masing sebesar 20,3% (n = 97). Beta blocker (BB) yang
diwakili 15,7% (n = 75) dari total resep dengan sisanya 8,3% pasien (n = 40)
diresepkan lainnya terapi. Terapi lain terdiri dari nondihydropyridine calcium channel
blockers, alpha-1 antagonis, angiotensin receptor blocker dan alpha-2 agonis dalam
rangka penurunan frekuensi.
Kesimpulan: Diuretik thiazide yang kurang dimanfaatkan sebagai terapi pilihan
pada pasien dengan hipertensi lama atau baru.
3.2 Terapi thiazide Jangka Panjang dalam Hipertensi esensial: Bukti untuk Perubahan
Persistent dalam Volume Plasma dan Aktivitas Renin (Robert c. tarazi, Harriet
p. dustan and Edward d. Frohlich dipublikasikan oleh American Heart
Association)
Volume plasma (RIHSA) dan aktivitas renin plasma perifer (metode Pickens ')
diukur dalam delapan pasien hipertensi esensial diobati dengan diuretik thiazide
sendirian mulai dari 6 sampai 24 bulan. Pengobatan lalu berhenti dan pengukuran
ulang
pada
interval
mingguan
selama
sebulan.
Selama
minggu
pertama
risiko relatif dari 0,76 pada akhir persidangan, 95% confidence interval 0,58-0,98).
Perbedaan risiko memiliki implikasi potensial penting untuk praktek klinis karena
sejumlah besar pasien hipertensi yang mengalami peningkatan risiko kejadian koroner.
Karena kelompok plasebo, dengan alasan etis, tidak bisa dimasukkan, risiko relatif
hanya dapat dinyatakan dalam kaitannya dengan diuretik. Tidak ada perbedaan antara
dua kelompok perlakuan dalam karakteristik awal, tekanan darah selama masa tindak
lanjut, atau stroke tarif. Dengan demikian, perbedaan risiko kejadian koroner mungkin
dimediasi melalui mekanisme selain mengontrol tekanan darah. Namun, data ini
mungkin menunjukkan bahwa berbeda/ 3-blocker mungkin memiliki khasiat yang
berbeda dalam mencegah kejadian koroner. Alasan untuk ini kemungkinan belum
diketahui.
3.4 Pengaruh Diuretik thiazide pada Volume Plasma, Elektrolit Tubuh, dan Ekskresi
Aldosteron di Hipertensi (RAY W. GIFFORD, JR., VERNON R. MATTOX,
ALAN L. ORVIS, DONALD A. SONES and JOHN W. ROSEVEAR)
Sekelompok 28 pasien hipertensi termasuk dalam penelitian ini, 19 adalah lakilaki, usia dari pasien antara 36 hingga 75 tahun. Semua hipertensi diastolik telah
menderita dari ringan sampai keparahan moderat. Hanya dua memiliki temuan retina
kelompok 3 hipertensi, 'sisanya memiliki perubahan arteriol retina kelompok. Tidak ada
yang memiliki gagal jantung kongestif atau edema terdeteksi dari sebab apapun pada
saat penelitian dilakukan. Urea darah diukur kurang dari 50 mg. per 100 ml.
Hasil yang didapatkan Sebuah penurunan signifikan secara statistik dalam
volume plasma terjadi selama minggu pertama terapi dengan diuretik thiazide.
Penurunan rata-rata selama periode ini adalah 8,8 persen. Sebagai pengobatan
dilanjutkan, Namun, volume plasma cenderung untuk kembali atau ke arah normal, dan
sedikit penurunan volume plasma rata-rata diamati setelah minggu pertama terapi
secara statistik tidak signifikan. Tidak ada perubahan yang signifikan pula pada
konsentrasi elektrolit.Untuk
aldosteron diekskresikan dalam urin dalam 24 jam dibuat pada sembilan pasien
hipertensi dari 3 hari sampai 2 bulan setelah penggunaan thiazide diuretik dimulai.
Hampir semua nilai berada dalam batas normal (2 sampai 16 kendi. per hari) dan tidak
bervariasi secara signifikan dari tingkat pretreatment.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. 2003 World Health Organization (WHO) / International Society of
Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
Hypertension